KOMUNITAS
Home / FORUM / All / Story / ... / Stories from the Heart /
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
KASKUS
51
244
https://www.kaskus.co.id/thread/5de0d5ec337f9364df2d12f0/pencarian-belum-usai-true-story---season-3

Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3

Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
profile-picture
profile-picture
profile-picture
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
Diubah oleh yanagi92055
133

Ayo Piknik!

Seiring berjalannya waktu, hubungan gue dan Emi semakin dekat. Selain itu juga chemistry kami semakin hari semakin kuat aja. Emi seperti bisa merasakan apa yang gue rasakan. Dikala hati gue sedang nggak enak, dia kayak ke kode untuk menghubungi gue. cuma bilang, ‘kenapa’, dan gue otomatis langsung cerita apa yang gue rasakan. Pun sebaliknya Emi ke gue. Entah kenapa gue juga bisa tau kalau Emi lagi nggak enak hati, atau bahkan lagi dapet omongan-omongan ajaib dari siapapun itu.

Hubungan yang kami jalani ini udah pasti banget mendapat tentangan sana sini. Selain populernya Emi kala itu yang ternyata hanya berakhir di sosok Ija, yang menurut teman-teman Emi dikampus nggak lebih dari seorang cowok brengsek yang main-main doang kalau sama cewek dan nggak ada sisi positif yang bisa dibanggakan.

Sebenarnya gue mau banget loh nanyain ke mereka, tau dari mana gue itu cuma main-mainin cewek. Gue dari mulai Zalina, Keket, Sofi dan Dee itu nggak ada yang nggak gue seriusin. Semuanya gue jalani dengan tulus hati. Bahkan gue berani melakukan apapun demi ngebelain kepentingan mereka. Apa karena gue mengajak ngobrol intens adik-adik kelas pasca bubaran dengan Dee lalu gue di cap negatif kayak gitu?

Apa salahnya dari seorang yang saat itu masih single, belum terikat hubungan dengan siapapun, terus berusaha mengenal lebih jauh cewek-cewek yang mungkin aja bisa dijadikan kandidat pendamping gue di masa depan? Toh baik gue maupun orang lain, cewek maupun cowok, dikala sedang tidak menjalin hubungan dengan siapapun, berhak dekat dengan siapapun juga dong?

Gue nggak pernah menjanjikan harapan untuk menjadikan lebih jauh, ketika gue mulai mengenal mereka dengan kepribadian mereka. Mereka rata-rata nggak cocok sama kriteria gue ternyata. Jadi sebelum semakin jauh, gue nggak akan ngomong macam-macam.

Kalau pada akhirnya dengan hanya diajak ngobrol biasa aja mereka jadi suka, apa itu salah gue? kecuali kalau gue modus-modus tebar pesona ke beberapa orang cewek dalam satu waktu, untuk tujuan nggak baik, itu barulah silakan cap gue yang jelek, gue nggak apa-apa.

Persoalannya, gue dekat dengan cewek itu bergantian, tidak disatu waktu yang sama. Memang ada beberapa kali irisan, tapi setelah ketemu yang baru, yang sebelumnya perlahan gue kurangi intensitasnya. Atau mungkin cara seperti itu salah kali ya di mata beberapa orang.

Begitulah dinamika kehidupan milenial di kampus gue yang sekarang diduduki oleh angkatan Emi. Semakin dinamis, tapi semakin kurang sopan santunnya. Nggak ada takutnya, nggak ada menghargainya (nggak pukul rata ya), dan kurangnya empati dari individu yang mendiami kampus tersebut.

Ketika cobaan-cobaan terus datang di hubungan gue dan Emi, kami berdua tetap ngejalanin hubungan ini dengan normal. Mulai dibiasain aja. Seperti pada satu waktu gue mengajak Emi untuk jalan-jalan ke taman bunga nusantara.

Gue mau ngajak Emi jalan jauh sesekali. Sekalian gue nyobain motor yang baru aja gue beli. Jadinya lumayan sekalinya test drive agak jauhan dikit. Hehe. Awalnya gue sedang ngobrol biasa aja via webcam, sampai tercetus ide tersebut.

