Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
story keluarga indigo.

Quote:



KKN Di Dusun Kalimati

Quote:


Kembali ke awal tahun 1990an . Dusun Kalimati kedatangan sekelompok mahasiswa yang hendak KKN. Rupanya salah satu peserta KKN adalah Hermawan, yang biasa dipanggil dengan nama Armand. Dia adalah Kakek Aretha, yang tidak lain adalah ayah Nisa.

Bagai de javu, apa yang dialami oleh Armand juga sama mengerikannya seperti apa yang Aretha alami Di desa itu. Di masa lalu, tempat ini jauh lebih sakral daripada saat Aretha tinggal di sana. Berbagai sesaji diletakkan di beberapa sudut desa. Warga masih banyak yang memeluk kepercayaan memberikan sesaji untuk leluhur. Padahal leluhur yang mereka percayai justru seorang iblis yang sudah hidup selama ribuan tahun.

Banyak rumah yang kosong karena penghuninya sudah meninggal, dan Armand bersama teman temannya justru tinggal di lingkungan kosong itu. Rumah bekas bunuh diri yang letaknya tak jauh dari mereka, membuat semua orang was was saat melewatinya. Apalagi saat malam hari.








INDEKS

Part 1 sampai di desa
Part 2 rumah posko
part 3 setan rumah sebelau
Part 4 rumah Pak Sobri
Part 5 Kuntilanak
Part 6 Rumah di samping Pak Sobri
Part 7 ada ibu ibu, gaes
Part 8 Mbak Kunti
Part 9 Fendi hilang
Part 10 pencarian
Part 11 proker sumur
Part 12 Fendi yang diteror terus menerus
Part 13 Rencana Daniel
Part 14 Fendi Kesurupan lagi
Part 15 Kepergian Daniel ke Kota
Part 16 Derry yang lain
Part 17 Kegelisahan Armand
Part 18 Bantuan Datang
Part 19 Flashback Perjalanan Daniel
Part 20 Menjemput Kyai di pondok pesantren
Part 21 Leluhur Armand
Part 22 titik terang
Part 23 Bertemu Pak Sobri
Part 24 Sebuah Rencana
Part 25 Akhir Merihim
Part 26 kembali ke rumah



Quote:


Quote:


Saat hari beranjak petang, larangan berkeliaran di luar rumah serta himbauan menutup pintu dan jendela sudah menjadi hal wajib di desa Alas Ketonggo.

Aretha yang berprofesi menjadi seorang guru bantu, harus pindah di desa Alas Ketonggo, yang berada jauh dari keramaian penduduk.

Dari hari ke hari, ia menemukan banyak keganjilan, terutama saat sandekala(waktu menjelang maghrib).

INDEKS

Part 1 Desa Alas ketonggo
Part 2 Rumah Bu Heni
Part 3 Misteri Rumah Pak Yodi
Part 4 anak ayam tengah malam
part 5 dr. Daniel
Part 6 ummu sibyan
Part 7 tamu aneh
Part 8 gangguan
Part 9 belatung
Part 10 kedatangan Radit
Part 11 Terungkap
Part 12 menjemput Dani
Part 13 nek siti ternyata...
part 14 kisah nek siti
part 15 makanan menjijikkan
Part 16 pengorbanan nenek
Part 17 merihim
Part 18 Iblis pembawa bencana
Part 19 rumah
Part 20 penemuan mayat
Part 21 kantor baru
Part 22 rekan kerja
Part 23 Giska hilang
part 24 pak de yusuf
Part 25 makhluk apa ini
Part 26 liburan
Part 27 kesurupan
Part 28 hantu kamar mandi
Part 29 jelmaan
Part 30 keanehan citra
part 31 end





Quote:


Quote:



