Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#133
10. Pria Itu
Pagi ini aku dan kak Yusuf sampai di Kalimantan. Kak Arif sudah lebih dulu di sana kemarin.

Kami dijemput kak Arif di Bandara lalu meneruskan perjalanan naik mobil dengan 2 jam perjalanan.
Letak pondok pesantrennya memang agak jauh dan ada di daerah yang agak terpencil.

Kalimantan ... melihat keluar jendela dengan pemandangan yang berbeda. Sejauh mata memandang pemandangan di sekitar tidak berbeda jauh dengan kota asalku. Namun makin ke dalam, semua berubah. Masih ada beberapa tempat yang mayoritas nya hutan. Setahuku, di sini juga masih banyak suku pedalaman nya. Yang masih primitif atau yang sudah berbaur dengan manusia.

***

Kami sampai di Pondok pesantren. Di sana sudah ramai beberapa orang yang menyambut kami. Sengaja, menyambut kami lebih tepatnya. Seolah sudah dikomando dan tahu kapan kami sampai. Pasti Kak Arif.

Beberapa anak kecil kulihat berlarian ke arah kami begitu kami turun dari mobil. Merebut untuk dapat bersalaman dengan kami. Ini bagai lomba yang menarik untuk mereka. Mereka lucu dan menggemaskan.
Selama perjalanan yang hampir dekat dengan daerah ini, aku hanya melihat beberapa rumah penduduk saja. Rumahnya pun hampir sama bentuknya.

Aku diperkenalkan dengan seorang gadis yang berparas manis, kulitnya putih dengan kerudung lebar. Mitha, salah 1 pengurus pesantren yang umurnya lebih muda dariku.

Kami berjabat tangan lalu kak Arif menyuruh Mita mengantarku ke kamar yang akan ku tempati nanti. Sejauh yang aku lihat, Mita anak yang sopan dan baik.

Kamar ini lebih sempit dari kamarku di rumah, mungkin ukuran nya 3x2 meter saja.
Ada jendela yang saat ku buka, akan bisa melihat pemandangan di luar. Bahkan aku bisa melihat kegiatan anak anak lain yang sedang bermain di sana. Suasananya masih sangat asri. Sejuk sekali. Semoga aku betah di sini.

"Semoga betah ya, kak, di sini," kata Mita saat aku masih asik melihat keluar jendela. Aku menoleh lantas tersenyum padanya.

"Aku juga berharap begitu. Eh kamu udah lama di Pesantren?"

"Aku dari awal pesantren buka, kak. Dua tahunan lah," katanya lalu duduk di ranjangku.

"Kamu asli sini ya, Mit?"

"Iya, kak. Semua yang ada di sini memang penduduk asli sini. Hanya kakak pembina saja yang pendatang, seperti kak Arif."

"Oh ... Eh, aku pengen jalan jalan keluar deh Mit," pintaku lebih ke arah ajakan padanya.

"Ayok, kak. Aku antar."

Kami berjalan keluar pesantren, saat di ruang tamu kami melewati kak Arif dan kak Yusuf. Kak Arif menatapku tajam. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Ah, sepertinya baru beberapa minggu yang lalu, tapi kenapa terasa sangat lama, ya? Hanya saja tatapan Kak Arif aneh. Tidak seperti biasanya.

"Kak, aku mau jalan jalan keluar bentar, ya, sama Mita," pamitku.

"Hati hati lho, Nis. Jangan jauh jauh. Di sini kebanyakan masih hutan belantara. Jangan jauh jauh dari Mita juga. Ntar kamu nyasar lagi!" pinta kak Yusuf.

"Iya, kak. Kak Arif? Kenapa ngeliatin aku nya kayak gitu?" tanyaku heran.

"Kamu jangan baper nanti, kalau ketemu hal yang aneh." kata kata kak Arif barusan membuatku bingung.
Emang nya di sini aku bakal ketemu apa sih?
Apaan sih itu kak Arif. Ah, sudahlah.

Aku berjalan ke halaman pesantren melihat anak anak bermain.
Suasana yang sangat jarang ku temui di kota. Anak kecilnya sibuk dengan gadget dan lainnya.

Sedangkan di sini mereka bermain bersama seperti saat aku masih kecil dulu. Main petak umpet, lompat tali, gundu. Dan Masih banyak lagi.

