ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#116
Part 35 Nasib Soal Bu Jum
"Assalamu'alaikum!" panggil seseorang di pintu depan rumah.

Aretha yang sedang menyiapkan sarapan lantas menoleh ke arah pintu itu berada. Sementara dua pria yang kini hendak pergi ke kantor, sedang sibuk menyiapkan diri. Alhasil, Aretha yang masih memakai celemek bergegas keluar. Begitu pintu dibuka, ada beberapa warga desa yang datang ke rumahnya. Aretha tentu bingung dengan situasi tersebut.

"Maaf, ada apa, ya?" tanyanya sedikit sungkan.

"Mbak, kami hanya punya ini saja. Terima kasih banyak karena sudah menyelamatkan anak anak kami," ucap salah satu dari warga desa di depannya. Dia memberikan beberapa ikat jagung mentah. Tidak hanya itu saja, ada singkong, ubi, sayur mayur, buah buahan yang kini memenuhi teras rumahnya.

"Ya Allah, Bu. Tidak perlu seperti ini. Saya senang kok membantu. Jadi jangan dijadikan beban. Lagipula apa yang terjadi semalam itu memang sudah seharusnya saya lakukan."

"Nggak apa apa, Mbak Aretha. Kami juga senang dan ikhlas memberikan semua ini. Maaf, kami hanya punya ini saja. Semoga bermanfaat."

Para warga desa sedikit memaksa agar Aretha mau menerima pemberian mereka.

"Ada apa, Sayang?" tanya Radit yang muncul di belakangnya.

"Ini, Dit. Ibu ibu ini mau kasih kita semua ini, katanya sebagai ucapan Terima kasih," tukas Aretha.

"Betul, Mas Radit. Kami benar benar berterima kasih sama Mas Radit dan Mbak Aretha. Karena Mas dan Mbak berdua, anak anak kami berhasil ditemukan. Saya sudah putus asa sekali, waktu anak saya dibawa pergi oleh Ummu Sibyan, karena biasanya siapapun yang dibawa oleh makhluk itu, tidak akan bisa kembali. Tapi tiba tiba anak saya pulang, karena bantuan Mbak dan Mas. Entah, apa yang harus saya lakukan untuk membalas budi," tutur Bu Rus sambil menangis tersedu sedu.

Aretha terenyuh melihat dan mendengar apa yang dikatakan oleh Ibu paruh baya tersebut. Dia hanya tersenyum, sambil manahan tangis, lalu mengelus punggung Bu Rus.

"Alhamdulillah. Semua bisa kembali dengan selamat. Saya juga ikut senang, Bu."

"Mbak Aretha dan Mas Radit, kalau butuh bantuan kami, tinggal bilang saja. Kami akan berusaha membantu," kata Bu Rohani.

"Iya, Terima kasih banyak, Bu. Tapi ibu-ibu di sini tidak perlu repot seperti ini lagi. Kami sebenarnya tidak ingin menolak pemberian ibu-ibu. Tapi kalau sebanyak ini kamu juga bingung harus diapakan makanan sebanyak ini. Sementara kami hanya tinggal berdua saja di sini," pungkas Radit.

"Tapi, Mbak Aretha dan Mas Radit tetap harus menerimanya. Kami sengaja menyiapkan semuanya."

"Iya, kami Terima kok, Bu. Terima kasih banyak."

"Betul, Bu. Kami Terima pemberian Ibu Ibu tapi, dikurangi saja, ya. Kami ambil sedikit saja. Sisanya bisa dibagikan ke warga lain.

Setelah diskusi panjang lebar akhirnya terjadilah kesepakatan mengenai pemberian buah tangan dari para warga. Areta hanya mengambil beberapa bahan makanan dan sisanya kembali dibawa pulang oleh mereka untuk dibagi-bagikan ke warga desa yang lain.

"Wuih, panen lo, Tha?" tanya Hendra sedikit menyindir.

"Iya. Nanti malam  kita makan singkong rebus sama jagung rebus. Oke?" kata Aretha balik.

"Loh kok. Ish! Itu mah cemilan, Aretha! Lagian gue kayaknya bakal balik ke mess deh, besok."