INDEKS

Part 1 kehidupan baru
Part 2 desa alas purwo
part 3 rumah mes
part 4 kamar mandi rusak
part 5 malam pertama di rumah baru
part 6 bu jum
part 7 membersihkan rumah
part 8 warung bu darsi
part 9 pak rt
part 10 kegaduhan
part 11 teteh
part 12 flashback
part 13 hendra kena teror
part 14 siapa makhluk itu?
part 15 wanita di kebun teh
part 16 anak hilang
part 17 orang tua kinanti
part 18 gangguan di rumah
part 19 curahan hati pak slamet
part 20 halaman belakang rumah
part 21 kondangan
part 22 warung gaib
part 23 sosok lain
part 24 misteri kematian keisha
part 25 hendra di teror
part 26 mimpi yang sama
part 27 kinanti masih hidup
part 28 Liya
part 29 kembali ke dusun kalimati
part 30 desa yg aneh
part 31 ummu sibyan
part 32 nek siti
part 33 tersesat
part 34 akhir kisah
part 35 nasib sial bu jum
part 36 pasukan lengkap
part 37 godaan alam mimpi
part 38 tahun 1973
part 39 rumah sukarta
part 40 squad yusuf
part 41 aretha pulang

Konten Sensitif


Quote:

Kembali ke kisah Khairunisa. Ini season pertama dari keluarga Indigo. Dulu pernah saya posting, sekarang saya posting ulang. Harusnya sih dibaca dari season ini dulu. Duh, pusing nggak ngab. Mon maap ya. Silakan disimak. Semoga suka. Eh, maaf kalau tulisan kali ini berantakan. Karena ini trit pertama dulu di kaskus, terus ga sempet ane revisi.

INDEKS
part 1 Bertemu Indra
part 2 misteri olivia
part 3 bersama indra
part 4 kak adam
part 5 pov kak adam
part 6 mantra malik jiwa
part 7 masuk alam gaib
part 8 vila angker
part 9 kepergian indra
part 10 pria itu
part 11 sebuah insiden
part 12 cinta segitiga
part 13 aceh
part 14 lamaran
part 15 kerja
part 16 pelet
part 17 pertunangan kak yusuf
part 18 weding
part 19 madu pernikahan
part 20 Bali
part 21 pulang
part 22 Davin
part 23 tragedi
part 24 penyelamatan
part 25 istirahat
part 26 hotel angker
part 27 diana
part 28 kecelakaan
part 29 pemulihan
part 30 tumbal
part 31 vila Fergie
part 32 misteri vila
part 33 kembali ingat
part 34 kuliner malam
part 35 psikopat
part 36 libur
part 37 sosok di rumah om gunawan
part 38 sosok pendamping
part 39 angel kesurupan
part 40 Diner
part 41 diculik
part 42 trimester 3
part 43 kelahiran
part 44 rumah baru
part 45 holiday
part 46nenek aneh
part 47 misteri kolam
part 48 tamu



Quote:


Quote:


INDEKS

part 1 masuk SMU
part 2 bioskop
part 3 Makrab
part 4 kencan
part 5 pentas seni
part 6 lukisan
part 7 teror di rumah kiki
part 8 Danu Dion dalam bahaya
part 9 siswa baru
part 10 Fandi
part 11 Eyang Prabumulih
part 12 Alya
part 13 cinta segitiga
part 14 maaf areta
part 15 i love you
part 16 bukit bintang
part 17 ujian
part 18 liburan
part 19 nenek lestari
part 20 jalan jalak
part 21 leak
part 22 rangda
INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 18-05-2023 14:46
ferist123
kemintil98
arieaduh
arieaduh dan 22 lainnya memberi reputasi
21
19.6K
306
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#127
4. Kak Adam
Olive sekarang ada di sudut kamarku menatap kami sembari tersenyum. Lama kelamaan bayangannya seperti sebuah cahaya, bersinar dan memudar ke udara.

"Makasih, Nisa. Totip Indra, ya. " Hanya itu yang kudengar saat Olive menghilang.

Apa mungkin Olive sudah tenang? Syukurlah kalau begitu.

Aku yang masih bingung lalu dikagetkan Indra.

" Ih. ngelamun aja." Indra menepuk bahuku pelan.

"Ah. kamu ! ngagetin aku aja."

"Lagian bengong mulu. Liatin apaan sih?"

"Olive. Dia udah tenang kayaknya," kataku datar.

Indra lalu diam.
"Semalem juga Olive dateng ke mimpiku," katanya sambil menunduk. Nafasnya terlihat berat.

"Oh iya? Terus bilang apa, Ndra? " tanyaku antusias.

"Aku suruh jagain kamu," kata Indra lalu memencet hidungku. Dengan senyum tipis di bibirnya.