"Eh ... kalian mau ke mana?"tanya Mita ke beberapa anak perempuan yang lewat di depan kami.

"Kita mau nyuci kain kain ini, Mit. Di Sungai. Biar leluasa nyucinya kalau tempatnya luas," kata salah satu gadis itu.

"Eh, kita ikut yuk, Mit," pintaku.

"Kakak mau ke sungai juga?"

"Iya, yuk."

Aku sudah lama sekali tidak ke Sungai. terakhir saat aku kecil. Dan sungai di kota asal ku sudah tidak lagi jernih.

Akhirnya kami ke sungai bersama sama. Letaknya tidak begitu jauh dari pesantren.
Mita dan yang lain menjelaskan tentang keadaan kota ini. Seperti tour guide saja. Aku hanya manggut manggut sepanjang perjalanan, menyimak obrolan mereka.

Walau Kalimantan tidak sepenuhnya hutan, Namun di sini masih dipenuhi pohon pohon tinggi dan besar.

Masih ada macan nggak yah? kalau setan sih banyak.
Mending ketemu setan daripada ketemu macan. gumamku.

Akhirnya kami sampai di sungai yang airnya tidak terlalu dalam. Tapi jernih sekali. Terasa dingin dan segar saat bersentuhan dengan kulitku. Mita dan yang lain mulai mencuci kain kain itu. Aku membantu mereka juga. Rupanya kegiatan ini mengasyikan.

Di ujung sungai yang letaknya agak jauh, terlihat ada beberapa orang yang sedang memancing dan menangkap ikan.

"Kak Firman!" jerit Mita sambil melambaikan tangan ke salah satu pria di sana.

Pria itu menyambutnya, lalu berjalan ke arah kami. Aku masih asyik dengan kain yang ku cuci sambil sesekali bermain dengan air.
Airnya sangat jernih. Membuatku betah berlama lama di sini.

"Dapet banyak kak, ikannya?"tanya Mita ke pria itu.

"Lumayan, Mit. kamu ngapain di sini?"

"Ini tadi nganter kak Nisa jalan jalan. Terus kita ke sini. oh iya kak Nissa, kenalin ini kakakku, kak Firman."

Otomatis aku menoleh ke pria yang berdiri tidak jauh dariku. Karena mendengar Mita hendak memperkenalkan ku pada kakaknya.

Degg!!! Jantungku seakan berhenti berdetak. Senyum yang sejak tadi mengembang, kini luruh begitu saja.

Pria itu ... kenapa mirip sekali. mirip Indra! Ah, tidak mungkin! Pasti aku salah lihat. Tapi, wajahnya sama. Ya Allah!

Sedikit berbeda dengan Indra memang, Firman ini dipenuhi dengan jambang yang tersusun rapi. Selebihnya semua sama. Sorot matanya, tinggi badannya bahkan tatapan matanya.
Apa ini yang dimaksud kak Arif tadi?

Aku terpaku di sana. Mataku mulai berkaca kaca dan mengeluarkan bulir bulir air hangat. aku berjalan perlahan ke arahnya berdiri.
Semua yang di sana memandangku heran. Sambil berbisik bisik.

Saat aku dekat dengan pria itu, aku sentuh wajahnya.
"Indra...?"

Pria itu menatapku bingung.
"Maaf, mba. saya bukan Indra. Tapi Firman. Mba Nisa yang katanya dari Jawa, ya? Senang akhirnya bisa bertemu," katanya Memperkenalkan dirinya.

Bahkan suaranya pun sama. Pikirku.

"Bukan! kamu Indra! kamu Indra! Bukan Firman," kataku setengah berteriak.
Aku mulai lepas kendali. Tidak peduli dengan keadaan di sekitarku.

Dia mulai terlihat bingung, sedikit demi sedikit dia mundur menjauh dariku.
Aku langsung berhambur memeluknya.Tanpa peduli mereka menatapku heran dan aneh. Aku tidak peduli. Aku sangat merindukan Indra.
Dia berusaha melepaskan pelukkan ku.

"Indraa. Kamu ke mana aja, Ndra. Aku nungguin kamu pulang! Kamu janji bakal pulang! kenapa malah di sini sekarang?!" Aku menangis histeris. Masih dalam posisi memeluknya.

