Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#69
Part 23 Giska Hilang
[Ada yang di hubungin Giska, nggak?]

Notifikasi pesan dari grup kantor masuk di layar depan ponsel. Aku yang baru saja selesai mandi, masih mengeringkan rambut lantas membalasnya.

[Memangnya belum sampai rumah?]

[Belum, Tha. Masalahnya dia bawa flashdisk ku. Ada kerjaan ku di sana yang mau aku kirim ke Pak Bonar malam ini juga.] Balasan dari Aron diikuti sebuah stiker bayi menangis.

[Telpon coba.] Mike menanggapi.

[Udah. Nggak aktif!]

Aku lantas mulai berpikir. Perasaanku tidak nyaman, sejak Giska dijemput Toni tadi. Seperti ada yang aneh dengan Toni, tapi aku belum tau apa. Berita tentang Giska yang belum juga pulang membuatku makin cemas.

Jam sudah menunjukkan pukul 22.00, sudah cukup malam untuk seorang gadis yang belum pulang ke rumah sejak tadi. Padahal seharusnya Giska sudah pulang ke rumahnya sejak setengah jam lalu. Menurut Mike, Giska bukan tipe gadis yang suka keluyuran tengah malam. Apalagi setelah pulang kerja seperti sekarang.

Aku membuka laptop, meneruskan sebuah cerita yang sedang aku tulis. Jemariku bermain di atas keyboard, pikiranku menerawang dengan segala imajinasi yang ada di dalam otak. Hal yang sudah aku tahan selama seharian ini, dan kini waktunya aku tuang dalam sebuah kisah. Bahkan rasa lelah yang sejak tadi aku rasakan seakan luntur begitu saja. Sambil melakukan panggilan video call dengan Radit yang biasa kami lakukan setiap malam, justru membuat aku lebih antusias dalam menulis. Radit melakukan pekerjaannya, dan aku juga menulis cerita. Tidak banyak obrolan jika kami melakukan hal ini, semua sibuk dengan kegiatan masing - masing dan justru menjadi ajang cambukan dan seperti perlombaan siapa yang dapat menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu. Whatsapp Web kuaktifkan di laptop, jika ada pesan penting maka aku akan segera tau, karena ponselku sedang aku pakai untuk panggilan video sekarang. Bunyi notifikasi masuk terdengar. Layar aku ganti ke pesan WA untuk mengetahui siapa yang mengirimiku pesan.

[Gaes, gawat! Toni barusan telepon, tau nggak apa yang paling aneh?]

[Apa?]

[Toni justru cari Giska, dia nanya Giska ke mana! Bingung dong, aing. Lah bukannya tadi balik sama dia, kan?]

Dahiku mengkerut melihat pesan dari Mike dan Aron tersebut. Kini aku benar - benar yakin, kalau ada yang tidak beres dengan Giska dan benar - benar ada hal buruk yang sepertinya menimpanya.

"Sayang, kenapa?" tanya Radit yang akhirnya mengalihkan pandanganku dari laptop.

"Yang, tadi ternyata yang jemput Giska bukan Toni asli."

"Hah?! Maksudnya? Toni jadi - jadian?"

"Mungkin. Soalnya Aron baru aja chat di grup, katanya Toni malah nanyain tentang keberadaan Giska. Pantesan tadi aku lihat Toni agak aneh. Kamu sadar nggak sih, Yang?"

"Hm, iya sih. Awalnya justru aku me cium bau kurang enak, Yang. Aku pikir bau busuk dari mana gitu. Baru sadar sekarang kalau ternyata itu dari Toni itu. Soalnya setelah dia pergi, bau itu hilang."

"Duh, terus gimana, ya. Giska gimana nasibnya."

"Langkah keluarganya gimana? Atau Toni asli?"

"Belum tau. Kalau lapor polisi pun kan belum bisa di proses. Baru beberapa jam aja kan, dia hilang."

"Iya, pasti nggak bisa di proses. Hm. Kita cuma bisa menunggu, semoga dia cepat kembali, ya. Kamu jangan terlalu banyak pikiran ya. Nanti kamu stres."

"Iya, Sayang. Semoga dia baik - baik aja."

"Ya udah, kamu mau lanjut nulis atau tidur aja? Udah malam, Aretha. Mending istirahat aja, ya. Besok kan kerja," ujar Radit.

