Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#188
13. Cinta Segitiga
"Kak ... Mba Alya cantik, ya," ucapku ke Kak Arden. Sore ini kami berdua sedang ada di gazebo depan rumah sambil tiduran dan baca novel saja.
Ayah dan Bunda sedang pergi.
Katanya, Bunda mau buka restoran dan sekarang sedang melihat lokasi restoran itu bersama Ayah.

"Emang kamu udah ketemu Alya?" tanya Kak Arden sambil pasang muka kaget.

"Udah dong. Tadi ketemu pas lagi di ruang seni. Emangnya Mba Alya ikut seni juga, Kak? Eh, permainan pianonya hebat juga," kataku antusias.

"Eum, kakak nggak tau, Tha."

"Lha. Masa nggak tau, gebetannya bisa main piano?" tanyaku heran.

"Ya emang nggak tau," kata Kak Arden cuek.

"Payah banget deh. Pepet dong, kak. Gerakannya mana?"

Sebuah jitakan mendarat di kepalaku.

"Ye, Udah ah. Biar aja."

"Lho kok biar aja?" Tanyaku sambil mengelus kepalaku sendiri

"Kalau jodoh nggak bakal ke mana, Tha. Lagian masih kecil, ngomongin jodoh aja," ucap Kak Arden seolah berdiskusi dengan dirinya sendiri.

"Buset! Iya, kak. Bener itu. Tapi ya harus usaha juga dong! Masa pasrah gitu aja! Ih payah banget deh," gerutuku sebal.

Tak lama, mobil Radit masuk ke halaman rumah kami.
"Tuh, pangeran bermobil putih dateng." Kak Arden berbisik padaku.

Aku hanya meliriknya tajam.

Radit lalu turun dari mobilnya, dan tersenyum pada kami.
Dia berpakaian rapi sekali. Memakai kemeja putih dan celana jeans biru dan sepatu putih.

Ni anak mau kondangan apa ya?batinku.

"Hai, Dit!" sapa Kak Arden lalu mereka tos, seperti biasa. Hal ini bagai sebuah ritual yang wajib dilakukan mereka semua.

"Hai ... Den, Tha."

"Mau ke mana, Dit?" tanyaku.

"Eum ... Ikut yuk, " Ajaknya.

"Ke mana?" tanyaku.

"Ke acara nikahan sepupuku. Di hotel Java Heritage. Aku males datang sendiri. Temenin, yuk," katanya.

"Hah? Eum ... Gimana, ya," gumamku agak ragu-ragu.

"Den! Elu juga ikut, yuk. Gue jamin elu nggak nyesel kalau ikut," kata Radit sambil senyum - senyum.

"Males ah, Dit. Udah enak rebahan nih. Sama Aretha aja deh," ucap kak Arden malas - malasan.

"Ck. Ini anak! Denger ya, Den. Di sana ada alya juga lho," kata Radit.
Kak Arden yang awalnya sedang tiduran, langsung bangkit dan duduk.
"Hah? Kok bisa? Ngapain dia di sana?" tanya Kak Arden penasaran.

"Dia dari pihak pengantin perempuannya. Saudara sepupunya, Den. Yuk ah. Cus. Jangan kelamaan," paksa Radit.

Kak Arden langsung berlari masuk  ke dalam." Tha! Buruan ganti baju," jeritnya

"Ya ampun. Segitunya," ucapku heran.

"Ya udah, sayang. Kamu juga ganti baju gih. Jangan lama - lama ya. Nggak usah dandan, udah cantik," kata Radit manja.

"Sayang?" tanyaku sambil mengerutkan keningku menatap Radit.

"Iya. kan aku sayang sama kamu." Dia makin membuatku salah tingkah.

"Ya udah, bentar." Tak mau berlama- lama di depan pria ini, aku segera masuk ke dalam dan bersiap. Khawatir jika terlalu lama, aku akan meleleh.

=======

Baru 15 menit aku masuk kamar, untuk ganti pakaian, kak Arden sudah teriak - teriak di depan kamarku.
"Cepat, Aretha!"

"Iya! Bawel!" Suaraku tak kalah kencang dari Kak Arden.

Aku kali ini memakai dress selutut berwarna pastel dengan sepatu yang senada. Setelah mematutkan diri di cermin, aku keluar kamar.

"Lama banget sih!" gerutu kak Arden, sambil memandangi jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Ya ampun. Baru juga 15 menit!" protesku.

"Udah ah. Yuk berangkat. Jangan pada berantem terus," kata Radit lalu menarik tanganku keluar rumah diikuti Kak Arden.

Kami naik mobil Radit ke hotel itu.
"Dit, memangnya nggak apa-apa, ya, kalau kamu ikut? Itu kan acara keluarga?" tanyaku.