Perencanaan pun dibuat. Setelah selesai merencanakan dan apa aja yang mesti dibawa, tiba-tiba gue merasa badan gue nggak enak. Agak lemas aja gitu. Finalnya gue bersin nggak berhenti. Gue udah kepalang janji sama Emi. Emi kan kalau udah dijanjiin itu mesti dilaksanain. Dia nggak suka orang yang ingkar. Jadinya gue paksakan istirahat walaupun gue masih ingin ngobrol dengan dia.

--

Jelang subuh gue udah bangun lagi. Tidur gue kayaknya masih kurang. Badan gue udah super nggak enak sama sekali. Tapi gue harus tetap datang ke Emi. Gue udah janji sama dia. Tadinya gue mau aja batalin rencana ke Taman Bunga Nusantara tersebut, tapi karena udah keburu janji duluan jadinya gue tetap berangkat. Gue mandi air hangat. Cukup menyegarkan tapi ketika gue keluar dari kamar mandi, suhu ruangan terasa sangat dingin. Padahal penyejuk ruangan udah gue matiin.

Gue memakai jaket parasut yang tebal karena walaupun kalau dipakai siang hari berasa sauna, kan tujuannya mau ke puncak, jadinya gue mikir nggak akan kepanasan banget. Ditambah lagi kondisi badan gue yang udah nggak oke dari awal. Gue berangkat dengan kondisi yang tidak seratus persen. Gue sempat berpikir apa nggak bahaya ya. tapi yaudah nggak apa-apa, tujuan gue baik ini kan. Semoga perjalanan gue dan Emi dilindungi sama Tuhan.

Sekitar jam 6 pagi gue sampai dikostan Emi. Dia udah menyiapkan segala keperluan perjalanan. Pakaian dia juga simpel. Gue emang orangnya nggak suka ribet-ribet. Kalau bisa simpel dan nyaman kenapa harus dibikin jadi ribet dan nyusahin kan?

Seperti mengetahui keadaan gue, Emi pas melihat gue didepan kostannya langsung megang dahi gue. katanya rada anget. Ya emang sebenarnya kayak gitu kondisinya. Tapi gue bilang aja itu karena gue memakai jaket yang tebal. Untuk menghindari perdebatan lebih lanjut gue langsung mengajaknya segera jalan.

Perjalanan jauh pertama kami pun dimulai. Walaupun dengan kondisi yang tidak sempurna, tapi gue menikmati perjalanan itu. Emi juga ternyata nggak ngantukan. Dia selalu menemani gue dan terjaga diboncengan gue. untungnya gue memakai helm modular yang kalau mau makan atau minum nggak repot dibuka dulu, tapi lebih safe kalau berkendara jauh karena menutupi seluruh bagian kepala.

Emi selama perjalanan juga bantu menyuapi cemilan dan membantu memberi gue minum. Sampai akhirnya kami berhenti dulu di sebuah SPBU. Kami udah berada didaerah Cisarua kalau nggak salah waktu itu. Disitu gue mulai agak pusing juga. Jadi berhenti sejenak cukup lah untuk mengembalikan kondisi gue.

“Masih jauh banget ga sih ini tuh?” Emi bertanya.

“Masih jauh banget, satu jam lagi palingan. Kenapa emang? Cape yak?” jawab gue.

“Bukan. Muka lo beler banget sumpah. Idungnya masih berasa nggak enak ya? Mau pilek pasti ini. Nelen sakit nggak?”

“Biasa aja sih ini, cuma emang anj*ng banget ini idung nggak berhenti meler.”

“Yaudah, nanti kita cari tempat istirahat dulu. Masih jam delapanan ini. Tidur setengah jam sampe satu jam dulu deh di warung-warung yang jual bandrek sepanjang jalan, baru lanjut lagi.” Saran Emi.

“Boleh deh. Biar enakan ini idungnya. Nggak enak banget ini asli rasanya.”

“Nggak boleh gitu, Su. Nih minum dulu.” Kata Emi sambil menyerahkan botol air mineral ke gue.

“Iyap.”

“Minum yang banyak, biar segeran badannya.”

“Cot.”

“Nj*ng.”

Celetukan hangat dan nggak berhenti dari kami berdua itu selalu bisa bikin gue semangat dan kuat untuk melanjutkan perjalanan. Gue cuma nggak mau satu doang waktu itu, bikin Emi kecewa karena gue nggak nepatin janjinya.

Kami lalu melanjutkan perjalanan menuju ke arah taman bunga nusantara. Perjalanan ke arah sana sudah mulai ramai dengan pengguna jalan lainnya. Gue pun semakin nggak enak badannya. Hidung gue semakin nggak kompromi dengan terus menerus mengeluarkan ingus.

