Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#181
7. Teror Di Rumah Kiki
Arden berjalan menuju pintu dengan perlahan dan rasa was-was, disusul Nisa. Saat pintu telah terbuka, mereka semua terkejut melihat Radit berdiri di luar dengan wajah pucat pasi. Arden segera menarik tangan Radit masuk ke dalam rumah dan menyuruhnya duduk di ruang tamu. Sedangkan Aretha bergegas mengambil air minum ke dapur.

"Ada apa, Dit ?" tanya Arden cemas. Melihat sahabatnya terlihat ketakutan. Radit masih diam dengan tatapan kosong.

"Kamu kenapa, Dit ?" tanya Nisa yang ikut cemas melihat sikap Radit aneh. Mirip orang yang habis melihat setan.

"Kena sawan kali dia," sahut Indra. Nisa menyikut suaminya tanpa melepaskan pandangan dari anak laki-laki di depannya.

"Malam ini aku nginap di sini boleh?" tanya Radit lirih, menatap penuh harap satu per satu penghuni rumah ini. Mereka semua mengerutkan kening mendengar ucapan Radit barusan.

"Emangnya ada apa di rumah kamu, Dit ?" tanya Aretha penasaran sambil memberikan segelas air padanya.

"I ... Ituu, Tha. Yang tadi ada di mobil. Dia terus muncul di mana-mana. Aku takut," kata Radit frustrasi sambil menjambak rambutnya sendiri.

Nisa menatap Radit lalu mendekat dan duduk di sampingnya, "Nak Radit, bisa ceritain pelan-pelan, mungkin Tante bisa bantu." Radit menatap Nisa beberapa saat, kemudian menceritakan semua kejadian yang ia alami di rumahnya. Sampai-sampai ia juga menceritakan kalau ia pernah melihat sendiri wanita itu keluar dari lukisan. Itu sebabnya ia tidak pernah betah berada di rumahnya sendiri.

Setelah mendengar penuturan Radit barusan, Nisa terlihat diam dan berfikir sejenak,"Ya sudah, Nak Radit tidur di sini aja dulu sama Arden, besok pagi kita lihat keadaan rumah Nak Radit, ya."

"Makasih, Tante."

Malam semakin larut, akhirnya mereka kembali ke kamar masing-masing dan Radit tidur di kamar Arden. Sekalipun Radit sulit melupakan kejadian barusan, ia cukup tenang ada di rumah ini. Dengkuran Arden, ternyata mampu menghipnotis dirinya dan mengikuti Arden ke alam mimpi. Di rumah ini tidak ada satu pun makhluk halus yang bisa masuk dan mengganggu penghuninya. Nisa selalu rajin membaca Alquran terutama surat Albaqarah untuk pagar rumahnya.

=====

Paginya Aretha tampak sedang membantu Nisa menyiapkan sarapan pagi. Kebetulan ini adalah hari Minggu. Rencananya setelah sarapan, mereka akan ke rumah Radit sesuai rencana semalam.

"Orang tua kamu pulangnya berapa minggu sekali, Dit ?" tanya Indra di sela-sela sarapan bersama.

"Nggak tentu, Om. Kadang sebulan sekali, kadang juga setahun sekali," jawab Radit sambil menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Kalau Radit butuh teman atau bosan di rumah, main ke sini aja," ucap Nisa ramah.

Arden otomatis melirik Aretha sambil berdeham. Sedangkan Aretha melotot melihat tingkah jail kakaknya. Indra yang melihat polah tingkah anak-anaknya ikut berdeham, sebagai peringatan sarapan mereka belum habis. Kedua saudara kembar itu tersenyum ke arah sang ayah, lalu melanjutkan makan.

Setelah semua selesai sarapan, mereka bergegas menuju rumah Radit. Dalam perjalanan, Indra dan Nisa banyak bertanya tentang keluarga serta keseharian Radit. Aretha tampak acuh, tetapi sebetulnya ikut menyimak obrolan ini. Sementara Arden menyumpal telinganya dengan headset lalu memejamkan matanya, dia ini sudah hafal bagaimana keseharian temannya itu.

