Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#129
6. Mantra Malik Jiwa
Quote:


"Papah!" teriakku histeris.

"Nis! Nisa ...! Kamu mimpi, Nis?"
Mataku terbuka sempurna, dan melihat Indra ada di depanku. Aku langsung memeluknya.

"Mimpi apa, Nis?" tanya Indra.

"Papah, Ndra ... Sekarang jam berapa, Ndra?"

Indra melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Jam 8 malem, Nis."

"Aku harus pulang sekarang. Aku pesen travel aja deh. " aku beranjak, namun ditahan Indra.

"Ya udah, pulang sekarang! Tapi aku anter ya. Nggak baik malem malem gini kamu pergi sendiri naik travel. Nggak bakal aku biarin!" Kata Indra tegas.
Aku bengong dibuatnya.

"Kamu ganti baju sekarang. Aku balik ke kamarku, ganti baju terus ke sini lagi. Oke?"

Aku pun menurut saja. Segera aku ganti baju sesuai perkataan Indra tadi.

Tak lama Indra sudah kembali ke kos ku. Aku pun sudah siap. Dengan hanya membawa tas kecil untuk dompet, handphone dan charger saja.

"Udah siap? yuk, berangkat sekarang,"ajak Indra.

Aku mengangguk lalu mengunci kamar Kos ku.

Hujan sudah reda rupanya. Berarti aku tidur cukup lama tadi. Namun jalanan masih basah.

"Ndra ... Maaf ya, aku ngerepotin kamu terus," kataku sungkan.

"Santai aja. Aku nggak keberatan kok. Oh iya, mau makan dulu nggak?"

"Kamu udah laper?"tanyaku.

"Hu um. laper lagi, Nis. Wah gendut nih kalau sama kamu. Jadi doyan makan aku. Kita mampir makan dulu aja, ya."

Aku mengiyakan saja. Kasian juga Indra. Dia pasti lelah karena membantuku membereskan kos ku tadi, dan sekarang harus nyetir pula.

Perjalanan ke kotaku membutuhkan waktu dua jam naik mobil. Kami berhenti di Restoran terdekat.

"Kamu pesen apa, Nis?" tanyanya saat memegang buku menu.

"Es jeruk. Sama bakso."

"Jangan es jeruk, yang lain aja gimana? "

"Kenapa?"tanyaku.

"Perutmu nanti kambuh, Nis. Kebanyakan minum yang asem asem."

"Kamu tau dari mana? Kak Adam ya?"

"Iya. Pesen teh anget aja, ya. Atau mau capucino float aja?" sarannya.

"Capucino aja, Ndra."

"Capucino float 1 ya, Mba. Terus bakso iga 1, nasi ayamnya 1 terus air putih. Itu aja, Mba," kata Indra sambil menyerahkan buku menu ke waitres itu.

Setelah makanan datang, kami segera menghabiskan makanan itu. Sekitar 30 menit kemudian, kami kembali ke parkiran mobil dan segera melanjutkan perjalanan. Yah, amunisi sudah terisi penuh dan bersiap untuk perjalanan malam yang panjang ini.

Sudah 30 menit kami berjalan, makin lama aku memeluk tubuhku sendiri dengan kedua tanganku. Rupanya gerimis masih terlihat sepanjang jalan. Dan aku lupa memakai jaket karena terburu-buru. Ac di mobil Indra memang dinyalakan walau dengan suhu yang kecil. Karena jika tidak, kaca akan mengembun karena ditutup. Tapi jika kaca dibuka, gerimis dari luar akan masuk ke dalam.

Indra kemudian melepas sweater nya lalu menyuruhku memakainya.

"Pakai punyaku, biar anget."

"Kamu gima ...." Aku yang belum menyelesaikan kalimatku sudah dipotong Indra.

"Aku nggak apa apa. Bajuku cukup panjang kok, nggak usah khawatir. "

Pukul 23.00 tepat, kami sampai di halaman rumahku.
Kak Adam pasti di rumah, karena kulihat mobil dan motornya terparkir di garasi samping yang memang tidak tertutup.