Akhirnya gue menyerah dan kami melipir dulu di warung-warung kecil dengan view yang cukup bagus. Gue mengistirahatkan diri sekitar 15 menit. Gue tiduran dulu dengan kaki yang diselimuti oleh jaket gue. sementara gue tiduran sebentar, Emi tetap terjaga untuk mengawasi barang yang kami bawa. Nggak lupa dia juga memfoto pemandangan yang cukup indah ini.

Pada awalnya gue dan Emi melihat nggak ada yang salah dengan warung-warung ini. Tapi berikutnya gue dan Emi menyadari kalau ada yang salah dengan warung-warung ini. Kenapa? Ya masa mereka bisa membangun warung-warung tersebut di kawasan yang seharusnya tidak dibangun bangunan.

Gue mungkin tidak tahu secara persis Rencana Tata Ruang di kawasan Kabupaten Bogor ini secara menyeluruh. Tetapi menurut logika gue, seharusnya diantara perkebunan the yang melereng dan dibelah menjadi jalan ini, tanaman-tanaman dipinggir jalan raya ini seharusnya tetap dibiarkan tumbuh. Tetapi ini kan nggak. Malah dibangun kios-kios atau warung-warung. Ini baru yang dipinggir jalan. Belum yang di kawasan agak jauh dari jalan raya yang berubah fungsi dari ruang terbuka hijau atau PHU (Peruntukan Hijau Umum) menjadi kawasan komersial atau rumah tinggal.

Untuk kasus ini, jadinya wajar kalau Jakarta yang berada di hilir terkena dampak langsung dari pembangunan yang entah sebenarnya melanggar aturan atau tidak di kawasan hulu tersebut. Tetapi dengan maraknya pembangunan di kawasan puncak dan banyaknya bangunan yang melanggar ketentuan KDB (Koefisien Dasar Bangunan), maka semakin sempit daerah resapan air. Percuma juga dibuat terasering karena resapan air berupa tanah sudah berubah menjadi beton.

Mirisnya, banyak sekali masyarakat yang masih menyalahkan daerah Bogor sebagai “dalang” banjirnya ibukota. Bilangnya ada banjir kiriman dari Bogor. Padahal di hulu yang mana investor komersial yang mengubah fungsi tanah sebagai daerah resapan air itu adalah orang-orang dari ibukota sendiri. Banyak yang terdampak, tapi seolah nggak ada solusi dan para stakeholder terkait. Mereka seperti tutup mata untuk urusan ini selama puluhan tahun.

Penataan wilayah puncak sendiri sudah sedemikian kacaunya dengan banyaknya bangunan baru atau vila-vila baru yang mengubah sistem alamiah dari alam itu sendiri. Gue merasa semakin naik suhu dari wilayah puncak ini semakin hari dan semakin bertambah tahun.

Setelah beristirahat, gue dan Emi melanjutkan perjalanan kami menuju kesana. Kami kembali mengobrol membahas bahasan tentang isu lingkungan di puncak ini, kemudian dikaitkan dengan bidang keilmuan kami.

Sungguh gue merasakan hal yang luar biasa dari seorang Emi. Pengetahuannya sangat luas padahal dia belum lulus. Dia juga sangat menguasai apa yang diajarkan dikampus kami. Bahkan kemampuan dia lebih baik dari gue. Dia juga mampu mengaitkan beberapa akibat yang telah terjadi dengan logika berpikir yang sangat kritis dan masuk akal. Wajar dia berada di urutan ketiga dalam daftar absen kelasnya.

Sekitar setengah jam dari pemberhentian kami tadi, kami sampai di Taman Bunga Nusantara. Kala itu masih pagi jadi udara masih sangat segar untuk dihirup. Minim sekali polusi disini. Gue kemudian membeli dua tiket masuk. Ini adalah kali kedua gue kesini setelah sebelumnya kesini bersama Dee. Ternyata sudah banyak perubahan dari pas gue kesini bersama Dee.

Ketika dulu gue sama Dee lebih banyak membahas personal Dee, kali ini gue dan Emi banyak banget bahasannya. Dari mulai keluarga kecil, keluarga besar masing-masing, membahas urusan tentang pengetahuan umum dan juga sejarah. Untuk bagian sejarah ini, gue sangat menyukai ketika Emi banyak bertanya ke gue soal sejarah.