"Besok, kan? Bukan hari ini? Ya udah." Radit agak terkejut dengan keputusan Hendra, karena yang dia tahu Hendra meminta izin menginap hingga hari gajian. Karena dia akan pindah ke rumah kost yang berada tidak jauh dari kantor.

"Emangnya udah aman, Hen? Nggak ada penampakan lagi?" tanya Aretha

"Enggak tahu. Tapi yang jelas, mending di mess deh. Setannya nggak bar bar kayak di sini!"

"Heh! Kenapa labil banget sih? Kemarin bilang mending di sini, soalnya kalau diganggu ada temennya. Sekarang katanya lebih mending di mess. Hati hati aja loh ya, kalau ternyata hantu di sana lebih mengerikan. Hayo," gurau Aretha.

"Heh! Jangan sembarangan lo, Tha! Gue udah mengumpulkan keberanian buat balik mess nih! Malah di ingetin lagi tentang setan!" omel Hendra.

Aretha dan Radit tertawa lepas melihat reaksi Hendra. Ada saja bahan obrolan yang memicu reaksi lucu Hendra.

***

"Bu Jum, saya hari ini mau pergi keluar kota. Mungkin sampai rumah sore atau malam. Bu Jum tolong masak bahan yang ada di kulkas aja, ya. Soalnya saya belum belanja ke warung. Mungkin nanti saya sekalian belanja ke supermarket aja."

"Oh, baik, Mbak. Saya akan masak makanan yang enak. Jadi nanti kalau Mbak Aretha dan Mas Radit sudah pulang makanan pasti sudah siap di meja."

"Makasih ya, Bu. Oh ya, Pak Slamet ke mana, Bu? Nggak ke sini?" tanya Aretha sambil tengak tengok sekitar.

"Oh, Pak Slamet kebetulan lagi ada pekerjaan di ladang, Mbak. Jadi hari ini nggak ikut."

"Oh ya sudah kalau begitu."

Areta yang sudah siap dengan dandanan yang rapi lantas segera meninggalkan rumah. Dia memutuskan untuk memanggil taksi online guna menghantarkannya ke tempat tujuan.

Sementara itu, di rumah besar tadi. Bu Jum yang awalnya hendak memasak seperti perkataannya pada majikannya, justru meletakkan semua pisau dan celemek di atas meja makan. Dia lantas mengambil buah anggur yang ada di meja makan dan menyantapnya dengan santai. Tidak hanya itu saja, wanita paruh baya itu lantas berjalan ke ruang tengah dan duduk di sofa dengan mengangkat kakinya ke meja. Dia meraih remot dan menyalakan TV besar di hadapannya. Sebuah pemandangan yang sangat kontras dengan kesehariannya selama di rumah itu selama ini. Yah, semua itu dia lakukan karena sekarang dia sendirian di rumah. Majikannya sedang pergi keluar untuk waktu yang cukup lama, dan dia di rumah sendirian. Jadi dia bisa bersantai sejenak.

"Ah, hampir saja lupa!" kata Bu Jum lalu bergegas beranjak dari sofa empuk itu.

Dia tampak tergesa gesa berjalan menuju kamar Aretha. Tanpa ragu ragu lagi, Bu Jum segera membuka pintu kamar itu yang memang tidak pernah dikunci. Dia langsung menuju ke lemari pakaian dan mengacak acak isinya. Hingga akhirnya mata Bu Jum berbinar saat menemukan amplop cokelat yang tebal. Dia sangat yakin kalau isi di dalamnya adalah sesuatu yang ia inginkan. Begitu dia membuka amplop itu, tiba tiba senyumnya pudar.

"Apa ini!" pekiknya dengan ekspresi kesal begitu tahu kalau isi di dalam amplop tersebut adalah tumpukan kertas nota milik Radit.

"Jadi begini, ya? Kalau saya nggak ada di rumah?" tanya seseorang.

Begitu Bu Jum berbalik badan, dia terkejut karena ternyata dia adalah majikannya, Aretha.

"Mb—mbak? Mbak A—Aretha? Su—sudah pulang? Sa—saya hanya se—sedang membereskan lemari. Maaf, kalau saya lancang," kata Bu Jum membela diri.

