Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#90
Part 10 Kegaduhan
Radit dan Aretha sama sama terkejut mendengar informasi terbaru yang baru saja mereka dengar. Bahkan mereka tidak sadar kalau desa ini memang berada di wilayah yang berdekatan dengan Alas Ketonggo.

Ingatan tentang semua hal yang pernah Aretha dan Radit alami dulu, kini kembali muncul. Bagai sebuah kaset film yang diputar ulang.

"Maaf, Pak. Desa itu yang dekat dengan dusun Kalimati, bukan?"

"Eh iya, betul. Mas Radit kok tau?" Pak RT menatap Radit dan Aretha bergantian.

"Iya, Pak. Kami pernah ke sana sebelumnya. Kebetulan saya pernah ikut jadi guru bantu di sana."

"Di Alas ketonggo atau dusun Kalimati, Mba?"

"Dusun Kalimati."

"Hah? Apa Mba Aretha yang dimaksud berita berita waktu itu?"

"Berita? Berita yang mana, Pak?"

"Saya dengar ada tragedi di sana, terus memakan korban dari kota. Pas berita itu muncul, gempar, Mba. Bahkan warga di desa ini juga ikut membahas masalah itu. Padahal ada loh, warga desa sini yang sesekali mencari rumput ke sana. Tapi katanya semua normal normal saja. Tidak ada yang aneh. Kami semua tidak sangka, kalau hal mengerikan seperti itu bisa terjadi di sana."

"Tapi katanya dusun Kalimati mau dibangun tempat wisata? Apa sudah jadi, Pak?"

"Tempat wisata? Sepertinya tidak. Karena kalau ada tempat wisata di sana, pasti warga desa lain akan berdatangan. Sampai sekarang tidak ada informasi apa pun."

"Assalamualaikum. Pak RT? Wah, ada tamu rupanya." Tiba tiba ada salah satu warga lain yang datang. Dia adalah Ratno.

"Eh, No? Masuk. Tumben, ada apa?"

"Maaf, ganggu, Pak RT. Saya mau minta surat pengantar untuk ke kelurahan." Ratno pun ikut duduk bersama mereka. Ruang tamu di rumah Pak RT memang cukup luas. Dengan sebuah sofa panjang yang cukup mampu menampung tamu tamunya, yang memang kebanyakan adalah warga nya sendiri. Hampir setiap hari akan ada tamu yang datang ke rumah Pak RT, entah untuk meminta tanda tangan, surat pengantar, atau urusan domestik rukun tetangga wilayah mereka. Apalagi Pak RT termasuk sosok orang yang ramah dan menyenangkan.

"Oh iya, mau ngurus apa, No?" Pria berumur 50 tahun itu lantas mengambil lembar kertas putih yang diminta Ratno. Dia mengisi formulir itu sesuai dengan urusan yang hendak Ratno lakukan.

"Oh iya, ini ... Bapak dan Ibu yang menempati rumah Pak Ibrahim, ya?" tanya Ratno basa basi. Radit dan Aretha lantas mengangguk diiringi senyum tipis.

"Betul, Mas. Eh, tapi jangan panggil Bapak dan Ibu, kami masih muda. Hehe." Radit sepertinya termasuk pria yang menolak tua. Tapi kenyataannya dia memang masih muda. Apalagi dengan status mereka yang belum memiliki anak. Maka panggilan Bapak dan Ibu rasanya bisa diganti dengan Mas atau Mba.

Selesai dengan urusan tentang surat pengantar yang dibuat Pak RT, Ratno justru malah asyik mengobrol dengan warga baru di tempat tinggalnya itu. Basa basi tentang asal usul Radit dan Aretha sudah dia dengar. Rupanya Ratno juga pernah merantau ke Ibukota. Hal itu saja bisa menjadi obrolan yang panjang di antara mereka bertiga. Sampai akhirnya Pak RT membahas mengenai dusun yang sebelumnya dibahas oleh mereka.

"Oh iya, betul. Saya sering ke sana. Biasanya dua hari sekali. Rumput di sana banyak sekali, tumbuh subur," jelasnya tanpa beban.

