ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#177
3. MAKRAB
Kebetulan tepat di hari sabtu ini, adalah kegiatan MOS yang terakhir. Setelah pulang sekolah lebih awal, para siswa kembali lagi ke sekolah pukul tiga sore untuk mengikuti Makrab. Seluruh siswa baru wajib hadir di acara ini. Senior serta beberapa alumni sekolah akan menjadi panitia acara begitu katanya. Tenda-tenda sudah didirikan di halaman depan sekolah. Beberapa siswa baru, senior dan alumnus sekolah pun sudah mulai meramaikan tempat ini.

Apel sore dilakukan sebelum memulai acara. Semua siswa akan tidur di tenda yang sudah disediakan. Satu tenda ada empat orang. Setelah penyuluhan tentang kegiatan yang akan dilakukan selama Makrab, semua siswa kembali ke tenda masing-masing untuk persiapan istirahat, salat dan makan. Tendaku ada paling belakang, bersama Kiki, Uwi, dan Lindi.

"Eh, nanti hati-hati kalau pas jurit malam," bisik Lindi saat kami merapikan barang yang telah dibawa dari rumah.

"Kenapa?" tanya Kiki mengeluarkan mukena.

"Biasanya ada kejadian-kejadian aneh loh, " tambah Uwi.

"Ini lagi, malah nggosipin setan. Nanti keluar beneran gimana, hayo?" Aku menyahut sedikit menakut-nakuti. Padahal aku sudah merasakan akan ada sesuatu yang terjadi nanti malam. Mereka bertiga bergidik ngeri, lalu keluar dari tenda mengikutiku yang sudah memeluk mukena di dekapan. Lebih baik sholat daripada menggosip tentang hantu. Bakal muncul nanti.

Tiba saat jurit malam. Agenda ini tidak pernah absen dari tiap kegiatan sekolah seperti PERSAMI dan Makrab. Ada game yang wajib diikuti siswa baru. Setiap kelompok diisi dua orang. Tiap lima menit sekali, satu per satu kelompok masuk ke jalur yang sudah ditentukan sekolah untuk mengambil clue di tiap pos. Ada sekitar lima pos hingga sampai finish. Tiap pos disediakan lilin, untuk menerangi perjalanan mereka. Lilin itu sebesar lilin ulang tahun yang berukuran kecil. Aku dan Dion satu kelompok. Buku sudah di tangan untuk mencatat clue yang berhasil kami temukan.

"Tha ...." sapa Dion. Menuju Pos 1 adalah hal termudah karena belum begitu jauh dari garis start. Keadaan jalan juga masih cukup terang.

"Hm ...."

"Menurut elu, setan di sekolah ini banyak nggak, Tha?"

Aku melirik tajam ke arah Dion sambil mendengus kesal. "Ngapain sih bahas kaya gitu sekarang, nggak pas banget, bego!" omelku kesal.

Dion garuk-garuk kepala yang sudah pasti tidak gatal, sambil cengengesan dengan wajah polos. Sampai Pos 3, lilin habis. Aku mencari clue di meja. Sementara Dion mencari lilin dan korek api yang memang disediakan di tiap pos.

"Koreknya mana ya, Tha?" tanya Dion menggeledah semua tempat. Aku hanya melirik, namun masih fokus mencatat. Hingga saat Dion berseru, "Nah, ini dia. Makasih ya."

Tentu aku terkejut hingga menelan saliva berulang kali saat melihat seseorang yang berbaik hati memberikan korek api itu ke Dion. Aku menendang kaki Dion, melotot ke arahnya. Dion yang baru menyadari keganjilan ini, lantas menoleh ke arah sosok di belakangnya. Kami berteriak. Aku menarik tangan Dion sambil berlari menjauh.

"Tadi siapa, Tha?"

"Bego! Pake nanya lagi siapa! Gue tabok deh ni anak!" omelku dengan terus berlari, menarik Dion serta sampai di Pos 4.

"Buruan cari clue-nya terus cabut!" suruh Dion berkacak pinggang sambil mengawasi sekitar. Aku dengan gugup mencari clue yang tersembunyi. Saat aku merogoh laci meja, aku terperenyak. Ada benda dingin kenyal berbentuk seperti telapak tangan. Wajahku pasti pucat. Karena apa yang kulihat dan kutemukan sekarang benar-benar di liar nalar manusia. Aku mundur beberapa langkah lalu menarik lengan baju Dion yang ikut menegang.

"Apaan, Tha?" tanya Dion sambil berbisik.

"Mending cabut aja deh!" ajakku meninggalkan Pos 4 tanpa hasil apa pun. Kamu terus berlari sampai Pos 5. Bukannya berhenti, kami malah makin mempercepat lari diiringi teriakan heboh kamu berdua. "Setaaan!"

Di Pos 5 tampak jelas seorang wanita berdiri di meja dekat lilin. Rambutnya tergerai menutupi wajah. Bajunya putih kusam, seperti tertimbun tanah dalam kurun lama. Satu yang pasti, dia ... Tidak punya kaki. Hanya berdiri melayang tak bergerak sedikit pun.

Sampai finish Dion ditarik oleh senior, sedangkan aku jatuh dalam dekapan Radit secara tidak sengaja. Entah dari mana dia tiba-tiba ada di depanku.

"Ada apa?" tanya Radit penasaran. Kak Arden mendekat, menatapku serius. Tak lama, aku melihat ke arah koridor yang gelap di sana. Seolah tahu sumber masalahnya. Kak Arden membelai kepalaku. Radit melepaskan pelukan itu dan Kak Arden yang kini mengambil alih dengan lirikan tajam. Dan aku melihatnya. Lucu sekali ekspresi kakakku ini.

"Iya, Den. Kan kagak sengaja, muka lu gitu amat," tukas Radit salah tingkah karena mendapat tatapan sinis kakakku. Acara uji nyali malam berakhir pukul satu dini hari. Karena kejadian tadi, acara dihentikan dan semua beristirahat di tenda masing-masing.

Pukul tiga dini hari, Aku tampak gelisah. Tidur miring kanan, lalu pindah kiri sudah berkali-kali ku lakukan namun tidak juga menemukan posisi yang nyaman.

"Argh!" umpatku lalu beranjak dan keluar dari tenda. Keadaan di luar sungguh sunyi, tetapi perhatian ku teralih pada sebuah aktivitas aneh di dekat tiang bendera.

"Siapa mereka?" Pertanyaan yang sebetulnya kubtujukan pada diri sendiri itu membuat langkahku mendekat ke segerombolan orang-orang aneh di sana. Sekelompok pria berpenampilan aneh yang bukan warga asli Indonesia. Bule. Begitulah orang-orang biasa menyebutnya. Aku jongkok dan bersembunyi di balik tenda yang paling dekat tiang bendera tadi.

"Setan apa orang, ya?" kembali aku menggumam yang sebenarnya aku sudah tahu jawabannya. Tiba-tiba mulutku dibekap. Desisan pelan terdengar di belakang. Saat aku melirik ke belakang, ternyata Radit yang ada di belakangku.

"Mereka makhluk halus, tapi biar aja, memang udah biasa kayak gini," tutur Radit dengan terus mengawasi keadaan sekitar.

"Kamu? Radit apa setan?" tanyaku menyelidik.

Mendengar pertanyaanku barusan, Radit mengernyitkan kening.

"Kenapa kamu juga anggap aku setan? Aku manusia, hellooo..." gerutunya kesal sambil bergaya sedikit alay. Aku tertawa tertahan menutup mulut, dan yakin kalau dia memang Radit asli.

"Habisnya tiba-tiba muncul. Kaya setan aja!" hardikku menatap kembali ke tempat semula.

"Kamu pikir, Kamu nggak mirip setan? Malam-malam berkeliaran," sahut Radit jengkel.

Tak menanggapi perkataan Radit tadi, Aku malah sedikit S E N S O Rik karena gerombolan tentara bule tadi sudah raib.

" Yuk, mending temanin cari makan aja," ajak Radit langsung menarik tanganku begitu saja. Dan aku hanya pasrah walau dengan mulut yang terus mengoceh sebal atas sikapnya yang terkadang seenaknya.

Kami sampai di gerbang depan sekolah. Saat Radit akan menaiki pagar, aku menahan kaki Radit sambil berbisik." Heh! Ngapain sih?" karena peraturan dari senior tadi, melarang kami keluar sekolah tanpa ijin.

"Beli nasi goreng di depan tuh, tunggu sini bentar," suruh Radit lalu meneruskan melompati pagar. Aku menggeleng pelan, malah mengikuti jejak Radit. Tapi dia justru melihatku aneh.

"Kenapa sih?"

"Lu cewek apa cowok sih, Tha?" tanya Radit sambil melihat tingginya gerbang dengan tatapan takjub. Kini kami sudah berada di luar pagar sekolah.

"Bawel! Yuk makan. Aku juga laper," ajakku yang bergantian menarik tangan Radit. Kami makan nasi goreng yang ada di depan sekolah. Letak sekolah memang dekat pusat kota. Jadi walau sudah malam begini, tidak akan sulit mencari penjual makanan. Dan di jalan raya ini masih banyak aktivitas manusia, walau tidak sebanyak saat siang. Selesai makan kembali kami melompati pagar bergantian. Saat sudah sampai lingkungan sekolah, terdengar suara berdebum. Seperti kursi yang terlempar ke tembok. Radit dan Aku menatap sekolah sebelah. Sekolah kami memang bersebelahan dengan sebuah SMP Negeri. Dan aku yakin kalau suara tadi berasal dari sekolah SMP itu. Dan sepertinya Radit juga berpikir hal yang sama. Karena dia juga menatap ke arah yang ku tatap.

"Apaan tuh?" tanya Radit sambil menatap ke sekolah sebelah. Beberapa ruang kelas terlihat jelas dari tempat kami berdiri. Ada sebuah kelas yang lampunya masih menyala, dan ada beberapa bayangan yang tertangkap di ruang kelas paling dekat jalan.

"Dipikirin amat sih, Dit. Kali aja ada kegiatan sekolah juga. Udah yuk, balik ke tenda. Udah mau subuh nih!" ajakku berjalan lebih dahulu. Aku tidak ingin melihat hal aneh lagi sekarang. Aku lelah. Setelah kami sedikit menjauh dari gerbang, lampu di kelas sekolah sebelah tiba-tiba mati. Walau kami tidak melihat secara langsung. Tapi dari ujung ekor mata, perubahan itu terlihat jelas.
Suara berdebum keras makin terdengar. Seperti ada keributan di sana. Hanya saja kami mencoba untuk tidak memedulikannya, dan terus berjalan ke tenda.

"Ya udah, kamu istirahat, ya. Jangan kelayapan lagi. Ingat!" saran Radit yang berupa ancaman.

"Siap, Bos!"

Keesokan harinya acara Makrab hanya diisi kegiatan olahraga di pagi harinya, dan penutupan setelahnya. Lalu kami kembali ke rumah masing-masing. Kegiatan tadi hanya berlangsung selama sehari semalam. Namun cukup berkesan bagiku.

****

Azan asar baru saja berkumandang. Aku duduk di gazebo depan membaca novel ditemani Mueza, kucing peliharaan keluarga kami. Sesekali aku membelai tubuh Mueza yang berbulu tebal dan lembut di sampingku. Mueza hanya terus menunduk seperti merasa sangat nyaman atas perlakuanku ini. Kepala Mueza mendongak, saat sebuah motor sport masuk ke halaman rumah. Seorang pria berpenampilan rapi membuka helm lalu tersenyum ke arahku. "Nyari Kak Arden, Dit?" tanyaku sedikit berteriak.

"Iya, Tha. Arden ada?"

"Di kamarnya tuh. Sana masuk aja."

Gawaiku berdering. Sebuah pesan singkat dari Kiki mengalihkan perhatianku dari tamu barusan.

'Tha, jadi nggak nonton Pensi di GOR ? Aku udah nangkring di mari loh!'

"Ya ampun, aku lupa!" pekikku memukul kening ku sendiri. Aku segera beranjak ke dalam rumah. Aku ini memang pelupa, padahal tadi pulang sekolah kami sudah sepakat akan pergi bersama di sebuah acara Pensi. Tapi aku malah bersantai-santai sejak tadi. Pasti Kiki akan mengomel nanti.

Dengan memakai skinny stretch jeans dipadukan dengan blouse berwarna abu-abu aku sudah siap dan kini berjalan ke kamar kak Arden. Kebetulan Ayah dan Bunda sedang ada acara di luar. Jadi aku harus berpamitan pada Kak Arden sekaligus membawanya untuk mengantarku.

"Kak," panggilku sambil membuka pintu kamar Kak Arden setengah. Aku  muncul di balik pintu dan melihat kedua pria di dalam yang sedang asyik mengobrol.

"Mau ke mana?" tanya Kak Arden dengan tatapan menyelidik.

"Anterin yuk."

"Ke mana?"

"Nonton Pensi. Udah ditunggu nih, udah telat. Anterin bentar yuk," rengekku lebih ke arah memaksa.

Kak Arden melirik temannya yang sedang memainkan ponselnya dengan melempar-lemparkan ke atas, lalu ditangkapnya lagi. Benar-benar kurang kerjaan, pikirku.

"Sama Radit aja tuh, Kakak lagi banyak tugas. Sana, Dit!" tukas Kak Arden sambil menarik tubuh temannya yang masih bingung.

"Lah, kok sama gue?" tanya Radit dengan ekspresi anehnya.

"Udah, sama elu aja. Udah dandan rapi, kan? Ya udah sana. Temenin adik gue. Jagain! Awas! Jangan ampe lecet, ya," ancam kak Arden sedikit menahan tawa.

"Emang lu pikir gue apain adik lu?" tanya Radit menggumam pelan.

"Udah, buruan, Dit ah!" tambahku yang langsung pergi ke depan. Aku tidak peduli siapa yang mengantar, yang penting aku harus sampai ke sana segera. Mau tidak mau, Radit menurut. Kami kini pergi menuju GOR dalam rangka memeriahkan ulang tahun salah satu brand motor terkenal di Indonesia. Yah, pensi itu digelar karena acara tersebut.

Kerumunan manusia memenuhi sepanjang jalan. Radit lantas menggandeng tanganku dan menerobos masuk. Aku hanya menatap laki-laki di samping dengan senyum simpul. Mencari keberadaan Kiki bukan hal sulit, karena tadi Kiki sudah mengabari di mana ia menunggu kamu.

"Loh, itu?" tanya Radit sedikit terkejut, langkahnya terhenti saat menatap beberapa orang di sana. Aku yang penasaran melongok dari balik bahu Radit, yang berjalan di depanku sejak tadi. "Kiki sama Doni?" tanyaku sama terkejutnya.

"Kalian janjian sama Doni juga?" tanya Radit berbisik kepadaku. Ekspresi kami sama. Bingung, heran, terkejut dan penuh curiga.

"Enggak!"

Aku segera melangkah menuju Kiki berada sekarang. Dua orang di ujung sana tampaknya tidak menyadari kehadiran kami. Mereka terlihat tengah saling bergandengan tangan dengan Kiki yang sesekali bergelayut manja di lengan Doni. Radit mengekor lalu segera mengagetkan kedua pasang sejoli itu. Sementara aku berkacak pinggang. Seperti satpam yang memergoki sepasang pencuri.

"Oh gini, ya?" tanyaku, menyipitkan mata menangkap basah Kiki dan Doni.

Tangan mereka segera terlepas, dan terlihat gugup.

"Apa sih?" Doni balik bertanya, dengan bersikap cuek menutupi kegugupannya.

"Oh gitu. Janjian ya, kalian?" tanya Radit menyelidik.

"Eh sadar dong. Kalian pikir kalian apa? Datang berduaan, gandengan tangan, cie ... Jadian ya," kata Kiki melempar balik tuduhan yang dilayangkan kepadanya.

Grup band terkenal ibu kota membuat perhatian kami teralihkan. Tidak peduli lagi atas hubungan terselubung ini.

______

Sudah sekitar satu jam lamanya kami ada di acara ini, Aku yang sudah lelah memutuskan menyudahi dan mengajak yang lain pulang. "Makan dulu lah, laper," pinta Kiki sambil mengelus perutnya. Kami pun sepakat makan terlebih dahulu di sebuah kafe yang tak jauh dari acara Pensi tadi.

Suasana kafe belum cukup ramai. Kiki yang duduk bersebelahan dengan Doni makin akrab dengan memilih menu makanan bersama-sama. Kedekatan Kiki dan Doni bagai tidak terendus oleh yang lain. Sementara aku dan Radit menatap mereka heran. Masih tak percaya. Radit membolak-balik buku menu, namun sorot matanya tertuju pada dua orang yang duduk di depan kami.

"Gini ya kalau orang jatuh cinta? Dunia serasa milik berdua, yang lain cuma nge-kost aja."

"Sejak kapan mereka dekat, ya?"

"Mana aku tahu, jejaknya halus banget. Mungkin mereka pakai jalur belakang," tanggapku berbisik di dekat Radit.

"Jalur belakang?" Radit mengernyitkan kening.

Tanpa disadari, ada seorang wanita berpenampilan seksi mendekati Radit. "Hai, Radit."

Radit yang sejak tadi tidak memperhatikan sekeliling, mendadak diam menatap wajah wanita yang kini berdiri di depannya. Lidahnya kelu, bahkan untuk menjawab sapaan wanita tinggi dengan rambut blonde itu ia kesulitan. Seolah ia kehilangan indra pengecapnya.

"Dit? Radit?" Kembali wanita ber-style sosialita itu membuyarkan lamunan Radit sambil melambaikan tangan di depan wajah Radit yang masih melongo.

"Eh, Stella? Sa ... Sama siapa?" tanya Radit gugup dengan tangan terulur meraih jabat tangan wanita yang sepertinya sudah dikenalnya lama.

"Sama Jhon nih," Wanita berbalut pakaian minim itu lantas bergelayut manja di lengan seorang pria yang terlihat kaya dari beberapa perhiasan mahal dan jam tangannya yang bermerek.

"Itu KW berapa ya, Don?" Kiki berbisik pelan ke Doni, namun suaranya mampu ditangkap kami semua yang ada di sini.

"Uhuk!" aku sengaja tersedak minuman mendengar ucapan sahabatku yang memang kurang waras dan terlalu jujur itu.

"KW super kayaknya, Ki. Punyaku aja ini KW 1, kelihatan nggak bedanya sama punya dia." Diskusi Kiki dan Doni makin gencar. Mereka seolah sengaja membuat keadaan sedikit panas.

Orang yang dibicarakan naik pitam. "Heh! Maksud kalian apa? KW? Jam tangan gue, ori, tahu!" jerit Jhon tidak terima.

"Dit? Dia siapa? Aku pikir, kamu belum bisa lupain aku," tanya Stella melirik padaku dengan tatapan menyelidik. Aku yang sadar akan situasi tidak menyenangkan ini lalu memeluk lengan Radit erat. "Kenalin, aku Aretha, pacarnya Radit." Senyum lebar terukir di bibirku. Sementara Radit diam tak berkutik. Rasanya aku muak melihat wanita di depanku ini. Ingin segera kuusir dia secepatnya.

Stella sedikit ragu menerima uluran tanganku. Hingga saat Stella akan mengulurkan tangannya, Aku justru memeluk Radit dengan kedua tangannya.

"Jadi dia yang pernah kamu ceritain?" Laki-laki di sampingku hanya mengangguk. "Terus dia ninggalin kamu cuma karena cowok OKB ini?" sambungku dengan nada meledek. Aku langsung menutup mulut menahan tawa, sementara Kiki dan Doni malah sudah tertawa karena memang sependapat denganku.

"Oh iya, Stella," panggilku dengan menatap kedua bola mata Stella yang berwarna biru. Sepertinya dia bercita-cita menjadi bule dengan mengubah semua penampilannya. Stella hanya diam tak bereaksi. Air mukanya merah padam. "Tolong ya, Stella. Jangan sok kepedean gitu deh, merasa diri kamu hebat. Kamu pikir Radit masih suka sama kamu? Dia udah punya aku, jadi jangan ganggu dia lagi. Lagian kamu ninggalin Radit cuma demi laki-laki model gitu?" Pertanyaanku yang sedikit menghina itu, tak mendapat respons apa pun dari mereka berdua.

"Ehem," Kiki berdeham sambil meneguk lemon tea yang baru saja datang diantar waitress. Keadaan makin memanas. Aku melirik tajam sahabatku yang sedang mengulum bibir menahan tawa.

"Dengar ya, Stella ... harta bisa dicari, tetapi rasa nyaman, aman dan tenang berada di sisi pria yang tulus mencintaimu itu lebih penting dari segala harta di dunia ini. Mencintai seseorang hanya karena harta dan kekayaannya hanya akan membuatmu terlihat sangat miskin," sindirky sinis.

"Kamu ... kurang ajar! Kamu ngatain aku matre?" tanya Stella membuat kesimpulan sendiri.

"Aku nggak perlu jawab pertanyaan kamu. Tanya sama diri kamu sendiri."

Stella ditarik John pergi dengan ocehan kotor dan tidak pantas diucapkan seorang wanita. Aku lantas melepaskan tangan yang melingkar di lengan Radit sambil menatap Stella yang pergi sambil mengomel.

"Wuih, keren, Tha. Sumpah! Gue suka gaya elo ..." seru Doni. Kiki malah terus tertawa melihat kelakuanku yang pasti menggemaskan hari ini.

"Radit ... Radit. Bisa-bisanya elu nemu cewek model begituan," ucap Kiki heran.

"Dulu nggak begitu soalnya. Stella dulu kalem, baik, tetapi sejak dia sering diejek teman-temannya karena dia nggak punya barang mahal dia jadi gitu. Karena dulu aku nggak pernah bisa kasih apa-apa ke dia. Akhirnya dia dapat apa yang nggak bisa aku kasih dari Jhon. Ya udah, aku bisa apa. Walau orang tuaku mampu beliin, tapi rasanya nggak etis deh, pacaran dimodalin orang tua."

"Keren, Bro. Lagian tu cewek nggak cakep-cakep amat, mendingan juga Aretha ke mana-mana," lirik Doni kepadaku. Aku hanya menaikkan sebelah alisnya menatap tajam Doni yang sedang terkekeh.

"Eh, tunggu. Jadi kalian udah jadian nih?" sergah Doni kepada kami.

Kami saling bertukar pandang, lalu memutar bola mata karena jengah dengan candaan Doni. Sebuah pukulan kecil mendarat di kepala Doni, dari Radit tentunya.

"Bukannya elu yang jadian sama Kiki! Dasar!"

"Hahahaha ...."
johny251976
coeloet
theorganic.f702
theorganic.f702 dan 3 lainnya memberi reputasi
4