ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#50
Part 5 Dr. Daniel
Setelah salat subuh, aku membantu Bu Heni membuat sarapan. Pagi ini Bu Heni memasak nasi goreng cabai hijau, dan makanan ini adalah favorit ku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak memakannya. Bahkan saat masih tinggal di rumah, bunda jarang membuat makanan ini.

"Sebentar ya, Mba. Saya mau antar sarapan buat Nenek Siti dulu," pamit Bu Heni, padahal masih sibuk dengan beberapa bahan makanan yang akan dia masak lagi.

"Eh, Bu. Biar saya saja, itu pun kalau boleh." Bu Heni tampak diam sesaat, seperti ragu untuk membolehkan aku mengantar sarapan Nek Siti. "Eum, tapi kalau nggak boleh, nggak apa-apa kok, Bu."

"Oh, bukan begitu maksud saya, Mba. Saya cuma tidak enak saja, soalnya Nek Siti tidak akan banyak merespon. Bahkan keadaannya sedikit menyeramkan. Biasanya itu yang dikatakan warga kalau melihat Nek Siti."

"Menyeramkan bagaimana, Bu?" tanyaku yang malah penasaran.

"Eum, ya sudah, silakan Mba Aretha melihat sendiri." Nampan berisi bubur sum-sum diberikan padaku dengan teh hangat yang diberi sedotan plastik.

Aku mendorong pintu yang memang sudah terbuka setengahnya. Di dekat jendela sedang duduk seorang wanita dengan pakaian khas kebaya, layaknya nenek-nenek tempo dulu. Dulu nenek buyut ku juga sering memakai pakaian seperti itu walau berada di dalam rumah.

"Assalamualaikum, Nek. Selamat pagi," sapa ku berusaha sopan dan ramah. Aku segera mendekat dan duduk di pinggir ranjang. Sementara Nek Siti masih diam di kursi rodanya, menghadap ke jendela yang terbuka lebar. Dia melirik padaku, dan hanya kedua bola matanya saja yang bisa bergerak.

"Perkenalkan, saya Aretha, Nek. Mungkin Bu Heni atau Pak Karjo sudah menceritakan tentang saya dan teman saya, Danu, yang akan tinggal sementara di desa ini. Kami guru bantu, yang akan mengajar anak-anak di sini." Senyum terus ku ukir di bibir, berusaha membuat image positif untuk Nek Siti.

Mengerikan? Aku bahkan tidak bisa mendeskripsikan bagaimana kondisi wanita tua di hadapanku sekarang. Tetapi, bukan mengerikan kalimat yang tepat untuk menggambarkannya. Tapi, menyedihkan. Begitulah yang aku lihat sejauh mata memandang.

Aku tidak tau, berapa usia Nek Siti. Yang pasti sudah di atas 60 tahun. Rambutnya putih semua. Kerutan sudah tampak di seluruh bagian kulitnya. Nek Siti juga memiliki kantung mata dan lingkar hitam di area matanya. Tubuhnya kurus sekali, bahkan rasanya hanya ada sedikit daging yang membungkus kulit.

"Nenek sarapan dulu, ya," tukas ku, mempersiapkan semua nampan, dan meletakkannya di atas meja. Aku mengambil teh hangat terlebih dulu. Saat ujung sedotan ku dekatkan ke bibir pucat keriput itu, dia tidak bergerak sama sekali. "Oh, nggak bisa, ya, Nek?" tanyaku yang seolah sadar akan kesalahan yang ku buat sendiri. Aku lantas membuka mulut Nek Siti pelan. "Maaf, ya, Nek."

Dengan cara itu, Nenek bisa minum teh hangat dengan mudah. Kegiatan kembali berlanjut, menyuapkan bubur buatan Bu Heni. Aku terus melakukan itu sambil mengajak dirinya mengobrol. Tentu dengan pembahasan tentang diriku sendiri. Pembicaraan secara sepihak. Karena Nek Siti tidak dapat merespon apa pun. Namun, tiba-tiba saat aku membahas tentang rumah di depan kami sekarang, Nek Siti langsung berubah aneh. Dia melirik ku tajam, dan tidak mau melanjutkan sarapannya.

"Nenek kenapa? Sudah kenyang?" tanyaku, masih berusaha sopan dan ramah. Nek Siti malah menggeram, tubuhnya pun ikut bergetar. Aku bahkan tidak bisa mendeskripsikan apa yang dia rasakan. Marah? Takut? Kesal? Atau ... Ah, entahlah. Ini merupakan hal baru bagiku. Aku belum paham bagaimana karakter Nek Siti, atau bahkan isi hatinya. Namun sikapnya justru makin tidak terkendali. Bahkan erangannya mulai memicu kedatangan Bu Heni dan Pak Karjo yang kini muncul di balik pintu.