Pak Bowo-tukang kebun rumahku- mengernyitkan kening dari kejauhan, lalu berlari mendekat untuk membuka pagar.

"Eh, Neng Nisa, kok pulang malam-malam begini?" tanya Pak Bowo heran.

"Iya. Kak Adam di Rumah, kan, Pak?"

"Ada kok."

Kami langsung masuk ke rumah.
"Asalamualaikum," teriakku saat masuki ruang tamu.

"Wa alaikum salam. Nisa? kok pulang sekarang? Kakak pikir besok?" Kak Adam terkejut melihatku.

"Iya, Nisa nggak sabar nunggu besok. Kak Yusuf belum sampai?" tanyaku sambil duduk di sofa ruang tengah.

"Besok pagi sampainya. Eh, sama Indra juga. Sini Ndra, masuk," panggil Kak Adam saat melihat Indra masuk juga.

"Iya kak. Nisa nekat mau pulang sekarang. Jadi aku anter. Kebetulan besok juga aku libur."

"Syukur deh. Tenang kalau pulangnya bareng kamu."

"Papah kenapa, kak?" tanyaku penasaran.

"Hm. Nggak tau, Nis. Papah aneh. Sikapnya gampang berubah. Seolah puny kepribadian ganda. Kakak khawatir."

"Dipelet kali sama tu perempuan!" Kataku asal.

"Husss ngarang!" kata Kak Adam menepis anggapanku.

"Aku dapet firasat, Kak. Lina yang bikin papah gini. Dimimpiku papah diikutin makhluk hitam gede banget. Auranya juga negatif, di sana ada Lina juga, dia ketawa ngeliat aku ketakutan. Aku coba kejar papah, nggak bisa-bisa. Aku panggil juga papah seakan nggak denger," terangku.

Kak Adam dan Indra nampak berfikir keras. Mencerna kata-kata ku barusan.

"Kita tunggu Yusuf aja, ya. Dia lebih paham. Oh iya.. Indra nginep sini aja, ya," saran kak Adam.

"Nginep? Eum. Aku balik ke rumah aja deh, kak. Nggak enak nginep di sini," tolaknya halus.

"Liat tuh jam berapa? Kasian kalau kamu mbangunin orang di rumahmu. Lagian kaya sama siapa aja. Udah ah nginep sini aja," kata kak Adam kali ini memaksa.

Akhirnya Indrapun menginap
Aku pergi ke kamarku yang bersebelahan dengan kamar tamu yabg nantinya dipakai Indra tidur. Sementara Kak Adam & Indra masih ngobrol di ruang tengah.

Aku langsung mengambil air wudhu untuk salat isya, dilanjutkan salat hajat. Memohon kepada Allah agar papah kembali sadar jika memang ini karena ulah Lina, semoga lina juga disadarkan. Kulanjutkan dengan zikir. Sampai aku tertidur masih mengenakan mukena.

***

Aku bermimpi papah lagi. Dengan leher memakai rantai yang cukup besar. Papah kesakitan dan terus memohon agar dilepaskan. Lina memegamg rantai itu yang otomatis mengendalikan papah.

Aku menjerit karena tidak tahan lagi. Pintu dibuka kasar, Kak Adam dan Indra masuk kamarku.
"Ya ampun, Nisa. Kamu kenapa lagi?" tanya Kak Adam khawatir. Kak adam membantuku membuka mukena.

Baru sebentar. Papah juga ikut berteriak dari kamarnya. Otomatis Kak Adam sedikit bingung. Namun pada akhirny keluar kamar melihat keadaan papah. Dan menitipkanku pada Indra

"Papah kenapa, Ndra?" tanyaku ke Indra sambil menangis.

Indra membopongku naik ke kasur. "Sst. Udah, biar kak Adam aja yang urus. Kamu istirahat aja. Aku ambilin teh anget, ya."

