Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.7K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#217
41. Sosok Pelindung
Malam ini entah mengapa aku tidak bisa tidur nyenyak. Kebetulan ayah dan bunda sedang tidak ada di rumah, dan hanya ada aku dan Kak Arden di rumah. Aku memutuskan menonton film dari laptop saja, sambil menunggu rasa kantuk datang. Suara gerisik ranting pohon dekat kamar mengusik malamku yang sunyi. Angin berembus agak kencang, sepertinya akan hujan besar malam ini.

Entah kenapa perasaanku tidak enak sejak tadi. Saat asik menonton film, aku mendengar bunyi sesuatu yang sedang menggaruk-garuk. Aku menengok mueza yang sudah terlelap tidur di sampingku. "Terus itu suara apa, ya?" tanyaku menggumam dalam hati. Suara tersebut tak kunjung hilang, malah makin kencang saja terdengar. Aku yang penasaran lantas turun dari ranjang dan mencari asal muasal sumber suara tersebut.

Aku menyibak korden kamar yang terhubung ke halaman depan rumah. Di sana gelap, lampu taman beberapa kali berkedip-kedip dan membuatku berpikir yang tidak-tidak. Tiba-tiba ada suara salam dari arah pintu rumah. "Waalaikumsalam," sahutku sambil buru-buru keluar kamar.

Saat aku membuka pintu, ternyata tidak ada seorang pun di sana. Hal itu membuat dahiku mengerut sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Aku sangat yakin kalau tadi ada suara orang dari pintu, mengucapkan salam dengan lantang. Sadar ada yang aneh, aku segera kembali masuk ke dalam rumah, dan mengunci kembali pintu rumahku. Masih berpikir dan memahami suara siapa tadi, kini bau wangi yang cukup khas tercium di pangkal hidungku. "Eyang?" gumamku pelan.

Aku lantas mencari keberadaan Eyang. Aku yakin Eyang yang datang barusan. Wangi ini, wangi khas Eyang. Seluruh ruangan di penjuru rumah sudah kutelusuri, bahkan saat ke kamar kak Arden, dia justru sudah tidur nyenyak, dan tidak ada eyang di sana. Akhirnya aku memutuskan kembali ke kamarku.

Saat pintu kamar kubuka, rupanya ada sosok yang sedang duduk di atas ranjangku. Eyang! Dengan ragu aku masuk ke dalam dan menutup kembali pintu kamar. Anehnya kali ini eyang tidak sendirian, ada sosok lain di dekatnya. Bentuknya sama, seperti Eyang saat tidak berwujud manusia. Yah, macan. Kini macan putih dengan belang hitam sedang duduk di dekat eyang, menatapku tajam, Eyang menatapku datar, sambil mengusap kepala macan tersebut.

"Eum, eyang ...," panggilku ragu.

Eyang yang sejak awal duduk membelakangiku, kini menoleh dan tersenyum. "Eyang tunggu dari tadi, ke mana saja kamu?"

"Aku nyari eyang ke mana-mana, eh ternyata di sini, hehe. " Perlahan aku melangkah masuk dan mendekat ke eyang. Agak sungkan karena momen seperti ini memang jarang sekali terjadi. Aku dan eyang bahkan tidak pernah ngobrol santai seperti ini, kecuali dalam aksi penyelamatan atau musibah. Seperti kemarin.

"Sini duduk," suruh Eyang menepuk pinggir ranjang sampingnya. Aku lantas menurut dan duduk di samping eyang, yang tentunya berhadapan dengan sosok macan yang dibawa eyang tersebut. "Nggak usah takut," kata Eyang yang tau apa yang ada dalam benakku.

"Dia siapa eyang? Tumben eyang ke sini, sambil bawa teman lagi," timpalku ragu. Dan kini aku mulai merutuki kebodohanku karena menanyakan hal seperti tadi pada eyang.

"Eyang sengaja datang, mau ketemu kamu, nduk."

"Aku? Eum, kenapa eyang?"

"Kamu kenalan dulu sama dia coba?"

"Hah? Dia? Kenalan?" tanyaku sambil menunjuk macan tersebut.

"Iya."

"Duh, eyang, bagaimana caranya? Kan Aretha nggak bisa bahasa macan," elakku sambil mengelus tengkuk.

