Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#93
Part 13 Hendra Kena Teror
Setelah mendapatkan informasi dari Mbak Dian, Hendra segera pulang ke rumah. Walau dengan perasaan cemas dan was was, dia tetap dengan berani pulang ke rumah yang baru saja diketahui kalau tempat tersebut berhantu. Hendra memang takut Tetapi dia memutuskan untuk bertahan paling tidak satu bulan dulu sampai dia memiliki uang dari hasil gaji di kantor untuk bisa menyewa tempat lain.

Pintu rumah dibuka. Hendra masih diam berdiri di depan pintu sambil memperhatikan sekitar. Suasana masih sama seperti sebelumnya. Sunyi dan sepi. Itu adalah hal yang wajar karena penghuni rumah ini hanya ada tiga orang. Yang ternyata hanya Hendra saja yang selama ini tinggal di rumah itu, sementara Lian dan Mona tidak pernah tidur di rumah sejak Hendra datang ke rumah. Yang membuat Hendra ragu adalah karena dia mengetahui adanya penghuni lain selain mereka bertiga. Yang biasa disebut teteh.

"Loh, Mas Hendra. Kirain siapa!" tukas Lian saat dia keluar.

Hendra juga sama-sama terkejut saat melihat Lian tiba-tiba muncul di ruang tamu. "Loh kamu di rumah?" tanya Hendra berusaha bersikap tenang.

"Iya, Mas. Aku baru aja pulang kuliah nih. Terus dengar pintu dibuka kupikir Mona pulang. Eh nggak tahunya malah mas Hendra. Mas Hendra baru pulang kerja kok sore banget?" tanya Lian basa basi.

" Iya tadi aku makan dulu di warungnya Mbak Dian."

"Oh, begitu. Eum, Ya sudah kalau mas Hendra mau istirahat dulu silakan," kata Lian lalu minggir untuk memberi jalan kepada Hendra.

Hendra tersenyum lantas berjalan menuju ke kamarnya yang tidak jauh dari ruang tamu. Saat hendak membuka pintu Hendra lantas kembali menoleh ke arah Lian yang belum beranjak dari tempatnya berdiri sejak tadi.

"Oh iya, Li. Ada yang ingin aku tanyakan. Aku harap kamu mau berkata jujur."

"Eum, tentang apa ya, Mas?" tanya Lian sedikit kelabakan. Padahal liang tidak tahu apa pertanyaan yang hendak diajukan oleh Hendra tetapi sepertinya dia mengerti maksud dari perkataan itu.

" Mona pulang jam berapa?" tanya Hendra sambil melihat ke jam dinding yang ada di ruang tengah.

" Paling sebentar lagi. Harusnya kami tadi pulang bareng tapi Mona pergi ke rumah temennya dulu buat ngambil tugas," jelas Lian.

"Tumben kamu berani di rumah sendirian," tukas Hendra.

Ryan langsung terkejut dengan pernyataan itu. Hanya saja Dia terlihat gelagapan dan tidak tahu harus menjawab apa atas perkataan Hendra. Hingga akhirnya Mona pun pulang.

"Kalian berdua lagi ngapain Di Sini?"

"Nah kebetulan Mona juga udah pulang. Kita bertiga harus bicara secara serius."

"Oke."

Mereka bertiga pun memutuskan untuk duduk di ruang tamu. Bahkan Hendra sama sekali belum masuk ke dalam kamarnya. Jarang-jarang dia bisa bertemu dengan Lian serta Mona di rumah ini. Jadi tentu saja Hendra tidak akan melewatkan kesempatan emas tersebut untuk menanyakan banyak hal yang masih membuatnya tidak nyaman.

" Apa benar kalau kalian itu nggak pernah tidur di rumah ini sejak aku datang ke kos-kosan ini?" tanya Hendra tanpa basa basi.

Kedua gadis itu saling tatap seperti sedang menyusun sebuah jawaban dengan bahasa isyarat.

"Bilang saja, aku udah tahu semua kok. Aku hanya butuh penjelasan kalian berdua langsung," tambah Hendra karena melihat keraguan pada dua gadis itu.

"Mas Hendra sudah tahu? Tentang apa?" tanya Mona.

"Tentang kalian yang nggak pernah tidur di rumah, dan soal teteh," tutur Hendra.

