Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#74
Part 27 Kesurupan
"Mereka juga nginep di sini?" tanya Dedi menunjuk rombongan yang sedang mengadakan party di halaman yang ada di samping vila kami. Menurut Dion, ada sekitar 10 vila yang dibangun di daerah ini, semua di kelilingi oleh hutan dan juga berbatasan langsung dengan laut. Deburan ombak yang menabrak karang terdengar jelas. Namun bangunan lain terlihat gelap gulita.

"Iya, itu anaknya Bos. Katanya memang ingin liburan di sini. Udah yuk, masuk. Udah malam. Kalian silakan pilih kamar masing - masing. Ladies menempati kamar paling besar, ya. Kan kalian bertiga," jelas Dion sambil mengantar kami masuk ke dalam.

Vila ini cukup besar dan nyaman, aroma cat yang baru masih terasa jelas di pangkal hidungku. Suasana laut masih kental kurasakan, aromanya, suaranya dan hawanya terasa khas. Dion sudah menurunkan peralatan tempurnya. Tidak mau kalah dengan kubu sebelah vila yang kami tempati, tentu peralatan barbeque kami keluarkan. Vila ini juga termasuk komplit dalam hal ini, agar penghuninya nyaman berada di sini.

Beberapa bahan makanan mentah kami keluarkan dari kantung plastik. Jika sudah seperti ini, aku malah teringat camping dadakan kami di dusun Kali mati kala itu. Hanya saja menu kali ini jauh lebih higienis, dan beraneka ragam.

Tak ingin membuang waktu terlalu lama di kamar, kami semua kini sudah berkumpul di halaman depan. Pesta dimulai. Namun suara tetangga sebelah justru terlalu riuh. Maklum anak muda, sepertinya mereka masih berstatus mahasiswa dan mahasiswi.

"Anak - anak mana sih itu?" tanya Dedi agak sinis. Aku yakin dia juga mulai terganggu dengan kegaduhan yang mereka buat. Musik dinyalakan dengan volume yang cukup membuat telinga kami terganggu, jeritan juga terdengar sampai di vila kami. Tertawa dan saling mengejek kerap mereka lakukan.

"Nggak tau. Biasalah anak muda, Ded," cetus Dion yang masih asyik dengan masakan buatannya. Daging panggang tercium sedap dan mampu membuat cacing di dalam perutku menggeliat.

"Tapi kita pernah muda, nggak segitunya deh."

"Mabok kali pada itu," pungkas Ari yang ikut memperhatikan ke meja yang ada di wilayah mereka. Ada beberapa botol yang berdiri di atasnya. Yang dapat kami pastikan kalau itu alkohol. Tidak hanya pria tapi wanita juga ikut berpesta di sana.

"Udah biar saja," sanggah Radit.

"Tapi ganggu, Dit. Mereka pikir ini tempat cuma ada mereka saja?! Nggak bisa dibiarin!" Dedi segera beranjak, melempar kasar lap makan yang sejak tadi tersampir di bahunya, lalu mendekat ke kerumunan anak muda di sana.

"Ded! Dedi!" Radit terus memanggil berusaha menghentikan Dedi yang kini justru sudah masuk ke halaman vila sebelah. "Waduh, bisa - bisa ngamuk tu anak. Sayang, tolong ambil alih," pinta Radit agar aku segera mengambil alih kegiatannya, membakar barbeque ini.

"Aku saja yang ke sana, Dit."

"No, sama aja bohong. Yang ada nanti ada tawuran!" Radit lantas beranjak, dan aku pun menurutinya. Tetap dengan memperhatikan ke arah Dedi dan Radit yang kini terlibat diskusi dengan para anak muda di sana.

"Tha, minta sausnya dong." Kiki mendekat dengan sebuah piring yang sudah berisi beberapa makanan miliknya yang sudah matang.

"Nih, sama mayonaise nggak?"

"Bawa juga? Wuih, keren, Aretha." Kiki menuangkan mayonaise ke piring, aku justru fokus ke wanita yang duduk di kursi sendirian. "Teman lu nggak diajakin?" tanyaku sedikit menyindir.

Kiki menoleh dan mencari siapa yang aku maksud. "Oh, iya ya, kan elu belum kenalan resmi. Yuk, gue kenalin sayangku," ajak Kiki menarik tanganku begitu saja, dan membuatku kewalahan karena harus memegang kipas di tangan. Ku hempaskan tangan Kiki sedikit kasar. "Ini apa sih!"