Aku cubit saja perutnya.
" Sakit ...." Dia tertawa.

"Oh iya, Nis. Papah kamu mau dikabarin nggak? aku mau telfon semalem nomer hpnya nggak aktif."

" Nggak usah lah. Biar aja. Lagian aku nggak kenapa napa," kataku cuek.

Aku dan Papah memang agak renggang akhir akhir ini . Karena Papah memutuskan akan menikah lagi. Aku merasa masih belum siap menerima kehadiran Ibu Tiri di hidupku. Apalagi wanita pilihan Papah itu terlalu muda. Aku takut dia hanya ingin memanfaatkan Papah saja. Tapi malah Papah memarahiku.

Indra seakan tau aku malas membahas Papah.

"Eh, Nis. Ternyata kita tuh dari kota yang sama lho," kata Indra mengalihkan pembicaraan.

"Masa? Serius?"

"Iya. Kapan-kapan kalau kamu pas mau mudik, kita bareng aja."

Aku hanya menganggukan kepala, meraba kepalaku. 'Masih nyeri. Semoga nggak gegar otak. berkali kali kena hantaman benda tumpul. Dari tertabrak mobil Indra, terus kena pukul juga kemaren. Semoga nggak konslet ini kepala.'

"Ngomong-ngomong, kamu jago juga berantemnya. Nggak nyangka lho, Nis."

"Papah kan guru karate, Ndra. Masa iya anaknya nggak bisa bela diri."

Pintu kamar dibuka, Mamah Olive masuk ke kamarku. membawa beberapa buah. "Tante?" sapa Indra agak terkejut.

"Nisa. kamu gimana, nak? " tanyanya khawatir sambil membelai pipiku lembut.

"Nggak apa-apa kok mah. Ini sih kecil. udah biasa," kataku santai.

"Kamu nya sih biasa aja. aku nya yang jantungan tau!" Indra menyahut dengan ekspresi sebal.

" Ih.  Kok ngambek gitu ! Jelek tau," kataku meledek Indra.

" Biarin ! kamu pikir aku nggak jantungan kemaren? lihat kamu nekat gitu! "

Aku tersenyum. Senang rasanya dia khawatir terhadap keselamatanku.

"Kalian ini berantem aja sukanya. hati hati lho nanti bisa suka," cerocos Mamah Olive meledek kami.

Akhirnya kami diam.
"Mah. Om nggak ikut? "tanyaku sungkan.

"Nggak Nisa. Om lagi di Kantor polisi, ngurusin Danar."

"Yang sabar ya, Mah. Terus akhirnya gimana Danarnya?" tanyaku.

"Ya gimana lagi. Dia harus mempertanggung jawabkan kesalahannya. Om juga udah ikhlas. Danar dihukum berapa tahun juga. Silakan."

Aku mengelus punggung tangan Mamah Olive.
"Yang penting Mamah harus jaga kesehatan. Biar Olive tenang di sana," bisikku, menatap lekat-lekat bola matanya.

"Iya, Nisa. Eh, kamu tinggal sama Mamah aja, ya, di Rumah. Biar rumah mama jadi ramai, jadi nggak kesepian."

"Mm ... kapan-kapan aja, ya, mah. Lagian juga jauh dari Kampus. nanti aku sering telat."

"Hm ... sekarang aja Kos kamu jauh dari Kampus kok " Indra menambahkan.

" Rencana nya sih aku mau pindah Kos yang deket kampus. kemaren di sana cuma ngabisin kontrak aja, nggak kuat sama penunggunya. Bulan ini kebetulan abis kontraknya. Oh iya, Kosan yang masih kosong mana aja, Ndra. Kan kamu deket Kampusku?" tanyaku.

"Kos tempatku aja deh. "

"Kenapa? " tanyaku heran.

"Biar tiap pagi ada yang bikinin aku sarapan," kata Indra lalu tertawa.

"Kalau itu sih nyari istri aja, Ndra. malah nyari temen kos." timpal Mamah Olive.

Indra hanya garuk garuk kepala.

=====

Hari ini aku sudah dibolehkan pulang oleh dokter. Dengan sedikit memaksa juga sebenarnya.

Mamah Olive sudah pulang duluan karena ada urusan di Rumahnya.