"Hm. Iya deh, lagian mataku udah berat nih. Rasanya capek banget hari ini. Mungkin hari pertama kerja, ya." Aku merentangkan kedua tangan ke atas. Radit yang kini sudah merebahkan tubuhnya, tersenyum.

"Iya, belum terbiasa sama kebiasaan baru. Nanti lama - lama bakal menyesuaikan kok. Ya udah, yuk, bobok. Selamat malam, sayang. Love you."

"Love you too, Radit."

Telepon diakhiri. Aku pun mematikan laptop, dan segera naik ke atas ranjang. Mencoba memejamkan mata, namun terasa sulit sekali. Pikiranku terus menuju ke Giska. Berharap dia baik - baik saja di mana pun dia berada. Karena aku pun tidak tau harus berbuat apa, dan belum tau apa yang terjadi sebenarnya.

***

"Hati - hati, sayang. Nanti aku jemput." Radit mengecup keningku, berhenti di depan lobi kantor.

"Iya, kamu juga hati - hati, ya." Pria itu segera kembali masuk ke dalam mobil, sedikit aneh dengan sikap Radit yang kelewat romantis. Dia tidak pernah melakukan hal ini di depan umum, namun sejak aku bekerja di sini, Radit terlihat lebih agresif.

"Tha!" Aron dan Mike baru saja turun dari mobil yang parkir di parking area depan kantor. Pagi ini terasa sedikit lebih dingin dari biasanya. Bahkan aku merasa kalau kabut pagi masih saja turun, padahal matahari juga sudah mulai tampak.

"Bagaimana soal Giska?" tanyaku pada mereka yang berlari tergopoh - gopoh ke arahku.

Aron mengangkat bahunya, wajahnya terlihat frustrasi. Begitu juga pada wajah Mike walau tidak ia perlihatkan dengan baik. "Belum ada kabar lagi, Tha. Kita juga bingung nih. Gimana, ya," desah Aron.

Kami lantas masuk ke dalam, melewati lobi kantor yang sudah cukup ramai dengan lalu lalang karyawannya. Dua pria ini terus membicarakan tentang Giska, semua kebiasaannya hingga kekasihnya Toni tersebut. Sampai di lift yang cukup penuh, kami terus merangsek agar dapat ikut masuk dan segera naik ke lantai lima, sebentar lagi akan meeting harian seperti biasanya. Jadi kami tidak boleh terlambat. Aku yang terus terdorong hingga ke belakang lantas baru menyadari kalau Rick ada di sudut lift. Memainkan ponselnya, lalu tersenyum padaku. Aku balas senyum juga. Ingin rasanya aku menanyakan perihal makan malam kemarin, kenapa dia justru pergi, bukannya ikut bergabung dengan kami, namun aku ragu untuk mengutarakannya di tengah ramainya orang - orang di dalam lift.

Lift pun terbuka di tiap lantai, hingga saat lantai lima kami juga keluar dari sana. Terus berjalan ke ruang meeting, Aron dan Mike berjalan di depanku, sementara aku dan Rick di belakang mereka. Pintu dibuka, saat aku hendak masuk, aku langsung merasakan pusing yang teramat sangat. Bahkan aku sampai berpegangan pada daun pintu di samping. Rick terlihat cemas dan terus bertanya apakah aku baik - baik saja.

"Aku nggak apa - apa kok. Aku ke toilet dulu, ya. Cuci muka," sahutku.

"Oke." Akhirnya aku tidak jadi masuk ke ruang meeting dan memilih pergi ke toilet terlebih dahulu. sejak bangun tidur tadi, aku merasa tubuhku tidak begitu sehat. Lemas dan sering merasakan pusing mendadak. Toilet ada di tiap lantai, dan biasanya akan berdekatan dengan pantry. Aku terus berjalan sambil memegangi kening, kepala terasa berat untuk waktu yang cukup lama. Berharap tidak jatuh dan dapat membaik setelah aku membasuh wajah.

Aku berjalan melewati pantry, namun langkah aku hentikan saat merasa ada yang aneh di pantry sana. Aku kembali mundur satu langkah dan melihat ke dalam pantry, yang kebetulan setengah pintu pantry terbuat dari kaca tebal, jadi aktivitas di dalamnya dapat aku lihat dengan jelas dari luar sini.