"Mas, bukannya di sana mau dibangun tempat wisata?" tanya Aretha penasaran.

Ratno diam sejenak seperti sedang berusaha mengingat sesuatu. "Oh iya. Tapi nggak jadi, Mba."

"Nggak jadi? Kenapa?"

"Saya nggak paham alasannya. Memang beberapa bulan yang lalu, saya melihat banyak tukang bangunan yang sedang membawa alat berat dan bahan material. Mereka bilang akan membuat tempat wisata kolam renang juga outbond. Bahkan beberapa sudah mulai dibangun. Tapi satu bulan setelahnya, mereka sudah tidak bekerja lagi di sana. Bahkan alat berat dan bahan material yang tersisa ditinggalkan di sana." 

"Kenapa gitu, ya? Mas Ratno nggak tau alasannya? Mungkin ketemu salah satu pegawainya?"

"Enggak, Mba. Pas saya ke sana lagi, saya juga heran itu. Kenapa sepi? Pada ke mana. Saya pikir mereka libur. Karena buldosernya saja masih ada di sana. Kalau proyek dihentikan, otomatis semua alat berat kan, di bawa pulang? Ini enggak!" Ratno tampak antusias membicarakan hal ini dengan Radit dan Aretha. Dia tidak sangka kalau warga baru di daerahnya justru mengetahui perihal dusun yang konon katanya angker itu.

"Tapi saat kamu nyari rumput di sana, apa kamu pernah melihat hal aneh, To?"

"Pernah, Pak RT," pungkas Ratno serius.

"Yang betul kamu? Kenapa kamu nggak pernah bilang saya?"

"Ih! Pak RT ini! Hal menyeramkan seperti itu, kenapa saya harus cerita cerita! Membayangkan saja saya masih takut sampai sekarang!"

"Gimana ceritanya, To?"

"Saya nggak mau bahas, Pak. Serius! Saya masih takut. Yang jelas, rumor tentang dusun Kalimati yang angker itu, memang benar. Mungkin pegawai yang bekerja di sana diteror makhluk halus seperti saya!"

"Mas Ratno yakin?" tanya Radit ikut menatapnya serius.

"Yakin, Mas. Soalnya aneh saja. Bayangkan saja kalau Mas Radit ada di posisi itu. Toh, Mas Radit ini juga paham kan, tentang kontruksi bangunan? Masa alat berat sebanyak itu ditinggalkan begitu saja di sana. Kan aneh. Rugi berapa ratus juta itu mereka."

"Tapi kalau kamu pernah diganggu, kenapa kamu masih cari rumput di sana, To?"

"Saya sudah nggak pernah ke sana, Pak RT. Paling cuma sampai di Desa Alas Ketonggo saja. Itupun saya mencari teman yang mau ikut cari rumput. Jadi saya tidak sendirian. Saya sudah lama nggak masuk dusun itu. Saya takut."

"Wah, saya malah baru tau kalau ternyata tempat itu masih menyeramkan. Mungkin harus mengundang kyai untuk menetralkan tempat itu, ya?"

"Tapi hantu yang ada di sana, nggak akan  berkeliaran ke luar dari sana, kan?"

"Maksudmu?"

"Jangan sampai hantu yang ada di sana juga datang ke sini. Hantu di sini saja sudah menyeramkan!"

"Hantu di sini? Memangnya hantu apa, Mas?" tanya Aretha penasaran. Dia ingin sekali ada satu orang yang menyebutkan atau pernah melihat sosok wanita berbaju merah, yang pernah ia lihat sebelumnya.

Pak RT berdeham, dia melirik ke arah Ratno yang tampak salah tingkah. Ratno lupa kalau hal ini tidaklah boleh dibahas secara gamblang. Apalagi di depan warga baru.

Ratno garuk-garuk kepala, sambil mencari jawaban dari pertanyaan Aretha. "Eum ... Itu, Mba ...."

"Itu loh, Mba Aretha. Jin yang saya bicarakan tadi. Ummu sibyan."

"Oh. Itu. Memangnya sudah pernah ada yang diteror selama ini?" tanya Aretha lagi.

