Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#97
Part 17 Orang Tua Kinanti
Sudah hampir pukul 02.00 dini hari. Tapi antusias warga untuk mencari anak itu masih tinggi. Mereka terus memanggil nama anak tersebut, berharap anak yang dimaksud bisa mendengar suara mereka.

"Gibran!"

"Gibran!"

Tua, muda, dewasa dan remaja semua ikut dalam pencarian ini. Hanya ibu ibu saja yang diam di rumah masing masing. Tentu mereka yang memiliki anak kecil, juga harus menjaga anak anak mereka di rumah.

"Pak, apa nggak ada cara lain selain mencari seperti ini?" tanya Aretha ke Pak RT yang memang ikut dalam pencarian.

"Betul, Pak. Desa ini kan, luas. Jadi rasanya akan membuang banyak waktu jika mencarinya seperti ini," tambah Radit.

"Tapi memang selama ini, kalau ada anak yang hilang karena diculik ummu Sibyan, kami mencarinya dengan cara ini, Mas. Sebelumnya memang ketemu. Dia justru menghampiri kami sendiri karena mendengar namanya di panggil panggil. Karena kita nggak tahu, jin ini tinggal di mana dan menyembunyikan anak anak di mana," jelas Pak RT.

"Duh, repot ya kalau begitu. Ya sudah kita lanjutkan saja, Pak," sahut Radit.

"Mas Radit dan Mbak Aretha sebaiknya pulang saja. Sebentar lagi pagi, kalian butuh istirahat," tukas Pak RT.

"Betul, Mas. Kasihan istrinya pasti capek, mana udara lagi dingin sekali sekarang," tambah warga lain.

Radit menoleh ke Aretha dan melihat bagaimana sayu nya mata sangat istri. "Eum, ya sudah. Maaf ya, Pak. Kami hanya bisa ikut sebentar untuk pencarian. Semoga segera diketemukan."

"Iya, Mas. Terima kasih sudah mau membantu."

Mereka berdua akhirnya pulang. Apalagi Aretha memang tampak tidak menolak ajakan Radit untuk menyudahi sebagai tim pencarian anak hilang itu. Mereka sampai ke rumah saat hampir pagi. Bahkan satu jam lagi azan subuh pertama berkumandang. Sampai di halaman rumah, Aretha tak sengaja menoleh ke kebun teh di depan rumah. Lagi lagi dia melihat wanita berbaju merah itu. Tangannya yang sedang digandeng Radit akhirnya menahan tangan itu dan membuat Radit menoleh ke arahnya.

"Kenapa, Sayang?"

"Itu, perempuan itu ada di sana!" kata Aretha sambil menatap ke arah wanita yang dimaksud.

Radit ikut melihat ke arah yang Aretha tatap. Rupanya dia pun melihatnya.

"Oh, jadi dia?"

"Kamu? Bisa lihat dia juga?" tanya Aretha terkejut.

"Iya, pakai baju merah, berdiri di tengah kebun teh, kan?"

"Iya, Dit."

Semalaman mereka berdua tidak tidur. Ancaman makhluk tak kasat mata langsung terasa bahkan baru beberapa hari mereka tinggal di sana.

"Kamu yakin mau kerja? Kamu nggak tidur loh, Dit. Apa bisa fokus nanti?" tanya Aretha sambil mengoleskan selai ke roti tawar untuk sarapan mereka.

"InsyaAllah, Sayang. Lagian aku banyak kerjaan hari ini. Kalau nanti udah nggak kuat, aku izin deh, ya. Tapi pagi ini aku harus berangkat soalnya ada meeting sama klien."

"Iya udah. Tapi beneran, ya. Jangan sampai kamu sakit karena nggak tidur semalaman."

"Siap, Nyonya besar."

Dari arah pintu belakang, muncul Bu Jum. Dia rupanya sudah datang pagi pagi ke rumah. Menyapa Aretha dan Radit yang berada di ruang makan, yang menjadi satu dengan dapur.

"Masuk, Bu. Pak Slamet sudah datang?" tanya Radit.

"Sudah, Mas. Ada di depan lagi menyiapkan material sambil nunggu Ratno datang."

"Ohiya sudah."

"Eh, Bu. Anak yang hilang semalam udah ketemu belum?" tanya Aretha.