Keduanya sama sama terkejut. Namun pada akhirnya Mona dan Lian akhirnya menceritakan semua yang mereka tahu.

"Maaf, Mas. Kami bukannya mau menyembunyikan ini. Tapi.... "

Kalimat Lian terhenti saat Mona menarik tangannya. "Jangan bahas di sini!" katanya berbisik.

"Kenapa?" tanya Hendra menatap keduanya bergantian.

"Nanti dia dengar!" kata Lian lagi.

"Dia? Dia siapa?"

"Teteh."

Akhirnya mereka bertiga pun memutuskan untuk keluar dari rumah membahas masalah ini di warung Mbak Dian. Tapi baru saja Hendra duduk tiba-tiba ponselnya berdering alhasil dia pun menerima panggilan telepon itu sambil berdiri di depan warung.

"Ya, Dit. Kenapa?" tanya Hendra.

"Lo di mana sih? Warung mana? Kata teteh lo pergi sama anaknya tante Melan ke warung?"

Mendengar pertanyaan Radit Hendra pun langsung melotot dan menatap Lian serta Mona. " Dit lu di mana?"

"Gue di rumah kosan lo nih. Sama teteh," ungkap Radit.

"Astaga! Yang bener aja! Dit, lu keluar dari rumah itu sekarang juga! Cepetan!" kata Hendra lalu berjalan kembali ke rumah tante Melan diikuti Mona dan Lian yang terus memanggil namanya berulang kali.

"Dit, buruan keluar! Dia bukan manusia!" jerit Hendra.

"Hah?" pekik Radit.

Sementara itu, di ruang tamu Radit yang mendengar perkataan Hendra lantas menatap sosok teteh di hadapannya.

"Jangan bercanda lo, Hen!" bisik Radit. "Teteh ada di depan gue! Masa dia bukan manusia sih!" protes Radit masih sambil memperhatikan wanita yang kini berdiri di dekatnya.

"Sumpah, Dit! Gue nggak bercanda Makanya sekarang kalau keluar dari rumah itu gimana pun caranya!" suruh Hendra, dia masih terus berjalan kembali ke rumah.

Radit tidak mematikan telepon Tetapi dia yang kini sadar kalau situasi yang sedang dihadapinya sangat serius akhirnya memberanikan diri untuk pamit.

"Eum, Teh. Kalau begitu saya pamit dulu, ternyata Hendra ada di warung sana. Jadi saya mau menyusul dia saja ke sana," kata Radit berusaha tenang dalam gempuran ketegangan di hadapannya.

Tapi teteh justru tidak menanggapi perkataan Radit dan hanya diam sambil terus menatapnya. Radit Berusaha tetap tenang keluar dari rumah itu namun begitu sudah sampai di depan pintu dia langsung lari keluar tanpa menoleh lagi ke belakang. Begitu keluar dari pintu gerbang Hendra juga sudah berada di sana bersama dengan Mona serta Lian.

"Dit, Dit! Lo Nggak kenapa-kenapa kan, Dit? Lo baik-baik aja?" tanya Hendra sambil memperhatikan Radit dari ujung kepala sampai ujung kaki. Hendra benar-benar cemas dengan Radit. Sampai sampai dia berlari untuk bisa secepatnya kembali ke rumah itu agar bisa bertemu Radit.

"Lo gila! Ini apa sih maksudnya? Lo bercanda, kan, Hen?!" tanya Radit dengan nada tinggi.

Jika orang yang sedang lewat di jalan itu melihat mereka pasti mereka akan berpikir kalau Radit dan Hendra sedang bertengkar mengenai hal yang serius.

"Gue nggak bercanda.  Tadinya gue mau kasih tahu loh tapi gue pikir nanti aja setelah gue bahas masalah ini sama Mona dan Lian," tutur Hendra sambil menatap dia gadis di samping nya.

Akhirnya mereka berempat pun kembali ke warung Mbak Dian. Begitu sampai di warung Mbak Dian menatap Mereka bergantian dengan tatapan bingung. Wajah mereka berempat tampak sangat serius.

"Kamu mau makan lagi?" tanya Mbak Dian ke Hendra.

"Enggak, Mbak. Oh iya, kami mau minta izin ngobrol di sini. Boleh?" tanya Hendra meminta persetujuan sang empunya warung.