Tapi tak lama kemudian, aku ditarik oleh seseorang menjauh dari pria itu, hingga pelukanku terlepas begitu saja.
"Nisa... Nisa. Jangan gini, Dek. dia bukan Indra.. lepasin Dek." kak Yusuf dan kak Arif sudah ada di sini menyusul kami rupanya.

"Enggak kak! dia
Indra. liat! kakak lihat. dia Indra.. cuma sekarang dia berjambang kak.. tapi semuanya sama, " kataku sambil masih menangis.

Kak Yusuf menahanku yang hendak memeluk pria itu lagi.

"Nis! Indra udah meninggal. kamu ingat, kan? kamu nggak boleh gini lagi. kakak mohon," ucap kak Yusuf sedih.

Keadaanku hampir sama seperti saat aku terpuruk beberapa bulan lalu.

"Firman. kamu pergi aja dulu ya," pinta kak Arif.

Firman pergi membawa ikan ikan di tangannya dan berlari ke dalam hutan.

Aku masih menangis di sana dan berteriak teriak memanggil Indra.
pandanganku menjadi gelap.

***

Aku terbangun di kamarku. Ada Mita dan kak Yusuf di sana.
"Indra mana kak?" kalimat itu yang keluar dari mulutku. Tak peduli keadaanku sendiri. Atau alasan kenapa aku tiba- tiba sudah ada di kamar.

"Nisa. Dia bukan Indra.. lebih baik kita pulang aja, ya, daripada di sini kamu kaya gini. Nanti kakak suruh kak Adam ke sini jemput kamu."

"Nggak mau! Aku mau di sini. Indra.. kenapa dia lupa sama aku? kenapa kak?"

"Nisa.. kalau dia beneran Indra, dia nggak akan lupa sama kamu. Dia memang bukan Indra. kamu harus sadar Dek, Indra sudah meninggal. kamu harus ikhlas," nasehat kak Yusuf.

Aku menangis kembali, kak Yusuf memelukku erat. Hingga adzan dhuhur berkumandang.

"Kak Nisa. kita sholat aja yuk ke masjid. Biar kak Nisa bisa lebih tenang,"ajak  Mita yang masih setia menemaniku dari tadi.

Aku pun mengiyakan saja. lalu ikut Mita ke masjid dekat pesantren.

" Mita ikut berduka dengan keadaan kak Indra ya kak." ucapannya malah membuatku mengingat indra kembali.

"Mitt, Firman itu siapa? kenapa dia mirip banget sama Indra?"

"Firman itu kakakku, mungkin cuma mirip aja kak Nisa. Di dunia ini kan banyak orang yang mirip satu sama lainnya," terang Mita.

"Mungkin, Mit. Maaf ya kalau aku tadi keterlaluan," kataku menyesal.

Mungkin benar kalau dia memang Firman, kakaknya Mita. Dan hanya kebetulan saja, dia mirip Indra.
Aku harus melupakan Indra.

Sampai di masjid aku melihat Firman ada dibarisan depan bersama kak Arif.

Yah, aku harus melupakan Indra.

Kami sholat dhuhur bersama. Jamaah di sini kebanyakan anak anak muda. Beberapa orang tua mungkin sholat di rumah mereka masing masing. Itu kesimpulan yang kuambil dari analisa ku sendiri.

Selesai sholat, aku hendak kembali ke Pesantren.
Lalu melihat Firman ada tidak jauh dariku.

Aku mendekatinya.
"Maaf ya. soal tadi, aku salah orang," kataku berusaha tegar menghadapi nya lagi.

"Iya mba. Nggak apa apa kok. oh iya, saya Firman. Mba yang dari jawa itu ya, yang akan membantu kami di sini?" tanyanya mengulang kembali pertanyaan yang sama.

"Eum, iya kak Firman. eh, jangan manggil mba, ya. Panggil Nisa aja," kataku.

"Kalau begitu panggil aku Firman saja. Sepertinya kita seumuran."

Tunggu!
Kenapa ini seperti de javu, saat aku berkenalan dengan Indra dulu pun kata kata ini yang kami ucapkan.

Aku hanya mengangguk mengiyakan.
Mita bergabung dengan kami di sini.
Mereka terlibat percakapan keluarga.