"Oh, Gibran? Belum ketemu, Mbak. Kasihan sekali orang tuanya, mereka sudah pasrah. Tadi saja, pas saya berangkat ke sini kan lewat rumahnya, itu Ibunya Gibran lagi nangis terus. Karena kalau sampai pagi nggak ketemu, itu kemungkinan besar nggak akan pernah ditemukan," jelas Bu Jum.

"Memangnya pernah ada yang sampai nggak ketemu, Bu?"

"Pernah, Mas. Itu terjadi setahun lalu. Anaknya Pak Edi. Umurnya malah lebih besar dari Gibran. Dia sudah 10 tahun. Jadi ceritanya, waktu malam kejadian Satya lagi belajar di kamar. Itu pas banget azan isya. Rupanya jendela kamarnya itu belum terkunci. Korden di kamarnya bergerak karena tertiup angin. Nah, Satya ini otomatis melihat ke jendela, dan disaat yang bersamaan itulah, dia bertatapan sama jin itu. Ibunya yang nggak sengaja masuk ke kamar Satya, lihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana anaknya di ambil oleh jin itu. Duh, kasihan banget pokoknya. Sampai sampai Bu Edi itu harus dirawat di rumah sakit dan sampai sekarang dia masih kelihatan syok. Nggak pernah keluar rumah dan sering sakit sakitan."

"Itu Satya langsung dicari, kan, malam itu juga? Dan nggak ketemu gitu, Bu?" tanya Aretha antusias.

"Iya, Mbak. Setelah Bu Edi lihat Satya dibawa pergi, dia langsung teriak minta tolong. Warga pun keluar semua dan kami cari Satya sampai subuh. Saya juga ikut. Tapi nggak pernah ketemu sampai sekarang."

"Ya ampun. Kasihan banget. Kok bisa begitu, ya. Apa nggak pernah minta bantuan kyai atau ustaz untuk mencari Satya dan membuat jin itu pergi dari desa. Atau setidaknya berhenti meneror warga di sini?" tanya Radit.

"Sudah, Mas. Tapi belum ada hasilnya."

Dari pintu belakang kini muncul Pak Slamet dan Ratno. "Maaf, Mas Radit mobil pasirnya sudah datang," kata Pak Slamet sambil menunjuk ke arah depan.

"Oh, iya, Pak. Saya keluar."

Radit memang memesan pasir lagi untuk renovasi rumah tersebut dan dia harus membayar tagihan itu saat mobil pengangkut pasir datang.

"Mbak, saya mau minta maaf soal semalam. Suami saya nggak enak sekali soal kecerobohan kemarin soal kamar lantai atas," kata Bu Jum dengan ekspresi yang tidak nyaman.

"Oh, soal itu. Iya nggak apa apa kok, Bu Jum. Alhamdulillah kami nggak kenapa napa, Bu. Tapi sayangnya, jin itu malah mengincar anak lain. Itu yang saya sesalkan," ucap Aretha tulus.

"Iya, Mbak. Nggak ada satupun orang yang mau kejadian mengerikan itu terjadi, Mbak. Kita bantu doa saja, agar Gibran segera ketemu. Pak RT mau menggelar doa bersama, sekaligus menghadirkan Kyai dari kota. Semoga bisa membantu," tukas Bu Jum.

"Aamiin. Semoga membuahkan hasil yang baik, ya, Bu."

"Iya, Mbak. Ini saya masak dulu atau gimana, Mbak?" tanya Bu Jum yang sudah siap bekerja.

"Oh iya, Bu Jum. Saya rencananya mau masak gurame asam manis, tapi saya belum ambil ikannya di warung Bu Darsi. Bu Jum tolong ambilkan, ya. Badan saya rasanya nggak nyaman, mungkin karena efek nggak tidur semalaman."

"Baik, Mbak. Biar saya ambilkan ke warung. Mbak Aretha sudah pesan ya? Selain ikan gurame mau beli apa lagi, Mbak?" tanya Bu Jum.

"Bawang bombay sama tomat belum ada, Bu. Sekalian, ya. Sebentar saya ambil uangnya dulu," kata Aretha lalu bergegas kembali ke kamarnya.

Tak lama kemudian, Aretha kembali dengan satu lembar uang seratus ribuan, dan memberikannya ke Bu Jum.

