ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#105
Part 25 Hendra Di teror
"Duh, ke mana, ya? Perasaan dari kemarin aku nggak beli apa apa deh," gumam Aretha sambil mengacak acak isi dompetnya.

Radit yang baru saja selesai mandi lantas heran melihat tingkah istrinya itu. "Kamu cari apa, Sayang?"

"Uang."

"Uang? Uang apa?"

"Uang aku, Sayang. Waktu kita pindah ke sini, kan kita mampir ATM, kan? Aku ambil uang. Satu juta. Tapi memang nggak aku pakai. Karena uang dari kamu juga masih ada. Aku taruh di dompet yang ini. Beberapa hari lalu, emang aku ngerasa kehilangan uang 200 ribuan, aku masih ingat banget. Kalau waktu itu aku ambil uang 1 juta, soalnya tiba tiba uang ku tinggal 800 ribu. Nah sekarang kenapa tinggal 100 ribu! Ih, kok bisa hilang sih? Siapa yang ambil, ya? Tuyul? Masa sih di sini ada tuyul?" tanya Aretha yang langsung di jawab oleh dirinya sendiri.

"Kamu yakin taruh uangnya di dompet yang itu, kan?"

"Yakin, Dit. Ini dompet yang sering aku bawa pergi pergi. Kalau di rumah, aku pakai dompet ini buat pergi ke warung belanja sayur. Nah, dompet yang buat ke warung itu khusus uang yang kamu kasih. Selama ini aku nggak pernah campur campur. Aneh banget sih!" gerutu Aretha.

Radit diam sambil memperhatikan sekitar. Dia pun paham kalau istrinya termasuk orang yang teliti dan tidak teledor. Aretha memang punya kebiasaan unik, membagi uang menjadi dua tempat. Dompet yang selalu ia taruh di dalam tas dan dompet yang ia bawa ke sana kemari. Entah ke warung, minimarket atau membayar iuran tetekbengek lainnya.

"Ya sudah. Nanti kita coba cari lagi, mungkin jatuh di mana atau terselip."

"Hem, iya deh." Aretha tampak lesu, bagaimana pun uang yang hilang tidaklah sedikit baginya. Sekalipun Radit akan tetap memberikan dia nafkah yang cukup. Tapi uang itu adalah tabungannya dulu saat masih lajang. Radit bahkan tidak akan menyentuhnya sama sekali.

"Jadi, kan, jalan jalannya?" tanya Radit.

Mereka berencana untuk jalan-jalan di sekitar Desa. Tujuannya tentu untuk menikmati suasana desa yang sejuk dan dingin. Apalagi hujan baru saja berhenti sejak kemarin. Sejak mereka tinggal di desa keduanya belum pernah jalan-jalan mengelilingi desa tersebut terutama Radit. Karena bagaimanapun juga Areta Sudah beberapa kali berjalan-jalan di sekitar Desa walaupun sekedar untuk datang ke warung Bu Darsih.

Karena besok Radit masih harus berangkat bekerja maka untuk kali ini mereka hanya jalan-jalan di sekitar Desa saja. Radit dan Areta sudah memakai sepatu. Mereka hendak lari pagi. Kebetulan desa tersebut memang tidak terlalu luas sehingga mereka berniat untuk mengelilinginya sebelum jam makan siang datang.

"Lewat sana dulu, ya," kata Radit menunjuk ke arah Aretha biasa pergi ke warung.

"Oke. Aku sering ke warung Bu Darsih lewat sini, Dit," ungkap Aretha.

"Oh ya? Berarti kamu udah hafal jalan ini, ya?"

"Yah, cuma sampai warung aja. Selebihnya nggak tahu. Hehehe."

"Nggak apa apa. Nanti kita berdua jadi tahu."

Seperti biasa, beberapa kali mereka berdua berpapasan dengan warga desa. Sekalipun suasana masih dingin, tetapi tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus bekerja. Bahkan di beberapa kebun teh yang tadi mereka lewati, sudah banyak orang yang mulai mengambil daun teh. Pemanenan daun teh yang benar dilakukan dengan cara memetik bagian pucuk daunnya. Pemetikan pucuk teh yang tepat dapat membuat produksi tanaman berkelanjutan. Waktu yang paling bagus untuk melakukan pemetikan teh adalah jam 5 hingga 9 pagi dan jam 10 hingga 12 siang. Selain udara yang sejuk dan belum terkontaminasi banyak zat jahat, pemetikan teh dilakukan pagi hari karena masih perlu proses yang panjang  untuk menjadi teh siap minum. Setelah pemetikan teh, harus dilakukan proses seperti pelayuan, penggilingan, pengeringan dan pengepakan.  Proses pelayuan pun tidak boleh sembarangan, karena proses ini dilakukan tepat setelah pemetikan, sehingga daun-daun teh yang sudah dipetik harus langsung dibawa ke tempat pelayuan agar tidak busuk di jalan.