Gue orangnya senang berbagi ilmu yang udah gue tau duluan. Minimal gue bisa berdiskusi bersama. Barangkali nanti ada ilmu baru yang bisa gue dapat. Emi juga terlihat senang dengan cara gue menjelaskan. Gue nggak pernah berpaku pada satu sumber ketika menjelaskan satu pertanyaan Emi. Tapi gue juga nggak mau sok tau karena sejarah itu pun sebenarnya abu-abu. Yang ditulis dibuku atau bahkan di internet itu masih sangat bisa diperdebatkan menurut gue. tapi ya gue berbagi apa yang gue tau aja ke Emi. Kalau gue nggak tau gue nggak akan pernah sok tau.

Emi ternyata selain senang jejepangan, senang membaca juga sama kayak gue. Dia juga punya koleksi buku. Gue sangat gemar membaca buku langsung daripada membaca secara digital. Tapi pada situasi tertentu ya gue harus membaca secara digital untuk simplifikasi.
Dia senang mengunjungi tempat-tempat baru. Dia juga mengusulkan jika suatu hari jalan-jalan kami itu ke museum. Ya pasti lah gue akan sangat senang ke museum, itu kan salah satu cara bagaimana pengetahuan tentang sejarah masa lalu akan bertambah.

“Aku seneng kita bisa jalan-jalan begini juga akhirnya. Kita butuh banyak waktu berduaan begini tanpa gangguan dari orang lain.” Kata gue sambil memakan tamagoyaki buatan Emi.

“Iya, aku juga seneng. Bener-bener refreshing banget yak.” Sahut Emi.

“Kita harus sering-sering jalan-jalan begini. Dulu sama Papa aku sering banget jalan-jalan begini. Sejak Papa nggak ada, jadi makin males jalan-jalan begini. Adik aku mageran orangnya. Mantan-mantan aku kalo diajak jalan-jalan kerjaannya tidur doangan selama perjalanan dan nggak asik kalo diajak seru-seruan gini.”

“Aku pengen kita naik motor kayak begini karena mempersingkat waktu dan mempermudah kita kalo mau mampir sana sini, nggak perlu nyari parkiran. Ya emang sih lebih nyaman naik mobil. Tapi travelling naik motor begini punya pengalaman beda tersendiri kan?” kata Emi.

“Iya banget, hemat biaya juga. Nggak enaknya ya panas sama barang yang dibawa jadi terbatas.”

“Emang lo mau bawa apaan lagi, Su?”

“Mau bawa mas kimpoi dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI.” Jawab gue sambil nyengir.

“A*u.”

“Hahaha. Mi, mumpung sepi terus pada mesum di gubug-gubug sebelah, kita mesum juga yuk?”

“BANGS*T! Gubug-gubug tetangga pada mesum gimane? A*u sekali anda. hahaha” Emi terbahak dengan ide gue yang sepintas tadi terlintas.

“Tuh liat. Ngapain itu ceweknya tiduran di paha cowoknya tapi badannya ngadep ke lantai kalo bukan lagi ‘ngerokok’ lakiknye? Terus itu yang dibangku sebelah sono ngapain tangan cowoknya ada di antara selangkangan ceweknya kalo bukan lagi ‘kobelko’?”

“Terus?”

“Ya kita mesum juga dong jangan mau kalah!”

“Nggak mau! Malu-maluin amat!”

“Yaudah, cium aja deh Mi cium.”
“Cium pale lo.”

“Ah elah, banyak cincong lo Mi!”

Gue langsung menyambar bibir Emi. Udara yang cukup sejuk membuat suhu tubuh Emi jadi terasa lebih hangat. Gue melakukan ciuman pakai hati yang sangat passionate kala itu. Gue mendekatkan tubuh Emi biar memudahkan gue untuk lebih leluasa memainkan bibir gue di bibir Emi.

Ciuman itu hanya berlangsung sebentar karena ketika gue berusaha mengambil swafoto, flash dari kamera gue itu menyala. Gobl*k banget ngerusak suasana yang udah mulai kebangun. Rocky yang udah lama tertidur dan sudah mulai bangkit malah jadi ketiduran lagi.