"Oh iya, Bu Jum. Saya mau tanya sesuatu. Mungkin agak aneh tapi saya penasaran," kata Aretha saat Bu Jum hendak pergi.

"Mau tanya apa, Mbak?"

"Eum, apa ada warga desa di sini yang sering memakai baju warna merah?"

"Baju warna me-merah?" tanya Bu Jum yang tampak terkejut.

"Iya, Bu. Bukan baju seperti kaus gitu, tapi semacam gaun atau baju terusan yang warnanya merah," jelas Aretha lebih rinci.

"Ti-tidak ada, Mbak. Me-memangnya kenapa, Mbak?" tanya Bu Jum agak tergagap.

"Enggak apa apa kok, Bu. Saya cuma beberapa kali melihat dia berdiri di kebun teh depan rumah," tutur Aretha.

"Oh, tapi nggak ada yang seperti Mbak Aretha sebutkan. Mungkin, mungkin Mba Aretha salah lihat," timpal Bu Jum.

"Eum, iya ya. Bisa jadi. Ya sudah, Bu. Silakan kalau mau ke warung sekarang."

"I-iya, Mbak."

Bu Jum pun segera meninggalkan rumah, tapi sesekali tampak menoleh ke Aretha.

Aretha memutuskan masuk ke kamar, karena kondisi tubuhnya sedang tidak terlalu baik. Efek dari kejadian semalam rupanya langsung berdampak bagi tubuhnya. Dia langsung merebahkan diri di atas ranjang. Walau demikian Aretha tidak bisa tidur, dan dia memang tidak berniat tidur pagi. Karena tidur pagi itu tidak diperbolehkan. Dia hanya bermain ponsel sambil memeriksa sosial media miliknya yang sudah lama tidak tersentuh sejak mereka pindah ke desa itu. Apalagi sinyal yang kadang muncul dan hilang membuat Aretha enggan menyentuhnya.

"Danu? Lagi di mana dia? Pindah kerjaan lagi rupanya," gumam Aretha saat melihat sebuah foto muncul di beranda media sosial. Danu sedang berfoto di sebuah sungai yang tampak jernih dengan beberapa anak kecil di sekitarnya. Aretha pun mengetik di kolom komentar.

[Duh duh, lagi di mana, Pak Guru? Hawa hawa nya asyik banget tempatnya.]

Setelah mengetik Aretha meletakkan gawai miliknya di samping tubuh. Dia menatap langit langit kamar dan mengingat banyak hal terutama semua yang berkaitan dengan desa ini.

"Desa ini bener bener ngeri sih. Tapi kok  bisa sih, aku ada di sini, di tempat yang bersebelahan sama dusun Kalimati. Mana setannya lebih ekstrem lagi."

Notifikasi di ponsel Aretha mengalihkan perhatiannya. Rupanya Danu langsung membalas komentar itu dengan cukup cepat.

[Iya, dong. Kali ini tempatnya asyik, Tha. Bebas dari perhantuan.]

Namun Danu pun juga mengirim pesan pribadi ke Aretha, dan obrolan mereka berlanjut ke pesan pribadi itu daripada di kolom komentar.

"Lo katanya ikut Radit? Gimana? Betah?" tanya Danu.

"Betah sih betah. Tapi lo tahu, nggak, Dan. Ternyata desa ini, desa yang gue tempatin sama Radit, tetangganya sama dusun Kalimati! Dan jin ummu Sinyal ada di sini."

"Hah? Serius lo? Kok bisa? Lo diteror lagi?"

"Parah sih. Dia lebih mengerikan, Dan. Semalam dia sampai culik anak kecil, dan belum ketemu juga walau udah dicari semalaman!"

"Astaga, Aretha. Lo berdua mending balik aja deh, kenapa mau di tempat serem gitu?!"

"Tuntutan kerjaan, Dan. Demi sesuap nasi. Lagipula banyak hal aneh di sini yang bikin gue penasaran!"

"Hal aneh apa? Setan, kan?"

"Entahlah. Kemarin pas pertama kali datang ke sini, gue langsung ditampakin sama sosok perempuan pakai gaun merah. Dan berkali kali gue lihat dia terus, berdiri di depan rumah gue. Dia berdiri di kebun teh yang ada di depan rumah gue. Gue bingung, dia itu setan atau manusia sih. Soalnya kayak nyata banget gitu, Dan."