"Benar, kah, kalau Bu Jum cuma membereskan lemari? Kalau cuma membereskan lemari kenapa harus membuka buka isi amplop itu, Bu?" tanya Aretha tegas dan terkesan menyudutkan wanita itu.

"Sa—saya tadi nggak sengaja membukanya, Mbak. Tadi tercecer di lantai, jadi saya membereskannya dulu. Ini tidak seperti yang Mbak Aretha lihat," bela Bu Jum.

Wanita itu lantas mendekat dan berusaha meraih tangan Areta. Hanya saja Areta yang sudah mengetahui semua perbuatan busuk Bu Jum, menepis tangan wanita itu. Dia seakan enggan untuk disentuh oleh asisten rumah tangganya bahkan seujung kuku sekalipun.

"Sebaiknya Bu Jum jelaskan saja ke polisi. Saya sudah menghubungi mereka dan mereka sedang dalam perjalanan ke sini."

"Mbak! Mbak Aretha! Jangan, Mbak. Saya tidak melakukan perbuatan seperti itu. Saya bersungguh-sungguh. Kenapa Mbak Aretha tidak mempercayai saya? Saya berbicara sungguh sungguh!" katanya lagi dengan bersemangat.

"Bu, sebaiknya Ibu mengakui perbuatan ibu sekarang juga. Tidak ada gunanya Ibu menghindari terus. Karena kejahatan serapi apapun ditutupi, pasti akan tercium juga," kata seseorang.

Bu Jum menoleh ke pintu, di belakang Aretha kini ada Kinanti dan Ratno. Dia terkejut saat melihat putrinya masih hidup.

"Ki—Kinanti? Kamu ... Masih hidup, Nak?" tanya Bu Jum lalu berjalan mendekat.

Kedua bola matanya berkaca-kaca. Begitu dia sudah sampai di hadapan Kinanti yang memang terasa sangat nyata. "Kamu masih hidup, Nak? Ya Allah! Ternyata benar! Kamu ke mana saja selama ini? Kenapa kamu nggak pulang ke rumah."

Bu Jum terlihat sangat senang saat melihat Kinanti di depannya. Aretha bahkan sempat heran dengan reaksi Bu Jum yang di luar dugaan. Tapi anehnya Kinanti justru melakukan hal sebaliknya. Dia tampak tidak perduli dengan kecemasan yang ditunjukkan ibunya. Kinanti justru menepis tangan Bu Jum dan berusaha menjauhi wanita paruh baya tersebut.

"Kinanti? Kenapa?" tanya Bu Jum menatap heran ke Putrinya.

"Kenapa? Apa sandiwara yang sedang ibu rencanakan sekarang?" tanya Kinanti. Suaranya bergetar saat mengatakan hal itu kepada wanita yang pernah melahirkan nya.

Dia paham, kalau ada istilah surga ada di bawah kaki ibu. Tetapi dia tidak merasakan surga di sana. Ibunya terlalu jahat pada orang lain. Bahkan Ibunya juga tega mengkhianati suaminya sendiri. Kinanti sudah sangat sakit hati pada Bu Jum. Apalagi hal itu sudah berlangsung cukup lama. Hampir lima tahun lamanya, Kinanti menahan semua rasa sakit dan amarah pada Ibunya. Kini itu semua meluap begitu saja setelah Aretha mendatanginya.

Flashback.

"Bu Jum, saya hari ini mau pergi keluar kota. Mungkin sampai rumah sore atau malam. Bu Jum tolong masak bahan yang ada di kulkas aja, ya. Soalnya saya belum belanja ke warung. Mungkin nanti saya sekalian belanja ke supermarket aja."

"Oh, baik, Mbak. Saya akan masak makanan yang enak. Jadi nanti kalau Mbak Aretha dan Mas Radit sudah pulang makanan pasti sudah siap di meja."

"Makasih ya, Bu. Oh ya, Pak Slamet ke mana, Bu? Nggak ke sini?" tanya Aretha sambil tengak tengok sekitar.

"Oh, Pak Slamet kebetulan lagi ada pekerjaan di ladang, Mbak. Jadi hari ini nggak ikut."

"Oh ya sudah kalau begitu."