"Kamu pikir dia macan betulan? Dia itu seperti eyang, namanya Arkana. Arkana ini mulai sekarang akan menjaga kamu."

"Menjaga aku? Maksud eyang?"

"Kamu ingat, bukan, kejadian-kejadian yang sudah kalian alami kemarin? Itulah alasan eyang mengirim Arkana untuk menjagamu, Aretha. Karena eyang tidak bisa selamanya ada untuk menolong kalian, terutama kamu."

"...."

"Coba kamu sapa Arkana, dia agak pendiam dan tidak suka basa basi."

Aku menatap Arkana tersebut. Dia terus menatapku dingin tanpa ekspresi, Yah, sesekali mulutnya terbuka lebar dan menampilkan giginya yang runcing. Huh, itu membuatku takut.

"Tidak perlu takut, aku tidak akan menggigit!" cetus suara yang berasal dari makhluk berbulu tersebut. Aku melotot sambil menahan getaran tubuhku saat mendengar suaranya.

"Belai kepalanya, nduk," suruh eyang. Aku melirik ke eyang tanpa menggerakkan tubuh, lalu menatap Arkana dengan wajah tegang. "Ayok!" Kembali suara eyang membuatku terkejut dan membuat tangan kananku mulai menjulur, mendekat ke pucuk kepala Arkana. Akhirnya aku berhasil sampai ke kepala Arkana, membelai kepalanya lembut dan reaksi Arkana di luar dugaanku. Dia menutup matanya, lalu makin menurunkan tubuhnya ke lantai.

"Jangan lupa salat, baca al quran. Arkana bakal selalu mengingatkan kalau kamu ingkar!"

"..."

"Ya sudah, sekarang kamu tidur."

"Eum, iya, eyang."

Bayangan dua sosok tersebut tiba-tiba menghilang. Aku lantas mencari ke seluruh penjuru kamar. Mataku yang awalnya jelas melihat sekitar, kini perlahan memburam. Makin lama pandangan mataku makin tidak jelas.

"Aretha! Bangun! Salat subuh!" Suara yang sangat asing di telingku, membuat mataku langsung terbuka. Aku bahkan langsung duduk, dan mencari sumber suara tersebut.

Anehnya, sajadahku sudah tergelar di lantai, dengan mukena yang biasa kuletakkan di lemari setiap selesai salat. Aku diam, sambil mengamati sekitar. Namun suara sesuatu yang sedang menggaruk-garuk tembok terdengar jelas. Hal itu membuatku bergegas lari menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

_____

Semua sibuk dengan sarapan di hadapan mereka, dan juga benda pipih yang kini menyita waktu dan perhatian semua orang. Bunda masih sibuk mondar mandir menyiapkan sarapan kami, juga bekal untuk dibawa ayah ke kantor. Kebiasaan itu tidak pernah lekang oleh waktu, bahkan jika ayah tidak sempat membawa bekal makan siang, maka bunda akan mengirimkan bekal makan siang ke kantor ayah.

Aku memainkan sendok yang berisi nasi goreng spesial buatan bunda. Mengaduk-aduk butiran nasi berwarna cokelat muda tersebut, tanpa berniat menyantapnya.

"Arerha, kenapa nggak makan?" tanya bunda yang kini duduk di hadapanku.

"Hm? Makan kok, Bun. Makan, nih," elakku sambil memasukan sendok yang berisi nasi goreng ke dalam mulutku. Bunda terus menatapku heran. Kini tidak hanya bunda, tapi juga ayah.

"Kamu lesu banget, nduk? Ada apa? Masih sakit?" tanya ayah lalu meletakan ponselnya di meja.

"Enggak kok, aku baik-baik aja."

"Hayo kenapa? Berantem sama Radit?" tanya Kak Arden ikut-ikutan.

"Ih, bukan!"

"Terus?"

Aku diam sesaat lalu menatap wajah ketiga orang itu satu persatu. Mereka terus menungguku menceritakan apa yang sedang kurisaukan sekarang.

"Semalem, aku mimpi eyang," ucapku pelan.

"Mimpi apa?"

"Tapi eyang nggak sendiri, Bunda."

"Eyang sama siapa?" tanya Kak Arden penasaran.

