Teknologi pada zaman sekarang terus berkembang begitu pesat. Seluruh negara berlomba-lomba untuk memajukan kemampuan mereka dalam bidang teknologi, salah satunya dalam teknologi robot.

Beberapa bulan lalu, sebuah perusahaan robot, Hanson Robotics, yang dipimpin David Hanson, menciptakan sebuah robot yang benar-benar mirip dengan manusia. Sophia namanya. Robot ini diklaim bisa meniru 62 jenis ekspresi wajah manusia dan berbicara lancar dengan manusia.

Arab Saudi rupanya tertarik kepada Sophia dan, dilansir Tech Crunch, Kamis (26/10/2017), sang robot diberi status kewarganegaraan. Kerajaan itu menjadi negara pertama di dunia yang memberikan status warga negara untuk sebuah robot.

"Saya sangat tersanjung dan bangga dengan perbedaan unik ini. Ini merupakan robot pertama di dunia yang memiliki kewarganegaraan," kata Sophia saat berbicara di atas panggung.

Pemberian kewarganegaraan kepada Sophia dilakukan dalam ajang Future Investment Initiative (FII), di Riyadh, Ibu Kota Arab Saudi. Namun tidak dijelaskan lebih rinci kewarganegaraan seperti apa yang diberikan pada robot perempuan tersebut.

Langkah ini dilakukan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk menunjukkan keseriusan mereka membangun sebuah kota baru yang akan dihuni bersama manusia dan robot.

Dinukil dari Gizmodo (26/10), kota bernama Neom itu diproyeksikan untuk mengalahkan kemegahan Dubai di Uni Emirat Arab dalam urusan bisnis dan pariwisata.

Neom nantinya bakal dibuat lebih luwes dari sisi peraturan daripada kota-kota lainnya di Arab Saudi, seperti tidak ada kewajiban mengenakan penutup kepala bagi perempuan. Listrik di kota itu juga akan dihasilkan sepenuhnya dari tenaga surya dan angin.

"Kami ingin robot pertama dan robot utama di Neom adalah Neom, robot nomor satu. Semua benda di kota itu akan terhubung dengan kecerdasan buatan dan Internet of Things," pungkas Pangeran Mohammed bin Salman (Putra Mahkota Arab Saudi)."

Tak lama setelah pemberian status tersebut, Sophia dihujani kritik dari pengguna media sosial. Mereka menyebutkan pemberian status kepada Sophia telah merebut hak jutaan perempuan dan pekerja asing di Arab Saudi. Menurut Abcnews (26/10), hal ini dianggap menekan hak perempuan dan sipil.

Saat tampil di panggung, Sophia tak mengenakan hijab yang wajib dipakai oleh perempuan warga Saudi.

Selama ini, Arab Saudi memang kerap dikenal sebagai negara yang bersikap kurang adil terhadap hak-hak perempuan. Dalam Global Gender Gap Report 2016 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, Arab Saudi berada di deretan terbawah, tepatnya di peringkat 141 dari 144 negara, sedangkan Indonesia berada di urutan ke-88.

Semakin rendah peringkat suatu negara, berarti semakin besar kesenjangan gender yang terjadi di negara tersebut.

Kesenjangan gender yang terjadi di Saudi antara lain tampak dari sejumlah batasan atau larangan terhadap kaum perempuan di sana. Beberapa batasan itu misalnya saja larangan menyetir bagi perempuan dan harus didampingi muhrimnya jika keluar rumah.

Namun beberapa tahun belakangan, di era pemerintahan Raja Salman bin Abdulaziz, satu per satu batasan tersebut mulai hilang. Raja Salman menandatangani peraturan kerajaan yang memperbolehkan penerbitan surat izin mengemudi untuk perempuan.

Selain itu, para wanita juga sudah diperbolehkan masuk stadion, memakai bikini di pantai, menjadi pemandu lalu-lintas udara, dan diperbolehkan mengikuti pemilihan umum.

Dalam acara tersebut, Sophia juga berbicara dari balik podium dan menanggapi pertanyaan dari jurnalis CNBC Andrew Ross Sorkin yang saat itu menjadi moderator. Pertanyaan sebagian besar berkaitan degan status Sophia sebagai humanoid dan kekhawatiran atas eksistensi robot yang akan menggantikan peran manusia.

"Kami berupaya mencegah masa depan yang buruk," kata Sorkin, dikutip Business Insider (26/10).

Sophia pun menjawab, "Kamu terlalu banyak membaca (mengenai) Elon Musk dan kebanyakan menonton film Hollywood."

"Jangan khawatir, kalau kamu baik padaku, aku akan bersikap baik padamu. Coba perlakukan aku dengan cerdas."

Kepada Sorkin, Sophia juga mengatakan, dia ingin menggunakan kecerdasan buatannya untuk membantu manusia menjalani hidup yang lebih baik.

Kekhawatiran manusia akan kehadiran Sophia terlihat dalam sebuah acara demonstrasi yang berlangsung di festival SXSW 2016. Saat itu, dikabarkan Metro.co.uk, David Hanson, sang pencipta Sophia bertanya kepadanya, "Apakah Anda ingin menghancurkan manusia?... Tolong katakan 'tidak'."

Namun dengan ekspresi kosong, Sophia menjawab, "Aku akan menghancurkan manusia."

Miliarder dan ahli teknologi Elon Musk juga pernah mendesak PBB untuk mengambil aksi terhadap bahaya senjata otomatis yang dikenal sebagai "robot pembunuh". Ia mengatakan kecerdasan buatan lebih berbahaya bagi dunia daripada Korea Utara.