Taksi online yang sudah Aretha pesan sudah menunggu di depan rumah. Bu Jum hanya mengintip dari balik korden dengan menaikkan sebelah bibirnya. Hatinya berbunga bunga saat mengetahui kalau majikannya akan pergi meninggalkan rumah dalam waktu yang cukup lama. Selama ini, Aretha memang tidak pernah meninggalkan rumah itu, paling paling hanya pergi ke warung saja. Itupun hanya sebentar. Hingga Bu Jum tidak bisa bergerak bebas dengan semua niatan buruk yang sejak awal dia rencanakan.

"Nah, begitu. Baguslah. Aku bisa bersantai hari ini. Masak nanti saja. Dia nggak tahu, kalau aku masak cuma butuh waktu sebentar. Hahaha. Selama ini, aku cuma membodohi mu dengan berlama lama di dapur. Supaya kau tidak terus menerus menyuruhku ini dan itu, Aretha!" kata Bu Jum sinis.

Mobil melaju meninggalkan halaman rumah. Begitu pula dengan Bu Jum yang sudah menyiapkan segudang rencana di otaknya untuk hari ini.

Aretha memeriksa ponselnya, dia terus membaca alamat yang diberikan Ratno padanya kemarin. Walau desa itu tidak terlalu luas, tetapi Aretha sengaja menggunakan transportasi roda empat untuk membuat Bu Jum mempercayainya.

"Pak, berhenti di situ saja, ya," pintar Aretha saat melihat sebuah gang sempit dengan tulisan 'gang Pakis' di depannya.

"Di sini saja, Mbak?" tanya sopir taksi online tersebut dengan nada keheranan.

"Iya, Pak. Ini argo nya 20 ribu rupiah, ya? "

"Hm, iya, Mbak."

"Ya sudah, ini, Pak. Saya tambahin uangnya. Hitung hitung untuk ongkos dari tempat bapak mangkal. Maaf, kalau terlalu jauh, kaki saya sedang sakit, jadi saya butuh kendaraan untuk mengantar saya ke sini. Padahal biasanya juga saya jalan kaki," jelas Aretha panjang lebar sambil memberikan dua lembar uang seratus ribuan pada pria tersebut.

"Loh, kok banyak sekali, Mbak? Jangan ah, Mbak. Saya tidak bisa menerimanya," tolak pria itu.

"Eh, nggak apa apa, Pak. Hitung hitung penglaris. Semoga setelah ini banyak pelanggan yang naik mobil Bapak, ya. Saya benar benar berniat memberikan uang itu kok sejak awal. Terima, ya, Pak."

Aretha yang sedikit memaksa akhirnya menyelipkan uang tersebut ke tangan sopir taksi tersebut.

"Wah, kalau begitu Terima kasih banyak. Semoga rejeki Mbak makin lancar. Sehat selalu, Mbak!"

"Aamiin. Terima kasih, ya, Pak."

Aretha lantas turun dari mobil lalu berjalan masuk ke gang tersebut. Gang sempit ini memang tidak cocok dilalui kendaraan bermotor. Karena tempatnya sangat sempit. Hanya bisa dilalui satu orang saja untuk melintasinya. Sejak tadi Aretha tidak berpapasan dengan orang lain. Apalagi gang tersebut juga sebenarnya hanya sebuah koridor panjang dengan tembok di kanan kirinya. Tetapi itu hanya sampai 200 meter dari jalan raya. Karena setelah itu, hanya ada kebun kebun singkong di kanan kirinya. Ditambah beberapa rumah penduduk yang berdiri jarang di sekitar, membuat Aretha yakin, kalau tempat ini tidak terlalu banyak warganya.

"Maaf, Pak. Mau tanya, rumah Mas Ratno di sebelah mana, ya?" tanya Aretha begitu bertemu dengan seorang pria dengan rambut yang sebagian besar berwarna putih. Ia sedang mendorong sepeda tua dengan golok yang tersampir di pinggangnya.

"Oh, Ratno? Di sana, Mbak. Rumah paling ujung," tunjuk pria tersebut.

"Oh yang itu, ya, Pak? Yang cat hijau?"

"Bukan, Mbak. Yang di depan cat hijau. Kalau yang cat hijau itu punya saudaranya Ratno tapi kosong."

"Oh, Terima kasih banyak, Pak."