Aku diantar Indra sampai Kos.
Kaki ku memang masih sakit. Jadi saat berjalan, aku lamban sekali. Indra tiba tiba membopongku naik ke Kamar Kos ku yang letaknya di lantai 2.
Untung kos ku sedang sepi. Jadi nggak bakal ada gosip aneh aneh deh.

Aku mempersilahkan Indra masuk dan duduk dulu.

"Anggep aja Rumah sendiri," kataku lalu masuk ke Kamar Mandi. Badanku terasa lengket, rasanya guyuran air akan membuatku merasa lebih baik.

Tak berapa lama aku keluar Kamar Mandi dan kulihat Kamarku lebih rapi sekarang.

"Kamu beres-beres?" tanyaku ke Indra yang sedang membuat kopi.

"Yoii ... Habisnya Kamar kok mirip kapal pecah,"katanya heran.

"Hehe ... aku jarang di Kos, Ndra."

Indra membuat kopi dan segelas susu hangat untukku.

"Di minum. Nggak usah malu malu. Anggep aja Rumah sendiri, ya."

Aku yang akan mencubit lengannya, malah tanganku lebih dulu dipegang olehnya.

Kedua pasangan mata kami bertemu. Ada rasa aneh saat hal ini terjadi. Bukan hanya sekali. Biasanya kami berdua akan sama-sama kikuk setelahnya.

Indra menyeruput kopinya sedikit demi sedikit. Begitu pula aku. Menghabiskan susu hangat yang terasa lebih manis karena ada Indra di dekatku.

***

Dering gawai terdengar nyaring. Bergerak-gerak di atas meja. Sekilas aku melirik dan tertera nama Kak Adam di sana.

"Halo, Nis? Kamu di mana?"

"Di Kos, Kak. Kenapa?"

"Aku denger kamu masuk Rumah Sakit ? Kamu nggak apa-apa? "

" Siapa yang bilang?"

" Indah."

"Aku nggak apa-apa kok, Kak. Nggak usah cerita ke Papah lho. Males aku nanti ribet."

"Ya udah. Tapi kamu nggak papa kan, Nis? "

"Nggak papa Kak. Aku udah di Kos kok. Sehat sehat aja. Kakak kayak nggak paham aku."

"Mmm. ya udah deh nanti kita sambung lagi. jaga diri, Nis."

"Siap komandan!!"

Indra tersenyum mendengarku.
"Kakak kamu, Nis? "

"Iya. Ini si Indah pake ngadu segala lagi. Bakalan ada acara penjemputan paksa kalau keluargaku tau kejadian kemaren."

"Lho, ya, nggak apa-apa, kan? Itu artinya keluarga kamu sayang sama kamu."

"Ribet nanti ujung ujung nya, Ndra. Aku ini dianggep kayak anak kecil terus sama mereka."

"Emang kamu masih kecil. Makanya makan yang banyak. Biar cepat besar," ledek indra.

"Iih kamu ah.. Serius ni aku nya."

"Hehe. Iya iya. Kamu berapa bersaudara? " tanya Indra sambil masih asik meminum kopinya.

"Aku 3 bersaudara, Kakakku cowok semua. Kak Adam tadi yang pertama, Kak Adam bentar lagi mau nikah. Kakak ku yg ke 2 Kak Yusuf. Masih kerja tapi di Jakarta," terangku.

" Oh ... pantes kamu dimanja. Kamu anak bontot. Cewek sendiri lagi," kata Indra dengan sedikit mendengus hingga hidungnya terlihat bergerak-gerak. "Kamu nyium bau bunga, Nis?" tanya Indra sambil melihat sekeliling Kamar Kos ku.

Tanpa menjawab, aku malah makin merapatkan diri ke Indra.

"Aku cek ke luar, ya." Kutahan tangan Indra dan menyuruhnya tetap tinggal. Ia menatapku agak lama dan kemudian menarik sebelah bibirnya. "Ya udah. Kita salat maghrib aja, yuk. Udah azan nih."

Selesai sholat. Indra memesan makanan melalui aplikasi daring.  Malam ini aku lebih merasa tenang dengan adanya Indra di kos ku. Aku makan dengan lahap dan bisa tidur lebih nyenyak.