"Rumah rumah warga itu paling banyak di wilayah tadi, ya," ucap Aretha.

Mereka kini mulai masuk ke wilayah kebun kebun milik penduduk. Ada pula kandang kandang yang berisi ternak hewan. Ada kambing, sapi, dan bahkan ayam yang biasa digunakan sebagai ayam potong konsumsi.

"Ternyata warga juga beternak hewan, ya."

"Iya, Aretha. Bahkan ayam budidaya dari sini sering banget di kirim ke kota besar."

"Wah, hebat. Aku pikir mata pekerjaan warga desa sini cuma sebagai pengepul daun teh. Ternyata banyak juga pekerjaan lainnya di sini. Terus, desa ini juga luas, ya. Batasnya di mana, Dit? Masih jauh?"

"Aku juga kurang paham. Tapi katanya sih nanti akan ada batas wilayah. Semacam tugu gitu, yang dipakai untuk tanda desa lain."

Semakin jauh mereka mengelilingi desa, pemandangan alam di sekitar pun semakin indah. Tidak peduli lagi jalanan yang becek ataupun udara yang dingin. Mereka berdua justru menikmati perjalanan kali ini.

Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah tugu batu yang tingginya hanya setengah meter saja. Namun yang mengejutkan adalah tulisan yang tertulis di sana.

"Dusun Kalimati?" tanya Aretha lalu menatap Radit yang juga sedang memperhatikan tulisan di hadapan mereka sekarang.

"Hem, iya. Sepertinya ini batas wilayah desa ini dengan desa di sebelah. Ternyata sedekat itu, ya? Hehehe." Radit tertawa getir. Ingatannya mengenai pengalaman mereka saat berada di desa tersebut pun mulai melintas di kepala. Teror Ummu Sibyan dan juga warga desa yang sudah mati pun membuat Radit cukup ketakutan.

Areta justru fokus memperhatikan kondisi di dalam lingkungan Desa Kalimati. Sepertinya apa yang pernah dialami tidak membuat dirinya trauma.

"Ya sudah. Ayo kita balik. Kita udah terlalu jauh nih," ajak Radit.

"Hem? Balik? Eum, oke deh," kata Aretha agak ragu ragu.

Saat mereka berbalik badan tiba-tiba Areta melihat ada sekelebat bayangan yang lewat di salah satu pepohonan di dalam wilayah Desa Kalimati. Areta malah mencari bayangan tersebut. Sambil menahan tangan Radit.

"Kenapa?" tanya Radit kebingungan.

"Kamu lihat nggak tadi ada yang lewat?" tanya Aretha.

"Di mana?"

"Itu di sana," tunjuk Aretha ke arah yang ia lihat tadi.

Namun, Radit justru tidak melihat apa pun di sana. Begitu pun juga Aretha. Hanya saja Aretha yakin betul kalau dia melihat sesuatu beberapa detik yang lalu.

"Udah ah, Sayang. Nggak ada apa-apa di sana. Ayo, kita pulang aja," ajak Radit lagi.

Walau Aretha ragu ragu, tapi akhirnya dia pun menuruti Radit dan meninggalkan tempat tersebut, kembali ke arah jalan pulang.

***

"Wah, enak nih. Lama aku nggak makan masakan buatan kamu, Sayang," ucap Radit dengan bersemangat mengambil lauk yang dibuat oleh Aretha.

Aretha hanya tersenyum, namun di dalam hatinya dia pun menyadari hal tersebut.

"Oh iya, Dit. Kalau misalnya Bu Jum datang ke rumah buat kerja nggak usah setiap hari gimana?"

"Loh kenapa?"

"Ya setelah aku udah di sini kan aku udah bisa menilai. Kalau untuk beres-beres rumah itu kan nggak perlu setiap hari. Untuk masak cuci piring cuci baju itu kan aku bisa Kerjain sendiri. Lagi pulang kerja di rumah ini juga nggak terlalu banyak, Dit."

" kamu berpikiran seperti ini karena bayangan yang kamu lihat kemarin tentang Bu Jum, ya?"