"Sosok wanita bergaun merah, ya? Emangnya lo di desa mana sih, Tha?"

"Desa Alas Purwo."

"Hah? Desa Alas Purwo? Bentar gue tanya temen gue dulu. Kali aja dia tahu."

"Emangnya temen lo pegawai sensus setan? Kok bisa tahu?"

"Diem lo, bawel."

"Ih, yang bener, Dan!"

Namun Danu tak kunjung membalas pesan Aretha bahkan hampir beberapa menit lamanya. Sampai sampai Bu Jum sudah pulang dari warung. Aretha bisa mendengar dan melihat dari kamarnya, karena dia sengaja tidak menutup pintu. Agar bisa melihat Pak Slamet dan Ratno yang lalu lalang bekerja naik turun lantai dua. Dia justru merasa aman saat tahu kalau ada orang lain di rumah itu selain dirinya. Walau siang hari seperti sekarang, tapi Aretha memiliki rasa takut akan sesuatu di rumah itu. Tapi dia belum mengetahui apa penyebab nya. Yang ada di dalam pikirannya hanya sosok wanita bergaun merah dan jin ummu Sibyan saja.

Tapi tiba tiba telepon Aretha berdering, dan nama Danu muncul di layar. Aretha tentu segera menerima panggilan telepon itu.

"Assalamualaikum. Ya, Dan?"

"Tha, gue ada informasi sedikit nih tentang desa itu."

"Apa?"

"Jadi dulu pernah ada kejadian di sana. Ada gadis desa yang hilang di sana. Namanya ... Kinanti. Dia gadis desa yang cantik, dan terkenal sempurna buat orang yang hidup di desa, sampai akhirnya dia tiba tiba hilang. Usut punya usut, dia kabur ke kota karena merasa lebih bebas ada di kota daripada di sana. Tapi ada dugaan lain, kalau dia jadi korban pembunuhan. Dan yang lo sebutin tadi, mirip sama ciri cirinya Kinanti. Dia suka banget pakai baju atau gaun warna merah, dan terakhir kali dia memang pakai gaun merah."

"Dugaan pembunuhan? Ada dugaan itu tapi nggak ada penyelidikan?"

"Enggak. Orang tuanya nggak mau menggelar penyelidikan. Mereka sudah ikhlas kalau Kinanti itu kabur. Ya kan, Jod? Eh, ni temen gue tanya lo tinggal di sebelah mana, soalnya temen gue ini warga situ dulu."

"Gue tinggal di rumah Pak Ibrahim. Dia tahu nggak?"

"Tahu nggak lo, Jod? Rumah Pak Ibrahim?"

"Tahu! Astaga, suruh temen lo pergi dari sana. Itu rumah hantu!" kata sebuah suara yang Aretha yakini kalau itu teman Danu.

"Lo denger, kan, Tha? Itu rumah berhantu!"

"Iya, gue tahu. Tapi kenapa? Ada apa sama rumah ini?"

"Sini biar gue yang ngomong aja," kata teman Danu.

Ponsel Danu akhirnya berpindah tangan ke temannya itu. "Mbak? Kamu tinggal di rumah Pak Ibrahim tapi sering lihat Kinanti?"

"Eum, iya. Kenapa, Mas?"

"Itu setan, Mbak. Aku yakin, kalau Kinanti itu sudah mati. Karena waktu aku masih tinggal di sana, aku sama beberapa pemuda desa sering lihat dia berdiri diam di kebun teh depan rumah Pak Ibrahim. Tapi kalau didekati, hilang. Sepertinya mayat Kinanti dikuburkan di rumah itu. Kamu mendingan pindah aja, Mbak."

"Hah? Yang bener? Mayatnya dikuburkan di sini?"

"Soalnya orang tua Kinanti dulu kerja sama Pak Ibrahim. Sepertinya ada skandal. Sampai sampai Pak Ibrahim nggak mau balik ke rumah itu lagi dan Kinanti hilang sampai sekarang."

"Skandal? Tunggu, orang tua Kinanti siapa sih?"

"Pak Slamet dan Bu Jum!"