Pagi ini Indah menjemputku ke Kos. Dia masih khawatir dengan keadaanku pasca keluar dari Rumah Sakit.

"Kamu yakin mau kuliah, Nis? Nggak istirahat aja di Kos?"

"Kamu Ndah ... kayak nggak tau aku aja. Mana bisa aku istirahat di Kos. Eh iya, lusa aku pindah Kos, Ndah."

"Di mana memangnya?"

"Deket Kampus. Kos tempat Indra juga."

"Cie ... Makin mepet aja nih. hihihi," ledek Indah dengan kekehan kecil.

"Ih ... ketawamu, Ndah. Mirip Tante Kun aja," kataku meledeknya dan berjalan meninggalkan nya.

"Ngaco ah! Pagi pagi ini lho, Nis. nggak usah mulai deh manggil-manggil mereka!" jerit Indah sambil menyusulku berjalan.

***

Sampai Kampus sudah ada Ferly dan Feri. Mereka ini pasangan paling cocok di muka bumi. Ke mana-mana selalu berdua dan dilihat dari nama saja, nama mereka hampir mirip, bukan? Mungkin jodoh?

"Udah sehat, Nis?" tanya Feri.

"Alhamdulillah."

"Gimana ceritanya sih, Nis. kamu bisa berantem gitu?"
Ferly ini temanku dari Zaman SD. Kami juga bertetangga dekat jadi dia sangat paham bagaimana karakterku sejak dulu.

Aku pun menceritakan soal Olive dan semua tragedi di keluarganya. Bahkan setiap detil mimpi dan penampakan sosok itu selama ini. Mereka hanya menanggapi dengan anggukan kepala dan ikut kesal dengan Danar.

Kami pun segera masuk kelas karena sebentar lagi kuliah akan dimulai.

***

"Pulang kuliah makan, yuk. di Cafe biasa," ajak Ferly.

Semua mengiyakan saran Ferly. Kami memang sering hangout bersama sama seperti ini. Bahkan bagai agenda rutin setiap   hari.

Saat keluar kelas. Indah menyenggolku.
"Nis, Abang mu tuh," tunjuk Indah dengan dagunya ke parkiran yang tak jauh dari kami berada. Di sana ada Kak Adam yang sedang duduk di atas motor dengan kaca mata hitam bertenger di hidungnya

"Aku nemuin Kak Adam dulu, ya."

Mereka mengangguk dan pergi meninggalkanku dengan Kak Adam. Aku berlari kecil ke arah pria berjaket kulit di sana. Senyum tipis merebak sepanjang kami saling tatap.

"Kakak udah lama?"

"Baru 20 menit. Udah kelar kuliah? Makan yuk. Kakak lapar," ajak Kak Adam lalu memakai helmnya.

"Traktir tapi."

"Baik, Nona."

Aku segera naik boncengan motor Kak Adam, dia menyukai motor sport. Sehingga saat membonceng Kak Adam aku harus menunduk sambil memeluknya. Kak Adam juga kalau naik motor bagai di arena balap. Memang cita-cita ingin menjadi seorang pembalap hanya saja Papah tidak mengijinkannya. Alhasil saat SMA Kak Adam sering ikut balap liar tanpa sepengetahuan Papah. Saat di jalan aku merasa seperti berpapasan dengan mobil Indra. Tapi karena Kak Adam mengendarai motor dengan cukup kencang, aku tidak bisa memastikan itu Indra atau bukan.

Kami sampai di Restoran seafood favoritku. Kami sekeluarga memang sangat menyukai seafood. Setelah menemukan tempat yang nyaman, kami duduk dan memesan makanan.
Tak butuh waktu lama, makanan pesanan kami datang juga.

"Kakak nginep, kan?" tanyaku dengan melahap nasi dengan lauk lobster saus padang kesukaanku.

"Iya, nginep. Kakak juga lagi cuti nih." katanya sambil menyuap cumi saus padang di hadapannya.

"Asik ... Terus kapan rencana nikah sama Kak Shinta?"

"Bulan depan, Nis. Kamu harus pulang. Awas kalau nggak pulang! Kakak marah!" ancamnya.

"Siap, Bos. Oh iya, lusa aku mau pindah Kos, Kak. nyari yang deket Kampus deh, biar nggak sering telat."