Lalu momen berikutnya datang. Nggak gue sia-siain ya langsung aja hajar lagi bibir Emi. Sampai beberapa saat akhirnya kami berhasil french kiss sampai beberapa menit. Haha. Luar biasa juga sensasinya ya, lagi meriang, hidung tersumbat, tapi sumber masuk oksigen malah dipakai ciuman. Gue jadi agak megap-megap setelahnya.

Gue selalu bilang ke Emi kalau kami nggak akan pernah bubar sejak itu. Setidaknya gue selalu akan mengusahakan untuk itu. Emi yang mungkin masih agak nggak percaya 100% karena dengar omongan yang entah darimana dan validitasnya juga masih diragukan. Tapi ya itulah tantangan buat gue. gue akan bikin dia percaya penuh ke gue. Gue nggak mau kehilangan dia sama sekali.

Jelang sore kami pun pulang. Kondisi gue udah mulai makin drop. Mata gue udah mulai pedih. Badan gue juga udah mulai capek dan gue merasa sangat menggigil. Entah Emi tau apa nggak, yang jelas gue bersikap normal aja didepan dia. Gue nggak mau dia khawatir.

Kamipun pulang. Ditengah perjalanan setelah melewati puncak pass kalau nggak salah, gue akhirnya menyerah. Badan gue nggak mau kompromi. Kami mampir ke salah satu restoran dengan menu utama sop buntut. Menu kesukaan kami berdua kebetulan. Kami mampir kesana dan sambil menunggu pesanan datang, gue rebahan dulu di paha Emi.

Gue nggak terlalu menikmati sop buntut itu karena terasa hambar di mulut gue. dipakai menelan juga nggak enak banget tenggorokan gue. Untungnya Emi nggak jaim kan, jadi sisa sop buntut gue dia yang habiskan.

Kami melanjutkan perjalanan pulang. Nggak lupa mampir ke alf*mart untuk membeli air minum dan juga bye bye fever. Awalnya gue nggak percaya apa kata Emi karena bye bye fever ini kan untuk anak kecil. Tapi setelah gue pakai dan kami lanjutkan perjalanan, gue merasa agak lebih enakan sedikit badannya. Ampuh juga ni bye bye fever.

Perjalanan yang sangat jauh itu kami tempuh sampai akhirnya sampai dikostan Emi. Selama perjalanan biar nggak ngantuk dan berasa capeknya, Emi selalu bisa menghibur gue dengan cerita-ceritanya yang absurd tapi menghibur banget. haha. Ini anak punya bakat stand up comedy juga dengan genre story telling, pikir gue. setelah sampai, gue udah nggak kuat dan memilih untuk menginap dulu dikostan Emi. Badan gue terasa sangat capek ketika itu.

Gue diminta Emi untuk menutup pintu gerbang dan membetulkan posisi motor gue sementara Emi menyiapkan kasurnya untuk gue tiduri. Ketika gue keluar dan akan menutup pagar, waktu itu udah sekitar jam 1 malam kayaknya, gue melihat dari kegelapan ada orang, cewek, yang seperti memperhatikan gue. gelap banget jadi nggak keliatan. Tapi dia makin mendekat dan terlihat.

Gue mengenal siapa cewek ini. Dewi. Iya nggak salah lagi. Gue nggak tau itu dia beneran atau nggak. Yang jelas gue melihat sosok itu adalah Dewi yang memakai kerudung hitam. Karena gue nggak memakai kacamata gue, jadi nggak terlalu jelas ekspresinya seperti apa. Gue langsung malas menanggapi dan buru-buru masuk kedalam kamar Emi.

Gue udah dalam posisi sangat capek, walaupun gue sangat yakin nanti bakalan ada entah telpon atau chat dari Dewi. Biarin aja lah, toh gue juga nggak peduli lagi sama cewek-cewek freak macem ini. Gue udah punya Emi yang jauh lebih baik dari dia, atau dari cewek-cewek yang pernah kenal dengan gue sebelumnya.

profile-picture
profile-picture
profile-picture
annisasutarn967 dan 33 lainnya memberi reputasi
profile picture
1. Setubuh gan sejarah itu validitas'a abu2, dasar'a frasa: sejarah ditulis oleh pemenang

2. Faakkk ane jg demen'a ke museum, cuma kata orang2: aneh bener lo demen'a ke museum, bukan tmpt wisata atau mall gitu

3. Sempet2 aja ye bang ija ajak mesum pas lagi menikmati jalan2'a
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
×
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved
Ikuti KASKUS di