"Eh, nggak juga. Bukan itu poin utamanya sih sebenarnya. Ya kalau untuk alasan itu sih mungkin bakalan jadi alasan terakhir Kenapa aku bilang kayak gini. Alasan utamanya ya karena aku pikir kerja di rumah Ini nggak terlalu banyak. Aku bahkan baru sadar kalau sejak aku tinggal di sini aku malah jarang banget masakin Kamu sesuatu. Semua dikerjain sama Bu Jum. Kalau buat bersih-bersih itu kan juga nggak perlu setiap hari mungkin 2 hari sekali juga udah cukup."

"Hey, Sayang. Apa karena kata-kataku barusan ya? Astaga, sayang, maaf aku nggak bermaksud gitu kok. Aku nggak keberatan kamu nggak masak buat aku, sama sekali nggak keberatan. Aku bawa kamu ke sini itu bukan buat melayani aku sepenuhnya, tapi cuma buat nemenin aku. Urusan kerjaan rumah biar diserahkan aja ke Bu Jum. Kamu tinggal santai aja di rumah sambil tunggu aku pulang," tutur Radit yang langsung melepaskan sendok dan meraih tangan Aretha.

"Enggak kok, Dit. Aku sama sekali nggak pernah keberatan dengan tugasku untuk melayani kamu. Sejak kita menikah aku sama sekali nggak pernah merasa jadi pembantu buat kamu kok. Aku menjalani semuanya dengan ikhlas. Lagi pula kamu juga nggak pernah memperlakukan aku semena-mena. Aku juga rasanya nggak bisa kalau terus santai setiap hari. Badanku rasanya pegal-pegal. Aku pasti benar-benar kurang gerak. Jadi sebaiknya gitu aja ya? Biar Bu Jum ke rumah itu seminggu dua atau tiga kali aja nggak perlu setiap hari."

Radit masih menggenggam tangan Areta sambil terus memperhatikan istrinya tersebut. Tentunya dia harus memikirkan segala Resiko yang harus terjadi saat keputusan itu dibuat. Tapi saat melihat sorot mata Aretha yang penuh harap, Radit pun akhirnya mengiyakan permintaan Aretha tersebut.

***

Suara ketukan pintu terdengar saat Radit dan rental sedang menonton film. Mereka berdua saling datang sambil mengerutkan dahi masing-masing.

"Siapa, ya?" tanya Radit.

"Nggak tahu. Warga kali, atau temen kantor kamu," cetus Aretha.

Setelah terdengar bunyi salah beberapa kali akhirnya Radit pun merancang dari duduk dan berjalan ke ruang tamu. Areta yang penasaran pun akhirnya mengikuti langkah suaminya itu. Begitu pintu dibuka rupanya ada Hendra yang datang dengan wajah pucat.

"Eh, kenapa lo?" tanya Radit keheranan.

"Dit, gue nginep di rumah lo malam ini, ya? Please," pintar Hendra sambil memegangi tangan Radit dengan wajah ketakutan. Berkali kali Hendra menoleh ke belakang. Seakan akan ada sesuatu atau seseorang yang sedang mengejarnya.

"Emangnya ada apa?"

"Lo nggak lihat grup kantor? Kan heboh, Dit, sejak sore tadi."

"Hem? Heboh kenapa sih? Gue nggak pegang hape seharian."

"Udah, udah. Mendingan kita masuk dulu aja. Biar Hendra cerita di dalam aja, " cetus Aretha.

Mereka bertiga pun akhirnya masuk ke dalam rumah. Aretha segera mengambilkan segelas air putih untuk Hendra. Radit yang baru saja melihat kondisi Hendra yang kacau, akhirnya mengambil ponsel yang sejak tadi tergeletak di meja nakas kamar. Dia pun memeriksa semua pesan yang masuk, terutama grup whatsapp kantornya. Sudah banyak pesan yang belum terbaca, bahkan hampir ribuan pesan.

"Duh, 1.500 pesan? Gila apa, gue harus baca semuanya? Udah, lo cerita aja deh," kata Radit pada akhirnya.

"Tuh, kan. Nggak bakalan lo baca itu pesan di grup. Makanya gue langsung aja ke sini."

"Minum dulu, Hen."

Areta menyodorkan segelas air putih kepada Hendra dan langsung dihabiskan oleh Hendra dalam beberapa detik saja.

"Lo habis lari lari apa, Hen?" tanya Aretha.

"Iya, kok lo tahu?" tanya Hendra lantas meletakkan gelas tersebut ke meja.

"Hah? Beneran? Lari dari mana?" Aretha tidak menyangka kalau gurauan nya justru memang terjadi pada Hendra.