"Oh gitu. Ya udah. Kamu itu aneh, suruh pake mobil, nggak mau. Bawa motor juga nolak. Coba kalau bawa kendaraan sendiri, nggqk bakal repot ke mana-mana nunggu angkutan umum, kan? Dibikin susah sendiri sih."

"Aku masih trauma kali Kak. Belum berani nyetir sendiri."

Aku memang pernah mengalami kecelakaan sewaktu menyetir mobil sendirian. Saat itu tiba tiba ada sosok yang ikut numpang di belakang jok mobilku. Karena kaget, aku oleng dan kecelakaan pun tidak bisa dihindari.

Aku bahkan sampai dirawat 2 minggu di Rumah Sakit. Sejak saat itu aku tidak berani naik mobil sendirian.

Notifikasi pesan di gawai membuat perhatianku teralih, beberapa pesan kubalas sambil terus makan. Saat aku beralih ke beranda, ku melihat status yang baru saja dibuat oleh Indra. Memang hanya sebuah emotion marah dan sedih. Iseng aku mengomentarinya.

[Kenapa, Pak Polisi? Lagi galau, ya. hehe.]

[Biasa aja]

'Hm tumben Indra dingin gini. kayaknya dia beneran lagi bete.'

Ku urungkan niatku membalas nya lagi.

'Biar aja lah. Mungkin dia butuh waktu sendiri.'

Beberapa saat kemudian. Ferly mengirimiku pesan. Dia bilang mereka sedang berkumpul di Alun Alun Kota dan ada Indra juga katanya.

Entah kenapa kalau mendengar nama Indra aku seperti ada hal yang membuatku tersenyum. Aku pun mengajak Kak Adam ke sana.

Setelah Kak Adam membayar makanan tadi, kami naik motor Kak Adam lagi menuju Alun Alun.

Tak butuh waktu lama kami sampai di Alun Alun karena jaraknya memang tidak begitu jauh dari cafe tadi.

Dari kejauhan teman temanku sudah di sana. Berkumpul dengan suara tawa atau teriakan yang cukup kencang. Bahkan dari parkiran keributan yang mereka ciptakan sudah terasa.

Indah rupanya mengajak kekasihnya, Reno. Begitu pula Nindi. Sementara aku mencari-cari sosok yang memang sejak tadi menarik perhatianku. Indra. Ia terlihat lebih pendiam dari yang lain. Tapi kharismanya selalu menarik perhatianku. Terlebih dengan kemeja putih yang dibalut jaket levis yang ia kenakan.

Kak Adam memarkirkan motor tak jauh dari pohon beringin. Kondisi parkiran memang agak lenggang. Feri baru saja membawa dua buah jagung bakar dan pasti untuk Ferli.

" Hai," sapaku ke mereka.

"Lama bener, Bu? Pacaran mulu deh!" ujar Indah sambil melirik Indra.

Wajah Indra terlihat agak masam. Ia selalu menghindari kontak mata denganku. Aneh.

'Tunggu! Jangan bilang dia cemburu.'

"Ngawur! Pacaran kamu bilang? Pasti kalian nggosipin aku nih."

Tawa Indah menguar bersama udara sekitar. Ferli ikut menutup mulutnya dengan lirikan ke arah Indra. "Eh kenapa sih?" tanya Nindi yang sepertinya bingung dengan keadaan ini. Sama sepertiku.

Aku beralih mendekat ke Indra.
"Eh, Indra. Libur? "tanyaku basa basi.

"Iya. Lagi libur," jawabnya dingin.

"Dia nyariin kamu, Nis, dari tadi di Kampus. Pas kamu pergi tadi, dia dateng. Ya udah kita ajak aja ke sini."

"Iya tah? Ada apa? "tanyaku santai.

"Nggak papa kok," katanya sambil melirik ke Kak Adam.

"Oo ... Eh Kak ... Kenalin ini Indra. Indra kenalin ini Kak Adam ... Kakakku."

Kak Adam mendekat lalu mengulurkan tangannya ke Indra. Netra Indra membulat sempurna saat kalimat itu terucap dari bibirku. Ia menatap Kak Adam lalu bergantian padaku. Sementara Indah dan Ferly tertawa puas sekali. Aku yang paham kondisi ini lalu melempar mereka dengan jagung bakar yang ada di gerobak depanku.

