yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)




TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 03:25
sehat.selamat.
JabLai cOY
al.galauwi
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
331.2K
4.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2126
Kota Apel_part 1
Keberadaan kendaraan baru ini berefek cukup signifikan karena memberikan beberapa kemudahan. Utamanya adalah mobilisasi gue dan Emi yang memang pada dasarnya senang jalan-jalan. Selain itu juga, kami seringkali berada di dua kampus yang berbeda demi mencari literatur, diskusi dan juga debat tentang penelitian untuk tesis gue.

Harusnya kan gue yang utamanya mengerjakan tesis ini? tapi kenapa Emi bisa ikutan mendebat? Ya karena Emi adalah otak utama dibalik topik penelitian gue. Kerangka acuan juga dibuat oleh dia. Rencana target penelitian juga dibuat oleh dia. Kurang ‘wah’ apa lagi coba otaknya Emi ini? Dia merancang itu semua tanpa ikut gue kuliah. Itu yang selalu gue tekankan dan banggakan tentunya.

Beberapa kali kami ke kampus utama yang perpustakaannya lengkap, beberapa kali pula gue sengaja suka mampir dan seperti napak tilas gedung fakultas yang penuh kenangan itu. Sesekali gue mengingat betapa serunya berkuliah disini. Selain seru, banyak kepahitan yang gue rasakan dikampus ini, apalagi jika urusannya dengan hati.

Tiga orang mantan gue mengakhiri hubungannya dengan cara yang tidak baik. Sebenarnya Dee baik-baik, tapi karena sikapnya terhadap Emi dan hasutan adik kelas yang merusak pemikiran dia, gue menganggap hubungan gue dengan Dee berakhir dengan tidak baik.

Selain itu, sebenarnya yang utama adalah memancing reaksi teman-teman Emi yang ternyata masih belum lulus. Untuk geng Crocodile dia, tinggal satu yang belum lulus. Geng dia itu walaupun orang-orangnya sampah, tapi harus gue akui otaknya cemerlang hampir semuanya, kecuali Debby, Lidya dan Bimo yang agak dibawah rata-rata geng mereka. Tapi, ya sebeg*-beg*nya mereka, tetap aja cemerlang.

Pancingan gue berhasil. Gue yakin teman-teman Emi yang melihat gue dan Emi yang datang dengan menggunakan kendaraan roda empat akan banyak yang ngomongin. Gue memang nggak mendengar langsung ataupun diceritakan oleh Emi setelahnya, tapi gue yakin 100% kalau kami diomongin, mau itu positif ataupun negatif ya terserah, yang penting gue dan Emi jadi pusat perhatian. Itu yang gue senang. Haha.

Hal yang nggak jauh beda pastinya datang dari keluarga gue. Mama dan Dania bukannya berbangga kalau anaknya ini bisa membeli sebuah harta dengan jerih payahnya sendiri, malah nyari celah untuk kesalahan dari keputusan gue ini. dari mulai berpikir kalau itu percuma lah, mending uangnya buat modal nikahlah, dan sebagainya.

Tentunya ini sangat mengecewakan gue. Setelah sebelumnya gue juga nggak lagi dianggap sebagai orang yang punya masa depan jelas, sekarang ini gue mau membuktikan dengan sebuah pencapaian dari hasil jerih payah gue sendiri, eh malah ada aja salahnya. Gue semakin antipati dengan keluarga gue sendiri, baik itu keluarga kecil maupun keluarga besar dari pihak Papa.

Berbeda sekali dengan reaksi yang gue dapat ketika ada satu kesempatan gue jalan-jalan ke keluarga Emi. reaksinya sangat positif. Bahkan kakeknya merasa bangga dengan pencapaian cucunya. Beliau kemudian berpesan agar lebih memerhatikan lingkungan sekitar. Maksudnya adalah, gue dan Emi kalau sudah asyik sendiri dengan apa yang menjadi kesenangan kita, bisa nggak memperhatikan sekitar. Kami hanya asyik dengan dunia kami berdua. Setidaknya itu yang diamati oleh Kakeknya Emi yang waktu itu merupakan kali kedua gue bertemu dengannya.