Bulu kudukku meremang. Ah, sepertinya aku akan disambut penghuni di sini.
Dari jarak sekitar 10 meter, aku melihat sosok berdiri di sana. wanita dengan wajah rusak, dan darah menetes dari perutnya yang berlubang.

Kenapa sih bentuknya harus gitu? nggak bisa bagusan dikit apa?

Aku mulai mual. Lalu menutup mulutku, kepalaku juga pusing rasanya.

"Kak Nisa. kenapa? sakit?" tanya Mita yang melihat ekspresiku dengan wajah pucat dan keringat dingin di dahi.

Aku hanya geleng geleng kepala sambil tetap menutup mulutku.
Karena sudah tidak tahan lagi
aku berlari ke tempat wudhu dekat masjid.
Aku muntah di sana.  Menjijikan sekali.

Mita menyusulku, "kakak kenapa?" tanya Mita khawatir.

"Nggak apa apa kok, Mit. masuk angin barang kali." aku berbohong.
Takut Mita panik jika tau alasanku.

Aku duduk di kursi dekat masjid.
Kulihat makhluk itu masih di sana.

Apakah Kak Arif tentang sosok itu yang ada di sini? batinku.

"Minum dulu." Firman menyodorkan segelas teh hangat kepadaku. Kebiasaannya pun sama.
Aku menerimanya dengan ucapan terima kasih.

Ah, kenapa aku tidak mencoba saja kebiasaan ku dengan Indra dulu.
Aku menyentuh tangan Firman saat menyerahkan kembali gelas itu dan 'wusssshh' makhluk itu hilang.

Aku masih bingung. Kenapa semua nya sama. Tapi Firman benar benar tidak ingat denganku.

"Firman," teriak seorang gadis dari kejauhan, kemudian mendekat ke Firman.

"Anggie."

"Kamu di sini? aku cari cari dari tadi.. anter pulang, yuk. Bapak mau ketemu juga sama kamu. Mau bahas pernikahan kita."

Pernikahan? siapa gadis ini? calon istri Firman sepertinya. Firman melirik padaku lalu mereka berdua pamit. Setelah Anggie dan aku berjabat tangan saling berkenalan tentunya.

"Mit, itu calon istri Firman?" tanyaku setelah mereka menjauh.

"Iya, kak. Kak Anggie sama Kak Firman akan segera menikah," jelas Mita sambil menatapku memelas.

Aku hanya manggut manggut saja.
yah, aku harus mengikhlaskan Indra.
Sekalipun Firman sangat mirip Indra, aku pun harus melepaskannya juga. Dia sudah mempunyai calon istri.

***

Sore harinya, kak Yusuf meminta bantuanku mengajar mengaji di masjid.
Tenaga pengajar di sini masih sangat sedikit.

Hanya ada 6.
Kak Arif, kak Yusuf, aku, Mita, Kak Ahmad dan Firman.

Firman memang ikut mengajar juga di pesantren ini.

Selesai mandi aku segera berjalan ke masjid. Di sana mereka semua sudah berkumpul. Aku yang paling terlambat.
Kebiasaan kuliah ngaret kebawa juga sampai sekarang.

"Maaf telat," kataku sambil tersenyum.

Kak Yusuf hanya membelai kepalaku yang sudah berhijab.
Yah, sekarang ini, aku sudah memutuskan berhijab. Semenjak aku di Pesantren dulu.

"Udah siap Nisa?" tanya kak Arif.

"Insha Allah siap kak. oh iya kak Arif, eum..." Aku menatap mereka satu persatu. "Eum.. Nggak jadi deh.. hehe"

"Udah ketemu sama 'mereka'?" tanya kak Arif yang seperti bisa membaca pikiranku.

"Kak Arif mah hebat. Bisa tau aku mau nanya apaan," kataku sambil cengengesan.

"Nggak usah dipikirin, dia nggak akan bisa masuk ke sini. Paling cuma di depan," terangnya.
_______

Tak berapa lama, anak anak masuk untuk memulai mengaji bersama.

Ada sekitar 30 anak yang mengaji.
Wah ramai pastinya. Setiap pengajar mendapat 5 anak untuk diajarkan mengaji.

Sejauh ini semua berjalan baik.
Keramaian anak anak di sini membuatku melupakan kenangan pahitku selama ini.
Anak anak seperti selalu memberikan energi positif untukku.
Mereka lucu, menyenangkan penuh dengan celotehan yang membuat tawaku selalu terukir dibibir.