"Ih Nisa! Panas tau!" gerutu mereka kesal.

"Salah siapa coba! Kalian ngomong macem macem, ya," hardik ku menghampiri mereka dan mencubit mereka bertubi tubi.
Sementara dua pria tadi malah langsung akrab. Mereka terlibat obrolan diiringi senyum dibibir Indra. Gawai Kak Adam berdering tk lama setelah itu. Ia mendekatkan di telinga lalu menyodorkan padaku. "Papah nelpon."

Awalnya aku menggeleng cepat, berusaha menolak dengan wajah memelas yang dibuat-buat. Tapi benda pipih itu langsung diberikan kak Adam tepat pada telapak tanganku. Alhasil aku pun menerimanya. "Halo, Pah ...." Aku mulai menjauh dari mereka. Mencari tempat yang lebih sunyi karena suara Papah tidak begitu jelas.

"Oke, Pah. Besok Nisa pulang." Tanpa basa basi lagi aku menekan tombol merah digawai Kak Adam. Lalu kembali menyerahkan benda pipih itu pada kakakku.

"Kenapa tuh muka? Berantem lagi?" tanya Kak Adam heran.

"Biasa! Males aku ... kakak tau, kan? Aku nggak suka sama perempuan itu?!" kataku dingin.

"Iya, kakak tau. Tapi setidaknya kita ikuti mau papah. Kasian, Nis, semenjak mamah meninggal, papah belum pernah deket lagi sama perempuan mana pun."

"Aku tau, kak. Tapi nggak sama perempuan sinting itu juga, kan?" jeritku, melirik teman teman yang juga tengah menatap perdebatan kami. "Lina itu nggak cocok buat papah! Dari awal aku nggak suka sama dia. Dia ... aneh! Lagian apa kata orang kalau ibu tiriku seumuran sama aku?! Gila, ya?!" Aku makin jengah jika terus membahas soal Lina. Kuputuskan untuk pergi menjauh. Aku ingin sendiri.

"Nis! Nisa!" teriak Kak Adam memanggilku.

Suaranya keras namun aku tak menghiraukannya. Bahkan saat orang-orang menatapku dan Kak Adam bergantian, aku terus saja berjalan hingga sampai di pohon beringin. Duduk di bangku panjang yang terbuat dari semen. Menikmati semilir angin sepoi-sepoi yang cukup menyegarkan wajahku di hari yang sudah beranjak petang. Senja mulai nampak di ufuk barat, semburat merah kian tersebar di seluruh semesta.

"Nisa ... Aku boleh duduk di sini?" tanya Indra yang kini sudah berdiri di sampingku.

"Heem," aku menyahut tanpa menatapnya. Bahkan netraku terus memperhatikan deretan delman yang sedang menunggu penumpang.

Delman masih sering terlihat di kota ini, walau bukan lagi sebagai angkutan umum, karena lebih sering digunakan untuk wisata keliling kota.

"Kamu tau nggak? Aku pikir Kak Adam itu pacar kamu tadi. Kalian kelihatan mesra banget," katanya sambil sedikit tertawa.

Perkataannya barusan mampu membuatku menarik dua sudut bibirku.

"Kak Adam memang laki-laki baik dan sering memanjakan aku sih. Walau kadang kami suka berantem. Orang-orang yang nggak tau pasti ngira kami pacaran."

"Eum ... maafin aku, ya, Nis. Kemaren aku sempet bentak bentak kamu," kata Indra dengan menundukkan kepala, menatap kedua kakinya yang tengah memainkan pasir di antara rerumputan di bawah kami.

"Ah. Nggak apa-apa, Ndra. Aku juga salah kemaren. Maafin aku juga, ya."

"Nggak salah kok. Wajar kamu emosi. Tapi lain kali jangan bikin kita diambang kematian lagi, ya," sergah Indra, mengacak-acak rambutku, dengan senyum yang dibuat makin lebar. "Ya udah, yuk. Balik ke sana. Kasian Kak Adam. Pasti cemas tuh." Aku mengangguk lalu mengikuti Indra dan berkumpul kembali bersama yang lain.

***
coeloet
theorganic.f702
kemintil98
kemintil98 dan 6 lainnya memberi reputasi
7