Saat mendengar orang mencoba Botox, Anda mungkin berasumsi yang dimaksud adalah prosedur suntikan di wajah. Namun kini, ada sebagian laki-laki dewasa yang menjajal Botox di bagian tubuh tak biasa yakni testis.

Botox disuntikkan pada kulit buah zakar untuk membuat testis tampak lebih mulus dan besar, serta menggantung dengan lebih bebas. Prosedur ini disebut Scrotox, asal nama dari scrotum digabung dengan Botox.

Istilah Scrotox pertama kali dipopulerkan oleh sketsa yang muncul pada acara televisiSaturday Night Live pada 2010.

Walau tergolong prosedur tak biasa, permintaan Scrotox terus meningkat. Sejak tahun 2000 sampai 2015, jumlah permintaan meningkat hingga 355 persen.

Dilaporkan GQ, selain mempermulus kulit testis, Scrotox juga mengurangi keringat di bagian testikular dan meningkatkan sensitivitas dalam hubungan seksual.

Ada beberapa riset yang sudah dilakukan terhadap prosedur ini.

Pada 2014, sebuah studi menemukan bahwa botox pada area testis dapat membantu untuk mengurangi rasa sakit dan nyeri pada testis. Masalahnya, para laki-laki harus mengulangi prosedur ini untuk mencegah rasa sakit datang kembali.

Pada 2015, sebuah studi menunjukkan bahwa Botox di area testis dapat meringankan peradangan skrotum dan nyeri kronis saat intervensi bedah belum cukup efektif.

Prosedur Scrotox berarti Botox disuntikkan pada kulit testikel beberapa kali. Sebelumnya, krim yang memicu mati rasa dioleskan untuk menghilangkan rasa sakit.

Setelah prosedur usai, pasien tidak memerlukan waktu istirahat khusus. Mereka dapat menikmati hasilnya selama tiga hingga empat bulan ke depan.

Salah satu dokter bedah plastik yang mempraktikkan Scrotox adalah Dr. John mesa dari Amerika Serikat. Berbicara pada Cosmopolitan.com, Dr. Mesa menjelaskan bahwa menyuntikkan neurotoxins pada testis juga punya risiko tersendiri. Jika kondisi testis menjadi terlalu panas, pria berisiko steril.

Akan tetapi, karena Scrotox menyebabkan posisi testis menggantung lebih rendah, ini bisa bermanfaat karena menjaga suhu testis lebih rendah.

Seorang pria 29 tahun yang tak mau disebutkan namanya pernah menjajal Scrotox. Prosedur berlangsung selama sekitar 10 sampai 15 menit.

Ia hanya merasa sakit sedikit saat anastesi disuntikkan. Juga beberapa jam setelah prosedur selesai.

Keesokan harinya, kondisinya benar-benar normal. Namun, efek Scrotox baru terasa beberapa hari kemudian.

Untuk melakoni prosedur ini, pasien perlu menyediakan bujet mulai dari 500 Dolar AS sampai 1.000 Dolar AS.

Vice mewawancarai Seth Cohen, urologis dan profesor urologi di NYU Langone Health. Menurut Cohen, tak sedikit pasiennya yang ingin melakoni prosedur ini.

"Keriput di skrotum ada karena mereka memiliki fungsi tersendiri. Yakni melindungi Anda dari cedera dan membantu testikel memproduksi sperma secara aman," jelas Cohen.

Untuk menghasilkan sperma yang banyak dan berkualitas, dibutuhkan temperatur yang optimal yakni sekitar 35 derajat Celsius.

Nah, perlu diingat, bahwa prosedur Scrotox dapat memengaruhi jumlah dan kualitas sperma laki-laki. Oleh sebab itu, prosedur ini tidak disarankan bagi laki-laki yang berencana memiliki anak.

Selain itu, menurut Cohen, testikel juga menarik kembali saat ada hal yang dirasa sebagai ancaman sesaat sebelum ejakulasi. Otot cremaster dan dartos adalah dua otot yang membuat testis berada pada posisi yang dianggap tepat, dari sudut pandang biologis-imperatif.

"Saat aktivitas berat seperti naik sepeda, berlari, olahraga, skrotum dalam keadaan rileks dan kontraksi setiap saat. Ini merupakan proses alami untuk melindungi testikel dari trauma," jelas Cohen

Sambungnya, "Jadi, jika Anda membuat skrotum dalam keadaan rileks dengan botox, fungsi otot cremasteric tidak bekerja dengan baik. Dan karena itu Anda meletakkan testikel dalam posisi berisiko untuk trauma."