"Ar ... Arkana."

"Arkana? Arkana siapa sih?" ayah menatapku dan bunda bergantian. Bunda yang awalnya diam, tak lama tersenyum.

"Pantas saja. Ada yang aneh sama kamu pagi ini."

"Karena Aretha jadi pendiem gitu, Nda?" tanya ayah.

"Bukan, sayang. Tapi ada aura yang cukup kuat di dalam diri Aretha. Kalau diibaratkan, tubuh Aretha seperti terselubung cahaya."

"Tapi kok Kak Arden enggak, Bunda?"

"Belum. Kamu tau kenapa eyang mengirim seseorang untuk menjagamu?" tanya bunda lembut. Aku menggeleng pelan. Bunda lantas tersenyum.

"Karena kamu yang paling sering mendapat gangguan dari mereka. Kamu bukan lemah, Aretha, tapi kamu masih takut untuk mengeluarkan semua kemampuan kamu selama ini. Kamu hanya fokus sama sekitar dan ketakutan kamu, sehingga kemampuan yang seharusnya muncul dari diri kamu, tertahan. Dan itu yang membuat kamu mudah diganggu dan diteror."

"Terus si Arkana ini terus nempel aku gitu, Bun? Bukannya nggak baik, dekat sama makhluk seperti mereka?" tanyaku sambil berbisik, takut Arkana mendengarnya.

"Enggak. Bukan begitu konsepnya Aretha. Dia memang menempel, tapi bukan berarti selalu melekat sama kamu. Bukan. Tetapi dia akan datang saat kamu benar-benar kesulitan. Saat kamu mulai bersikap tidak seperti biasanya. Dia jin muslim. Jadi kamu nggak perlu takut. Bersikaplah seperti biasanya. Aretha yang biasa. Toh, dia tetap bisa mendengar dan tau apa yang ada di pikiranmu, nduk. Tetapi, dia nggak akan ikut campur terlalu jauh, apalagi jika kamu tidak mengijinkannya."

Aku mulai paham dan kini makan dengan lahap.


"Eh, manjat yuk," celetuk Ari tiba-tiba.

"Manjat? Manjat pohon mangga? Manjat apaan?" timpal Radit asal-asalan.

"Ya manjat gunung lah, Dit! "

"Iya tuh, ide bagus. Lama juga aku nggak naik gunung," sahut Danu.

"Sekalian refreshing gitu, gaes." Ari terus saja mempengaruhi kami untuk menyetujui idenya.
Dia ini memang ikut MAPALA di sekolah, jadi dia memang paling sering naik gunung di antara kami.

"Terserah deh. Aku mah ngikut aja," kata Doni santai.

"Oke.. Besok ya, kan weekend tuh.
Jangan lupa, bawa perbekalan yg cukup. Kita nginep soalnya."

"Eh,nginep?" tanya mbak Alya yg kini ikut angkat bicara.

"Iya dong, Al.. Masa nggak nginep. Nggak asik tau."

Mba Alya melirik kak Arden yg duduk di sampingnya. "Nggak apa-apa kok. Kan ada aku."

"Cie ... Ehem..." sorak sorai kami kompak meledek mereka berdua, yang kini tengah memerah mukanya karena malu. Yah, begitulah ide ini berawal. Naik gunung. Jujur, ini pertama kalinya aku melakukan hal ini. Biasanya hanya hiking saja di Bumi perkemahannya, lalu pulang saat siang atau sore hari. Belum pernah sampai naik ke puncak.

Sabtu sore ini kami sudah berkumpul di rumahku. Untuk apa lagi, jika bukan untuk meneruskan rencana kami naik gunung, Eum... Rencana Ari lebih tepatnya. Kami cuma ikut ikutan saja.

Gunung Slamet mempunyai ketinggian 3425 MDPL ini ialah termasuk kedua gunung tertinggi di jawa. Dalam mendaki puncak gunung Slamet tentu para pendaki dapat melewati beberapa jalur di antaranya, jalur guci, jalur bambangan, jalur baturaden, ataupun jalur dukuhliwung.