Sesampainya di rumah Radit, Nisa langsung merapatkan tubuhnya ke Indra. Sepertinya Nisa sudah merasakan keanehan yang terjadi. Sama seperti saat Aretha menginjakkan kaki pertama kali di rumah ini.

"Masuk Om, Tante ..." ajak Radit yang sudah berjalan di depan sambil membuka pintu.

Mereka semua masuk ke dalam, dan begitu masuk, Nisa langsung menuju lukisan wanita yang Radit maksud. Padahal banyak lukisan lain di rumah ini, dan Radit bahkan belum memberitahukan lukisan mana yang telah mengusik malamnya selama ini. Seolah magnet, Nisa langsung menemukan penyebab masalah di rumah ini.

"Gimana, Nda ?" tanya Indra sambil merangkul istrinya.

Nisa menyentuh lukisan tersebut, "Masyaallah," pekiknya lalu mundur beberapa langkah.

"Kenapa, Nda?" tanya Indra lagi.

"Coba kalian raba lukisan ini. Ada yang aneh sama lukisan ini," pinta Nisa kepada mereka semua. Tanpa menunggu dikomando kedua kali, mereka menyentuh lukisan itu bersamaan. Saat Indra merabanya, ia tidak merasakan keanehan apa pun. Begitu juga dengan Arden. Bahkan Arden sampai menutup kedua bola matanya, agar lebih fokus. Ia masih penasaran atas apa yang bundanya lihat. Kemudian saat Aretha dan Radit yang merabanya secara bersamaan, jari keduanya bersentuhan sejenak, karena posisi mereka berdiri cukup dekat. Sontak mereka terkejut, seperti ada sengatan listrik dan kemudian muncul beberapa gambaran siluet seperti kemarin. Aretha seketika melirik Radit. Laki-laki di sampingnya tampak agak trauma, napasnya tersengal-sengal.

"Ini sama kayak apa yang aku lihat kemarin pas ke sini, tapi bayangan tadi lebih jelas, terutama saat tanganku kena tangan Radit," jelas Aretha seolah tak percaya.

"Kamu, Dit?" tanya Nisa.

"Ada bayangan perkelahian gitu, Tante."

"Itu juga yang kamu lihat, Nduk?" tanya Nisa yang ditanggapi anggukan dari putrinya. Nisa tampak berpikir keras, lalu memandang Aretha dan Radit bergantian.

"Kalian coba lagi, tapi ... coba sambil tangan kalian bergandengan satu sama lain."

Kali ini mereka berdua lebih fokus melakukannya sesuai saran Nisa. Tangan kanan Radit meraih tangan kiri Aretha, lalu mereka menyentuh lukisan ini bersamaan sambil memejamkan mata.

Siluet kejadian tadi kembali terlihat makin jelas. Seorang wanita yang wajahnya sama seperti yang ada di lukisan sedang dianiaya oleh seorang pria, kepala wanita tersebut dibenturkan ke tembok sampai darahnya mengucur deras. Tubuh wanita tersebut terkulai lemah, hingga akhirnya wanita tersebut meninggal dalam keadaan mata yang masih terbuka. Pria tersebut yang mulai panik menyeret mayat tadi ke gudang rumahnya. Ia terlihat sangat tertekan dan menyesal, tetapi kemudian netranya melirik sebuah kapak tak jauh darinya. Ia meraih kapak tersebut lalu memotong kaki mayat wanita itu dengan brutal. Tak ada lagi belas kasih, yang ada hanya kekhawatiran jika ia tertangkap telah membunuh wanita tadi. Pototngan kaki itu kemudian dimasukkan ke dalam sebuah plastik besar, diikuti potongan tubuh lainnya. Ia menaikkan mayat yang sudah dimutilasi itu ke dalam bagasi mobilnya. Sementara ia menunggu keadaan di luar sepi, darah mayat tadi terus menetes hingga akhirnya ia menampungnya dalam ember cat ukuran sedang. Saat tetangga di sekitar rumahnya sudah tidak terlihat, pria tadi menutup garasi mobilnya dan segera membawa mayat tadi pergi.