"Hah!"

Bu Jum sedang membersihkan ikan gurame dan hendak segera memasaknya. Dia memang pandai memasak dan selalu menghasilkan makanan yang enak. Aretha dan Radit cukup puas dengan pekerjaan nya selama ini. Sambil bersenandung, Bu Jum membersihkan sisik ikan. Namun di tengah pekerjaannya itu, dia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Padahal suaminya dan Ratno sedang berada di lantai dua dan memulai pekerjaan mereka sejak 30 menit lalu di atas. Mereka tidak turun lagi ke bawah dan itu membuat Bu Jum merasa tidak nyaman.

Buku kuduknya meremang. Dia menekan tengkuknya dan meletakkan pisau dapur di wastafel. Tangannya yang masih berbau ikan tidak ia hiraukan. Perlahan dia menoleh ke belakang.

"Ya Tuhan! Astaga! Ya ampun, Mbak Aretha! Bikin kaget saja!" pekik Bu Jum.

Rupanya Aretha sedang berdiri di belakangnya tanpa bergerak sama sekali.

"Maaf, Bu. Kalau saya bikin kaget. Hehe."

"Nggak apa apa kok, Mbak. Saya pikir Mbak Aretha ada di kamar, tapi tiba tiba muncul di sini jadi saya kaget."

"Iya, saya bosan di kamar. Jadi saya mau bantu Bu Jum masak aja deh," cetus Aretha lalu mendekat dan mengambil alih pisau tadi.

"Eh, jangan, Mbak. Biar saya saja yang membersihkan ikan itu. Nanti bau amis."

"Nggak apa apa, Bu. Saya mau bantu. Bu Jum siapkan saya bumbunya. Jadi biar cepat matang," tegas Aretha.

"Oh begitu. Eum, baiklah. Saya siapkan bumbunya. Tapi kalau Mbak Aretha capek, istirahat saja. Biar saya saja yang masak."

"Iya, Bu. Saya baik baik saja."

Walau Bu Jum merasa tidak enak saat mendapatkan bantuan Aretha, tapi dia tidak bisa menolak. Apalagi kalau itu adalah permintaan majikannya sendiri.
Akhirnya mereka memasak bersama di dapur.

"Eum, Bu Jum ... Anaknya berapa? Apa cuma Ridho saja?" tanya Aretha basa basi.

Bu Jum tiba tiba diam. Dia tidak langsung menjawab dan malah terkesan melamun. Aretha menyadari itu karena dia melihatnya secara langsung.

"Saya punya anak lain selain Ridho, Mbak. Karena Ridho itu anak bungsu saya. Anak sulung saya perempuan, namanya Kinanti. Tapi dia sudah tidak di sini lagi," jelas Bu Jum.

"Oh ya? Memangnya dia ke mana, Bu?" tanya Aretha berusaha hati hati dalam segala pertanyaannya. walau dia sudah mengetahui sedikit tentang anak Bu Jum itu, tetapi Aretha tidak ingin terlihat kalau dia sudah mengetahuinya. Dia ingin mendengar sendiri dari mulut Bu Jum selalu orang tuanya.

"Dia pergi."

"Pergi? Pergi ke mana, Bu?"

"Saya juga tidak tahu, karena dia tidak pamit sama saya. Ada gosip yang bilang kalau Kinanti pergi ke kota karena tidak betah tinggal di desa terpencil seperti ini. Tapi ... Ada yang bilang kalau Kinanti terbunuh. Saya ... Saya tidak tahu. Jujur saja, saya takut mengetahui kebenaran sesungguhnya. Saya menyayangi Kinanti, dan saya merindukan dia." Bu Jum mulai meneteskan air mata. Hal ini membuat hati Aretha iba dan segera mendekat untuk memberikan semangat pada wanita paruh baya itu.

"Maaf, ya, Bu. Kalau saya malah mengingatkan Ibu dengan kejadian itu. Saya hanya penasaran saja," kata Areta sambil mengelus punggung Bu Jun

"Tidak apa-apa, Mbak Areta. Saya baik-baik saja kok. Saya berharap semoga Kinanti juga baik-baik saja di manapun dia berada." Tangis Bu Jum akhirnya pecah. Bukan lagi tetesan air mata dan isak tangis belaka tetapi sudah menjadi tangisan yang menyayat hati. Areta sontak memeluk Bu Jum untuk menenangkannya.