Ada seorang wanita, memakai pakaian OB tengah berdiri di depan kompor tanpa melakukan apa pun. Ada sebuah pisau di tangannya, hal ini membuatku cemas. Takut jika dia hendak melakukan hal buruk di dalam sana. Aku mengetuk pintu, untuk menarik perhatiannya. Dia tetap diam, hingga membuatku makin penasaran. Akhirnya aku nekat membuka pintu pantry ini. Naasnya pintu sepertinya dikunci dari dalam. Semakin aku berusaha ingin membuka, dia justru makin mendekatkan diri untuk mengambil pisau itu. Aku memukul pintu agar dia mau menoleh padaku, atau setidaknya menghentikan apa yang hendak dia lakukan. Pikiranku sudah menerawang jauh dengan pikiran buruk yang membuat aku ingin berusaha masuk ke dalam dengan cepat.

"Mba! Mba! Stop, Mba. Jangan, Mba!" jeritku makin panik. Dia mengambil pisau lalu menancapkan dengan cepat ke telapak tangannya yang berada di atas kompor. Aku terperanjat, diam dengan mata melotot. Tiba - tiba menoleh padaku, mengambil pisau itu dan melepaskannya dari tangan kirinya, tanpa rasa sakit sedikit pun. Sadar kalau apa yang ada di dalam sana pasti bukan lah manusia, aku mundur, tidak langsung berlari atau pergi, aku terus diam menatapnya seolah penasaran atas apa yang akan dia lakukan lagi.

Wajahnya mengerikan, urat nadinya terlihat jelas menonjol keluar. Hitam dengan kulit wajah yang juga kotor dan kusam. Dia menyeringai lalu berlari cepat ke arah pintu. Aku menjerit sambil memejamkan mata, namun setelah ditunggu lama, aku tidak merasakan ada yang membuka pintu atau mendekat padaku. Akhirnya aku putuskan membuka mata, dan melihat ada di mana wanita tadi. Office girl tadi tidak ada di mana pun. Aku mendekat kembali ke pintu pantry, melihat ke dalam dari kaca pintu dan tidak menemukan seorang pun di sana. Gagang pintu aku putar, dan ajaibnya sangat mudah dibuka. Sepertinya aku sedang halusinasi sekarang.

Derit pintu terdengar nyaring di tengah kosongnya pantry pagi ini. "Ke mana OB yang lain, ya," batinku. Tak lagi ingin mengurusi hal ini, aku kembali menutup pintu dan melanjutkan tujuan semula. Toilet hanya dua meter saja jaraknya dari pantry, dan memang letaknya ada di ujung koridor utara lantai lima. Belum sampai ke pintu toilet, aku kembali berhenti berjalan dan menoleh ke belakang. Sunyi. Tidak ada seorang pun, padahal aku yakin keadaan di lorong ini seperti banyak aktivitas manusia lain. Suara langkah kaki terdengar samar, bahkan benturan sepatu high hells dan lantai di bawah terdengar nyaring di telinga. Tapi kenapa di sepanjang lorong justru tidak tampak ada orang lain selain aku.

Aku menarik nafas panjang dan dalam, lalu berusaha kembali tidak menggubris apa yang terjadi di depanku. Kembali pada niatan awal, untuk ke toilet. Pintu toilet adalah tipe dua pintu yang bisa di dorong dan ditarik, tidak ada kunci atau apa pun di sana. Konsepnya hanya sebuah papan pintu yang di tempel di tengah, dengan bagian bawah dan atas terekspose jelas, hanya menutupi setengah pintu saja. Tapi jika pintu tertutup maka orang dari luar tidak bisa melihat keadaan di dalam begitu juga sebaliknya, kecuali pintu di buka. Sekalipun berjinjit tidak akan terlihat, kecuali jongkok, maka bagian bawah sangat mudah dipandang.

Aku mendorong pintu dan malah ragu untuk masuk ke dalam. Toilet terlihat gelap, dan sepi. Trauma akan tempat bernama toilet masih terrekam jelas diingatan. Rasanya aku tidak ingin mengulang kejadian aneh di toilet lagi sekarang. Aku putuskan untuk kembali ke ruang meeting saja.