"Nek, nenek kenapa?" tanya Bu Heni lalu mendekat, memeriksa kondisi beliau. Aku yang merasa tidak enak, segera beranjak dan berjalan mundur ke pintu. Di sana ada Pak Karjo yang masih diam mematung. Danu juga akhirnya ikut mendekat, dan terus memberondongi ku dengan banyak pertanyaan.

"Nggak tau, Dan. Tiba-tiba Nek Siti kayak gini setelah aku bahas rumah itu," jelasku agak sungkan. Pak Karjo langsung menatap padaku, seperti terkejut. Begitu pula dengan Bu Heni. "Sudah, Nek. Nggak apa-apa," kata Bu Heni mencoba menenangkan wanita tua itu.

"Elu sih, Tha. Apa bahas rumah horor itu. Udah tau kita tiap pagi lihat tempat itu, pakai di bahas sama Nenek!" omel Danu lalu dia menarik tanganku keluar kamar.

"Dan, gue kan cuma tanya, Nek Siti kenal sama keluarga itu nggak? Cuma itu."

"Astaga. Elu nggak inget bagaimana keluarga itu meninggal? Itu nyeremin, Aretha. Mana ada orang yang akan bersikap biasa aja, setelah tau masa lalu kelam penghuni rumah itu sih!"

Pak Karjo menyusul kami ke dapur. Dia terlihat tidak nyaman dengan kondisi ini. "Pak, saya minta maaf kalau saya salah. Saya tidak bermaksud apa-apa. Saya cuma ingin bisa akrab dengan Nenek," jelasku dengan mata sedikit berkaca-kaca.

"Nggak apa-apa, Mba Aretha, justru saya yang harusnya minta maaf. Nek Siti memang selalu begitu jika membahas apa pun yang berhubungan dengan rumah itu," jelasnya.

"Memangnya kenapa, Pak?"

"Dulu Nenek itu sering datang ke sana, untuk memijat Bu Fani, bahkan kadang juga memijat anak-anaknya. Nenek itu dulu tukang pijit keliling. Saat kejadian itu berlangsung, Pak Yodi mau membunuh Nenek juga. Karena ternyata Nenek tau tentang perselingkuhan Bu Fani. Jadi sampai sekarang mungkin trauma itu terus dia ingat."

"Ya ampun. Maaf saya nggak tau, Pak. Saya janji nggak akan bahas tentang rumah itu lagi."

"Iya, Mba Aretha, tidak apa-apa. Sebentar lagi juga Nenek baikan." Kali ini Pak Karjo terlihat tersenyum, walau sedikit dipaksakan.

Setelah drama pagi hari tersebut, aku dan Danu mulai berjalan ke madrasah yang akan kami gunakan untuk mengajar. Udara pagi di sini, terasa menyejukkan. Beberapa penduduk yang berpapasan dengan kami terlihat sangat ramah. Aku dan Danu membahas apa saja materi yang akan kami ajarkan untuk anak-anak nanti. Jalanan terasa agak lembab, bahkan di bagian jalan lain agak becek.

Deru mesin mobil terdengar dan melewati kami. Genangan air yang berada di tengah jalan berbatu itu, terlindas ban mobil besar tersebut. Alhasil bajuku sedikit terciprat air kotor yang hampir mirip susu cokelat.

Mobil itu berhenti, Danu mengumpat, sedikit kesal padahal bajuku yang kotor. Seseorang keluar dari pintu kemudi. Seorang pria dengan kemeja putih dan rapi. Dia lantas berlari kecil ke arah kami.

"Eh, maaf maaf. Saya nggak sengaja!" kata pria muda tersebut, sepertinya umurnya tidak jauh dari kami.

"Iya, iya, Mas. Nggak apa-apa," sahutku sambil mencoba ah tiba akan kemejaku yang sedikit ternoda.

"Kalian ... Oh, guru bantu dari kota itu, ya?" tanyanya sambil memperhatikan kami berdua bergantian.

"Eum, iya, anda?" tanyaku ikut menatapnya bingung. Dia terlihat bukan warga desa. Penampilannya rapi dan mirip orang kota.

"Oh, perkenalkan, saya Dr. Daniel." Dia lalu mengulurkan tangan pada kami.

"Oh, Dr. Daniel, saya Aretha dan ini Danu."

"Wah, akhirnya desa ini kedatangan guru bantu juga, semoga kalian betah, ya." Dr. Daniel terlihat ramah dan sopan. "Eh, gimana kalau kita sama-sama ke madrasah, soalnya klinik saya juga dekat sana," ajak Dr. Daniel.

"Wah, kebetulan nih." Danu menimpali dengan wajah berseri.
3.maldini
johny251976
kemintil98
kemintil98 dan 9 lainnya memberi reputasi
10