Kami lewat jalur baturraden.
Ada beberapa kisah horor yang berselimut rapih di balik keindahan alamnya, salah satu kisah yang paling santer terdengar adalah kisah mengenai gerbang kerajaan gaib yang ada di jalur pendakian yang dikenal dengan nama jalur bambangan. Menurut kisah jalur ini punya dua pohon besar yang menjadi gerbang menuju kerajaan jin yang berkuasa di Gunung Slamet.

Masih di jalur bambangan, menurut kisah setelah melewati dua pohon besar maka para pendaki akan berhadapan dengan pos V atau yang akrab disebut pos Samaratu. Menurut kisah pos ini merupakan titik persinggahan paling angker di Gunung Slamet, dan di sini tidak disarankan mendirikan tenda dan menginap.

Setidaknya hal tersebut sudah kerap dibuktikan oleh sejumlah pendaki, konon di pos ini di huni oleh satu sosok jin yang sering memberi nuansa horor seperti suara-suara mistis hingga beberapa kejadian aneh lainnya. Sampai sekarang ini para pendaki belum ada yang berani mendirikan tenda di pos Samaratu.

Dengan naik mobil Radit dan Doni, kami sampai juga di sana.
Untuk memulai pendakian, kami lebih dulu ada di basecamp, Radenpala.
Di sana kami juga mengecek perlengkapan yg akan kami bawa. Jangan sampai ada yg tertinggal di mobil. Setelah semua sudah komplit, kami mulai berjalan menuju pos 1.
Dari basecamp menuju pos 1 kurang lebih ditempuh dengan 1jam perjalanan.
Di sini akan banyak dijumpai hutan pinus. Sampai pos 1 kami istirahat sebentar.

"Masih kuat kan, Al?" tanya kak Arden ke mba Alya.
Mba alya mengangguk diiringi senyuman khasnya. Diantara kami, memang mba Alya yg paling lemah. Sehingga kak Arden sangat memperhatikan nya.

"Ai, kamu masih kuat, kan?" tanya Radit yg tengah meneguk air minum yg dia bawa.

Aku mengangguk menanggapinya.

"Ai? Cie ... Ai ... Panggilan yg disamarkan, biar pada nggak tau," sindir Doni terkekeh geli.

"Emang Ai apaan sih, Beb?" tanya Kiki.

"Ai itu artinya sayang. Bahasa jepang, sweety. "

"Oh gitu ... Ih, so sweet deh,"seru Kiki, "beb,kamu gak manggil aku kaya Radit itu?"

"Lah, ntar ketuker, sweety. Kita udah pakai panggilan bebeb sama sweety. Udah ah, nggak gak usah ganti ganti."

Bebeb dan sweety? Apakah tidak terdengar norak, ya? Ah, sudahlah.

"Ya ampun, pacaran mulu ya. Hadeh." Dedy geleng geleng kepala sambil mendengus sebal.

"Iya. Heran. Kalian berempat pasangan yg suka heboh dan bikin kita keki," runtuk Ari.

"Itulah derita jones," gumam Radit sambil tos dengan Doni lalu diiringi cekikikan tidak jelas.

"Udah. Udah. Yuk lanjut lagi," ajak Danu yg sangat antusias sekali hari ini.

Dari pos 1 ke pos 2 ditempuh dengan 3 jam perjalanan. Trek nya sama dengan sebelumnya.
Dipenuhi hutan pinus di mana mana.
Sejauh ini aku belum merasakan hal hal ganjil. Sebenarnya di sini pasti banyak sekali makhluk astralnya. Bahkan ada mitos yg mengatakan, ada makhluk kerdil yg ada di sini. makhluk kerdil itu dahulunya adalah manusia yang tersesat ketika sedang mendaki gunung Slamet dan akhirnya tidak bisa kembali ke bawah.

Makhluk kerdil tersebut awalnya mencoba bertahan hidup dengan memakan dedaunan seperti hewan, tetapi seiring waktu makhluk kerdil tersebut kehilangan jati diri manusia karena terlalu lama hidup seperti hewan. Makhluk kerdil tersebut suka bersembunyi karena takut jika bertemu pendaki.