Ia kembali di saat keadaan sudah gelap. Masuk ke garasi mobil, lalu segera menutupnya dengan gerak-gerik mencurigakan. Ember berisi darah tadi, ia bawa ke ruangannya. Ruangan tempat dia melukis dan membuat hasil karya seni yang indah. Ia terlihat frustrasi dan terus terbayang wajah wanita yang telah ia bunuh tadi. Kuas ia raih dan mulai membuat sketsa wajah dan tubuh wanita tadi. Ia juga menggunakan darah wanita itu sebagai campuran cat dalam lukisan ini. Rasa sengatan listrik tadi terus terasa makin kuat. Karena tidak tahan, Aretha melepaskan tangannya, begitu pula Radit.

"Kalian kenapa?" tanya Arden penasaran.

"Aku lihat, perempuan yang di dalam lukisan itu dibunuh. Terus ...."

"Darahnya dipakai buat melukis lukisan ini," sambung Radit.

"Bener, Dek?" tanya Indra pada putrinya. Aretha mengangguk dengan menatap lukisan itu nanar.

"Masyaallah!" pekik Nisa, Indra dan Arden bersamaan.

"Terus baiknya gimana, nih? Lukisannya kita buang aja apa gimana, Bun?" tanya Arden.

"Kita bawa aja ke rumah Pakde Yusuf."

Mereka mengangguk menyetujuinya. Yusuf memang yang paling bisa diandalkan dalam hal seperti ini.

"Oh iya, Dit. kalau bisa, ini sih sekadar saran aja. Kurangin deh, patung dan hiasan dinding yang bergambar makhluk hidup," ucap Nisa menunjuk beberapa lukisan dan patung di sekitar mereka.

"Iya, Tante, nanti Radit izin ke Mama dan Papa dulu. Lagian juga Mama Papa jarang di rumah kok."

=======

"Gimana, Kak? Kakak bisa, kan? Bantu Nisa. Nisa nggak tahu harus gimana," terang ibu beranak dua itu, setelah menceritakan semuanya. Pria bersorban putih di depan mereka, diam sambil menatap lukisan di tangannya.

"Ya udah, tinggalin aja lukisannya di sini. Biar Kakak yang urus, tapi sebisa mungkin, kalian cari tahu siapa pelukisnya. Karena ini termasuk tindakan kriminal. Mungkin malah jenazahnya tidak dikuburkan dengan layak," kata Yusuf.

"Iya, Pakde, nanti Radit bakal tanya ke Papa siapa pelukisnya," jawab Radit agak sungkan dengan menundukkan kepala.

Setelah kejadian itu, Radit menyuruh kedua orang tuanya pulang. Bahkan terkesan memaksa. Tiga hari setelahnya, orang tua Radit sudah kembali. Papa Radit terlihat sangat kaget dengan kejadian yang menimpa putranya.

"Papa nggak sangka kalau Pak Made melakukan hal itu."

"Apa mungkin ini ada hubungannya dengan kematian Pak Made, Pa?" tanya Mama Radit yang kini tengah duduk di samping putranya sambil membelai punggung Radit lembut.

"Kematian Pak Made?"

"Pak Made, pemilik lukisan ini belum lama ini meninggal, Dit," tutur papanya dengan sorot mata dingin. "Dia bunuh diri lompat ke sumur di belakang rumahnya. Pak Made memang membuka galeri untuk lukisan-lukisannya, dan dia lebih sering di sana," sambung pria berjenggot tipis itu.

"Bunuh diri?"

"Dan, di sumur itu, ditemukan beberapa tulang belulang manusia."

"Jangan-jangan ... tulang belulang itu milik ...."