"Ya boleh. Kebetulan warung masih sepi. Jadi kalian bisa ngobrol santai tanpa terganggu orang lain. Kalau perlu, Mbak juga ke dapur aja," tutur wanita berumur 38 tahunan itu.

"Eh, nggak usah, Mbak. Mbak Dian di sini saja nggak apa apa. Apa yang akan kami bicarakan juga pasti Mbak Dian tahu kok,  dan malah mungkin bisa membantu kami memecahkan masalah ini," terang Hendra.

Akhirnya Mbak Dian pun ikut duduk bersama mereka.

"Tunggu sebentar. Tentang sosok Teteh yang lo bilang itu bukan manusia, apa benar?" tanya Radit mengawali pembicaraan ini.

"Kamu juga ketemu, Teteh?" tanya Mbak Dian.

"Loh, Mbak Dian juga tahu tentang Teteh?" tanya Lian balik.

"Ya tahu. Sebelum kalian pindah ke rumah itu, ya rumah itu memang punya teteh. Namanya Teh Santi. Mungkin kalau masih hidup, dia seumuran sama Mbak."

"Dia meninggal kenapa, Mbak?" tanya Mona. "Kami benar benar nggak tahu tentang teteh"

"Bunuh diri."

"Ya Ampun."

"Hei, tunggu! Jadi cerita tentang Teteh ini memang benar?" tanya Radit.

"Iya benar dong, Dit. Lagian Memangnya  selama lo ketemu sama teteh nggak pernah ngerasain hal aneh?" tanya Hendra.

"Eum, gue pikir karena dia cuma pendiam aja. Nggak banyak ngomong. Tapi kalau dia memang malu harus kenapa dia menunjukkan wujudnya kepada kita?"

"Jangan-jangan dia nggak suka karena kita tinggal di rumah itu. Karena dia merasa kalau itu rumahnya!" tebak Lian.

"Duh, aku jadi takut nih kalau gitu. Malam ini kita nggak usah tidur di rumah deh kita tidur di tempat lain aja," rengek Mona.

"Eh, jangan dong. Aku gimana? Masa aku tidur di rumah itu sendirian lagi? Lagi pula Memangnya kalian pernah diganggu sama Teteh? Bukannya kalian berdua itu nggak pernah tidur di rumah?" tanya Hendra.

"Eh jangan salah, Mas. Justru kami diganggu sama Teteh di hari pertama kami menginap di rumah itu."

"Diganggu gimana?"

"Mama kan beli rumah itu memang dengan harga yang murah. Kami pikir itu wajar karena kondisi rumah itu memang sudah tua dan bukan termasuk rumah modern seperti rumah-rumah zaman sekarang. Aku sama Monas memang memutuskan untuk tidur di lantai atas karena kamu di aneh atas itu lebih luas dibanding bawah. Dan alasan lain karena kamu harus di lantai atas itu lebih terlihat modern sepertinya habis direnovasi," tutur Lian.

"Bukan karena renovasi, tapi lantai 2 itu adalah bangunan tambahan. Rumah itu Dulu cuma satu lantai dan beberapa kali sudah dijual. Sampai akhirnya pemilik terakhir sebelum kalian itu, merenovasi rumah dan menjadikannya dua lantai. Keluarga itu memang termasuk keluarga besar. Jadi untuk menambah kamar. Tapi ternyata mereka hanya bertahan selama tiga bulan saja, lalu rumah itu kosong. Mbak juga melihat tulisan di depan kalau rumah itu dijual. Hampir 1 tahun rumah itu nggak pernah laku, sampai akhirnya kalian yang membeli rumah itu."

"Pantas harganya murah!" cibir Mona.

"Hust!" tukas Lian menyenggol saudaranya. Usia mereka hanya berjarak 1 tahun saja, sehingga mereka lebih mirip seperti saudara kembar. Apalagi dengan wajah yang memang Mirip.

"Alasan teteh bunuh diri apa, Mbak?" tanya Radit.

"Karena sakit hati, dibohongi suaminya."

"Jadi alasan teteh masih di rumah itu apa dong?" tanya Lian.

"Itu yang harus kita cari tahu. Tapi, kalian beneran mau tidur di tempat lain?" tanya Hendra.

