Aksi panggung Chester Bennington, vokalis Linkin Park, saat konser di Polandia (5/6/2014).
© Maciez Kulczynski /EPA
Kabar duka dari dunia musik datang lagi. Vokalis Linkin Park, Chester Bennington, ditemukan tewas di di Los Angeles, California, AS, Kamis (20/7/2017) waktu setempat.
Dilansir
BBC, musisi berusia 41 itu ditemukan gantung diri di kamarnya. Ia meninggalkan enam orang anak dari dua kali perkimpoian.
Media menduga Bennington depresi berat karena tekanan hidup. Ia juga diketahui ketergantungan narkoba dan alkohol meski tak pernah menutup diri.
"Saya benar-benar membenci hidup ini. Saya tak ingin memiliki perasaan. Saya ingin jadi sosiopat," ungkap pria kurus ini kepada
Rock Sound(20/3/2017) mengenai periode depresinya pada 2015.
Saat itu merupakan momen-momen berat baginya. Namun dalam wawancara yang sama ia mengaku sudah lebih baik. "Sejauh ini pada 2017, merupakan periode kebalikan dari pengalaman saya pada 2015," ujar Bennington.
Itu sebab tindakannya bunuh diri cukup mengejutkan. Apalagi kepergian Bennington terjadi pada hari lahir mendiang mendiang Chris Cornell, vokalis Soundgarden, yang
bunuh diripada Mei lalu.
Mereka memang
bersahabat dekat. Bahkan Cornell adalah ayah baptis Chris, anak Bennington yang kini berusia 11. Sementara Bennington menyanyikan lagu "Hallelujah" pada pemakaman Cornell.
"Saya tak bisa membayangkan dunia tanpa dirimu (Cornell, red.). Saya berdoa agar kau menemukan kedamaian di kehidupan selanjutnya," tulis Bennington melalui akun
Twitter-nya sesaat setelah Cornell dinyatakan meninggal.
Generasi yang tumbuh besar pada awal 2000-an, boleh jadi tak asing pada teriakan parau Bennington. Bersama Linkin Park, Bennington melahirkan tujuh album yang sudah terjual 70 juta salinan.
[URL="http://www.nme.comS E N S O Rnme-blogs/chester-bennington-obituary-1976-2017-2113700"]Chester Charles Bennington[/URL] lahir pada 20 Maret 1976 di Phoenix, Arizona, AS. Ayahnya seorang polisi dan ibunya bekerja sebagai perawat.
Aksi vokal Bennington yang penuh kemarahan adalah ekspresi masa kecilnya yang jauh dari bahagia. Sejak usia 7 hingga 13, ia mengalami pelecehan seksual dari temannya yang lebih tua. Kemudian di sekolah, ia kerap dirisak karena badannya sangat kurus.
"Kalau saya harus mendengar ucapan orang lain, saya bakal berhenti saat berumur 15, ketika seorang perisak mengerjai saya di sekolah,"
katanya soal pengalaman itu.
Orangtuanya bercerai saat ia mencapai usia 11. Untuk melarikan diri dari masalah, Bennington jatuh ke lembah narkoba. Zat berbahaya seperti opium, amphetamine, dan kokain adalah "makanan" sehari-hari baginya.
Menggemari kelompok rock seperti Depeche Mode dan Stone Temple Pilot, Bennington bergabung dengan band lokal Grey Daze pada 1993. Mereka cukup sukses di kota Phoenix, tapi Bennington tak puas. Akhir 1990-an, pria dengan tindikan di bibir itu pergi.
Pada 1999, ia hijrah ke Los Angeles dan bergabung dengan yang kemudian berubah nama menjadi Linkin Park. Mereka menjadi band lokal populer, tapi kerap ditolak label rekaman.
Sampai akhirnya Warner Bros. mengontrak Linkin Park. Pada 2000, band yang kini beranggotakan Rob Bourdon, Brad Delson, Mike Shinoda, Dave Farrell, dan Joe Hahn itu merilis album pertamanya bertajuk Hybrid Theory. Album berisi 12 lagu itu sukses besar.
Dengan lagu hits seperti "Crawling" dan "In The End", Hybrid Theory segera menjadi fenomena. Di AS,
album tersebut laku 10 juta salinan. Secara total, Hybrid Theory terjual 30 juta copies sehingga masuk daftar album terlaris dunia sepanjang masa.
Tak pelak, alunan rock kencang dipadu musik elektronik, teriakan pedih Bennington, dan rap dari Shinoda menjadi kekuatan utama band yang berasal dari sekolah menengah itu.
"Anda tidak bisa sembarangan menulis melodi untuk lagu "Crawling", karena hanya sedikit orang yang bisa menyanyi seperti Chester," ujar Delson
pada 2007. Sang gitaris melanjutkan, "Chester adalah potongan terakhir dari puzzle kami."