"Ada, Mba. Bahkan dia jadi gila sampai sekarang."

"Oh ya? Kok bisa gitu? Gimana ceritanya?"

Ratno menatap Pak RT, meminta agar sesepuh desa itu memberikan pernyataan lebih pada tamu mereka. Karena sejak tadi Pak RT lebih banyak diam.

"Yah, pokoknya saya cuma kasih peringatan sama Mas Radit dan Mba Aretha. Jangan keluar saat malam selasa kliwon dan jumat kliwon. Pokoknya setelah azan magrib, langsung masuk rumah. Tutup pintu dan jendela. Jangan sampai kalian bisa melihat ke luar rumah malam itu sampai subuh. Karena kalau sampai jin itu melihat kalian, atau kalian yang melihat dia, bahkan parahnya saling bertatapan, maka dia akan meneror rumah kalian. Mencari celah untuk bisa masuk ke dalam. Makanya, setiap jalan masuk, baik pintu dan jendela juga ditaburi garam kasar. Sebar saja sekitar bada asar. Insya Allah dia tidak akan bisa masuk. Tolong taati peraturan desa kami, ya, Mas, Mba."

"Oh begitu. Baik, Pak. Kami paham. Kalau gitu kami permisi dulu. Jangan lupa,Pak RT besok hadir ke rumah kami. Kami sangat tunggu kehadirannya."

"Oh iya, saya sampai lupa. Kalau untuk pemimpin doanya, bagaimana? Mas Radit mau sekalian saya carikan?"

"Oh boleh, Pak. Boleh. Terima kasih banyak sebelum dan sesudahnya. Maaf, kalau kami merepotkan."

"Ah, tidak usah sungkan. Kita ini kan keluarga. Hidup bertetangga itu artinya kita adalah keluarga terdekat, kan?"

"Kalau begitu kami permisi dulu, Pak RT, Mas Ratno," ucap Aretha. Ia melebarkan bibirnya dan beranjak dari duduk. Mereka semua saling berjabat tangan, dan akhirnya pertemuan di rumah Pak RT pun diakhiri.

"Gimana, sayang, jadi pesan catering nya?" tanya Radit.

"Jadi. Udah kok. Tinggal tunggu aja. Aku minta jam 3 sore udah diantar ke sini." Aretha sedang membuat puding buah untuk snack pengajian nanti malam. Untuk makanan berat, mereka memang sudah berencana memakai jasa catering. Karena tamu undangan yang akan datang untuk pengajian memang tidak sedikit. Rasanya akan sangat merepotkan jika semua dimasak di rumah. Apalagi hanya ada Aretha dan Bu Jum saja yang akan mengerjakan urusan dapur.

"Itu kamu nggak apa apa, Sayang, masak buat snack nya? Kenapa nggak sekalian pesan aja. Jadi kamu kan nggak perlu repot. Nanti kamu capek loh."

"Nggak apa apa kok, Dit. Lagian cuma snack aja. Kan aku biasa bikin kalau Bunda dulu ada pesanan. Lagian aku juga pengen ada kegiatan."

"Ya udah. Tapi ...." Radit melingkarkan kedua tangan ke pinggang Aretha. Wanita yang sudah menyandang status sebagai istri Radit itu, tidak terkejut sama sekali akan ulah sang suami. Radit memang sudah biasa melakukan hal romantis ini sejak mereka awal menikah.

Aretha hanya makin hati-hati apalagi karena kini dia sedang mengaduk adonan puding di atas kompor yang panas. Jangan sampai konsentrasinya buyar karena ulah Radit.

Suara langkah kaki terdengar masuk. Alhasil Radit yang awalnya masih memeluk sang istri dari belakang, mengendurkan tangannya sambil menoleh. Bu Jum masuk dengan membawa beberapa kantung belanjaan setelah berbelanja ke pasar atas suruhan Aretha pagi tadi.

"Sudah pulang, Bu Jum? Sama Pak Slamet, kan?" tanya Radit basa basi. Niat ingin melakukan adegan romantis dengan sang istri mendadak buyar karena kedatangan Bu Jum. Tapi setidaknya senyum Aretha melebar, dan hatinya pun menjadi berbunga - bunga.