POS 2 - POS 3 (2 jam)
Menuju Pos 3 kita akan berjumpa dengan trek berat. Di Pos 3 inilah lokasi favorit untuk mendirikan tenda dan bermalam untuk paginya summit attack atau perjalanan menuju puncak.
Nafas ku mulai tersengal. Sering bahkan sangat sering aku harus berhenti untuk mengatur nafas. Kupulihkan ritme paru-paru agar jantungku tidak terlalu kencang memompa darah.

Dan akhirnya kami mendirikan tenda dan bermalam di sini. Ada 3 tenda yg kami dirikan. Lalu kami juga membuat api unggun.
semua Ari yg mengerjakan karena dia lebih paham. Kami hanya membantunya saja, dan semua instruksi dari Ari.

Aku, mba Alya dan Kiki satu tenda.
Radit, Doni, Danu dan Dion di tenda sebelah kanan kami.
Kak Arden, Dedy, dan Ari di tenda sebelah kiri kami.

Hari semakin gelap.
"Mba Al, baru pertama kali ya naik gunung?" tanyaku saat kami ngobrol di dalam tenda.

"Iya, Tha. Pertama kali. Dulu pernah cuma hiking aja, itu pun gak terlalu jauh, cuma di sekitaran bumper."

*bumper: bumi perkemahan

"Sama dong. Aku juga."

"Capek banget ya," gumam Kiki sambil tiduran di dalam kantung tidurnya.

"Tidur? Yakin, Ki? Nggak pengen menikmati suasana alam di gunung?" tanyaku.

"Hm ... Gampang deh. Paling aku merem bentaran aja, Tha."
Dan dia pun memejamkan matanya. Entah tidur beneran atau hanya tidur tiduran saja.

Samar samar dari arah belakang kiki tidur, aku tertegun melihat bayangan yg melintas. Bentuknya tinggi besar.
Aku sempat bengong sebentar dan terpaku menatap ke arah bayangan itu lewat.

Mba Alya sampai melambai lambaikan tangan nya di depan wajahku, "Tha... Aretha? Kamu kenapa sih?"

Aku tersadar lalu menatap mba Alya diiringi senyum tipis.
'Siapa ya?'

"Aku keluar bentar ya mba," pamitku.

Karena penasaran aku mengecek kondisi di luar. Saat di luar, teman teman yg lain sedang membuat makanan dengan api unggun.
Aku tengak tengok, mencari bayangan yg tadi ada di sekitar tendaku. Namun, tidak kutemui siapa pun di luar.

Akhirnya aku ikut bergabung bersama mereka. Hitung hitung sekalian menghangatkan badan, karena makin lama suhu udara terasa makin dingin.

Aku duduk di samping kak arden. Namun aku masih sesekali menoleh ke belakang. kak Arden yg menyadari kegelisahan ku lalu ikut menoleh sepertiku.

"Kenapa?"

"Mmm.. Gak papa kok." kembali aku fokus pada mereka yg tengah membakar jagung.

"Yakin?"

Aku menoleh ke kak Arden,"hmm.. Tadi ada yg lewat di deket tenda ku, Kak."

Kak Arden ini memang sangat mengerti aku. Jadi kalau ada yg aku pikirkan, pasti kak Arden tau.

"Gitu ya... Udah nggak papa. Asal gak usil aja."

Akhirnya apa yg dimasak oleh para pria ini matang juga.
Ah-- bodo amat deh, enak apa enggak. Habis lapar.
Mba Alya juga dipanggil, namun Kiki malah tidur pulas. Akhirnya dia kubiarkan saja lah.

Pukul 22.00
Beberapa dari kami sudah mulai mengantuk. Ku ajak mba Alya masuk tenda untuk tidur. Agar besok perjalanan kami lebih lancar. Karena pasti akan lebih berat.

Baru saja aku mulai memasuki alam mimpi, tiba tiba seseorang menggoyang goyangkan tubuhku.

"Tha... Aretha.. Bangun," rengek seseorang. Kalau dari suaranya, ini pasti kiki.

Kupaksakan untuk membuka mataku.

"Ta.. Lapeeeeer..."

"Ya ampun.. Salah sendiri dari tadi tidur mulu," Gerutuku, sebal.

"Habisnya ngantuk, Tha," rengeknya, "ayok.. Temenin keluar. Masih ada makanan apa nggak."