"Mau kenalan, kan, sama Citra?"

"Ye, siapa yang bilang begitu, setan!" umpatku mulai kesal.

"Lah tadi, bukannya pengen kenalan?"

"Idih. Pede banget lo!" Aku kembali ke tempat semula walau mendapat tatapan aneh dari teman - teman yang lain.Rasanya aku tidak menyukai keberadaannya di sini. Apalagi dengan sikapnya yang seperti tuan putri. Tidak mau bergabung membantu kami yang kerepotan, dia hanya tinggal makan saja di sana.

Radit dan Dedi seudah kembali bergabung bersama kami, tapi tanpa tangan kosong. Ada sebuah piring dengan isi spagheti di tangan mereka.

"Nih, dikasih mereka. Mereka baik kok, dan ngerti. Sebagai permintaan maaf, kita dikasih makanan ini. Udah, jangan dipermasalahkan lagi." Radit meletakkan piring itu di meja makan yang sudah penuh dengan masakan kami juga.

"Tapi mereka udah ngerti, kan, maksudnya jangan berisik begitu, Dit? Asli bar - bar banget, suaranya kenceng bener dah," ujar Doni.

"Sudah. Aman kok. Yuk, makan."

Radit mendaratkan kecupan di pelipis kananku, sontak aku sedikit terkejut dengan sikapnya tersebut. Terus menatapnya lekat - lekat dan mencari tau siapa yang merasukinya sekarang.

"Apa sih, ngelihatin nya begitu banget?"

"Kesambet apaan kamu, Dit?"

"Eh, kenapa? Wahaha. Lah kan aku sayang kamu, Aretha!" Dia malah memelukku dari samping. Kedua netra kami saling bertemu dan akhirnya tertawa bersamaan.

"Ye, bucin!" ejek Danu melintas begitu saja di depan kami.

"Sirik!" umpat Radit melemparnya dengan paprika hijau di meja.

Kami mulai menikmati makan malam bersama - sama. Sambil saling mengobrol tentang pengalaman dan keseharian mereka selama beberapa hari ini.

Sampai akhirnya suara gaduh kembali terdengar dari para anak muda di sana. Kami otomatis menoleh dan melihat mereka sedang menunjuk - nunjuk ke salah satu sudut gelap hutan di sekitar. Salah satu dari mereka lantas berdiri dan mendekat ke sana. Kami hanya menonton apa yang sedang mereka lakukan sambil menyantap makanan yang sudah ada di meja makan.

"Bocah ngapain sih!" gerutu Dedi, kembali tersulut emosi. Laki - laki yang mendekat ke rimbunan pepohonan yang memang agak jauh dari lingkungan vila, terlihat menunjuk nunjuk sesuatu sambil berteriak. Dia lalu menoleh ke teman - temannya, sementara teman - temannya justru berteriak histeris memanggilnya agar kembali.

"Nan! Balik, Nan! Adnan!" Para wanita meneriakkan nama itu, dan membuat kami penasaran.

"Ada yang nggak beres deh kayaknya," kata Danu.

"Ada apaan sih di sana? Mereka ngelihat apa?! Tha, lu liat sesuatu di sana?" tanya Dion padaku.

Aku diam dan berusaha fokus pada lokasi yang mereka risaukan. Memicingkan mata ke sudut gelap yang terus di dekati Adnan. Pria itu justru tertawa - tawa seolah mengejek sesuatu yang ada di depannya. Aku melongo begitu sadar kalau bayangan hitam yang ada di sana sudah sangat dekat dengan Adnan. Diam dan kini sedang berusaha memeluk Adnan.

"Gila!" Aku beranjak dari duduk, lalu berlari mendekat. "Hei! Jangan ke sana! Balik!" Radit memanggilku dengan teman - teman yang lain. Langkah kaki yang berlari berada di belakangku.

Aku terus mempercepat lari, berusaha agar segera sampai tepat waktu. Adnan menoleh dan menatapku bingung. Saat sudah sampai di dekatnya, tangan pria dengan sweater biru itu aku tarik menjauh. Kami berdua jatuh bersama - sama. "Kamu gila, ya?!" jeritku setelah bangun dari rerumputan. Semua orang kini mendekat, mengerubungi kami dengan tatapan bermacam - macam.

