Ayam merupakan sumber protein daging yang umum dikonsumsi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Keberadaannya selama ini hanya sebatas hewan peliharaan atau dipotong untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Mungkin jarang yang memikirkan sebenarnya seberapa pintar otak unggas yang satu ini. Namun, tinjauan komprehensif tentang penelitian terbaru mengenai psikologi, perilaku dan emosi dari unggas domestik ini telah mengungkap bahwa ayam ternyata lebih cerdas dari perkiraan sebelumnya.

Dilansir dari Phys.org (3/1), kajian yang dilakukan oleh Dr. Lori Marino, ilmuwan senior untuk The Someone Project, perusahaan patungan Farm Sanctuary dan Kimmela Center di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa mempelajari psikologi ayam boleh jadi usaha yang sulit dipahami.

"Ayam dianggap tidak memiliki sebagian besar karakteristik psikologis yang kita kenali pada hewan cerdas lain. Biasanya mereka dianggap memiliki tingkat kecerdasan rendah dibandingkan dengan hewan lain," kata Marino. "Gagasan tentang psikologi ayam sangat aneh bagi kebanyakan orang."

Tapi Marino menemukan bahwa ayam memiliki kepribadian yang berbeda dan dapat melakukan manuver satu sama lain sambil terlibat dalam situasi sosial yang relatif kompleks. Misalnya, komunikasi ayam yang cukup kompleks, melibatkan tampilan visual yang berbeda dan setidaknya 24 vokalisasi berbeda yang dapat dikenali.

Ayam bisa membuat sinyal seperti panggilan, memperlihatkan dan bersiul untuk menyampaikan informasi, sejenis korespondensi yang dikenal sebagai komunikasi referensial yang diyakini memerlukan beberapa tingkat kesadaran diri.

Dalam percobaan di mana ayam diperlihatkan animasi komputer pemangsa mereka, ayam jantan mengeluarkan berbagai bunyi peringatan tergantung pada jenis predator yang diperlihatkan.

Ketika mereka diperlihatkan predator terbang, mereka mengeluarkan sejenis bebunyian peringatan, dan saat mereka ditunjukkan pemangsa terestrial, seperti rakun, mereka mengeluarkan bunyi peringatan tersendiri. Bunyi peringatan terkuat yang mereka berikan adalah saat seekor elang dengan cepat muncul di atas kepala.

Ayam mengalami berbagai emosi kompleks termasuk rasa takut, antisipasi, dan empati. Misalnya, ketika ayam menahan rasa tersebut, mereka merespons dengan imobilitas tonik--tetap berada dalam keadaan kelumpuhan alami.

Saat mengalami rasa takut, ayam menunjukkan respons yang sama seperti pada manusia dan hewan lain, denyut jantung meningkat dan suhu tubuh melonjak.

Sebuah studi tentang empati pada ayam menemukan bahwa ayam betina menanggapi kesusahan anak-anak mereka dengan peningkatan denyut jantung, peningkatan suhu tubuh dan kewaspadaan dan membuat suara berdecak.

Indikator lain dari kesadaran diri adalah ayam telah terbukti mampu menilai sendiri posisi mereka dalam urutan kekuasaan.

Ayam betina yang dominan akan mematuk bawahannya, melompat ke atasnya atau mencakarnya, dan bawahannya menyerah dengan mencoba melarikan diri atau berjongkok.

Sebuah studi tahun 1996 menemukan bahwa ketika ayam betina melihat ayam dominan yang diketahui dikalahkan oleh ayam tak dikenal, mereka tidak menantang ayam tersebut saat dihadapkan.

Ini berarti mereka mengerti bahwa jika ayam asing bisa mengalahkan seekor ayam yang dominan di atas mereka, maka mereka tidak akan bisa mengalahkan ayam asing tersebut.

Jika, di sisi lain, mereka melihat ayam dominan yang diketahui mengalahkan ayam asing, ayam betina lain akan turut menyerang ayam asing karena mereka mengerti bahwa mereka memiliki kesempatan untuk mengalahkannya.

Komunikasi dan kecerdasan sosial bukanlah satu-satunya aspek ketajaman otak mereka. Mereka juga bisa melakukan perhitungan matematika. Penelitian telah menunjukkan bahwa ayam memiliki kemampuan berhitung, bahkan segera setelah menetas dari telur.

Mereka mampu membedakan jumlah. Dalam studi tahun 2005, anak ayam berumur lima hari disajikan dengan masalah aritmatika sederhana berupa dua set objek dengan kuantitas yang berbeda kemudian disembunyikan di balik dua penghalang. Anak ayam tersebut mampu melacak objek yang disembunyikan yang memiliki kuantitas lebih besar.

Mereka bahkan memiliki bentuk empati sederhana yang dikenal sebagai penularan emosional. Fenomena memiliki emosi individu lain yang secara langsung memicu emosi serupa di dalam diri sendiri.

Hal ini adalah kemampuan kognitif yang mengesankan yang mungkin tidak terlihat oleh pengamat perilaku ayam yang tidak terlatih. Secara keseluruhan, masing-masing bidang penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kecerdasan ayam tak bisa diremehkan.

Kajian yang dipublikasikan di jurnal Animal Cognition tersebut dapat mempengaruhi bagaimana kita memikirkan kesejahteraan ayam ke depannya.

"Pergeseran bagaimana kami mengajukan pertanyaan tentang psikologi dan perilaku ayam, tidak diragukan lagi, akan membawa data yang lebih akurat dan lebih kaya lagi dan pemahaman yang lebih otentik tentang siapa diri mereka sebenarnya," kata Marino.