Tak hanya mengaji kami juga sering bernyanyi bersama. Aku pun terkadang ikut larut dalam permainan mereka. Seperti petak umpet, kejaran dan masih banyak lagi.

Disekitar pesantren memang selalu ramai.
Aku duduk di sebuah bambu yang dibuat kursi panjang, lalu bersandar pada kak Yusuf.

"Maaf ya, kak. Nisa suka lepas kendali.," sesalku.

"Nggak apa apa, Dek. Asal kamu bisa berfikir jernih lagi sekarang.. kakak senang. Nggak mudah melupakan Indra, kakak maklum. Siapapun jodoh kamu nanti, inshaa Allah dia yang terbaik. Pasrahkan aja Dek."

Kulihat dikejauhan Anggie dan Firman sedang mengobrol.
Cemburu memang. Tapi apa hak ku. Toh dia bukan Indra. Dia Firman yang mirip dengan Indra.

Kak Yusuf mengambil gitar lalu memainkannya. Kak Yusuf ini memang pandai bermain alat musik. Saat sekolah dulu kak Yusuf ikut mini band dengan teman temannya.

Kak Arif, kak Ahmad dan Mita mendekati kami.
Kami menyanyi bersama.
Firman kulihat menatap ke arah kami, lalu saat Anggie pamit pulang, Firman berjalan mendekat ke arah kami.

"Nisa.. gantian nih. kakak capek." kak  Yusuf menyerahkan gitar itu kepadaku.

Aku memetiknya pelan. Mengepaskan kunci kunci nada. aku juga lama tidak main gitar, agak kikuk rasanya.

Aku mulai memainkan gitar dan bernyanyi.

Lagu lagu yang sering kunyanyikan di depan Indra dulu. Tak terasa air mata menetes. cepat cepat , aku menyekanya, singkat. Semoga tidak ada yang melihatnya tadi.
Aku tidak ingin terlihat cengeng.

"Udah ah.. gantian yang lain aja," pintaku menyerahkan gitar ke depan.

Lalu diraih Firman.
Dia memainkan gitarnya  dan menyanyikan lagu
Ed Sheheran photograph yang merupakan lagu favorit kami berdua.

Entah ini kebetulan atau apa.
Aku melamun kembali... bulir bulir air mata ku jatuh lagi.
Firman melihatku yang mulai menangis, lalu menghentikan permainan gitarnya. Tapinaku segera pergi dari sana.

"Niss.. Nisa!! " panggilan kak Yusuf tidak membuatku berhenti. Jeritan itu justru menusuk hati.
Aku memang ingin sendiri sekarang.

Entah ada di mana aku sekarang, berjalan jalan sendirian. Waktu sudah beranjak malam. Malam hari terlihat lebih sunyi. Pohon pohon terlihat lebih menyeramkan saat matahari sudah tenggelam. Berisik dedaunan tertiup angin membuat Aluna musik alam yang syahdu.

Kenapa aku ke sini, ya? tapi aku harus ke mana lagi? di mana mana kan sama, hutan.
Berbeda kalau di kotaku.
Aku bisa pilih, mau ke mall,
atau nonton bioskop.

Hello Nisa.. sadar. Ini di Kalimantan!

Langkahku terhenti karena aku mendengar suara seorang anak yang menangis.
Kutajamkan pendengaran. memastikan yang kudengar ini suara tangisan manusia atau jin yang ingin mengecoh.

Di balik pohon ada anak kecil yang menangis sambil jongkok.
"Ini setan apa bukan yah," batinku.

Aku menatapnya lalu dia menengok ke arahku, kulihat wajahnya pucat pasi.

Shiit!!

Aku kaget dan hampir terjatuh ke belakang jika tidak ada yang menahanku.

"Hei ... pelan pelan, Niss." suara ini begitu familiar.
Suara yang kurindukan selama beberapa bulan terakhir ini.

Indra!! Ah bukan. dia Firman!
Ku lihat ke arah anak kecil tadi. Dia menghilang.

"Aaaww." eranganku membuat kami berdua menoleh ke bawah. Kakiku sepertinya terkilir.

"Kamu nggak apa apa?" tanya Firman sedikit cemas.

"Kakiku. sakit. keseleo nih kayaknya. aku telepon kak Yusuf aja deh, suruh nyusulin ke sini."aku lalu mengambil hp dari saku.