"Tha!" panggil sebuah suara dengan berbisik. Suara itu terasa seperti suara Rick, namun saat menoleh aku tidak melihat keberadaannya di mana pun. Apalagi di tempat ini tidak ada lagi ruangan lain. Hanya ada tembok saja. Makin terasa aneh, akhirnya aku kembali ke ruang meeting sambil sesekali menoleh ke belakang.

Sampai di depan ruang meeting, aku kembali tengak tengok, koridor lantai lima yang terasa sepi sangat kontras dengan saat awal aku datang ke tempat ini kemarin. Bahkan di meja resepsionis juga kosong. Ah, mungkin dia ada urusan di tempat lain. Berusaha berpikir positif aku segera membuka pintu ruang meeting. Di dalam terasa penuh sesak, semua orang terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Aron menarik tanganku agar segera duduk di salah satu kursi. Anehnya aku tidak melihat Bu Cleo dan Kak Mecca.

"Bos ke mana?" tanyaku berbisik ke Aron.

"Nggak datang. Cuma kita." Kepalaku masih terasa berat, bahkan makin sakit rasanya.

'Tha, kenapa?" tanya Aron. "Aretha!" panggilannya justru makin membuatku pusing. Bahkan dia terus menggoncang - goncangkan tubuhku. Penglihatanku memburam, bayangan Mike yang mendekat terasa membuat nafasku makin berat. Sampai akhirnya pintu ruang meeting dibuka kasar. Rick datang dari luar, menyapu pandang sekitar lalu segera menghampiriku. Dia menarik tanganku.

"Ayo pergi, Aretha! Tempat kamu bukan di sini!" katanya menarik tanganku kasar. Tubuhku lunglai, dan hanya mampu mengikuti gerakannya. Dia terus membawaku keluar ruangan ini, dan tiba - tiba tubuhku seakan tersentak. Aku menghirup udara sebanyak - banyaknya, seperti hampir tenggelam dalam kubangan air, bahkan aku sampai batuk - batuk.

"Minum dulu, Tha!" kata Kak Mecca sambil menyodorkan segelas air putih. Aku segera menerima dan meneguknya agak banyakan. "Tarik nafas pelan, Tha. Akhirnya kamu sadar juga." suara itu sangat jelas berasal dari mulut Kak Mecca. Aku menekan kepala sambil mencoba melihat sekitar. Rick berdiri di samping Bu Cleo. Kak Mecca duduk di dekatnya dengan wajah khawatir.

"Apa yang dirasa, Aretha? Udah mendingan, kan?" tanya Bu Cleo ikut cemas. Aku mengangguk, masih dalam keadaan bingung. "Kok aku di sini? Sshh ... Kepalaku sakit banget," erangku sambil menekan kepala.

Pintu dibuka, muncul Radit dengan tergesa - gesa bersama mba Alya. "Tha? Kamu kenapa? Astaga! Aku cemas banget." Radit segera mendekat dan memelukku.

"Sshh. Dit, pelan. Jangan melakukan gerakan tiba - tiba, kepalaku masih sakit."

"Eh, maaf, sayang. Terus bagaimana? Mau minum obat?"

"Eum, tapi aku lapar."

"Iya pasti lapar lah, Tha. Kamu pingsan hampir enam jam," kata Rick yang masih berdiri sambil melipat kedua tangan di depan.

"Aron sama Mike mana?" tanyaku sambil mencari keberadaan mereka di sekitar ruangan ini. Kak Mecca justru memundurkan tubuhnya lalu menoleh ke Rick dan Bu Cleo. "Kenapa?" tanyaku yang melihat reaksi mereka seperti sangat terkejut itu.

"Kenapa kamu bisa tau nama itu?" tanya Kak Mecca. Radit yang sedang jongkok di sampingku seprtinya ikut bingung melihat situasi ini.

"Loh kak Mecca gimana sih? Kan aku sudah ketemu tadi, mereka teman kerja kita, kan? Sama Giska juga. Astaga, Dit, Giska belum ketemu. Dia hilang ke mana, ya?"

"Apa? Giska? Giska itu siapa, Sayang?" tanya Radit dan kali ini aku yang terkejut.

"Loh kok siapa, Giska teman kerja aku. Kemarin malam kan kita makan bareng, kamu juga yang jemput aku di resto, kenalan juga sama Giska, Aron, dan Mike. Masa lup?!"