"Iya, Mas. Kami nggak mau tidur di sana. Kayaknya kita mending ngekost aja deh, Mon. Besok kita bilang Mama deh!"

"Tapi apa alasannya? Nanti Mama malah marah, Li!"

"Kalau nggak boleh, ya biar aja. Lagian Mama juga nggak di sini. Jadi aman!"

"Terus aku gimana?" tanya Hendra.

Lian dan Mona hanya menaikkan kedua bahunya ke atas.

"Ya udah, malam ini lo tidur di rumah gue aja," tukas Radit.

"Thanks, Dit," kata Hendra penuh syukur.

Alhasil malam ini, mereka bertiga benar benar pergi dari rumah. Bahkan tidak kembali ke rumah untuk mengambil barang atau pakaian ganti. Mereka benar benar ketakutan.

Radit menyetir mobil menuju ke rumah Aretha. Malam itu juga, mereka bertekad menemui Aretha. Masalah seperti ini alangkah lebih tepatnya di bahas dengan gadis itu.

"Assalamu'alaikum, Bun," sapa Radit begitu sampai di teras rumah Aretha. Di depan rumah ada Nisa yang sedang menyiram tanaman.

"Waalaikumsalam. Radit, tumben malam malam ke sini."

Radit segera meraih tangan kanan calon mertuanya lalu mengecup punggung tangan Nisa dengan sopan. "Bunda sendirian aja? Om belum pulang kerja?"

"Belum. Sudah tiga hari nggak pulang. Biasa, hehe. Oh iya, ini siapa?" tanya Nisa ke pemuda yang sejak tadi diam di dekat Radit.

"Oh iya, tante. Ini Hendra, teman kantor Radit." Radit menyenggol tangan Hendra agar bersikap sopan pada calon mertuanya.

Hendra yang terkejut lantas mengulurkan tangannya dan melakukan hal yang serupa seperti yang Radit lakukan. Nisa menatap Hendra dengan dahi berkerut. "Itu.... Ada yang nunggu di luar, ya?" tanya Nisa menunjuk ke pintu gerbang rumahnya.

Sontak kedua pemuda itu menoleh ke pintu gerbang sambil bergidik ngeri. "Bun, jangan nakutin," rengek Radit.

"Loh, kok takut? Cantik kok. Baik lagi," kata Nisa.

"Mau cantik kayak apa juga tetep setan, Bun!" protes Radit.

Keributan di teras terdengar sampai dalam. Hingga membuat Arden keluar bersama Aretha.
"Ngapain lo malam malam ke sini?" tanya Arden yang segera duduk di kursi kosong tak jauh dari pintu.

"Dit? Dari mana? Tumben nggak kasih kabar dulu mau ke sini," sahut Aretha.

"Itu, ada tamu lagi di depan, Den." Nisa justru kembali membahas sosok wanita yang katanya sedang berdiri di pintu gerbang rumahnya. Sosok itu tidak bisa masuk ke rumah, karena pagar gaib yang mengelilingi rumah itu cukup kuat.

"Lah iya, lo bawa dari mana itu?"

"Jangan gitu dong, kakak ipar. Itulah mengapa aku datang ke sini," cetus Radit.

"Ni siapa?" tanya Aretha menunjuk Hendra yang sejak tadi diam saja dengan tubuh bergetar.

"Hendra. Anak tehnik. Kamu ingat? Aku udah cerita kan, kalau Hendra sama aku satu kantor?"

"Oh iya. Yang kamu pinjemin baju kemarin?"

"Iya, Sayang. Nah, kita berdua mau minta tolong."

"Apaan?" tanya Arden sambil menyambar toples yang berisi kue kacang di meja depannya.

"Lo diikutin setan?" tanya Aretha.

"Astaga, Aretha! Tolongin gue!" kata Hendra sambil menangis ketakutan.

Arden, Aretha, Nisa dan Radit saling tatap. Mereka tidak menyangka kalau Hendra bersikap seperti itu.

"Minum dulu," kata Nisa sambil menyodorkan segelas air putih ke Hendra. Mereka semua kini tengah berkumpul di ruang tamu setelah insiden Hendra menangis tadi. 

"Jadi gitu ceritanya," kata Arden setelah Radit menceritakan semua yang ia tahu, di tambah penjelasan dari Hendra juga. 