Saat Adnan berdiri, dia terlihat mengatupkan rahang. Seperti tidak terima pada apa yang aku lakukan.

"Tau nggak, di situ ada apa?! Hah!" aku terus menjerit sambil sesekali melirik ke sudut gelap itu. Radit mengambil alih, berdiri di depanku, berusaha meredakan semua emosiku.

"Sstt, udah, sayang. Sabar dulu, ya. Kamu jelaskan baik - baik ke mereka." Radit terus berdiri di depanku, menggenggam tangan dengan tatapan dalam.

Aku menarik nafas dalam, berusaha meredakan rasa itu. Beberapa orang terlihat berbisik. Terutama pada kubu Adnan. Sementara kawan - kawanku justru terus menyapu pandang sekitar.

"Dit, ada perempuan di sana! Nyeremin banget!" bisikku dengan penuh emosi.

"Oke. Perempuan? Dia ada niat jahat, kah?"

Radit ditarik kasar oleh Adnan. Mereka berdua terlibat adu pandang seolah mengisyaratkan akan terjadinya keributan.

"Santai doang!" cetus Radit dengan nada tinggi.

"Cewek lu, tuh! Main tarik gue gitu aja! Gila, ya?!" omel Adnan.

"Heh! Jaga mulut lu! Harusnya lu berterima kasih sama dia!" Radit menunjuk Adnan, geram.

"Terima kasih apaan?! Dia narik gue sampai jatuh! Baju gue robek!" tunjuk Adnan masih kesal. Di antara pertikaian ini, ada dua orang teman Adnan yang mendekat.

"Nan, udah! Apa sih lu! Dia cewek loh! Masa mau lu ajak ribut juga?!" cegah seorang pria dengan kemeja kotak - kotak.

"Yi, lu lihat, kan? Bar - bar nya itu cewek! Jelas gue nggak terima lah!" kata Adnan membela diri.

"Pasti dia punya alasan, Nan. Mending lu balik aja sama yang lain. Lagian lu ngapain sih, ke sini!"

"Gue cuma mau cek aja. Biar Ollie percaya!"

Kedua pria itu masih berdiskusi yang aku tidak tau apa. Hingga akhirnya Adnan pun kembali ke teman - temannya setelah di nasehati oleh pria kemeja kotak - kotak tersebut.

"Kamu nggak apa - apa kan, sayang?" Radit kembali menanyakan hal yang sama berulang kali. Tidak hanya bertanya, dia juga memeriksa kaki, siku, lutut dan terus memperhatikan wajahku.

"Aku nggak apa - apa, sayang." Aku mengelus pipinya sambil tersenyum, agar dia berhenti cemas.

"Ehem, Eum, Maaf. Soal tadi. Adnan memang suka begitu, mungkin kebanyakan alkohol," jelasnya terlihat sungkan.

"Nggak apa - apa kok, Yi. Eh, memangnya ada apa sih? Itu kenapa dia ke sini? Ada apa?" tanya Radit menunjuk ke sudut di mana Adnan tadi berhenti.

"Eum, iya, tadi Ollie," jelasnya menunjuk kerumunan teman - temannya yang kini fokus bertanya macam - macam ke Adnan. "Dia bilang lihat sesuatu. Bayangan hitam gitu. Ollie agak ketakutan, jadi Adnan coba memastikan kalau memang nggak ada apa - apa di sini."

"Oh gitu. Ya sudah, sebaiknya kita balik aja ke vila. Lagian udah malam." Radit menggandengku dan pamit ke pria tersebut.

"Loh, Cit! Citraa!" jerit Ari gang terlihat kebingungan mencari kekasihnya. Otomatis kami ikut mencari keberadaan Citra.

"Kan tadi di sini! Sama gue!" pekik Kiki heboh.

"Yakin lu, Ki?" tanya Danu.

"Sumpah! Beneran!"

"Ya udah kita cari. Mungkin udah balik ke vila." Dedi berjalan lebih dulu ke vila, sementara Ari berlari dan segera masuk ke vila itu. Dia terus berteriak memanggil nama kekasihnya. "Cit! Citra!"

Semua kini mencari keberadaan Citra yang entah pergi ke mana. Ari terlihat paling panik, wajar saja karena yang hilang adalah kekasihnya.