"Iya, suami saya di depan. Katanya mau merapikan taman," jelas Bu Jum sambil menunjuk arah di mana suaminya berada.

"Oh ya sudah. Saya ke depan dulu. Tolong istri saya dibantu, ya, Bu."

"Baik, Pak Radit."

Setelah Radit melangkah keluar halaman, Bu Jum dengan sigap membantu Aretha. Sebenarnya Aretha menguasai bakat sang Ibunda dalam hal memasak. Hanya saja dia lebih suka membuat hidangan berupa snack daripada makanan berat. Aretha akan lebih pintar dalam mengkreasikan makanan ringan. Daripada hidangan utama. Walau demikian, masakannya tentu tetap enak.

Radit melihat Pak Slamet sedang memotong rumput di halaman depan. Ia sudah membawa bibit bunga sesuai pesanan Aretha. Taman di rumah Pak Ibrahim sebelumnya sudah cukup bagus. Hanya saja beberapa tanaman menjadi layu dan mati. Sehingga ada beberapa lahan yang tampak kosong saat Radit dan Aretha pindah ke rumah itu.

Aretha sengaja ingin menanam beberapa tanaman hias. Mulai dari aneka macam bunga, seperti bunga krisan yang ingin ia tanam sejak dulu. Tapi sayangnya, rumah miliknya tidak cocok untuk menanam bunga krisan. Maka impian itu rasanya akan ia wujudkan di tempat ini.

"Pak Slamet?" panggil Radit.

Pria dengan rambut yang sudah sebagian besar beruban itu pun mendekat. "Ada apa, Pak Radit?"

"Itu ... Eum, pintu di kamar utama, sudah dibetulkan atau belum, ya, Pak?"

"Pintu kamar utama? Sudah kok, Pak. Saya sudah ganti engsel pintunya, jadi sudah tidak akan berbunyi lagi. Memangnya kenapa, Pak Radit?" tanya pria itu sambil mendongak pada Radit, karena postur tubuh Radit memang lebih tinggi dari Pak Slamet.

"Beneran sudah diganti, kan, Pak?" tanya Radit sekali lagi, menegaskan.

"Sudah, Pak Radit. Sebentar." Pak Slamet merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah besi yang ternyata adalah engsel pintu kamar utama yang sudah berkarat. "Ini engsel yang lama. Pak Radit boleh periksa kalau engsel kamar itu berkarat atau tidak. Karena saya memang sudah menggantinya dengan yang baru kemarin."

"Oh ya sudah, Pak. Nggak usah. Saya percaya kok sama Pak Slamet."

"Memangnya kenapa, Pak Radit? Apakah ada yang salah?"

"Eum, nggak kok, Pak." Jawaban Radit memang terkesan biasa saja, tanpa beban. Tapi sorot matanya menunjukkan kegelisahan. Sehingga Pak Slamet pun terus mengajukan pertanyaan demi pertanyaan hingga akhirnya Radit pun menceritakan apa yang membuat dia gelisah.

"Oh jadi begitu," ucap Pak Slamet sambil tampak berpikir serius. "Kalau begitu, nanti saya periksa lagi kondisi pintunya, Pak Radit. Mungkin memang masih ada yang harus diperbaiki."

"Terima kasih, ya, Pak. Kalau begitu saya mau ke rumah Pak RT dulu. Ada perlu," kata Radit pamit undur diri.

"Oh iya, Pak. Silakan. Saya juga mau lanjut menanam benih bunganya. Kasihan, Bu Aretha sudah menanyakan sejak kemarin."

"Iya, Pak. Tapi sebaiknya makan dulu, Pak. Ambil saja di belakang," kata Radit.

"Iya, Pak Radit."

_____

Catering datang tepat sebelum azan asar berkumandang. Semua sudah selesai begitu pula dengan aneka hidangan snack yang sudah Aretha buat.

Ruang tamu rumah itu dirapikan. Sofa dan meja sudah di pindahkan ke ruang tengah untuk sementara. Karena karpet akan digelar untuk acara pengajian nanti malam.