"Tapi apa bener, kalau teteh mengikuti kami sejak tadi, bahkan sampai ke depan rumah ini?" tanya Radit berbisik sambil memperhatikan kondisi di luar halaman yang memang tampak dari korden.

"Iya, emang," sahut Arden. 

"Terus, saya harus gimana, Tante. Saya takut kalau harus kembali ke ruma itu," rengek Hendra. 

"Ya udah, pindah aja sih kalau gitu. Kenapa repot?" tanya Aretha.

"Nggak segampang itu, Tha."

"Loh, kenapa?" tanya Aretha bingung sambil menatap Hendra dan Radit bergantian.

"Si Hendra ini nggak punya uang buat bayar kost baru. Dia udah bayar ke Tante Melan dua bulan langsung. Padahal mah aku tawarin nginep di rumahku dulu sementara waktu, tapi dia nggak mau. Emang cari penyakit aja ni bocah!" umpat Radit sambil menoyor kepala Hendra.

Nisa terkekeh, walau belum memberikan komentar apa pun setelah mendengar cerita mereka. Tetapi dia tetap memperhatikan sosok yang kini masih berdiri di pintu gerbang rumahnya. 

"Terus maksud kedatangan lo ke rumah gue apa dong?" tanya Aretha.

"Gini, Tha. Gue denger dari temen-temen kuliah dulu, kalau lo itu cenayang. Jadi gue mau minta tolong lo, buat ngusir teteh dari rumah," jelas Hendra dengan ragu-ragu.

"Busyet, cenayang. Hahaha." Tawa Arden lepas begitu saja setelah adiknya disebut cenayang. Walau itu artinya dia pun juga mendapat sebutan yang serupa, karena mereka saudara kembar dengan kemampuan yang sama pula. 

"Heh, nggak bisa gitu dong. Main usir-usir aja! Lo kan, tahu, kalau dia itu udah ada di sana sejak dulu. Kenapa malah dia yang harus kita usir?" tanya Aretha yang sepertinya tidak setuju dengan permintaan Hendra.

"Please, Aretha, tolonglah. Kali ini aja, bantuin gue," rengek Hendra. 

Aretha menarik nafas panjang, lalu menoleh ke sang Ibunda yang sejak tadi menyimak pembicaraan ini. 

"Nak Hendra, kami nggak pernah mengusir makhluk karena alasan seperti itu. Apalagi Tante lihat, kalau wanita itu sepertinya tidak jahat. Coba Tante mau tanya, apa selama kamu menginap di sana, dia pernah melakukan hal buruk ke kamu. Misal mencelakakan kamu, atau mengancam nyawa kamu?" tanya Nisa. 

Hendra menggeleng pelan. 

"Lagipula, ya, Hen, nggak segampang itu mengusir makhluk halus yang sudah mendiami suatu tempat dalam waktu yang cukup lama. Terlebih lagi kalau dia adalah pemilik rumah itu sebelumnya."

"Terus gimana, Tha? Tante?"

Aretha, Nisa, dan Arden saling tatap, lalu tak lama mereka bertiga mengangguk. 

"Kita panggil saja dia ke sini dan tanya apa maunya. Mungkin saja ada yang ingin dia sampaikan ke kamu atau ada hal lain yang harus kita ketahui, misalkan," kata Nisa.

"Caranya gimana, tante?"

Akhirnya mereka pun mengundang sosok teteh untuk masuk ke dalam rumah, dan melakukan mediasi. "Masuk ke siapa nih?" tanya Arden.

"Kakaklah!" tukas Aretha.

"Ih, kan dia cewek! Mendingan ke sesama ceweklah," timpal Arden.

Akhirnya Aretha terpaksa menyetujui kalau tubuhnya dijadikan media untuk mediasi. Nisa membuka pintu gerbang gaib yang memang selalu terpasang di sekitar rumahnya. Lalu teteh pun masuk ke dalam dan segera masuk ke tubuh Aretha. Hal seperti ini lumrah terjadi, dan mereka pun kerap melakukannya dalam kondisi tertentu yang memang membutuhkan komunikasi dengan makhluk halus. Aretha menjadi mediator. 