--

Wila masih terus berusaha menghubungi gue. Awal tahun baru dia menyatakan ingin ketemu lagi pada saat rencana gue ke Malang pada akhir Februari.

WILA CALL

“Jadi gimana, Mas? Bisa ta?”

“Kayaknya nggak bisa deh, Wil. Aku kan udah bilang tempo hari, kalau aku mau mencoba memperbaiki hubunganku dengan Emi. kamu kan juga tau, bahkan kamu bilang kamu udah beberapa kali di chat sama Emi.”

“Iya sih Mas. Tapi gimana ya? aku tuh kepingin banget ketemu sampeyan e mas. Ya walaupun aku ngerti kok, Mas itu sama Emi. Di komunitas kayaknya sudah banyak yang tau kalau kalian itu pacaran.”

“Iya ya? aku malah nggak mikirin itu sih sebenarnya. Haha.”

“Jadi aku udah nggak bisa lagi ketemu kamu ya?”

“Iya Wil. Aku mohon maaf banget kalau selama ini kesannya aku ngasih harapan yang besar untuk kamu. Tapi aku pada akhirnya kan bilang juga ke kamu kalau aku sama Emi itu pacaran. Emi juga kan kenal sama kamu walaupun belum sempat ketemu. Jadi aku nggak mau aneh-aneh. Aku sayang dia, dan aku nggak mau hubunganku kenapa-kenapa.”

“Hmmm. Iya wes mas, aku ngerti banget. Emang sakit mendengar kenyataan kayak gini. Tapi mau gimana lagi, memang aku datang disaat yang nggak tepat. Maafin aku sempat mendoakan kalian untuk bubaran cepat atau lambat. Ternyata bukannya bubar, kalian malah makin lengket sekarang.”

“Nggak lengket gitu juga Wil. Tapi aku sedang berusaha untuk memperbaiki hubunganku dengan Emi. Sulit emang untuk balikin kepercayaan. Setidaknya aku sedang nyoba. Nah awalnya aku harus mengakhiri ini semua Wil. Biar kamu jelas, sejelas-jelasnya. Mohon maaf ya Wil, aku harus ngecewain kamu, menyakiti hati kamu. Semoga dengan adanya kejadian ini, bisa jadi pembelajaran lagi buat aku, buat kamu juga. maaf sekali lagi Wil.”

“Iya Mas. Aku ngerti. Kalau aja aku punya kesempatan satu kali lagi ketemu kamu, wes tak peluk sing suwi mas sampeyan. Biar hatiku benar-benar lega. Tapi ya itu kan ndak mungkin tho. Semoga Mas langgeng sama Emi ya. Emi orang yang hebat banget Mas. Jangan sakiti hatinya lagi ya Mas. Aku juga minta maaf sama dia. Mungkin nanti aku akan hubungi dia. Minimal, aku sampaikan maaf aku melalui Mas dulu ya.”

“Iya pasti aku sampaikan nanti Wil. Aku minta maaf sekali lagi. Jaga diri kamu baik-baik ya Wil. Semoga orang baik seperti kamu bisa dapetin yang lebih baik dari sekedar aku yang banyak kurangnya ini. Aku nggak bisa jadi orang yang baik Wil karena terlalu banyak ngecewain orang.”

“Udah Mas. Nggak usah nyalah-nyalahin diri sendiri. Yang penting Mas sekarang jagain Emi jangan sampai lepas. Orang seperti Emi itu langka banget Mas.”

Kata-kata yang mirip seperti yang diucapkan oleh Anin, dan juga Ara tentang testimoni mereka terhadap Emi. Luar biasa. Selama ini memang gue selalu menjadi orang yang nggak bersyukur.

--

Perjalanan gue dengan teman-teman S2 gue ke Malang tiba. Gue dengan seorang teman gue bernama Dadan yang agak gemulai memutuskan untuk menjadi yang pertama berangkat ke Malang. Kami memutuskan untuk naik kereta kelas ekonomi karena yang berangkat siang adanya kereta tersebut. Kereta ekonomi masa kini itu enak kok. semuanya duduk, nggak ada yang berdiri-berdiri lagi, pakai AC juga keretanya, dan kamar mandinya pun lumayan bersih.