"Sabar ya Bu. Bu Jum harus kuat. Apapun yang terjadi kepada Kinanti semoga segera ditemukan jawabannya."

"Iya, Mbak. Saya dan suami saya sudah menghubungi polisi tetapi polisi sampai sekarang belum juga menemukan keberadaan Kinanti. Dan sekarang kami sudah menyerah dengan semuanya. Yang bisa kami lakukan hanyalah berdoa untuk kebaikan Kinanti."

"Iya. Saya juga bantu doa semoga Kinanti secepatnya segera ditemukan. Kalau Bu Jum butuh apa-apa silakan bilang saja sama saya."

"Terima kasih Mbak Areta. Mbak Areta dan Mas Radit sudah sangat baik sekali kepada saya dan keluarga saya. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Tuhan."

Kedua wanita itu masih saling berpelukan. Areta merasa sedih dengan kondisi yang Bu Jum alami. Tanpa Aretha sadari wanita yang sedang dia peluk justru menyeringai di belakangnya.

***

Pencarian Gibran masih berlangsung bahkan saat siang hari. Warga desa masih berusaha untuk mencari keberadaan Gibran di sepanjang penjuru desa. Mereka masih berharap agar bisa segera menemukan Gibran di manapun dia berada. Bahkan bantuan juga dikerahkan Karena kini polisi sudah ada di beberapa sudut desa untuk membantu melakukan pencarian.

Setelah mendengar cerita mengenai Kinanti Areta kini justru sedang berdiri di depan halaman rumahnya. Dia menetap ke kebun teh yang ada di seberang rumah. Namun sosok Kinanti tidak terlihat di sana. Karena penasaran Areta pun berjalan mendekati kebun teh tersebut. Sambil menghirup udara segar di desa tersebut Areta memutuskan untuk melihat-lihat area sekitar kebun teh. Hingga dia pun berhenti tepat di tempat Kinanti terlihat olehnya sebelumnya. Karena beberapa kali Areta lihat Kinanti hanya berdiri tepat di tempat tersebut.

Kini Areta berdiri dengan posisi sama seperti yang Kinanti lakukan. Dia menatap ke arah rumah yang ia tinggali selama beberapa hari terakhir. Rumah tersebut memang tampak megah di tempat ia berdiri sekarang. Sangat kontras rasanya dengan rumah-rumah lain yang ada di desa itu. Dia pun menjadi penasaran dengan sosok pemilik rumah asli yang biasa warga desa sebut dengan nama pak Ibrahim.

Tiba-tiba Areta teringat sesuatu dan langsung meraih gawai yang selalu ia simpan di saku celana saat dirinya keluar dari kamar. Areta mulai mencari nama seseorang yang ada di ponselnya. Begitu menemukan nomor yang dimaksud, Aretha segera melakukan panggilan. Hanya butuh tiga kali nada dering saja, akhirnya telepon itu pun tersambung.

"Kenapa lagi, Tha?" tanya seorang pria di seberang.

"Dan, lo bisa cari tahu tentang pemilik rumah ini? Nama, silsilah keluarga, pekerjaan, pendidikan, teman dekat tiap anggota keluarga, makanan kesukaan, pokoknya semua hal tentang keluarga ini. Gue juga pengen tahu, apa alasan sesungguhnya mereka nggak mau kembali lagi ke rumah ini. Padahal mereka keluarga yang terpandang di desa. Bahkan semua warga mengenal mereka sebagai keluarga yang dermawan dan baik hati. Rasanya ada yang janggal!" tutur Aretha.

"Gitu, ya? Hem, oke. Nanti gue cari tahu. Kalau udah ada informasi, gue langsung kabari lo!"

"Thanks, ya, Dan. Gue tunggu kabar lo secepatnya."

"Siap, non."

Tanpa Aretha sadari, ada seseorang yang sedang memperhatikannya sejak tadi di rumah tersebut. Dia hanya terus menatap Aretha tanpa ekspresi.
Diubah oleh ny.sukrisna 30-04-2023 05:08
bejo.gathel
3.maldini
kemintil98
kemintil98 dan 4 lainnya memberi reputasi
5