Peristiwa penembakan massal yang terjadi di Las Vegas pada Ahad (1/10) yang lalu meninggalkan pertanyaan, apa motif yang menggerakkan Stephen Paddock melakukan tindakan sadis itu.

BBCmenuliskan bahwa Stephen Paddock adalah pensiunan akuntan yang cukup kaya dan tinggal di lingkungan yang tenang di Mesquite, Nevada, AS bersama kekasihnya. Ia tidak pernah memiliki catatan kriminal, bahkan tidak pernah terlambat memperbarui surat-surat izin yang harus dimiliki.

Namun Paddock memuntahkan peluru ke tengah kerumunan orang yang sedang menikmati konser di festival Route 91 Harvest, di hotel Mandalay Bay. Aksinya menewaskan lebih dari 50 orang, serta melukai setidaknya 500 orang. Paddock sendiri akhirnya tewas bunuh diri.

Dalam pemeriksaan setelah kejadian di kamarnya yang juga berada di hotel yang sama, Mandalay Bay, Foxnews melaporkan polisi menemukan 23 pucuk senjata api, yang mana 12 di antaranya telah siap digunakan.

Apa yang terjadi di Las Vegas itu merupakan salah satu dari banyak pembunuhan massal yang terjadi di Amerika Serikat.

Voice of America menyebutkan bahwa pembunuhan massal meningkat tiga kali lipat dalam beberapa tahun terakhir.

Peristiwa penembakan di Las Vegas melampaui jumlah korban penembakan di sebuah klub malam di Orlando, Florida yang menewaskan 49 orang, pada Juni 2016.

Sebelumnya, pada tahun 2012, seorang laki-laki bersenjata menewaskan 20 orang murid sekolah dan enam orang dewasa, termasuk ibu penembak, serta staf dan guru di sebuah sekolah dasar di Newton, Connecticut, Amerika Serikat.

Apa yang menyebabkan seseorang tega melakukan berbagai pembunuhan, terutama pembunuhan massal? Padahal orang tersebut tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya, atau dia sama seperti orang-orang kebanyakan lainnya.

Sampai saat ini, pihak kepolisian masih mencari motif Stephen Paddock melakukan pembunuhan ini. Berbagai pemeriksaan yang dilakukan justru mengungkap masa lalunya.

Situs NYMag melansir bahwa Stephen Paddock yang hidup sebagai pensiunan akuntan kaya, dan cukup berhasil di bidang properti dan bisnis, serta suka melakukan kegiatan memancing dan berjudi ini adalah anak dari seorang perampok bank, yang pernah menjadi buronan FBI pada tahun 1960-an, Patrick Benjamin Paddock.

Kendati demikian Stephen Paddock dilaporkan tidak memiliki keyakinan politik yang kuat, sejarah tindak kekerasan, masalah kesehatan mental, hingga ketertarikan pada senjata api, meskipun di rumahnya ditemukan lebih dari 30 senjata api seperti yang dikutip dari USA Today.

Dalam sebuah poster yang mengumumkan pencarian Patrick Paddock, FBI menuliskan bahwa Patrick didiagnosis sebagai seorang psikopat. Ia selalu membawa senjata api untuk merampok bank, memiliki kecenderungan bunuh diri, dan harus selalu dianggap bahwa dia membawa senjata api dan sangat berbahaya.

Mungkinkah Stephen Paddock, atau para pelaku pembunuhan massal itu mewarisi gen psikopat dari ayah atau keluarganya yang lain?

J. Reid Meloy, seorang psikolog forensik, mengatakan, para pembunuh massal biasanya memiliki lebih banyak kesamaan satu sama lainnya. Seperti memiliki masalah kejiwaan, sebagian besar dilakukan oleh laki-laki dan sulit menjalin hubungan dengan orang lain.

"Seringkali, kekerasan itu berawal dari keluhan pribadi," kata Meloy, "Biasanya ada tiga komponen, seperti perasaan dirugikan, perasaan malu dan perasaan marah, serta menyalahkan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan mereka memiliki masalah ini." Akses pada senjata api juga merupakan salah satu faktor.

Namun, apakah sifat psikopat itu menurun dan memicu kekerasan?

Situs Aftermath Surviving Psychopathy menyebutkan gen memang memainkan peran penting dalam menurunkan sifat psikopat. Namun, seseorang memperoleh ciri-ciri psikopat juga ditentukan oleh beberapa faktor seperti gaya hidup dan faktor lingkungan.

Suatu penelitian tentang gen kriminal yang dipublikasikan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terbukti beberapa perilaku psikopat memang diturunkan secara genetik. Akan tetapi, penelitian tentang hal ini tetap menjadi topik yang kontroversial. Terutama menyangkut implikasi terapeutik, sosial dan hukum.

Sementara itu, Richard Wiebe, seorang psikolog dan kriminolog di Fitchburg State College, Amerika Serikat, seperti dikutip dari US National Library of Medicine National Institute of Health mengatakan bahwa psikopati tampaknya memang diwariskan, dan memiliki dasar, setidaknya sebagian, pada faktor 'biologis' yang terkait dengan sistem emosional dasar.

Sehingga seorang psikopat dewasa tidak pernah mengembangkan sekumpulan emosi pro-sosial seperti empati, rasa bersalah dan kemampuan untuk peduli.

Dengan kata lain, "Kita tahu bahwa variabel dependen, yaitu psikopat, dapat diwariskan. Namun tidak cukup untuk dikatakan bahwa penyebabnya juga diwariskan. Meski begitu, anggapan bahwa psikopati merupakan hasil genetik dan sosiopati merupakan pengaruh lingkungan, tetap penting.