"Sayang ... kamu baru hari ini kerja di sini," jelas Radit pelan. "Mba Alya saja baru sampai kantor terus nelpon aku, nyuruh anterin ke sini lagi."

"Apa? Nggak mungkin! Jelas - jelas aku ... mereka ...." Kepalaku makin pusing, aku menutup wajahku dan mulai mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Aku bahkan masih ragu ada di mana sekarang. Aku tidak bisa membedakan mana khayalan dan imajinasi, atau mana manusia, mana hantu.

"Tha, sejak kapan kamu melihat Aron, Mike dan Giska?" tanya Rick serius.

Aku diam, mencoba mengingat kembali peristiwa tersebut. Hingga akhirnya aku menceritakan saat pertama kali datang ke sini dan melihat Rick serta Aron di lift. Mereka terlihat berbicara satu sama lain. Lalu masuk ke ruang kerja dan berkenalan dengan Giska dan Mike. Sampai saat kami makan di resto setelah pulang kerja.

Rick berdeham. "Gini, kamu terjebak di dimensi lain, dunia mereka. Aku yakin, kamu bukan orang sembarangan karena bisa sampai sejauh ini berinteraksi dengan mereka. Karena biasanya mereka hanya sepintas saja menampakkan diri. "

"Maksudnya, mereka ... hantu?" tanyaku memelankan suara. Rick mengangguk. Tubuhku terasa lemas, seolah tidak percaya pada apa yang Rick katakan. Pantas saja semua terasa janggal, semua. Bahkan sampai Radit yang bersikap sangat manis tadi. Radit memang romantis, tapi jika saat berdua denganku saja. Dia paling anti mempertontonkan hubungan kami ke publik. Bahkan hanya untuk mencium keningku saja, dia tidak berani di depan umum sekarang.

"Tapi mereka ...."

"Mereka memang pegawai di kantor ini, Tha, itu sudah lama. Tapi ada satu peristiwa yang membuat mereka meninggal bersama - sama. Memang hal ini kerap terjadi, tapi semua hanya sekilas saja melihat keberadaan mereka. Jarang ada yang sampai berinteraksi selama dan sejauh ini selain kamu."

"Memangnya apa yang terjadi sama mereka?" tanya Radit ikut penasaran.

"Mereka kecelakaan saat pulang kerja. Kejadiannya memang baru 2 tahun lalu, tapi mereka masih suka berkeliaran di sini."

"Dan yang kamu lihat saat di lift itu, memang aku, Tha, tapi bukan bersama Aron tapi sama Haikal. Dia anak lantai atas yang memang ada proyek yang harus dikerjakan sama aku. Tapi aku yang kamu lihat di dunia itu memang aku yang asli. Jujur, sulit sekali buat memperingatkan kamu tentang mereka. Tiap aku mendekat ke kamu, mereka selalu mengancamku. Jadi aku harus mencari waktu yang tepat untuk menarik kamu kembali ke sini, karena berbahaya juga kalau sampai kamu terlalu lama di sana. Takutnya kamu nggak bisa kembali lagi," jelas Rick.

"Ya sudah. Sekarang kamu udah tau yang sebenarnya, jadi mulai sekarang harus lebih hati - hati, ya." Radit mengelus punggungnya lembut.

"Astaga! Maaf, ya," ucapku sambil menutup wajah, entah karena malu, bingung, dan kesal.

"Sudah nggak apa - apa. Yang penting kamu udah sadar, Tha."

'Mungkin kita harus mengadakan pengajian lagi atau gimana nih, Rick?" tanya Bu Cleo meminta pendapat.

"Yah, sepertinya begitu, Bu."

"Ya sudah, kalian atur aja. Sudah waktunya kita pulang, saya permisi dulu." Bu Cleo pamit dan keluar ruangan ini. Kak Mecca mengelus tanganku dan mengangguk. " Kamu juga pulang aja, ya. Istirahat."

"Iya, Kak."

Mba Alya menatapku iba, lalu memelukku. Kami akhirnya pulang, karena ternyata hari sudah hampir gelap, dan aku seharian hanya pingsan saja.

______________________
bejo.gathel
3.maldini
kemintil98
kemintil98 dan 5 lainnya memberi reputasi
6