Aretha dan Radit kedatangan tamu dari pihak teman kerja Radit. Mereka sengaja mampir untuk silaturahmi. Sebagian besar dari mereka tinggal di rumah mess yang disediakan perusahaan. Kebanyakan dari mereka memang masih lajang, sehingga tidak perlu pusing untuk membawa istri atau keluarga. Tim yang biasa bersama Radit memang sudah mengenal Aretha. Kebersamaan yang telah dibangun selama ini, menjadikan mereka keluarga.

Ada sekitar lima orang yang hadir. Mereka kini sedang menyantap camilan yang sudah Aretha persiapkan, ditemani dengan secangkir kopi hitam, yang membuat semuanya menjadi lengkap.

Menikmati suasana sore di tempat itu yang sejuk, rasanya membuat obrolan santai mereka bisa bertahan lama.

"Wah, pindah ke sini bisa dianggap seperti bulan madu kedua, ya, Dit." Norman, salah satu pegawainya yang berumur sepantaran dengannya memang kerap meledek Radit jika sedang bersama Aretha.

"Oh ya harus dong. Apalagi pemandangannya bagus banget tuh."

"Ditambah suasananya, dingin," tambah yang lainnya.

"Kalian itu, makanya cari istri. Jangan jadi bujangan terus," sindir Radit.

"Gue sih udah cari, tapi belum dapat juga. Tha, cariin dong. Siapa tau temenmu ada yang masih jomlo."

"Mending nyari ke ustaz ustaz itu, kan biasanya ada forum buat taaruf. Daripada aku yang cari, belum tentu cocok."

"Ah, paling Norman masih teringat dengan sang mantan. Makanya belum bisa move on," sindir Hendi.

"Mantanmu yang mana, Man?" tanya Aretha dengan ekspresi bingung.

"Jangan belaga nggak tau lo, Tha. Masa harus gue perjelas siapa yang dimaksud," kata Hendi.

"Oh yang inisialnya Citra?" tanya Aretha dan sontak membuat semua orang tertawa lepas.

"Itu sih bukan inisial! Tapi nama jelas. Bini lo emang paling pinter ngeledek gue, Dit," tutur Norman dengan tampang memelas pada Radit.

"Yang sabar ya, Man. Emang nyatanya lo nggak bisa move on, kan?" tanya Radit makin membuat Norman sebal.

Tiba tiba ada bunyi keras seperti pintu yang ditutup. Semua orang diam dengan dahi berkerut. "Siapa?"

"Pak Slamet mungkin," ungkap Radit. Namun dari pintu depan Pak Slamet justru masuk karena mendengar suara keras tersebut.

"Lah itu, Pak Slamet!"

"Pak Radit, ada apa? Tadi bunyi apa keras sekali?"

Aretha dan Radit saling pandang. Mereka juga tidak tau apa dan berasal dari mana suara keras tadi. Yang mereka tau, kalau itu seperti sebuah pintu yang ditutup kencang.

_______

Akhirnya pasangan suami istri itu memeriksa sumber suara ditemani oleh Pak Slamet dan Hendra, teman Radit yang paling berani di antara yang lain. Karena teman yang lain justru sibuk makan camilan daripada harus memeriksa ke sana.

Hendra dan Radit berjalan lebih dulu ke ruang tengah. Sementara Aretha dan Pak Slamet hanya mengekor di belakang. Mereka sampai di ruang tengah, dan tidak ada apa pun di sana. Sementara Bu Jum yang masih membereskan dapur juga melihat kedatangan mereka. Sang suami mendekat dan mereka berbisik dengan pembahasan tentang suara tadi.

"Kayaknya dari atas," jawab Bu Jum sambil menatap ke lantai dua dengan wajah takut.

Hendra dan Radit dengan kompak melihat ke lantai atas. Di mana tidak ada satu pun makhluk hidup di sana. Mereka saling tatap lalu mengangguk. Langkah mereka mantap menaiki tangga. Hendra yang baru pertama kali masuk ke rumah itu, menatap sekitar.
bejo.gathel
3.maldini
kemintil98
kemintil98 dan 4 lainnya memberi reputasi
5