Indra langsung berjalan ke dapur tanpa aku menjawab iya sekalipun. Tak lama kembali membawa segelas teh hangat.

"Minum dulu. Jangan lupa baca basmalah."

Aku meminum teh buatan indra.
Dalam hati aku memohon agar Kak Yusuf cepat pulang. Karena aku yakin Papa terkena gangguan sihir dan dalam hal ini hanya Kak Yusuf yang mengerti bagaimana cara menanganinya.

Indra menyeka air mataku yang terus mengalir. Ia mengecup kedua mataku yang tertutup.
"Yang sabar, ya, Niss. Kamu harus kuat demi Papa kamu," katanya lembut.

Tangisku malah semakin menjadi. Aku peluk Indra, dan dia berbisik pelan di telingaku.
"Aku sayang kamu. Aku ngga tega ngeliat kamu kaya gini."

Aku sedikit terkejut, bahkan menghentikan tangisku sejenak. Ucapan Indra sedikit menyejukan hati. Indra menyuruhku merebahkan diri. Ia membelai kepalaku lembut. Kembali aku berhasil terlelap karena perlakuannya.

***

Aku terbangun saat mendengar suara Kak Yusuf membacakan lantunan ayat suci Al Quran di sampingku. Mungkin agar aku lebih tenang. Aku segera memeluk Kak Yusuf.

"Kak, Nisa kangen."

"Kakak juga kangen kamu. Udah, ya, nggak boleh sedih lagi. Kita harus tolong papah," kata kak Yusuf lembut, sambil membelai kepalaku.

Aku mengangguk pelan.
Kak Yusuf memang sangat perhatian. Sama seperti Kak Adam, hanya berbeda cara penyampaiannya. Kak Yusuf lebih halus dan lembut memperlakukanku. Hanya saja lebih irit bicara.

Di kamarku juga ada Indra, kak Adam dan sepertinya teman kak Yusuf. Karena penampilan mereka sama. Ala-ala anak pesantren. Bersorban putih dan baju koko.

"Itu siapa, Kak?" tanyaku.

"Namanya kak Arif. Temen di pesantren dulu."

Kak Arif hanya mengangguk sambil tersenyum kepadaku.

"Papah, Kak," kataku

"Iya, nanti kita coba sembuhin papah, ya. Kamu gimana? Kata Kak Adam kamu mimpiin Papah?"

Aku lalu menceritakan semua mimpiku tentang Papah.
Kak Yusuf dan Kak Arif terlihat mengangguk seperti mengerti arti dari mimpiku.

"Kita rukiyah aja, Suf," kata Kak Arif. Kak Yusuf mengangguk setuju.

"Kamu sholat subuh dulu sana," kata Kak Yusuf, membelai kepalaku.

Kak Yusuf, kak Adam dan Kak Arif keluar dari kamarku.
Tinggal Indra saja dengan Bi Minah.

"Neng, bibi bikinin susu anget mau?"

"Mau. Sama roti bakar, ya, Bi. Triple. Pakai selai kacang," kataku sedikit manja.

Indra tertawa geli mendengarku.
"Kamu laper, Neng?" tanya Indra mengikuti panggilan Bi Minah tadi.

"Ih .... "Aku lempar Indra dengan boneka di sampingku. Pri itu tertawa, kemudian duduk di dekatku.

"Gimana? Udah enak, kan, belum?" tanyanya halus.

"Udah. Makasih, ya."

"Buat apaan?"

"Buat semuanya."

Dia hanya tersenyum penuh arti.
Pintu kamarku dibuka. Kak Adam masuk dan mencari Al Quran.

"Ada tuh di meja belajar. Yang warna kuning emas."

"Eh kalian. Subuhan dulu gih. Malah berduaan aja," kata kak Adam .

"Iya. Ini juga mau wudhu."

_____

Aku salat subuh dahulu. Lalu melanjutkan berzikir. Tak lama
Kudengar papah berteriak bahkan hingga menangis pilu.
Aku tidak tega mendengarnya. Aku kuatkan bacaan zikir hingga rukiyah Papah selesai.