"Nggak apa-apa. Aku mau kenalin kamu ke Papa Mamaku, juga keluarga besarku. Mumpung mereka lagi kumpul," kata Radit sambil fokus nyetir.

Glek!
Mampus!

"Hehehehe ... Asik, mau ketemu CAMER," ledek Kak Arden.

Aku hanya melirik kak Arden yang duduk di kursi belakang.
Radit malah senyum-senyum.

Tak lama kami sampai di hotel itu. Suasananya memang cukup ramai. Hotel ini adalah salah satu hotel bintang lima terkenal di kotaku.
Kak Arden dan Radit sudah turun dan keluar mobil. Sementara aku masih diam di dalam, jujur aku grogi.
Radit bilang mau mengenalkan aku ke keluarganya. Itu bagai momok mengerikan. Bagaimana tidak? Aku harus bagaimana nanti? Astaga, ini mengerikan.

Pintu mobil sampingku kemudian dibuka oleh Radit. Dia mengulurkan tangannya padaku sambil tersenyum.
"Yuk."

Kami bergandengan tangan masuk ke dalam hotel ini. Kak Arden juga bersama kami terus.
Hingga sampai di dalam, fokus kami langsung menuju ke arah panggung. Di mana Mbak Alya sedang bermain piano.

"Tuh! bener, kan, kak? Mba Alya pinter main piano," kataku ke kak Arden.
Kak Arden mengangguk sambil terus menatap Mba Alya. Dia memang cantik, apalagi dengan dress mocca yang sedang dipakainya. Terlihat serasi dan pas dengan Kak Arden yang memakai kemeja yang senada.

"Kamu mau makan apa, Tha?" tanya Radit sambil celingukan ke sana ke mari.

"Eum... Apa, ya? Zuppa sup dulu yuk," ajakku.

"Oke, yuk. Eh, Den. Ikut nggak?" tanya Radit.

"Nggak ah, kalian aja. Gue tungguin di sini deh," kata Kak Arden lalu duduk di sebuah kursi tak jauh dari tempat kami berdiri tadi.

Akhirnya hanya aku dan Radit yang mencoba semua kuliner di sini.
"Kamu makan aja yang kamu suka, Tha. Lagian juga kamu nggak bakal gemuk, kan?" tanya Radit sambil menatapku dari ujung rambut sampai kaki.

Sesekali Radit menyuapiku makanan yang dia pilih sendiri.
"Dit ... Kamu di sini? Ya ampun. Aku tungguin dari tadi. Kata Mama kamu tadi, kamu pulang dulu? Untung balik lagi ke sini." tiba - tiba ada seorang wanita cantik, tinggi dan putih mendekati kami.

"Eh ... Ester? Kamu udah lama?" tanya Radit sambil melirik padaku.

"Iyalah, kan aku nungguin kamu," kata Ester lalu melirik padaku juga.

Kayanya aku nih jadi obat nyamuk deh sekarang.

"Oh iya, Ter. Kenalin ini Aretha, pacarku," kata Radit, dan berhasil membuatku menoleh ke arahnya sambil melotot.

Dia malah senyum senyum saja sambil menarik pinggangku mendekat ke samping tubuhnya. Memelukku dengan posesif sehingga menunjukan kalau apa yang dia katakan memang benar. Bahwa aku pacarnya. Padahal, kan ....

"Aretha." Aku mengulurkan tangan ke Ester. Dan drama seperti ini bukan pertama kalinya kami lakukan. Jadi setidaknya aku kini cukup lihai.

"Ester," sahutnya singkat dengan wajah tidak suka.

"Eh, Mama tuh! Ter, Aku ke sana dulu, ya," pamit Radit lalu menarik tanganku menjauhi Ester.

"Dit! Serius nih?" tanyaku lalu menahan tangannya agar dia berhenti berjalan.

"Apanya?" Dia malah bingung.

"Ketemu Mama kamu.."

"Ya serius lah. Yuk ah, udah ditungguin tuh!" katanya lalu kembali menggandeng tanganku mendekati wanita cantik yang sedang ngobrol bersama beberapa orang di sana.

Aku tau kalau beliau Mama Radit, karena aku pernah melihat fotonya di rumah Radit. Memang sangat cantik, bahkan lebih cantik dari di foto.

"Mama!" panggil Radit.

Wanita itu menoleh lalu tersenyum.
"Hai sayang. Udah ketemu Ester? Tadi dia nyari kamu," katanya. Membuatku sungkan. Karena Mama Radit kini melirikku.

"Udah. Oh iya, Ma, ini Aretha," kata Radit lalu menarikku makin dekat ke Mamahnya.