Gue dan Dadan janjian di stasiun Pasar Senen. Kami berangkat tepat jam 12 siang. Waktu yang bersamaan dengan salat jumat. Pada akhirnya gue mengganti kewajiban tersebut. Perjalanan yang menyenangkan sekaligus melelahkan.

Senangnya adalah, gue memakai jaket kelas yang membanggakan karena ada logo kampus S2, plus warnanya merah dan hitam, dua warna yang sangat gue sukai. Melelahkan karena tempat duduknya nggak terlalu nyaman. Nggak bisa nyender yang rileks karena terlalu tegak. Untung aja ketika kami berangkat kursi yang berhadapan tersebut nggak diisi oleh orang lain lagi selain kami. Jadi kami bisa menguasai masing-masing kursi dengan leluasa.

Sepanjang perjalanan, Dadan banyak sekali bercerita. Punya teman gemulai ini tentunya mengasyikkan karena memang pada dasarnya seru. Banyak omong, dengan beberapa gimmick gemulai yang konyol tapi bikin ketawa terus. Sampai akhirnya kami tiba di Malang pada pukul 02.00 dini hari.

“Fan, ini hotel yang udah lo pesen ada dimana alamatnya?” tanya gue di telpon ke Fani, salah satu teman kelas gue.

“Udah gue kasih di chat. Lo hubungin aja, gue udah pesan via traveloka.” Sahut dia disebrang sana, suaranya berat, kayaknya sih emang lagi tidur.

Gue dan Dadan kemudian menaiki taksi untuk menuju ke alamat yang dimaksud. Tetapi sesampainya disana, pihak hotel nggak merasa ada yang mem-bookingvia traveloka atas nama Fani. Fani yang entah bagaimana urusannya dengan hotel ini, kemudian mencari hotel lainnya lagi. Aneh juga kok bisa ya, via aplikasi seperti itu malah nggak bisa atau nggak lancar transaksinya. Ini ada prosedur refund atau hangus kah? Gue juga nggak tau dan nggak mau tau. Itu juga pakai kas kelas gue kan bayarnya, jadi nggak rugi di Fani. Tapi paling nanti dia diomelin sama anak-anak karena lalai. Haha.

Akhirnya gue mendapatkan hotel yang sangat biasa, gedung tua dan luar biasa spooky. Kenapa begitu? ya jelas aja, ketika awal-awal masuk saja gue sudah disambut beberapa kali penampakan yang nggak penting. Makin menuju kamar, makin banyak yang menampakkan diri seperti mau berkomunikasi atau minta tolong. Ah elah rese banget. tapi karena gue udah capek banget jadinya nggak terlalu berasa takut juga.

Paginya kami check out dan langsung menuju ke salah satu restoran untuk makan pagi. Dari hotel kami menyewa jasa taksi sembari menunggu teman-teman yang lain. Ada yang pakai moda transportasi kereta eksekutif yang berangkatnya sore hari kemarin, ada juga yang berangkat subuh dari ibukota menggunakan pesawat.

Sekitar jam 10 pagi akhirnya semua sudah berkumpul di restoran yang dimaksud. Makanan juga sudah tersedia dengan baik. Jadi udah tinggal pada makan aja. sementara gue dan teman-teman dekat gue banyak berfoto-foto ria dulu sebelum makan. Mila nggak banyak ikutan foto dan lebih banyak diam sendiri aja sambil main HP. Gue yang menangkap gelagat dicuekinnya Mila ini lalu berinisiatif mengajak Mila foto-foto dan ikutan makan.

“Lo ngapain disini sendirian? Kita disini mau have fun kali Mil.” Kata gue sambil menepuk bahu kirinya.

“Eh lo Ja. hehe. iya, gue lagi pingin sendiri aja.” katanya sambil tersenyum.

“Pingin sendiri? Emang sejak kapan lo berdua, bertiga atau banyakan? Hahahaha. Kayak ada aja yang mau nemenin lo.”

“Haha rese lo Ja. Nah ini kan lo yang sukarela nemenin gue.”

“Dih pede banget lo, Mil. Hahaha.”