Tak lama suasana hening. Papa sepertinya sudah tenang. Akhirnya kuputuskan kelur kamar. Saat pintu kamar kubuka, Papa dan yang lain sudah ada di ruang tengah. Wajah Papa terlihat lebih segar. Bayangan hitam di belakangnya sudah hilang.

"Kita berpencar cari di halaman rumah. Ditanam di dalem tanah, yang ada pohon besarnya," kata kak Arif memberikan instruksi.
Mereka semua segera keluar rumah.

'Nyari apa, ya?'

"Nisa temenin Papa," suruh Kak Adam. Aku medekati Papah yang duduk di kursi.

"Pah ...." Aku duduk di samping Papah. Papa tersenyum.

"Kamu kapan pulang?"

"Semalem. Papah gimana?"

"Alhamdulillah udah mendingan. Maafkan sikap Papa, ya, selama ini."

"Nggak papa kok, Pah." Mataku berkaca-kaca. Apalagi kini Papah memelukku erat. Inilah Papah yang kurindukan setahun belakangan ini. Akhirnya papah kembali. Terima kasih, ya Allah.

Tak lama Kak Arif masuk ke rumah diikuti Kak Adam, kak Yusuf dan Indra. Ada Pak Bowo  juga. Kak Arif menggenggam bungkusan kain berwarna putih tapi kotor karena tertimbun tanah.

"Itu apa, kak?"

"Itu buhul sihir yang ditanam Lina di rumah kita, Nis," kata kak Adam.

Aku beristigfar sambil geleng-geleng kepala. Kak Arif membakarnya sambil merapalkan doa yang cukup panjang.

"Mantra malik jiwa. Semoga Lina sadar setelah ini. Insha Allah kita selalu dalam lindungan Allah Swt. Asal kita selalu menjalankan salat dan sunah lain yang diajarkan rasulullah." nasihat kak Arif kepada kami.

"Mantra malik jiwa tuh apaan, Rif?" tanya Kak Adam.

"Salah satu mantra pelet yang ampun. Korbannya bakal susah lepas dari pengaruhnya, dan kalau bisa lepas, si pengirim bakal gila," jelas kak Arif.

Bau masakan mulai tercium. Bi Minah sudah membuat sarapan untuk kami. Nasi goreng spesial.
Akhirnya kami sarapan bersama. Roti bakar pesananku tadi belum kuhitung sebagai sarapan, itu hanya camilan.

"Oh iya, ini siapa?" tanya Papa ke Indra yang duduk di samping Kak Adam.

"Ini Indra, Pah. Pacar Nisa," celetuk Kak Adam mulai iseng. Aku yang sedang makan jadi tersedak.

"Bukan, Pah. Cuma temen kok," belaku. Lalu melotot ke arah Kak Adam

"Kerja di mana, nak Indra?" tanya Papah. Tak peduli penjelasanku.

"Di polres, Om."

"Wah polisi, ya? Hebat kamu, Nis," kata Kak Yusuf.

"Ih kok sama kaya kata-kata kak Adam, kak Adam juga bilang gitu kemaren." Aku mulai merajuk.

"Jangan kelamaan pacarannya, kalau bisa ta'aruf aja," saran kak Yusuf.

Indra hanya senyum-senyum saja. "Insyaa Allah, kak. Mohon do'anya aja," kata Indra dan berhasil membuatku salah tingkah.

***

Kak Arif pamit pulang ke kotanya yang tidak begitu jauh dari kota kami. Sementara Kak Yusuf mengantarkan sampai stasiun kereta.

Aku menonton TV di ruang tengah dengan Kak Adam yang asik dengan laptopnya.

Indra memakai jaketnya, bersiap akan pergi.
"Ke mana, Ndra?" tanyaku heran.

"Pulang," katanya.

"Oh. Jauh, kah? dari sini?"

