Agan sista pasti sering denger, hidup ini panggung sandiwara.
Ya memang betul sih, sampai- sampai di layar kaca pun kita disuguhkan tayangan yang penuh intrik dan drama.
Sebut aja kaya acara nyanyi- nyanyi yang lagi tren sekarang Indonesi*n Idol, atau yang paling cihuy mic pelun*s*n hut*ang,
Pasti sering kepikiran, kok bisa sih suka sama reality show yang ditayangin di TV?
Buat ngejawab rasa penasaran ini, langsung aja cek artikel di sokin,
Ilustrasi menonton reality show.
© Makistock /Shutterstock
Quote:
Tayangan di televisi seperti Keeping Up With The Kardashian, Indonesian Idol, pun Mikrofon Pelunas Hutang dan semacamnya punya satu kesamaan, menjual realitas dan menawarkan eskapisme pada pemirsanya.
Tayangan televisi semacam itu terus berkembang dalam berbagai format dan judul karena punya banyak pemirsa, seperti terlihat dari rating-nya. Sehingga yang jadi pertanyaan, mengapa sebagian orang suka sekali tayangan semacam reality show?
Salah satu alasannya menurut para pakar adalah karena lewat reality show, orang mendapatkan kesempatan untuk mengintip hidup orang lain. Entah itu selebritas, atau bahkan orang susah.
Seperti dilansir Psychology Today, reality show menawarkan cara yang mudah dan legal untuk aktivitas ini.
Orang-orang ini sadar betul hidup mereka tak sama dengan mereka yang ada dalam tayangan tersebut. Namun, orang-orang tersebut bisa berimajinasi, membayangkan diri jadi bagian dari dunia dalam episode tayangan.
Demikian dijelaskan Dr Carole Lieberman, psikiatri media dan konsultan reality show dalam wawancaranya dengan Hello Giggles.
"Kita merasakan hidup bintang reality show, merasakan pengalaman mereka dari posisi aman di rumah sendiri. Kita tidak benar-benar harus mempertaruhkan hati atau reputasi hidup saat menjalani pengalaman peserta reality show," jelas Dr Lieberman.
Misal, menyaksikan acara Bikin Mewekadalah cara seseorang menemukan kembali orang dekat yang hilang tanpa melalui perjuangan dan kesedihan yang berkepanjangan.
Quote:
Alasan lain mengapa orang suka reality show bisa dibilang menyedihkan. Sebab, itu bisa jadi penanda betapa hubungan yang mereka miliki dengan orang-orang di sekelilingnya dalam kehidupan nyata, tak berjalan baik.
Memang, ini tak selalu berarti orang tersebut salah karena membuat orang di sekitarnya menjauh, sehingga harus mencari pelarian pada tayangan reality show.
Namun, lebih pada kondisi di sebagian kalangan masyarakat kini yang cenderung kurang terhubung secara fisik, baik dengan teman maupun keluarga.
"Hubungan dekat antara keluarga dan teman kini berada pada posisi terendah sepanjang masa. Seiring waktu, kita jadi melihat orang-orang yang digambarkan di layar kaca sebagai teman," jelas Dr Jana Scrivani, psikolog klinis.
Menurut Dr Scrivani, ini terjadi karena reality show memberi pemirsanya pengertian yang salah bahwa mereka benar-benar mengenal orang-orang yang dilihat di layar.
Padahal di sisi lain, pemirsanya sadar betul bahwa yang namanya reality show kerap kali dibumbui secara berlebihan.
Jadi, hampir seolah-olah pemirsa tahu betapa sebagian besar isi tayangan itu palsu. Tapi mereka membuat dirinya percaya sebaliknya.
Semakin seseorang tak terhubung dengan orang-orang dalam hidupnya, maka semakin tinggi kemungkinan ia mencari drama dalam reality show.
Alex Hedger, terapis perilaku kognitif dan direktur klinis di Dynamic You Therapy Clinics berpendapat, media sosial adalah faktor yang berperan besar dalam masalah ini.
Media sosial, kata Hedger bisa sangat membantu hidup seseorang. Namun seperti halnya apapun, keseimbangan adalah kunci.
"Ada makin banyak bukti psikologis yang menunjukkan bahwa meningkatnya penggunaan media sosial dan reality show dapat berdampak negatif pada keterampilan sosial dan emosional orang-orang muda," jelas Hedger.
Pun demikian, terapis keluarga dan pernikahan Dr. Racine R. Henry punya pendapat lain. Semua akan kembali pada kepribadian masing-masing pemirsa.
Jadi, ia mengingatkan betapa pentingnya mencamkan dalam pikiran bahwa tidak ada hidup yang sempurna. Seberapapun bahagianya seseorang terlihat dalam tayangan reality show sekalipun.
Hal senada dikatakan psikolog Dr Farrell yang menyatakan bahwa salah satu alasan reality show digemari adalah karena pemirsanya tahu bahwa apa yang mereka lihat sebenarnya tidak sepenuhnya sungguh-sungguh terjadi. Dr Farrell menganalogikan menonton reality show dengan main rumah-rumahan pada masa kecil.
Eskapisme pun muncul. Ini memicu kecenderungan menghindar dari kenyataan dengan mencari hiburan dalam khayal atau situasi rekaan.
Menyaksikan reality show tak akan memicu masalah jika pemirsa bisa memisahkan apa yang mereka lihat dengan kehidupan nyata dalam keseharian. Jadi jika sekadar untuk hiburan, tak masalah.
Jadi ternyata ini semua hanya untuk pelarian dari hidup yang fana ini gan sis. 
Suka tayangan yang bergenre drama memang gapapa rupanya asal jangan hidup kita aja ya yang penuh drama.
Quote:
Mudah - mudahan info ini bermanfaat buat agan dan sistah semuaah 

Quote:
Buat liat informasi menarik lainnya seperti artikel di atas bisa liat disini
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh 
Quote: