Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#89
Part 9 Pak Rt
Matahari baru saja tenggelam beberapa menit yang lalu. Mobil Radit masuk ke halaman yang disambut oleh Aretha dengan riang.

"Assalamualaikum," ucap Radit begitu turun dari mobil.

"Wa alaikum salam." Aretha langsung menyambut sang suami dengan mengambil alih jas yang ia sampirkan di lengan kanan.

"Banyak kerjaan, ya?"

"Iya, sayang. Duh, maaf ya, aku lupa antar mobil ke rumah. Tadi banyak banget yang harus diurus."

"Nggak apa - apa kok. Lagian aku nggak ke mana mana. Cuma ke warung deket rumah sana.," jelas Aretha sambil melingkarkan tangan ke pinggang Radit. Mereka berdua lantas masuk ke dalam rumah.

______

"Masak apa, sayang?" tanya Radit begitu duduk di kursi meja makan. Rambutnya masih agak basah karena habis mandi.

"Tadi aku beli bayam sama ikan gurameh." Aretha mengambilkan nasi untuk Radit. Sementara sang suami memperhatikan masakan istrinya dengan senyum mengembang.

"Asik. Gurameh asam manis, ya? Wah, seneng deh tiap hari gini. Deket kamu, di masakin tiap hari gini." Radit memeluk pinggang Aretha yang berdiri di sampingnya.

"Ish, kamu nih. Kan tiap kamu pulang aku selalu masakin. Cuma kalau lagi mager aja, kita makan di luar."

"Iya, sayang. Tapi sekarang kan bisa tiap hari. Biasanya kalau aku di luar kota, kan nggak bisa makan masakan kamu gini."

"Iya, iya. Oh iya, Dit. Besok kita adakan pengajian gimana? Kan besok hari minggu nih. Kamu libur, kan?"

"Iya, libur. Oh iya bener juga, sayang. Aku juga kepikiran gitu. Untung kamu ingetin lagi. Terus mau masak atau pesan aja, sayang?"

"Harus tau dulu berapa yang mau diundang, sayang. Kamu udah tau belum, warga di dekat rumah kita ada berapa?"

"Nanti aku ke rumah Pak RT dulu, ya. Sekalian mau lapor kepindahan kita."

"Kamu tau rumah Pak Rt, sayang?"

"Tau. Pak Slamet kemarin bilang. Oh iya, gimana beres beres rumahnya. Akhirnya kamar mandi mau dibenerin nggak, sayang?"

"Iya. Dibenerin. Cuma kata Pak Slamet butuh bahan material yang banyak. Kamu sediain dulu, nanti digarap sama Pak Slamet."

"Oh gitu. Ya udah. Besok aku kirim bahan material bangunannya. Senin paling. Tokonya kalau hari minggu tutup."

"Oke. Ya udah. Makan dulu, yuk."

Mereka pun menikmati makan malam sederhana itu berdua.

Malam itu mereka habiskan berada di ruang tengah. Radit masih berkutat dengan laptop untuk urusan pekerjaan. Sementara Aretha hanya asyik menonton tv sambil makan camilan.

Tiba tiba derit pintu di lantai atas terdengar. Sontak Aretha dan Radit mendongak ke atas, lalu saling tatap.

"Ada siapa di atas?" tanya Radit.

"Nggak ada ah. Pak Slamet sama Bu Jum udah pulang. Padahal tadi aku udah suruh Pak Slamet benerin pintu kamar utama. Kok belum juga dibenerin sih."

"Emangnya pintu itu yang bunyi?"

"Iya."

"Apa jangan jangan pintu balkon belum ditutup, ya? Jadi pintunya kebuka, kena angin?"

"Bisa jadi sih."

"Ya udah, aku cek dulu ke atas." Radit pun berjalan menuju tangga. Aretha hanya duduk di sofa masih sambil menikmati camilan di pangkuannya. Tapi rupanya keganjilan tidak hanya sampai di situ saja. Kini di lantai bawah, piano yang berada di sudut tangga berdenting sekali. Seperti ada yang menekan salah satu tuts nya. Aretha langsung menatap benda tersebut dengan serius.

Dia berusaha fokus untuk dapat melihat siapa yang telah memainkan piano itu tadi. Tak lama, sekelebat bayangan seolah sedang berlari menuju ke tangga. Tidak terlihat jelas, hanya seperti bayangan saja. Aretha terus waspada dengan sekitar.

Namun perhatiannya kembali pada Radit yang sedang turun dari tangga sambil mengacak acak rambutnya.

"Gimana, sayang?"

"Pintu balkon udah dikunci kok, Yang." Ia segera duduk kembali di samping Aretha.

"Terus? Pintu kamar kebuka?"

"Iya." Radit menoleh ke Aretha dengan tatapan bingung. Dia ingin mengetahui apa yang terjadi di lantai atas. Karena tidak mungkin pintu di kamar utama bisa bergerak jika tidak ada angin.

"Mungkin anginnya kenceng lewat celah jendela, Yang. Pak Slamet juga pasti lupa tutup pintu kamar."

"Eum, bisa jadi sih." Radit memperhatikan sekitar, seperti sedang mengawasi beberapa sudut ruangan di rumah itu. "Kayaknya kita bener bener harus ada in pengajian, Tha."

"Iya. Memang begitu. Sekalian kita kenalan sama warga sekitar, kan?"

"Iya. Kalau gitu nanti habis isya, aku ke rumah Pak Rt, ya."

"Aku ikut," rengek Aretha sambil memeluk lengan suaminya.

"Dingin loh, sayang, di luar. Mending di rumah aja. Lagian aku jalan kaki ke sana. Soalnya jalan ke rumah Pak Rt itu melewati gang sempit."

"Pokoknya aku ikut." Aretha terus merengek sambil tengak tengok sekitar.

"Kamu kenapa?"

"Nggak mau ditinggal pokoknya. Kamu tau nggak, tadi ada kejadian aneh di warung, Dit."

"Kejadian aneh apa, Sayang?"

"Kan aku lagi ngobrol sama ibu ibu di warung. Terus pas aku mau pamit pulang, tiba tiba ada salah satu ibu di sana yang bilang gini. 'Mba Aretha, anaknya nggak diajak pulang?' Padahal kan kita belum punya anak. Dan di sekitar situ emang banyak anak kecil. Aku bingung. Anak yang mana yang dia maksud. Pas dia nunjuk, aku nggak lihat ada siapa pun di sana. Aneh nggak sih, Dit."

"Hm, aneh sih. Tapi ibu ibu yang lain gimana? Mereka lihat juga, nggak?"

"Iya. Mereka lihat juga. Eh beberapa sih. Sisanya sibuk belanja. Kalau pun anak yang dia maksud sosok makhluk halus, kenapa aku nggak bisa lihat, ya?"

"Iya. Makanya itu. Aneh. Mungkin kemampuan kamu menurun, sayang?"

"Menurun? Mending kalau bisa mah hilang aja. Aku malas lihat begituan."

Mereka berdua sama sama terdiam.

"Eh satu lagi, sayang. Waktu pertama kali kita datang ke sini ... Aku lihat ada satu sosok perempuan. Dia pakai baju merah, berdiri di tengah kebun teh depan rumah. Awalnya aku lihat dia di dekat pintu masuk desa. Terus di depan rumah."

"Oh ya? Kenapa kamu baru cerita?"

"Aku pikir itu biasa aja gitu. Terus aku lupa mau cerita ke kamu."

Azan isya berkumandang. Mereka Berdua lantas menyudahi obrolan tadi dan segera mengambil air wudu untuk salat berjamaah. Setelah itu mereka akan pergi ke rumah Pak Rt terdekat. Walau jarak dekat yang dimaksud tidaklah sedekat yang mereka pikir.

"Eum, ngomong ngomong pindahan kemarin bagaimana, Mas, Mba? Lancar? Saya tidak tau kalau panjenengan pindah kemarin. Saya tau, kalau mau ada warga baru di sini. Saya pikir masih lama datangnya."

"Iya, Pak. Pekerjaan saya sudah menunggu. Jadi nggak bisa ditunda lagi. Lagipula istri saya juga mau ikut. Biasanya saya tinggal di rumah."

"Ya namanya suami istri jangan sering berjauhan. Nggak baik. Hehe."

"Iya, Pak. Bener itu."

"Tapi Mba Aretha betah di sana, kan?"

"Alhamdulillah betah, Pak. Walau sebenarnya rumah itu terlalu besar buat saya. Lagipula kami cuma tinggal berdua, jadi rasanya gimana gitu, Pak. Saya terbiasa di rumah kami yang sederhana."

Padahal Rumah mereka juga tak kalah bagus dan mewah. Hanya saja memang dibuat minimalis modern. Sementara rumah Pak Ibrahim tidak memiliki nilai seni yang spesifik. Berbeda dengan rumah Radit dan Aretha. Walau hanya satu lantai, tapi mereka juga punya balkon di kamar. Dengan pemandangan taman di depan kamar yang asri dan sejuk. Banyak bunga matahari yang jika sudah mekar akan tampak indah sekali. Rumah mereka bergaya modern. Yang sangat nyaman hingga Aretha sendiri jarang sekali keluar rumah, kecuali bosan.

Tapi gelagat Pak RT tampak aneh. Seperti ada sesuatu yang hendak disampaikan tapi dia ragu untuk mengatakannya.

"Mba dan Mas nggak mengalami atau melihat hal aneh, kan? Selama tinggal di rumah itu?" Akhirnya pertanyaan itu pun muncul.

Radit dan Aretha saling tatap dengan dahi berkerut. "Maksud bapak?" tanya Radit ingin memperjelas pertanyaan tersebut.

"Maksud saya ... Yah, rumah Pak Ibrahim itu kan, lama tidak dihuni. Jadi biasanya akan ada penghuni lain yang menetap di sana. Eh tapi maaf, saya tidak bermaksud menakut-nakuti, cuma bertanya saja."

"Oh itu. Kami paham maksud Pak RT. Hal aneh, ya? Eum, kalau saya sih belum. Cuma ... Tadi, pintu kamar lantai atas ada yang terbuka sendiri. Kami pikir itu karena angin saja."

"Selain itu?" Pak RT menatap Aretha. Karena wanita di depannya tampak aneh begitu dia membahas mengenai hal tersebut. Aretha yang sejak awal datang terlihat ramah dan riang, kini tampak menatapnya serius. Seperti ada yang sedang dia pikirkan.

"Oh saya juga, waktu tadi di warung Bu Darsi, kata ibu ibu di sana ada anak kecil yang mengikuti saya. Jadi mereka pikir itu anak saya. Padahal kami belum punya anak."

"Anak kecil? Perempuan?"

"Iya. Kok bapak tau?"

"Selain itu?"

"Selain itu ... Piano di rumah, kemarin bunyi sendiri. Oh iya, satu lagi. Yang ini malah aku belum cerita ke kamu deh, Yang." Kini Aretha beralih ke suaminya yang duduk di samping.

"Cerita apa?"

"Tadi pagi ... Ada yang tarik kakiku. Aku pikir kamu. Tapi pas kamu masuk kamar, aku baru sadar kalau yang narik kakiku bukan kamu."

"Ah, paling cuma usil. Mau nyuruh kamu bangun. Biar nggak telat salat subuh. Kan kamu sering ngalamin yang kayak gitu, kan?"

"Iya ya. Jangan jangan setan yang di rumah ngikut ke sini ya, Sayang?" tanya Aretha dengan tampang serius, menatap suaminya. Tapi setelah beberapa detik kemudian dia malah tertawa, dan hal itu pun menular pada Radit.

Pak RT justru geleng geleng kepala, karena melihat mereka berdua seakan tidak memiliki beban, padahal sudah diganggu seperti itu.

"Iya, Pak. Betul. Memang banyak yang usil. Tapi ... Bapak tau? Tentang anak kecil yang mengikuti saya?"

"Keisha. Mungkin itu Keisha. Dia anak bungsu Pak Ibrahim. Memang dia sering menampakkan diri di halaman rumah, banyak warga yang melihat."

"Tapi kalau begitu. Kenapa ibu ibu yang melihat dia, malah tidak mengenali kalau itu Keisha, Pak?"

"Karena saat Keisha Menampakkan diri, dia hanya menunjukkan punggungnya saja. Dan selama Keisha masih hidup, dia nggak pernah sekalipun keluar rumah. Jadi warga tidak ada yang pernah melihat wajahnya. Sekalipun Keisha keluar rumah, warga yang melintas dan melihatnya pun hanya melihat saat dia sedang memunggungi jalan. Belum ada yang melihat wajah Keisha secara langsung."

"Kok gitu? Kenapa, Pak?"

"Konon katanya, wajahnya rusak. Karena kena air keras. Kecelakaan. Pak Ibrahim itu suka membuat logam dari besi atau baja, dan biasanya dia memakai air keras untuk membersihkan logam logam itu."

"Ya ampun kasihan sekali."

"Keisha meninggal karena air keras?"

"Tidak, Mas. Justru dia meninggal karena jatuh dari ... Balkon kamar orang tuanya. Hanya saja perlu Mas Radit dan Mba Aretha ketahui, kalau Keisha dimakamkan di ...halaman belakang rumah itu."

Aretha dan Radit melongo. Mereka bahkan baru mengetahui tentang hal itu, padahal sudah dua malam mereka tinggal di sana.

"Yang bener, Pak?"

"Kenapa nggak dimakamkan di pemakaman umum saja, Pak?"

"Pak Ibrahim sangat terpukul atas meninggalnya Keisha. Dia memutuskan memakamkan putrinya di halaman rumah. Katanya biar tetap selalu dekat."

"Gila sih ini," gumam Aretha tampak agak terkejut dan sedikit kesal.

Radit lantas menggenggam tangan istrinya berusaha agar Aretha bisa lebih tenang.

"Lalu ada apa lagi, Pak? Mungkin ada hal lain yang kami perlu tau?"

"Eum ... Sudah. Cuma itu saja," terang Pak RT dengan wajah yang tidak nyaman. Berkali kali dia melihat ke luar rumah. Seperti takut ada orang yang mendengar pembicaraan tersebut.

Tanpa mereka sadari, ternyata memang ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka di sana. Wanita itu hanya berdiri di dekat pohon kelapa, menatap tiga orang tersebut tanpa ekspresi. Pakaiannya yang merah kontras dengan suasana tempat yang gelap. Tidak ada satu pun yang menyadari kehadiran wanita itu.

"Oh iya, satu lagi. Yang perlu Mas Radit dan Mba Aretha ketahui. Kalau di desa ini, ada satu peraturan penting yang harus ditaati semua warga tanpa terkecuali."

"Apa itu, Pak?"

"Jika datang malam selasa kliwon dan jumat kliwon, setelah azan magrib berkumandang, warga diwajibkan menutup semua pintu dan jendela. Kalau bisa korden yang menghubungkan dengan luar rumah juga harus rapat. Lalu semua aktifitas di luar, dihentikan. Tidak boleh keluar rumah saat malam itu."

"Kenapa, Pak?"

"Di desa ini ... Ada satu sosok jin yang akan mendatangi siapapun yang masih berada di luar rumah. Mungkin ini disebut mitos turun temurun, tapi semua warga desa sudah menerapkan hal ini sejak dulu. Oh iya, sebelum malam, taburkan garam kasar di sekitar pintu dan jendela rumah, di bagian luar. Agar dia tidak bisa masuk ke dalam."

"Tunggu sebentar. Jin? Maksud bapak ... Ummu sibyan?" tanya Aretha yang langsung teringat satu sosok yang tidak asing baginya.

"Loh, Mba Aretha tau dari mana?"

"Tunggu ... Ini bukan desa Alas Ketonggo, kan, Dit?" tanya Aretha tanpa menjawab pertanyaan Pak RT.

"Desa Alas Ketonggo? Loh itu desa sebelah, Mba."

Radit dan Aretha serempak menatap Pak RT dengan melebarkan kedua bola mata.
bejo.gathel
3.maldini
kemintil98
kemintil98 dan 4 lainnya memberi reputasi
5