Biasanya seorang mediator memiliki kemampuan untuk dimasuki makhluk gaib ke dalam tubuhnya secara sengaja. Seorang mediator akan mampu mengendalikan apa yang terjadi terhadap dirinya (setengah sadar).

Ketika makhluk gaib mulai dimasukkan ke tubuh mediator, mediator tersebut harus mampu menahan energi yang terpancar dari makhluk gaib yang masuk ke dalam tubuhnya. Bagi seseorang yang pertama kali mencobanya, pasti akan merasa sedikit kesakitan. Namun, setiap energi yang terpancar dari masing-masing makhluk gaib tentunya memberikan dampak yang berbeda pula bagi tubuh si mediator. Misalnya, ketika yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah jin yang berenergi "positif", maka tidak akan terasa sakit sama sekali. Lain halnya jika yang masuk ke tubuh adalah jin yang berenergi "negatif", maka badan akan terasa sakit, kepala pusing, dan perut terasa mual setelah proses mediasi selesai. Saat jin merasuk ke tubuh mediator, si mediator akan merasakan bahwa tubuhnya bergerak dan mulutnya berbicara bukan atas dasar keinginannya, melainkan karena jin yang masuk ke dalam tubuhnya. Meskipun anggota tubuh dikendalikan oleh jin, tetapi mediator akan mengingat jelas apa saja yang terjadi saat proses mediasi. Setelah proses mediasi selesai, seorang mediator harus menetralisir energi makhluk gaib yang tersisa dalam tubuhnya. Proses netralisir dapat dilakukan oleh diri sendiri atau dengan bantuan orang lain. Perlu diingat, semakin sering seseorang menjadi mediator, maka akan semakin lancar proses mediasi yang dilakukan.

"Saya tidak berniat buruk. Itu rumah saya, dan saya tidak akan pergi dari sana!"

"Iya, Teh. Maaf, kalau Teteh mendengar percakapan kami sebelumnya. Tapi kami tidak akan mengusir teteh. Tidak. Kami hanya ingin tahu, apakah mungkin ada pesan yang ingin teteh sampaikan?" tanya Nisa.

"Saya tidak bermaksud buruk. Justru saya senang kalau rumah itu menjadi ramai. Selama ini saya kesepian di rumah. Maaf kalau Hendra terganggu dengan kehadiran saya karena saya hanya ingin membantu saja," ucap Teteh.

Hendra memang mengakui kalau selama ini teteh tidak pernah bersikap buruk kepadanya. Justru teteh selama ini banyak membantu Hendra. Entah membangunkannya saat pagi hari, atau membantu menemui Radit dan meletakkan barang Hendra ke kamarnya.

"Jadi begitu rupanya," kata Hendra setelah mendengar penjelasan teteh.

"Kalau gitu Teteh bisa pulang sekarang," ucap Nisa.

Kalau Sekejap sosok Teteh yang masuk ke dalam tubuh wanita pun keluar dan kembali ke rumah.

"Gimana? Setelah tahu?" tanya Aretha.

"Ya bener sih,  Tha. Selama ini teteh memang nggak pernah bersikap Atau melakukan sesuatu yang buruk ke gue."

"Ya lu itu cuman kaget aja. Wajar," sahut Arden.

"Jadi, lo bakal balik ke rumah itu apa jadi nginep di rumah gue?" tanya Radit.

"Nginep di rumah lo aja deh, Dit!"

"Loh kenapa? Kirain setelah tahu, lo bakal biasa aja?"

"Tetep aja gue tahu kalau di rumah itu ada setannya! Mau baik mau enggak. Gue tetep takut!"

"Hahahahaha!" tawa Radit dan Arden serempak. Aretha dan Nisa hanya terkekeh mendengar hal itu.

Flashback end.

_________

"Ini? Lo yakin suara tadi dari sini?" tanya Hendra saat mereka berdua berdiri di depan pintu kamar utama.

"Entahlah, gue cuma merasa suara tadi berasal dari sini," kata Radit sambil tengak tengok sekitar.

"Tapi pintu ini tertutup." Hendra justru memegang gagang pintu, dan perlahan membukanya.
Diubah oleh ny.sukrisna 29-04-2023 04:53
Sexbomb
bejo.gathel
3.maldini
3.maldini dan 2 lainnya memberi reputasi
3