“Yaudah lo gabung aja sama yang lain Ja, ngapain disini.”

“Yaelah gitu aja pundung (ngambek) lo Mil. Hahaha.”

Dia hanya tersenyum manis aja sedikit. Pemandangan pagi yang mendung membuat kulit Mila yang putih itu semakin kinclong saja. Sepintas orang nggak akan nyangka kalau Mila ini seperti public enemy dikelas gue. bahkan yang bapak-bapak ibu-ibu aja malas untuk terlalu dekat dengan dia.

Sebenarnya ada teman gue yang selalu digodain untuk jadian dengan Mila, tapi alih-alih jadian, dia malah jadian sama orang lain. Teman sekelas gue juga lagi. Hahaha. Alasan cowok ini kurang lebih sama, Mila nggak worthed untuk diperjuangkan. Karena dia terlalu mementingkan egonya sendiri. Memang sih kalau dalam urusan kuliah dia begitu. Tapi menurut gue, untuk urusan personal kayaknya dia nggak gitu-gitu amat. Nggak tau ya, karena pendapat orang berbeda-beda.

Acara selanjutnya adalah acara di resort tempat kami menginap sekaligus fieldtrip. Letaknya disalah satu perkebunan apel terbesar di Kota Batu. Usaha ini sudah berlangsung sangat lama, dan sempat mengalami pasang surut. Apalagi dulu katanya bisnis ini hampir saja bangkrut kalau nggak dikelola dengan sistem kekinian.

Gimana kekiniannya? Reservasi via online, membuka banyak atraksi pendukung selain dari apel-nya itu sendiri, kemudian membangun beberapa resort / wisma yang diperuntukkan untuk rombongan skala besar, atau kelas keluarga.

Selain itu, ada juga perbaikan dari sisi hospitality yang menyesuaikan dengan standar internasional bisnis perhotelan. Ini jadi kekinian mengingat awalnya bisnis ini hanya jual beli apel saja, dan atraksi utamanya adalah bisa memetik apel langsung dikebunnya, tentunya nanti dibayarkan belakangan sesuai dengan bobot apel yang sudah dipetik.

Acara disana dimulai dengan lomba pidato alias sambutan-sambutan membosankan dari pihak resort, kemudian perwakilan dosen dan juga dari mahasiswa. Lalu ada sesi tanya jawab. Dan acara utamanya yaitu berkeliling menikmati atraksi-atraksi yang disediakan.

“Ja, lo sadar nggak sih, lo itu sepanjang dari awal di resto tadi pagi sampe sekarang itu kebanyakan jalannya itu deket-deket sama Mila?” bisik Mbak Disya.

“Ah masa Mbak? Kayaknya daritadi gue juga banyak becanda sama yang lain.” Kata gue.

“Iya tau Ja. haha. Jangan-jangan…hhmmmmm…..” tiba-tiba Mirta menyahut, sambil menyenggol siku kiri gue.

“Apaan sih lo Ta, hahaha. Wah ini pada suudzon aje.” Kata gue.

Entah gue sih sebenarnya nggak merasa begitu ya. tapi jika yang bicara ke gue lebih dari satu orang maka perlu untuk diperhatikan kembali. Apa iya gue deket-deket Mila melulu? Apalagi anak-anak ini nggak tau atau belum tau kalau sebenarnya gue sudah punya pacar? Ah yaudah, pusing-pusing amat mikirin. Haha.

Atraksi demi atraksi kami lewati dengan riang gembira. Dan semakin banyak pula yang ngomong ke gue kalau emang ternyata gue selalu dekat dengan Mila kemanapun dia melangkah. Orang-orang mulai pada ngira kalau gue sedang pedekate dengan Mila. Sepertinya ada aroma gibah yang berhembus.

Gue dan Mila nggak peduli dengan apa yang dikatakan oleh teman-teman gue. Kami menikmati aja semua atraksi yang tersedia. Nggak lupa juga gue selalu ngobrol dengan teman-teman yang lain. Semua berjalan normal-normal aja kok.