"Nggak kok. 15 menit juga sampai. Kamu mau ikut?"tanyanya.

"Udah sana. Ikut aja," celetuk kak adam tanpa melepaskan pandangannya dari laptop.

"Gimana? Mau ikut?" tanya Indra lagi.

"Eum. Boleh deh. Aku ganti baju dulu, ya." Aku langsung berlari kecil ke kamar. Entah kenapa aku mengiyakan saja ajakan Indra.

____

10 menit kemudian aku siap. Kami berpamitan pada Kak Adam. Papa masih beristirahat di kamar.

Saat akan masuk ke mobil, aku mulai ragu. Entah kenapa hatiku menjadi gelisah. Mungkin grogi

"Ndra, nggak jadi ikut deh aku," kataku lalu berbalik. Namun Indra menahan tanganku.

"Kenapa?"tanyanya.

"Aku ... aku malu ketemu orang tua kamu, Ndra."

"Nggak apa-apa, Nis. Orang tuaku baik kok. Nggak usah takut. Ada aku, kan?" katanya berusaha menenangkan dan meyakinkanku.

Akhirnya aku pun ikut Indra ke rumahnya, setelah dibujuk agak lama.

***

Benar saja 15 menit kemudian kami sampai di rumah Indra.
Ada beberapa satpam yang berpakaian safari menjaga rumah ini. Kurang lebih 5 oang berjaga di halaman. Dan hal ini membuatku makin cemas.

Saat Indra memarkirkan mobilnya, ia memegang tanganku sambil tersenyum hangat. Ia menempelkan kedua tanganku ke pipinya. "Jangan grogi gitu dong, Nis. Santai aja,"katanya lembut.

"Kok banyak penjaga. Papah kamu kerjanya apaan sih?' Tanyaku penasaran.

"Polisi juga. Cuma udah senior. Makanya ada yang jagain di depan. Yuk, masuk."

Dia menggandeng tanganku ke dalam rumah. Seorang wanita setengah baya menyambut kami. Cantik dan anggun. Indra langsung memeluk wanita itu yang bisa kutebak adalah ibunya Indra.

"Akhirnya pulang juga kamu."

"Ya pulang lah, Mah. Kan kangen Mamah. Maaf kemarin Indra sibuk banget."

"Eh ini siapa?" tanya mamah Indra beralih menatapku.

Aku hanya tersenyum lalu mencium punggung tangan mamahnya Indra.

"Ini Nisa. Insya Allah, calon istri Indra." katanya tegas. Mamah Indra melotot tak lama tersenyum. "Wah ...pinter. lama nggak pulang, sekarang langsung bawa calon. Cantik lagi. Yuk, masuk. Ketemu sama papahnya Indra dulu." Mamah Indra menggandeng dan membawaku masuk.

Indra hanya senyum-senyum di belakangku saat aku melemparkan tatapan membunuh untuknya.

"Pah ... Ada tamu nih," teriak Mamahnya Indra terus masuk ke dalam rumah yang cukup besar ini. Seorang pria berbadan tegap, tinggi dan kekar keluar dari ruangannya, mungkin ruang pribadinya, karena sekilas aku melihat sebuah rak buku, meja dan beberapa pajangan. Beliau tersenyum kepadaku. Sangat berwibawa.

"Siapa nih?" tanya Papahnya Indra.

"Calon mantu."

"Walah ... pinter milih kamu, ya, Le."

"Iya dong, Pah."

"Yuk duduk dulu. Mbok Jah, tolong bikin minum. Ada tamu," teriak Papahnya Indra sambil menoleh ke koridor di belakang. Aku hanya diam, tidak tau harus berbuat apa.

"Kuliah atau kerja, Nak?"

"Masih kuliah, Om. Insyaa Allah tahun depan udah lulus."

"Oh gitu. Jadi ini yang kamu ceritain ke papah kemaren?"