"Duh, ke mana sih!" Ari frustrasi sampai menjambak rambutnya sendiri. Karena setelah dicari di dalam vila, tidak ada keberadaannya di mana pun juga. Semua ruangan sudah kami telusuri, namun hasilnya nihil.

"Apa mungkin keluar, ya?" tanya Dion langsung menyorot suasana sekitar dengan lampu flash ponselnya.

"Ada yang lihat nggak dia pergi keluar? Orang katanya dia dari tadi ada di deket Kiki, kan? Iya, kan sayang?"

Kiki mengangguk cepat. Tapi tentu kami tidak bisa tinggal diam, dan memutuskan harus mencari Citra sampai ketemu.

"Dit," bisikku saat melihat pria dengan kemeja kotak - kotak mendatangi vila kami.

"Gimana, Bang? Temennya ketemu belum?" tanyanya bersama dua orang lainnya.

"Belum, Yi. Ini kami mau cari keluar. Siapa tau dia pergi tanpa sepengetahuan kami."

"Kalau gitu, kami bantu cari, Bang!" salah satu dari mereka menyahut dengan antusias.

"Oke, makasih banyak, ya. Oh iya, kalian ... Siapa ya, namanya, gue lupa."

"Saya Bintang, Bang. Dia Roger."

"Oke, thanks, ya. Lebih baik kita cepat." Dedi mulai menyalakan senter.

Para lelaki mulai bersiap untuk pergi keluar. Tak lupa memakai jaket dan senter di tangan. Aku dan Kiki disuruh menunggu di dalam vila saja. Siapa tau Citra sudah kembali.

Aku dan Kiki hanya melihat kepergian mereka, sambil memperhatikan hutan di sekitar. Berharap kalau hilangnya Citra bukan karena makhluk halus semacamnya. Memang tempat ini banyak makhluk halus, selain wanita yang tadi hendak meraih Adnan. Masih banyak, bahkan cukup banyak hingga aku tidak menyukainya. Berusaha menghindar, jangan sampai berurusan dengan mereka.

"Kita tunggu di luar aja, Ki. Siapa tau, Citra muncul," ajak ku dan Kiki pun menyetujuinya.

Malam makin larut, kelompok anak muda di samping vila kami, masih melakukan aktivitas mereka, walau tidak terlalu ramai dari semula. Mereka hanya duduk di teras seperti apa yang aku Kiki lakukan.

"Mau teh, Tha?" tanya Kiki sambil menuang termos yang sudah diisi teh ke cangkir miliknya. Aku mengangguk dan menyodorkan cangkir milikku.

"Kamu kenal Citra berapa lama, Ki?" tanyaku, menyesap teh hangat di genggaman.

"Eum, ya sejak setahun belakangan ini sih, Tha. Dia anak baru di kantor. Tapi ya gitu deh, agak tertutup. Sebenernya aku sama dia dekat justru baru tiga bulan terakhir. Karena awalnya ya kami cuma sebatas say hello aja, sama kayak yang lain."

"Terus Citra orangnya kayak gimana sih?"

"Eum, gimana, ya. Ya orangnya memang agak tertutup, Tha. Pendiam gitu. Cuma baik kok."

"Baik? Dalam artian bagaimana nih?"

Belum sempat diskusi ini selesai, suara jeritan terdengar melengking dari vila sebelah. Aku dan Kiki menoleh, dan melihat orang - orang yang tadi duduk di teras seperti kami, masuk ke dalam.

"Ada apa, ya?" tanyaku ke Kiki yang ditanggapi dengan gelengan kepala.

"Kita lihat aja yuk, Tha! Ada apa sama mereka!" ajak Kiki langsung menarik tanganku. Otomatis aku tidak bisa mengelak ajakannya itu. Terlebih aku pun juga penasaran pada apa yang terjadi di sana.

Kami berdua masuk ke dalam, pintu yang tidak dikunci memudahkan pergerakan kami. Sampai di dalam, rupanya mereka berkumpul di sebuah kamar, dengan seorang wanita yang sedang menempel di langit - langit. Bukan setan atau sejenisnya, tapi dia manusia. Dia kerasukan.

"Ya Allah," gumam Kiki lalu makin menempel padaku.

"Kenapa bisa gini?" tanyaku ke salah satu dari mereka.

"Nggak tau, Kak, tiba - tiba aja dia teriak, pas kami sampai kamar, dia udah seperti ini," jelasnya ketakutan.