Waktu berganti, sekarang sudah malam. Jelang jam 19.00 WIB kami sudah berada di hall utama dari hotel. Sebelumnya kami sudah mendapatkan kamar masing-masing. Gue mendapatkan kamar berlima. Ada juga yang sepasang suami istri sekelas dengan gue mendapatkan kamar sendiri, tentunya dengan beberapa syarat tertentu.

“Ja, ayo buruan.” Mila tiba-tiba muncul didepan kamar gue.

“Gile Mil, semangat amat. Baru juga selesai Magriban (Salat Magrib) gue.” kata gue yang masih memakai sarung dan bahkan masih duduk disajadah.

“Haha iya maaf. Namanya juga semangat.”

“Semangat mau kemana lo Mil?” ledek Mando, salah seorang teman sekamar gue.

“Ya mau makan malem dong, Ndo. Haha.”

“Mau makan malem, apa mau jalan-jalan malem sama Ija sih Mil? Hahaha.” Sahut Dovan, salah seorang teman gue lainnya.

“Mau tau aja lo pada ya. hahaha.”

Gue pun sudah selesai dan berganti pakaian menjadi pakaian yang lebih hangat. Suhu udara disana memang dingin malam itu, sekitar 20 derajat celcius. Mila pun terlihat cantik dengan setelan overall jeans warna biru, yang didalamnya ada kemeja panjang hitam, dipadu dengan kerudung berwarna hitam. Siapapun yang melihat gue yakin pasti naksir deh. Anak-anak dikelas gue memang mengakui kok Mila itu manis, tapi ya males deketin karena sifat dan egonya itu.

Hall yang cukup besar itu pun mulai dipenuhi oleh teman-teman sekelas yang sudah pada rapi dan kebanyakan memakai baju yang lebih hangat. Acarapun dimulai dengan sambutan dari dosen yang ikut dengan kami, lalu ketua kelas kami. Acara dilanjutkan dengan ramah tamah sekaligus penampilan homeband yang menyanyikan beberapa lagu.

“Ija suruh nyanyi tuh. Dia kan anak band.” Teriak salah seorang teman gue dari belakang.

Akhirnya semua mengiyakan untuk gue tampil didepan panggung kecil tersebut. Gue menyanyikan lagu dari Samsons, Kenangan Terindah. Lagu ini gue pilih karena memang momen ini layak menjadi momen untuk dikenang seluruh hadirin pada malam itu. Seusai gue tampil, applause pun bergema di ruangan tersebut.

Setelah gue duduk lagi, Mila pun seperti otomatis menghampiri gue yang sudah duduk dan kemudian memeluk gue dari belakang. Sebuah momen yang sangat membuat gue canggung. Tapi sepertinya Mila nggak peduli ya. Dia biasa aja, gue yang malu bukan kepalang dengan kelakuan nggak terduga Mila ini.

Gue sangat yakin, setelah ini gosip akan berhembus makin kencang. Apalagi, setelah acara ramah tamah dan makan malam serta beberapa games yang bertujuan untuk melatih kekompakan itu selesai, Mbak Disya mengingatkan gue.

“Ja, lo itu udah ada cewek loh. Jangan macem-macem.”

“Iya mbak, gue juga nggak tau kenapa Mila tiba-tiba jadi agresif gitu ke gue.”

“Kalo gue ngeliatnya, Mila itu mulai suka beneran sama lo. lagian lo sih, kebanyakan perhatian sama dia.”

“Haha. Jadi gue perasaan serba salah mbak. Mau baik sama orang dikala orang kayak Mila dijauhin, salah. Begitu gue udah merasa Mila nggak kesepian lagi, si Milanya malah jadi demen sama gue.”

“Makanya jadi orang jangan suka bikin orang lain seneng Ja. salah sangka, malah jadi kayak Mila gitu. Kalau dia tau lo udah punya cewek, bisa benci setengah mati itu nanti si Mila sama lo. Percaya gue deh, Ja.”

“Hmm. Iya mbak. Ngerti kok gue. gue juga udah mulai curiga dia jadi demen sama gue ya beberapa bulan terakhir ini. Tapi yaudahlah, nanti gue juga akan ngomong ke dia kalau gue udah punya cewek, seandainya dia bertindak semakin jauh.”