"Sepertinya polisi sedang mengidentifikasi kasus ini lebih jauh, dan Papa dengar, tulang-tulang yang ditemukan di sumur itu segera diautopsi dan pasti akan dikuburkan dengan layak nantinya."

Dengan bantuan Yusuf, lukisan berdarah itu tidak lagi menganggu Radit. Papa Radit juga telah memastikan mayat wanita dalam lukisan itu segera dikuburkan dengan layak. Kasus ini ditutup karena pelaku juga telah meninggal. Yusuf menyimpannya di ruangan pribadi dengan beberapa koleksinya yang lain.

======

"Tha! Buruan ke sini ..." rengek Kiki di sambungan telepon. Aku buru-buru ke rumah Kiki karena khawatir. Suaranya terdengar sangat panik. Kebetulan Radit yang sedang ada di rumahku menawarkan diri mengantarku. Tentunya Kak Arden juga ikut serta. Walau Radit adalah sahabatnya, tetapi Kak Arden tetap mengawasi kami berdua dan selalu menjadi seperti wasit jika kami berdekatan.

Mobil Radit melaju cepat menembus jalanan. Hingga tak terasa kami sudah sampai di rumah Kiki.
"Choki, Tha! Choki!" rengek Kiki sambil menarik tanganku yang bahkan belum sepenuhnya turun dari mobil.

Rumah Kiki cukup luas, tidak hanya halaman depan, tetapi halaman belakangnya juga cukup lebar. Ada kolam renang dan beberapa pohon mangga dan jambu. Sampai di halaman belakang, kami S E N S O Rik melihat kondisi Choki. Anjing peliharaan Kiki yang mati mengenaskan. Tubuhnya terkoyak hingga beberapa organ bagian dalamnya keluar.

"Astagfirulah!" Semua menutup mulut sekaligus hidung karena bau busuk menyeruak. Kiki memelukku sambil menangis. Radit dan Kak Arden mendekat, mengamati tubuh Choki yang sudah dipenuhi lalat. Kak Arden segera meraih gawai miliknya dan menghubungi Danu. Sementara Radit mengamati keadaan sekitar. "Kok kayak dimakan binatang buas, sih?" tanyaku berpendapat.

Radit menatap tembok keliling yang hanya setinggi satu meter saja. Itu hal yang sangat mudah dipanjat seseorang jika ingin merangsek masuk ke dalam. Ia memicingkan mata, menatap sebuah sisi tembok dengan tatapan aneh. Radit mendekat. Aku yang melihat hal itu, mengekor padanya. Sedangkan Kiki terus menggenggam erat tanganku karena rasa sedih dan takut yang masih ia rasakan.

"Kenapa, Dit?" tanyaku yang berdiri di belakang pria tinggi, yang belakangan sedang dekat denganku itu.

"Aneh," sahut Radit sambil mengelus dagunya pertanda berpikir keras.

"Apanya?" tanyaku ikut mendekat. Tak lama, seseorang datang dari dalam rumah Kiki. Doni. Ia mendekati Kak Arden lalu seperti mendiskusikan sesuatu. Kiki segera menghambur memeluk kekasihnya yang baru saja datang. Sementara aku dan Radit masih menatap tembok di hadapan kami. Lalu kembali mendekat ke mayat Choki. Radit tampak diam sambil melihat tubuh Choki dan membolak-balikkan tubuh yang sudah acak-acakan itu.

"Dit! Jorok ih! Jangan digituin napa! Ususnya berantakan tuh!" pekik Doni dengan wajah ngeri.

"Hm ... Ini kayanya sih, orang yang ngelakuin deh ... " gumam Radit yakin.

"Orang? Kok bisa yakin gitu, Dit?" tanya Doni.

"Lihat? Di sekelilingnya cuma ada jejak kaki, Gaes. Ini bukan jejak kita. Karena pas kita datang jejaknya udah ada," jelas Radit

Memang ada beberapa jejak kaki. Benar-benar jejak kaki alias tanpa memakai alas kaki.