Aku mendengus sebal,"ya udah ,yuk ah."
Akhirnya aku menemaninya untuk mencari makanan di dekat api unggun tadi.

Di luar masih ada Radit dan Doni yg asik ngobrol.
"Lho kok belum tidur,Ai?" tanya Radit padaku.

"Ini.. Ada orang kelaperan," jawabku sambil melirik Kiki.

"Kamu sih tidur mulu deh sayang," timpal Doni.

"Orang ngantuk, mau gimana lagi coba, Beb," bela nya.
Kiki ini kalo udah tidur, beuhhh kaya orang mati deh. Ada gempa aja dia gak berasa. Parah banget.

"Tapi udah gak ada makanan. Paling tuh... Kacang rebus," sahut Radit sambil menunjuk kacang rebus yg sedang mereka makan.

"Yah, dikit bgt. Kurang dong, Dit.." rengek Kiki.

"Salah sendiri," gumam Radit sebal.

"Ya udah.. Aku cari ubi di deket sini deh ya.. Nanti kita bakar lagi. Lumayan kan, buat ganjel perut kamu," seru Doni.

"Tunggu, Don!!" aku melirik ke sana ke mari.

"Kenapa?"

"Kamu jangan sendirian deh. Aku temenin yuk," kataku.
Bahaya juga kalau dia pergi sendirian, takut nyasar. Sebenarnya bukan itu alasan utama nya, aku hanya takut dia diganggu makhluk halus penghuni gunung ini.

"Eh... eh... eh... Aku juga ikut ah.." Radit malah ikut ikutan.

Akhirnya kami berempat pergi bersama sama mencari ubi. Memang di sekitar kami ada beberapa tananam ubi.

Berbekal senter kami mulai menelusuri semak belukar.
Dengan langkah yg hati hati sekali, kami mencari ubi untuk Kiki.
Takut ada binatang buas, seperti ular contohnya. Karena pasti masih banyak hewan buas di sini.

"Duh, ubi nya kecil," Gumam Doni saat dia mencabut tanaman ubi yg dia temukan.

"Yah, nggak cukup dong."rengek Kiki. Selain suka tidur, dia suka makan juga.

Kebanyakan tanaman ubi nya masih pendek pendek otomatis ubinya juga masih kecil kecil.

"Terus gImana dong?" tanya Kiki yg mulai gak sabaran.

"Eh... kalian denger gak?" seru Radit sambil bergaya menajamkan pendengaran nya.

"Apaan sih?"

"Dengerin deh," suruh Radit lagi

Aku pun ikut menajamkan pendengaran ku. Dia ini denger apaan sih?

"Di sana gaes, teriak Kiki girang dan Langsung berlari kecil ke arah suara itu.

Kami terperanjat melihat apa yg ada di hadapan kami.
Ada pasar!
Kiki langsung masuk ke kerumunan orang di sana.
Sedangkan kami bertiga masih bengong tidak percaya.

"Aneh gak sih? Ada pasar di tengah hutan gini?" tanya Radit.

"Aneh banget lah," Sahut Doni.

"Bawa Kiki balik!!!" perintahku.

Doni langsung menarik Kiki keluar dari kerumunan orang orang di sana.

Namun kiki seolah tidak mendengar Doni. Akhirnya aku dan Radit ikut menarik Kiki.
Beberapa kali aku menabrak orang orang di sana.
Namun saat ku perhatikan, mereka aneh.
Ekspresi mereka datar dan dingin. Wajah mereka juga pucat.

"Thaaa!!!" seru Radit sambil menarik tanganku.

"Apa??"

"Lihat itu," bisik nya.

Saat kulihat dagangan yg mereka perjual belikan, aku bergidik ngeri. di sana ada beberapa tangan dan organ tubuh manusia.
Aku mual dan hampir muntah. Namun kutahan sebisaku. Radit membantu Doni membawa Kiki pergi .

Dengan susah payah, kami berhasil keluar dari pasar itu.
Pasti itu adalah pasar gaib yg sering ku dengar di sini.
Untung tadi kiki belum sempat membeli apa pun di sana. Bisa gak bakal balik lagi deh kalo sampai makan makanan di sana.
========
3.maldini
johny251976
theorganic.f702
theorganic.f702 dan 2 lainnya memberi reputasi
3