"Tha, bantuin gih!" bisik Kiki mendorongku agar maju.

"Ck. Apa sih!"

"Kasihan, Tha!"

Jujur aku pun kasihan, dan tidak mungkin akan membiarkan keadaan ini terus - terusan. Menarik nafas dalam, lalu memutuskan untuk melangkah maju. Wanita yang sudah memakai baju tidur dengan celana pendek di sana, mulai mendesis, menatapku dengan tatapan benci. Dia seolah bersiap menyerangku, dari tempatnya berada sekarang. Di kamar ini ada sekitar lima orang. Dua wanita dan tiga pria. Di tambah wanita yang sedang kesurupan di atas sana.

"Dia kesurupan, kak?"

"Iya. Memangnya tadi kalian lagi apa?"

"Kami di luar, Kak, cuma Ollie memang pamit mau tidur, eh tiba - tiba dia sudah teriak - teriak."

"Dia sensitif, aku yakin perempuan tadi yang mengganggu dia."

"Perempuan yang mana, Kak?"

"Perempuan yang di dekati teman kalian itu," sahutku menunjuk Adnan dengan daguku. Dia diam, tidak menggubris perkataanku. "Ollie, memang benar, ada sosok di luar vila yang sejak tadi memperhatikan kalian, dan ya sekarang dia menempel ke Ollie."

"Jadi kami harus gimana, kak!" rengek salah satu dari mereka.

"Tolong ambilkan air, ya," pintaku. Salah satu wanita berlari keluar dan kembali dengan segelas air putih. Aku mulai membacakan doa - doa dan meniupkannya ke gelas di tanganku. "Bismillah!" Air aku tuangkan sedikit ke telapak tangan, lalu mencipratkan ke Ollie yang masih menempel di tembok. Dia menggeram kepanasan, bahkan tubuhnya terlihat mengeluarkan uap panas. Ollie jatuh begitu saja ke bawah. "Pegangi dia!" suruhku. Adnan dan dua pria lainnya segera memegangi Ollie walau dengan ekspresi takut. Aku melanjutkan menyiramkan air kembali ke telapak tanganku, dan kini membasuh wajah Ollie sambil membacakan doa.

Ollie menjerit dan menggeram. Tangannya berusaha melepaskan diri dari pegangan tiga pria di sekelilingnya. Aku terus menguatkan bacaan doaku, dan terus membasuh kepalanya dengan air ini. "Ki! Jempol kakinya!" Kiki mengangguk paham, lalu membantuku menekan jempol kaki Ollie. Ollie menjerit sangat kencang dan tak lama kemudian dia melemah, pingsan.

__________________

"Terima kasih banyak, Kak. Untung ada kakak, kalau nggak kita nggak tau apa yang harus kita lakukan buat Ollie."

"Sama - sama. Kalian jaga dia, takutnya kumat lagi. Lebih baik kalian di dalam saja, terlalu berbahaya kalau di luar terus. "

'Baik, kak."

"Eum, Kak. Aku minta maaf soal tadi," kata Adnan yang kini terlihat sungkan padaku. Aku pun tersenyum menanggapinya lalu mengangguk. "Iya, aku juga minta maaf, ya. Kalau terlalu kasar tadi."

"Teman kakak belum balik?" tanya yang lainnya. Aku dan Kiki saling pandang, sama - sama tersenyum. "Eum, belum masih dicari. Doain aja semoga cepat ketemu. Temen - temen kalian juga bantu tadi, terima kasih, ya."

Keadaan sudah terkendali. Aku sudah memberi tau kan agar meminumkan air tadi ke OlliE saat dia bangun nanti. Masih cemas jika makhluk tadi kembali lagi ke sini.

Aku dan Kiki lantas kembali ke vila kami. Tapi begitu keluar dari vila mereka, aku dan Kiki justru menghentikan langkah saat melihat Citra sudah duduk di kursi, sedang menikmati teh hangat tanpa ekspresi.

"Itu Citra asli apa bukan, Tha," bisik Kiki mulai cemas.

Aku diam, dan terus memperhatikannya lekat - lekat, memastikan kalau yang ada di sana manusia atau bukan. "Manusia kok. Dia Citra!"

"Alhamdulillah."

"Tapi ... kok aneh, ya?"

"Aneh apanya, Tha?"
Sexbomb
3.maldini
kemintil98
kemintil98 dan 6 lainnya memberi reputasi
7