"Jejak kakinya Kiki kali, Dit?" Pertanyaanku terdengar wajar. Karena di rumah ini hanya ada Kiki saja sejak tadi.

"Bukan, Tha. Kakinya Kiki, kan, lebar, buntek gitu. Nah ini panjang dan besar," sahut Radit memperjelas maksudnya. "Laki-laki ini sih."

Kiki memukul lengan Radit kesal. "Enak aja! Ngatain buntek!" omel Kiki tidak terima atas perkataan Radit.

"Iya juga sih, lagian Kiki kalau ke sini pasti pakai sandal. Nggak mungkin dia nyeker," kata Doni membenarkan pendapat Radit.

"Kira-kira ini mati udah berapa jam ya? udah bau gini."

"Udah agak lama ini mah, mungkin semalam."

"Semalam kamu dengar ada suara aneh nggak , Yang?"

"Mmm ... iya sih. Choki ngegonggong keras dan lumayan lama. Terus habis itu langsung berhenti tiba-tiba. Pas aku mau cek keluar, aku lihat jam ternyata masih tengah malam, akhirnya aku balik lagi ke kamar. Takut ..." jelas Kiki sedikit merengek.

"Mungkin jam segitu Choki mati. Eh, nggak ada barang hilang, Ki?" tanya Radit menegaskan kembali.

"Mmm ... setahuku sih nggak ada deh."

"Ya udah, mending dikubur dulu aja. Kasian nih, makin banyak lalat datang, baunya makin busuk."

Doni lalu memgambil cangkul dan mulai menggali tanah di pojok belakang halaman. Kak Arden dan Radit juga membantu proses penguburannya. Setelah selesai, Kiki menancapkan nisan yang sudah dia ukir dengan nama Choki, lengkap dengan tanggal dia menemukan Choki dan tanggal meninggalnya Choki. Astaga.

Kami kembali masuk ke dalam rumah Kiki setelah acara penguburan selesai. Aku membuatkan teh untuk mereka semua. Setidaknya harus ada yang membuat makanan dan minuman hangat setelah kejadian ini.

"Ki, Orang tuamu hari ini balik, kan?" tanya Radit sambil meneguk teh hangat buatanku.

"Iya, nanti sih, malaman."

"Aku temanin ya, sampai mereka pulang," kata Doni mendekat dan menggenggam tangan Kiki.

"Eh eh eh! Aku ikut! Nggak bisa dibiarin berduaan aja kalian! Nanti ada setan! " kataku sewot.

Radit dan Kak Arden yang sejak tadi diam, lantas tertawa. "Kamu nggak tahu, Tha. Setannya kan Doni," kekeh Radit yang segera dilempar kulit kacang.

"Ya udah, kita temanin deh di sini," sambung Kak Arden.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Kami salat magrib bergantian. Selesai salat, aku dan Kiki memasak nasi goreng untuk makan malam. Ia lalu ke depan memanggil Radit, untuk ikut makan malam bersama-sama. Sementara Kiki menyiapkan meja makan untuk mereka. Saat kami salat, dia berjaga di depan. Kalau mungkin ada orang lain yang masuk ke halaman rumah ini lagi.

"Dit, makan dulu yuk," ajakku yang muncul dari balik pintu.

Radit memasukan gawai ke saku baju. "Ayo ... udah matang masakannya?" tanya Radit lalu beranjak dari duduk.

Bunyi ranting terinjak membuat perhatian kami berdua teralih ke halaman sekitar. Radit memincingkan mata dan mempertajam pendengarannya. "Siapa ya, Dit?" tanyaku berbisik dan kini sudah ada di dekat Radit.

"Nggak tahu, Tha." Keadaan yang gelap, membuat jarak pandang kami terbatas. Hanya ada angin yang meniup dahan-dahan kering di tanah, dan dedaunan di pohon. Mengetahui tidak ada hal aneh lagi, Radit mengajak aku masuk.
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 03:05
johny251976
coeloet
theorganic.f702
theorganic.f702 dan 3 lainnya memberi reputasi
4