"Iyalah, Pah, yang mana lagi coba."
Indra yang duduk di sampingku, menggenggam tanganku. Aku benar-benar kaget dan tidak pernah berfikir situasi ini akan terjadi secepat ini. Kami baru mengenal dan tiba-tiba Indra mengenalkan ku pada orang tuanya sebagai calon istri.

"Indra minta doa restu. Indra berniat menikahi Nisa." Aku menoleh ke arahnya dengan mengerutkan alis.

"Papa yakin kamu bisa memilih pasangan yang terbaik menurut kamu. Papa sama Mama pasti merestui." Indra tersenyum lebar, menatapku yang masih diam tak bersuara apa pun.

Dan obrolan perlahan menjadi lebih ringan. Mengenai pertanyaan di mana aku tinggal dan ternyata sebuah hal lain mengejutkan kami. Kalau ternyata Papa Indra dan Papaku adalah teman saat di sekolah dulu. "Ya ampun. Rupanya kamu anak hermawan." Papa Indra tertawa.

Namun tawaku terhenti saat melihat ke sudut ruangan. Ada sebuah sudut gelap di sebelah jam sudut yang besar. Sosok itu diam, hanya diam memperhatikan. Seorang kakek-kakek dengan barisan jenggot tipis berwarna putih. Tubuhku bergetar, tanganku menjulur ke Indra. "Kenapa, Nis?"

Aku hanya diam dan terus menatap sosok itu. Seolah-olah aku tidak bisa berpaling dari kakek di sana. Ia seperti menghipnotis dan membuat tubuhku kaku.

"Kenapa, Ndra?" Tanya mamah Indra nampak bingung.

"Nisa? Masih ada?"

Hilang. Dan saat itu juga aku mampu menggerakan semua bagian tubuhku dan berusaha mengambil udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-paru yang terasa kosong sesaat lalu.

"Kamu menuruni bakat keluarga Papa kamu, nduk?" tanya Papa Indra yang aku yakin paham dengan kondisiku.

"Hehe. Iya, Om."

"Dulu papa kamu dipanggil pengusir setan di sekolah. Kami bagai ghost buster sekolah. Jangan takut, ya. Kalau yang tadi baik."

Mama Indra menatap jam di pergelangan tangannya. Lalu teringat sebuah acara penting yang harus dihadiri bersama suaminya.

Indra menarik tanganku lalu membawaku ke lantai atas.
Dia membuka kamar dan kuduga ini kamarnya. Ada sebuah balkon di samping, dan kami duduk di sana. Menikmati pemandangan dari atas sungguh menenangkan.

"Nis, maaf kalau aku lancang. Pasti kamu kaget sama perkataan ku tadi. Tapi aku serius." Indra duduk menghadapku. Netra kami saling bertemu. Aku memang melihat keseriusan dari matanya. "Aku sayang kamu. Kamu mau, kan, menikah sama aku? Jadi istri sekaligus ibu dari anak-anak kita?"

Aku tertegun dan sempat diam beberapa saat.
"Kalau kamu belum mau menikah dalam waktu dekat, nggak apa-apa. Kita bisa bicarakan lagi. Asal kita tunangan dulu. Gimana?" Ia mengeluarkan kotak perhiasan dan muncul sebuah cincin berlian yang elegan.

"Iya. Aku mau."

"Hah?! Alhamdulillah." Indra menutup wajahnya dengan mata yang berbinar.

"Tapi ...."

"Eh kok pakai tapi?"

"Tapi aku harus selesai kuliah dulu. Baru kita menikah. Deal?"

"Deal."

Indra langsung memelukku sambil berputar-putar.
Dia senang sekali. Aku pun sama. Bahagia. Saat kupikir, trauma masa lalu itu membuatku sulit mencari jodoh, dan membuatku sedikit menjaga jarak dengan laki-laki. Rupanya Indra mampu mematahkan hal itu. Aku jatuh cinta padanya. Dan yakin pada Indra.
coeloet
theorganic.f702
kemintil98
kemintil98 dan 6 lainnya memberi reputasi
7