Beliau melihatku lalu tersenyum dan tiba-tiba memelukku erat.
"Terima kasih, ya. Udah bantuin Radit waktu itu." Ia melepas pelukannya, dan kembali menatap wajahku lekat-lekat. "Kamu cantik banget. Pantesan Radit tergila gila sama kamu," ucap beliau.

"Tante bisa aja. "

Aku lalu dikenalkan dengan beberapa saudara Radit yang lain juga. Kebetulan orang tua Radit sedang libur, namun hanya 3 hari saja di rumah. Itu yang kudengar dari pembicaraan mereka tadi. Acara ini juga bagai pemersatu keluarga besar.
Dan ku melihat Radit bahagia sekali melihat Mamanya ada di sini.

Aku juga dikenalkan dengan Papa Radit juga. Dandanan nya keren banget. Sekalipun Papahnya Radit sudah berumur 45 tahun, namun masih terlihat muda.

"Makan dulu Aretha. Dit, ajak makan sana," suruh Papahnya Radit. Radit tersenyum sambil mengangguk.

"Ya udah, Radit jalan-jalan dulu ya Pah, Mah."
Kami pamit, dan bergerilya mencari makanan. Di sini ada banyak jenis makanan dari seluruh Indonesia bahkan ada beberapa kudapan ringan dari mancanegara. Surga kuliner.

"Kak Arden mana, ya?" tanyaku sambil celingukan.

"Iya, kok hilang itu anak," sahut Radit ikut menyapu pandang ke sekitar. "Alamak! Arden!" pekik Radit sambil melotot ke arah panggung. Aku ikut menoleh ke arah yang dia tatap.

Kak Arden baru saja memukul seorang pria yang sepertinya mendekati Mbak Alya.

"Mati gue! Duh." Radit berlari ke panggung guna melerai perkelahian tersebut. Aku menyusulnya.

"Den! Udah, Den. Lepas!" kata Radit menarik Kak Arden menjauh. Sementara orang tadi juga sudah dipegangi tamu lain yang seperti salah satu temannya juga.
Mbak Alya terlihat menangis di dekat piano tadi. Aku lalu mendekatinya.

"Ada apa sih, mba? Kok kak Arden mukul orang?" tanyaku penasaran. Karena aku hafal betul bagaimana watak kakakku. Dia tidak akan asal memukul orang sembarangan.

"Tadi Danar tiba - tiba nyium aku, Tha. Terus Arden pukul dia," katanya sambil tergugu.

Pantas saja. Kak Arden ini orang nya sabarnya minta ampun. Tapi kalau masalahnya seperti ini, nggak bakal deh pakai ilmu sabar.
Pakainya ya ilmu tonjok.
Kupeluk mba Alya yang masih menangis karena trauma. Pasti dia terkejut.  Setelah mengalami kejadian tiba tiba seperti itu. Wajar saja.

Radit pun berhasil melerai Kak Arden dan Danar dengan bantuan beberapa orang lain yang ada di sana.

Kak Arden lalu mendekati aku dan Mba Alya.
"Alya nggak apa-apa, kan, Tha?" tanya nya dengan nafas tersengal-sengal.

"Nggak apa-apa kok," kataku sambil terus memeluk Mba Alya.

Radit lalu mengajak kami turun dan duduk di halaman belakang hotel ini. Kebetulan ada taman yang cukup bagus di sini.
Setidaknya mungkin bisa untuk menetralisir emosi Kak Arden yang masih dapat kulihat.

Aku duduk bersama mba Alya sambil terus menggenggam tangannya.
Kak Arden yang melihat mba Alya masih sedih lalu mendekat dan jongkok di depannya.

"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya kak Arden dengan tampang cemas.

Mba Alya mengangguk. Lalu kak Arden membantu menghapus air matanya dengan telapak tangan kanan Kak Arden.

Gila, bisa romantis juga rupanya, Abangku.

"Siapa sih dia. Kok bisa kurang ajar banget, Al?" tanya kak Arden, dahinya berkerut. Bola matanya melebar. Dia juga mengatupkan rahangnya.

"Dia itu suka sama aku, Den. Udah lama. Cuma aku nggak suka sama dia. Karena ya gitu kelakuannya," jelas wanita di samping ku ini sambil terus menunduk. Kak Arden menarik nafas panjang.

"Ya udah, kalau dia macem macem lagi, kamu bilang aku ya, Al." Kak Arden sudah mulai tersenyum tipis, menatap wanita di depannya dengan tatapan penuh kasih, sambil menyisir rambut Mba Alya yang terurai ke depan, menutupi wajahnya.