"Iya, mari," kata pria tua itu lalu melanjutkan lagi perjalanan yang sempat tertunda tadi.

Aretha berjalan mantap ke arah yang tadi ditunjuk bapak tua. Lalu begitu sampai di antara rumah Ratno dan rumah kosong di depannya, Aretha berhenti sejenak. Dia menoleh ke rumah kosong itu. Tapi tak lama Ratno justru keluar rumah.

"Eh, Mbak Aretha sudah sampai," sapa Ratno, berjalan mendekat ke tempat di mana Aretha berdiri.

"Iya, Mas. Sengaja pergi pagi pagi. Eum, Kinanti ... Di mana?" tanyanya sambil tengah tengok sekitar.

Sebelum menjawab, Ratno menyapu pandang ke sekitar. Dia tampak sangat berhati hati saat hendak menjawab pertanyaan Aretha. Tampaknya keberadaan Kinanti di depan rumahnya masih tersembunyi dari orang lain. Walau rumah tetangga Ratno berada agak jauh dari nya.

"Ada. Mari, saya antar," kata Ratno berbisik.

Ratno berjalan lebih dulu ke rumah tersebut. Sebuah kunci yang ada di sakunya segera dikeluarkan. Dia pun membuka pintu rumah itu sambil tengak tengok sekitar. Aretha paham kenapa Ratno sangat protective. Apalagi yang orang lain tahu, Kinanti itu sudah menghilang. Jadi akan mengejutkan rasanya jika tiba tiba mereka justru menemukan Kinanti ada di rumah tersebut. Ratno pun bisa saja akan dicibir oleh warga desa. Apalagi mereka tidak memiliki hubungan apa apa.

"Mari, masuk, Mbak."

Setelah mereka masuk, pintu kembali ditutup dan dikunci.

"Ti? Ti? Ada tamu!" ucap Ratno dengan suara yang agak pelan.

Rumah itu merupakan rumah semi permanen. Di mana ornamen baru bata seakan menjadi ciri khas. Rumah itu adalah bangunan semi jadi. Seluruh ruangan di rumah itu sudah lengkap. Hanya tinggal melapisi dinding dengan semen dan mengecat nya saja. Lantai nya bahkan sudah di keramik.

"Sebentar, Mbak. Saya cari Kinanti dulu ke dalam," kata Ratno.

"Oh iya, Mas. Nggak apa apa. Saya nggak buru buru kok," sahut Aretha.

"Ti? Kinanti? Kamu lagi ngapain tho?"

Tak lama Aretha mendengar suara dia orang yang sedang bercakap cakap. Aretha yakin kalau itu adalah Kinanti dan dia pun menunggu wanita itu dengan sabar. Ini memang bukan perkara mudah. Karena untuk menemui Kinanti, Aretha harus membujuk Ratno dengan berbagai macam cara. Hingga akhirnya permintaannya pun dipenuhi.

"Kinanti habis nyuci, Mbak. Tunggu sebentar, ya," ucap Ratno. "Oh ya ampun, saya sampai lupa mempersilakan duduk. Duduk dulu, Mbak," ajak Ratno berusaha sopan.

"Iya, Mas. Nggak apa apa kok. Ngomong omong, ini rumah siapanya Mas Ratno?"

"Oh ini rumah sepupu saya. Dia sedang merantau ke Malaysia. Jadi tabungannya selama ini untuk membangun rumah, dan tinggal sedikit lagi selesai. Tahun depan dia mau pulang soalnya. Katanya sih udah capek kerja di negeri orang," jelas Ratno.

"Oh begitu. Pantas saja, rumahnya bagus. Tinggal sedikit lagi selesai renovasi nya, ya."

"Iya, Mbak. Mumpung masih muda katanya. Dia mau cari uang yang banyak hehe."

Obrolan mereka terhenti saat seorang wanita muda muncul dari koridor ruang tengah. Aretha cukup lama memandangi wanita itu. Dia sedang mengingat ingat apakah memang wanita itu yang ia lihat saat tiba di desa ini atau bukan.
Diubah oleh ny.sukrisna 11-05-2023 08:39
bejo.gathel
3.maldini
kemintil98
kemintil98 dan 4 lainnya memberi reputasi
5