"Dari mes lah. Eh, enggak dari mes banget sih. Tapi pas masuk ke desa ini aja. Tadi soalnya gue numpang motornya si Dwi dari mes. Terus pisah di depan gapura desa lo ini."

"Lah, Dwi ke mana?"

"Balik dia. Emang sialan itu anak. Bukannya anterin sekalian sampai ke rumah lo, malah dia kabur gitu aja."

"Oke. Jelasin sekarang apa yang terjadi. Jangan bikin gue bingung deh, Hen!" tukas Radit serius.

"Jadi gini, lo inget nggak, pas anak anak bilang kalau ada kejadian aneh di gudang?" tanya Hendra.

Radit mengernyitkan kening, mencoba mengingat kejadian tersebut.
"Hem, kejadian aneh yang lo maksud itu ... Yang katanya barang gudang pindah sendiri?" tanya Radit memastikan.

"Nah, iya! Itu salah satunya. Jadi tadi, kan gue ke kantor tuh, ada barang yang ketinggalan. Anak anak yang lain kan masih kerja tuh posisinya. Gue masuk ke ruangan, tapi terus si Menik minta tolong gue buat ambilin dokumen lama di gudang."

"Buat apa?"

"Buat laporan tahunan katanya. Pak Brata yang minta, emangnya lo nggak tahu?"

"Enggak. Terus?"

"Nah terus, ya udah gue ambilin, kan? Karena kasihan juga mereka repot banget kelihatannya. Eh, pas gue mau masuk gudang, itu pintu posisinya udah kebuka setengah, Dit. Jadi gue nggak langsung masuk tapi gue intip dulu dari luar. Pengen tahu, siapa sih yang ada di dalam. Karena gudang kan nggak pernah dibuka pintunya, kan? Kalau kebuka artinya habis ada orang di dalam atau ada orang di dalam."

"Iya."

"Pas gue intip di celah pintu, lo tahu nggak gue lihat apa?"

"Enggak. Apaan? Setan?" tanya Radit asal menebak.

"Tepat sekali!" sahut Hendra sambil menunjukkan Radit dengan semangat berkobar.

"Setan apa?" tanya Aretha penasaran.

Dia memang tidak pernah mendengar apapun mengenai hal mistis apa yang terjadi di kantor Radit. Karena Radit pun tidak pernah membicarakan itu dengannya.

"Cewek! Pakai baju... Formal. Kayak orang kantoran gitu, Tha. Terus dia lagi berdiri di samping persis lemari dokumen yang mau gue samperin sebelumnya. Otomatis kan gue nggak jadi masuk dong. Serem gitu loh, ya. Nah, gue putuskan untuk balik diam diam. Gue berharap kalau sosok itu nggak ngelihat gue. Tapi tiba-tiba badan gue itu kaku semua, Tha. Gue pengen banget bisa secepatnya pergi dari situ tapi seakan-akan badan gue itu nempel aja sama lantai. Dan tatapan mata gue terus menatap ke arah sosok yang berdiri di samping lemari. Gue takut banget sumpah. Itu kayaknya ada sekitar 10 menitan deh gue kayak gitu terus. Untungnya Menik itu nyamperin Gue karena dia ngerasa kalau gue ini kelamaan buat nyari Dokumen itu. Pas dia ngelihat gue berdiri kaku, dia tepuk bahu gue. Saat itulah gue baru bisa gerakin badan."

"Si Menik lihat juga?" tanya Aretha.

"Lihat, Tha! Dia ternyata juga ngelihat apa yang gue lihat. Akhirnya gue ditarik sama Menik pergi dari situ. Kita berdua teriak-teriak ketakutan dan bikin semua orang juga heboh. Usut punya usut ternyata temen-temen yang lain juga sering banget ngerasain apa yang gue alamin tadi."

"Terus, setelah itu nggak terjadi apa-apa kan?" tanya Radit.

" karena semua orang takut dan Manis Akhirnya mereka putusin buat balik kantor lebih cepat dari biasanya. Nah gue nyuruh temen-temen yang lain buat chat lu minta izin, kalau mereka mau balik cepat. Tapi Lo nya nggak nyaut-nyaut. Ya udah gue suruh aja mereka balik. Tapi ternyata itu nggak selesai sampai di situ aja, Dit!"

"Hem? Kenapa lagi?"

"Kan kita semua balik ramai ramai. Otomatis kita semua Turun ke bawah sama-sama dong. Pas kita ada di dalam lift dan lift lagi turun ke bawah tiba-tiba liftnya mati. Bayangin coba kalau lu ada di situasi tadi bareng kami."