Aku berdeham, menatap kedua sejoli itu dengan perasaan campur aduk. Mirip drama FTV,A di kehidupan nyata. Kak Arden melirik padaku.
"Apa?"tanyanya.

"Nggak apa-apa. Aku mau ke toilet." Aku beranjak dan menepuk rokku yg mungkin sedikit kotor.

"Aku antar, yuk," kata Radit yang sejak tadi berdiri tak jauh dari kami.

"Ih, nggak usah. Kayak anak kecil aja," ucapku lalu berjalan ke arah toilet yg ada di dalam hotel.

Setelah buang air kecil. Aku cuci tangan di wastafel sambil memikirkan kak Arden dan mba Alya.

Eh tunggu!
Sosok yang kemarin kok nggak keliatan lagi, ya?

Dalam kebingungan ku, pintu toilet terbuka, lalu muncul Ester yang agak kaget melihatku ada di toilet ini.

"Oh ada kamu," katanya lalu menjajariku dan ikut cuci tangan di wastafel sebelahku.

"Iya ter.. Kamu sendirian aja?" tanyaku mencoba ramah.
Padahal aku tau kalau dia tidak menyukaiku.

"Iya. Eh, Tha! Kamu bisa nggak jauhin Radit?!" tanyanya dengan sebuah pertanyaan yang seolah mengharuskan aku untuk melakukannya.

"Emang kenapa?" tanyaku heran.

"Aku sama Radit tuh sebenernya udah dijodohin sama keluarga kami masing masing. Dan gara-gara kamu, Radit tiba-tiba sekarang menolak perjodohan itu. Lagian aku heran, apa sih yang dilihat Radit dari kamu? Lagi pula kalian beda agama, kan? Mikir dong, Tha!" kata Ester ketus. Aku diam, tidak tau harus menjawab Atau melawan yang bagaimana. Dia menyenggolku kasar, lalu masuk ke salah 1 bilik toilet.

Aku terdiam. Hatiku panas mendengar kata - kata Ester barusan.

Tiba - tiba pintu bilik toilet Ester dibuka lagi. Ester hanya mengeluarkan kepalanya dari dalam.
"Aku peringatkan, ya, Tha! Kalau kamu masih aja genit sama Radit. Aku bakal bikin perhitungan sama kamu!Jadi jauhi Radit!" Dia membentak lalu langsung menutup kembali pintu itu.

Aku lantas keluar dari toilet dan berjalan ke tempat Kak Arden yang tadi.
"Udah, Tha? Kok lama?" tanya Radit.

Aku diam dan menatap tajam Radit.
"Kenapa sih?" Radit heran dengan perubahan wajahku.

"Kak, pulang!" ajakku lebih ke memerintah.

"Lho kenapa?" tanya Kak Arden yang sedang duduk bersebelahan dengan Mba Alya.

"Aku pusing," jawabku.

"Kamu nggak apa-apa, Tha? Kok tiba-tiba pusing?" tanya Radit cemas.

"Yuk, balik." aku tidak memperdulikan Radit lalu berjalan ke luar hotel.

"Eh, tungguin, Dek!" teriak Kak Arden.

Akhirnya Mba Alya juga pulang bersama kami. Aku dan Mba Alya duduk di kursi belakang, Kak Arden di samping Radit.

Aku banyak diam selama di perjalanan. Setelah mengantar Mba Alya pulang, Radit lalu mengantar kami juga.

Sampai rumah aku langsung masuk ke dalam dan segera masuk ke kamar.
Entahlah, aku merasa bingung. Aku merasa bersalah, aku marah, aku kecewa, aku juga sedih. Semua bercampur menjadi satu.

Aku tidak tau apa yang harus kulakukan, dan entah kenapa aku kesal dengan Radit.
Bahkan saat Kak Arden mengetuk pintu kamarku pun, aku tidak menyahut. Aku ingin sendirian saja sekarang.

Sampai malam aku hanya di kamar saja. Dan kubilang ke Bunda kalau aku tidak enak badan agar tidak terlalu banyak pertanyaan lagi. Aku malas berdebat dan malas menjelaskan apa yang kurasakan.
Karena aku memang tidak tau apa yang kurasakan.

Aku tidak suka jika Radit dekat dengan Ester. Dan tidak suka sikap Ester yang seperti tadi.
Apa aku sudah mulai menyukai Radit?
Tapi benar kata Ester. Perbedaan kami terlalu besar.
Aku kadang tidak yakin bahwa hubungan kami akan berhasil nantinya.

Ada cinta segitiga antara kita, Dit.
Yaitu aku, kamu dan Tuhan.
Lalu siapa yang harus ku pilih?
johny251976
coeloet
theorganic.f702
theorganic.f702 dan 4 lainnya memberi reputasi
5