“Iya, gue percaya lo Ja. cewek lo yang selalu lo ceritain sama gue itu udah fit in ke lo. susah nyarinya lagi Ja. dan gue nggak melihat Mila itu memenuhi kriteria lo, kecuali pinternya dan mungkin fisiknya. Tapi cewek lo itu kalau gue liat di foto-foto yang lo tunjukin, nggak kalah kok sama Mila.”

Mbak Disya adalah satu-satunya teman S2 gue yang gue ceritakan mengenai keberadaan Emi. Gue banyak cerita soal Emi ke dia. Mbak Disya sangat kagum dengan deskripsi Emi yang gue ceritakan. Gue nggak suka melebih-lebihkan cerita, jadinya ya apa adanya aja gue ceritakan. Dia pun berkeinginan untuk ketemu langsung dengan Emi kalau ada kesempatan.

Setelah selesai acara malam yaitu menerbangkan lampion, yang mana gue berpasangan dengan Fani si cewek bocor, sebagian besar teman gue pergi tidur. Sementara gue dan beberapa teman cowok ke bar kecil yang ada meja bilyarnya. Kami menghabiskan banyak waktu malam hari di ruangan tersebut.

Rata-rata teman gue merokok dan minum, baik yang muda-muda maupun yang bapak-bapak. Sementara gue nggak sama sekali. jadi gue hanya bermain bilyar aja, sampai ketiduran.

“Ija, bangun yuk. Pindah ke kamar.” Sebuah suara membangunkan gue.

“Eh, lo Mil. Jam berapa nih sekarang?” kata gue dengan suara parau sambil mengucek mata.

“Jam 3 pagi. Ini orang-orang udah pada tepar. Lo pada mabuk ya?”

“Nggak, gue emang ngantuk. Kalo nggak percaya lo cium aja aromanya, kan ketauan gue abis minum apa nggak.”

Mila benar-benar melakukannya. Dia menciumi sekitar muka gue, leher, sampai turun ke kaos lengan panjang yang gue pakai. Tadinya gue masih ngantuk, otomatis langsung segar. Apalagi wanginya Mila masih terasa dihidung gue.

“Buset, Mil. Ngapain lo begitu?”

“Kata lo suruh cek aja. ya gue cek dong.”

“Haha tapi nggak pake terlalu deket gini juga.”

“Udah ayo pindah. Mau gue angkat nggak?”

“Gue bisa sendiri, Mil. Makasih ya udah bangunin gue. hehe. kok lo belum tidur sih Mil?”

“Gue nunggu kabar dari lo Ja. tadi kan katanya lo bilang mau kabarin gue kalau kita jadi jalan-jalan keliling resort ini.”

“Ya ampuuun. Aduh sori banget Mil. Gue lupa. Beneran deh. Soalnya tadi pas mau cabut gue diajak kesini, malah jadinya lupa.” Kata gue, reflek menggengam tangan kanan Mila.

“Iya udah nggak apa-apa kok Ja. Sekarang pindah deh ke kamar.” Katanya sembari mengelus tangan kiri gue yang memegang tangannya.

“Maaf banget ya Mil.”

“Iya santai aja.”

Gue dan Mila berjalan menuju ke kamar Mila dulu yang nggak jauh dari bar ini. Ternyata Mila hanya bertiga aja setelah salah seorang teman kami terkena musibah, jadi batal ikut.

Sebelum masuk ke kamar, Mila tiba-tiba aja memeluk gue lagi. Gue yang masih agak ngantuk jadi makin segar dong dapat jackpot dini hari kayak gitu.

“Mil, lo kenapa?” tanya gue di telinga kirinya yang tertutup kerudung.

“Nggak apa-apa, hehe. kepingin aja meluk lo Ja.”

“Oh yaudah. Sip deh.”

Dia kemudian melepaskan pelukannya, dan masuk kedalam kamar serta menyisakan senyum manis untuk gue sebelum menghilang dibalik pintu. Wah, Mila kalau dibiarin bisa bablas nih.

yudhiestirafws
namikazeminati
khodzimzz
khodzimzz dan 21 lainnya memberi reputasi
20
Tutup