"Tumben liftnya mati. Padahal setiap bulan rutin di cek kok kondisinya."

"Yah, si Bos pura pura nggak tahu apa emang nggak tahu sih? Itu udah jelas kerjaannya si setan itu! Dia sengaja bikin kami semua takut dengan mematikan lift."

"Tapi akhirnya kalian bisa keluar kan? Gimana caranya?" tanya Aretha.

"Doa! Kita semua doa kenceng banget. Akhirnya liftnya bisa kebuka lagi. Tapi untuk jaga-jaga kita pun akhirnya turun lewat tangga. Asli serem banget, Dit."

" tapi kenapa lo malah ke sini bukannya balik ke mess?"

" gimana kita sembuh mau balik ke mess kalau pas kita sampai di depan best aja itu setan udah berdiri di depan. Ya udah kita sembuh balik kanan dan mutusin buat nyari tempat tidur malam ini. Beberapa teman kita mutusin buat tidur di rumah saudara atau kenalan mereka. Sebagian justru mutusin buat balik ke rumahnya masing-masing. Kayaknya mereka besok Senin bakal izin nggak masuk deh."

"Hem, gitu rupanya."

"Gue tidur sini, ya. Sampai kondisi memungkinkan."

"Tapi lo yakin mau tidur di sini? Kalau gue sih nggak ngelarang sama sekali. Tapi bukan yang lo tahu sejarah rumah ini?" tanya Radit.

"Astaga! Bener juga, ya. Ini rumah juga Sama horornya. Duh, apes bener gue."

Hendra akhirnya tidur di ruang tengah. Dia tidak mau tidur di kamar mana pun di rumah tersebut. Pilihannya untuk tidur di rumah Radit ternyata bukan pilihan terbaik. Hanya saja dia sendiri juga tidak tahu harus pergi ke mana malam ini. Uangnya pas pasan jika harus menyewa hotel walau sekelas hotel melati.

"Udah? Gue tinggal tidur nggak apa apa kan?" tanya Radit setelah memberikan bantal serta selimut untuk Hendra.

"Iya, Dit. Makasih. Gue udah minum obat tidur inih. Sekarang udah mulai ngantuk juga kok," kata Hendra yang beberapa kali menguap.

"Ya udah. Semoga mimpi indah, Hen. Anggap aja rumah sendiri kalau lo haus atau lapar. Di meja makan masih ada makanan tuh," kata Radit sambil menunjuk ke ruang makan yang memang terlihat dari sofa.

"Enggak enggak. Gue udah kenyang. Udah minum juga barusan. Gue harap sih nanti nggak perlu kebangun lagi. Tidur sampai pagi, cukup," sahut Hendra.

Radit hanya terkekeh mendengar sikap Hendra yang sedikit lucu saat ketakutan. Tapi dia tentu memaklumi nya, karena Radit sendiri merasa tidak nyaman tinggal di rumah tersebut. Padahal dia setiap malam berada di sana, dan akan ada gangguan walau hanya suara langkah kaki, atau berlari saat dia tidur. Hanya saja Radit tidak menghiraukan nya. Apalagi ada Aretha, yang justru sering menantang makhluk makhluk di rumah itu.

Sebelum kembali ke kamar, Radit sempatkan menepuk bahu Hendra sebagai salam perpisahan. Dia pun segera menyusul Aretha ke kamar. Sementara Hendra mulai memejamkan mata, dan menyambut mimpi indahnya. Tidak butuh waktu lama, hanya dalam beberapa detik saja Hendra segera terlelap. Rupanya efek obat tidur yang ia minum bereaksi cukup cepat dari harapan nya.

"Hem, Hendra kelihatan nya ketakutan banget, Sayang. Tapi dia kayaknya udah ngantuk juga tuh, katanya habis minum obat tidur." Radit segera memeluk Aretha dari belakang yang sedang tidur miring. Namun setelah menunggu reaksi Aretha, Radit akhirnya mengetahui kalau istrinya justru sudah terlelap. "Tumben. Langsung tidur. Capek banget, ya, sayang?" Tidak mau mengganggu istrinya, Radit hanya merapikan selimut dan memastikan kalau Aretha tidur dengan nyaman malam ini. Dia pun segera menyusul Aretha sambil memeluk wanita itu erat erat.

***
Diubah oleh ny.sukrisna 02-05-2023 01:21
bejo.gathel
3.maldini
kemintil98
kemintil98 dan 4 lainnya memberi reputasi
5