Tapi ditahan Firman.
"Kak Yusuf dan yang lain sedang rapat. Biar aku obatin dulu kaki kamu nanti aku anter pulang," katanya lagi.

Aku seperti terhipnostis dan menuruti saja kata kata Firman.
Dia membantuku duduk di sebuah batu yang cukup besar. Lalu mencari daun jenis tertentu, menggosoknya lalu memijitkan di kakiku.
Aku sedikit berteriak karena menahan sakit.

Tak lama kakiku sudah agak mendingan. Walau masih nyeri tapi sudah dapat kugerakkan.

"Kamu ngapain jalan ke sini sendirian?" tanyanya saat aku tak berhenti menatapnya sedari tadi.

"Eh.. oh aku tadi cuma jalan jalan aja cari angin terus aku denger....."aku menghentikan kalimatku, sambil menoleh ke arah sosok tadi.

Firman menatapku heran," denger apa?" tanyanya lagi.

"Suara. eum.. anak kecil nangis. cuma ternyata itu ..eum... Dia..." kalimatku terbata bata karena aku sendiri ragu untuk memberitahukan ke Firman.

"Dia makhluk halus maksudnya?" Firman memperjelas kalimatku.

Aku mengangguk sambil tersenyum.
"Di sini memang sering ada hal seperti itu. Kamu udah sering bisa melihat hal itu? nggak takut, Nis?" tanyanya.

"Dulu iya. Sering banget takut kalau ketemu mereka, tapi.... Udah nggak lagi. cuma kaget aja sih sekarang. Kalau tiba tiba nongol suka bikin jantungan."

Firman tersenyum.
"Yuk, aku anter ke Pesantren." dia mengulurkan tangannya, lalu membantuku berdiri.

Aku berjalan tertatih. Agak lama jadinya.
"Eum.. aku gendong aja gimana?Takutnya kaki kamu sakit lagi karena kebanyakan gerak," tawarnya.

Aku mengangguk pelan.

Dalam sesaat kami sampai di pesantren. Firman ini jalan apa lari sih? langkahnya cepat sekali.

Mita menghampiri kami, sambil terlihat panik.
"Kak Nisa.. kenapa?" tanya sambil terus mengikuti langkah Firman yang cepat.

"Tadi keseleo, Mit. tapi udah kakak pijit. Cuma nggak boleh banyak gerak dulu ya, Nis," kata Firman menoleh ke belakang.

"Ya udah, anter ke kamar aja kak sekalian," pinta Mita.
Firman mengantarku sampai ke dalam kamarku.
Aku duduk di ranjang sambil memijit kakiku sendiri.

Firman kulihat terdiam melihat beberapa foto ku di sana bersama Indra dan teman temanku.

"Ini yang namanya Indra?" tanyanya sambil meraih pigura itu.

"Iya, itu Indra." kataku datar.
Firman menyentuh wajahnya sendiri dan melihat ke cermin kamarku, dia membandingkan dengan foto yang dia pegang.

"Indra meninggal kenapa, Nis?" Pertanyaan itu membuatku aneh. Kenapa Firman menjadi penasaran akan sosok Indra.

Aku menceritakan semua yang aku alami dengan Indra, dari awal kami bertemu sampai Indra pergi.

Firman dan Mita menatapku iba.
Mita bahkan tidak bisa menahan air matanya.
"Sabar ya, kak Nisa. semoga kak Indra tenang di sana, "kata Mita sambil merangkulku

"Maaf ya, Nisa.. mungkin kehadiranku membuat kamu malah tidak bisa melupakan Indra."

"Nggak apa apa kok, Fir, aku harus terbiasa tanpa Indra. maaf ya kalau aku kadang lepas kendali. Menganggap kamu Indra,x kataku sambil tersenyum menahan air mata.

"Aku paham, Nis.."

Tiba tiba ada kak Ahmad masuk ke kamarku sambil terengah engah.
"Kenapa, Mad?" tanya Firman.

"Nisa..dipanggil Arif.. Ada yang kesurupan," kata kak Ahmad.

"Banyak emangnya?"tanya Mita.

"Massal!!"
simounlebon
coeloet
theorganic.f702
theorganic.f702 dan 5 lainnya memberi reputasi
6