yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)




TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 03:25
sehat.selamat.
JabLai cOY
al.galauwi
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
331.5K
4.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#1805
Awal Kisah Pascasarjana
Band gue semakin berkibar dengan semakin banyaknya jadwal manggung, dari yang awalnya nggak setiap bulan ada, sekarang ini mulai tiap bulan ada, bahkan sebulan nggak jarang sampai 4 kali, yang artinya setiap minggu band gue dapat panggungan. Stamina, otak dan perasaan gue sangat dipertaruhkan juga pada masa ini.

Selain ngeband yang semakin sering manggung, kondisi gue saat ini juga sebagai mahasiswa pascasarjana yang kuliahnya pulang kerja, mulai jam 19.00 – 22.00 diibukota, dan di akhir pekan gue harus berangkat ke kota tempat kampus utama gue berada, dan kuliah dari jam 8 pagi sampai 17.00 sore.

Kesibukan gue yang seperti nggak ada habisnya ini sangat mempengaruhi perjalanan hubungan gue dengan Emi. Kebanyakan gue jadi nggak punya waktu yang berkualitas untuk Emi dalam menjaga kualitas hubungan kami. Kebanyakan gue dan Emi mendiskusikan urusan Band secara profesional, diskusi masalah kuliah dan brainstorming juga secara profesional. Lalu mengerjakan pekerjaan masing-masing.

Nggak jarang juga gue akhirnya meminta Emi membantu mengerjakan tugas-tugas kuliah gue yang ternyata walaupun namanya kelas eksekutif, isinya orang yang bekerja semua, tugas kuliah tetap saja banyak. Khas dari kampus gue, selalu memberikan tugas seabrek seakan pihak kampus berkata “salah sendiri kenapa mau masuk kampus sini, derita lo!”

Suasana perkuliahan gue sangat berbeda dengan jaman gue S1 dulu. Saat ini sangat terasa mewah, ditambah dengan fasilitas kelas satu, dosen-dosen yang juga punya reputasi baik (seperti salah satunya adalah mantan Direktur BNI Syariah) dan berkualitas pastinya, teman-teman sekelas gue pun adalah orang-orang yang bukan sembarang karyawan di pekerjaannya masing-masing.

Mungkin yang masih muda-muda banyak yang masih jadi staf biasa, namun memiliki karir yang cemerlang, makanya diizinkan untuk ambil S2, tetapi yang sudah bapak-bapak atau ibu-ibu ini, mereka rata-rata sudah mencapai jabatan-jabatan strategis. Bahkan ada juga yang sudah menjadi CEO dari perusahaan yang didirikannya sendiri. Sungguh sebuah kesempatan emas membina hubungan baik dengan mereka semua.

Sejalan dengan predikat tersebut, tentunya ada konsekuensi masalah gaya hidup. Untungnya dulu gue sempat merasakan jadi orang yang mampu secara finansial, sehingga bergaul dengan kalangan kelas atas seperti ini bukan hal asing bagi gue. hanya saja, seperti yang selalu gue lakukan dari dulu, gue nggak suka gaya hidup yang bermewah-mewah dengan segala sesuatu yang mahal begitu.

Contoh nyata adalah ketika gue dan teman-teman akan mengerjakan tugas kelompok. Daripada memilih mengerjakan disebuah coworking space, mereka malah memilih mengerjakan di sebuah kafe yang cukup rame, yang menurut gue kurang kondusif. Ujung-ujungnya, bukannya selesai mengerjakan tugas, adanya malah buang-buang waktu karena kebanyakan ngobrol nggak penting.

Pada awalnya gue menuruti aja keinginan teman-teman gue ini. Tapi pada akhirnya gue harus bilang, kalau cara seperti ini akan mubazir dan nggak menyelesaikan apapun. Ternyata lebih banyak yang kontra dengan gue, dan ini sebabnya juga gue lebih baik nggak bergabung dengan mereka. Kadang gue hanya sesekali datang diawal, tanpa memesan makanan minuman apapun, kemudian identifikasi tugas yang diberikan, kemudian bagi tugas ke masing-masing orang, lalu setelahnya gue pulang setelah menentukan deadline penyelesaian.

Gue harus bertindak lebih tegas dan berinisiatif mengambil komando, walaupun banyak teman gue yang lebih tua dari gue, dan bahkan sudah berpengalaman memimpin tim karena jabatan dikantornya yang cukup tinggi. Tapi gue nggak peduli kalau ternyata hal tersebut nggak membawa pengaruh positif dalam penyelesaian tugas-tugas kuliah.

“Ja, bagus deh lo aja yang ambil alih komando. Gue juga lama-lama capek nungguin mereka.”

“Iya Mil, makanya itu. Gue juga males deh. Abis ini kita cabut aja yuk. Ngerjain aja kita berdua, yang penting cepet kelar Mil.”

Mila Rahmawati. Cewek ini adalah salah satu yang paling cerdas dikelas gue. Sangat charmingdan terlihat oke banget lah, apalagi dengan kacamatanya, jadi terlihat makin keren ini cewek. Tapi sayang masih jomblo. Gue pun makin kesini makin tahu kenapa dia jomblo. dia adalah orang yang sangat mendominasi, juga cukup ambisius mengejar sesuatu. Selain itu, dia sangat pantang kalau pendapatnya atau hasil pekerjaannya dikritik.

Mulustrasi Mila, 93,2% mirip cewek ini


Flashbacksedikit saat gue pertama kali berkenalan dengannya.

“Hai, gue Mila. Kita sekelompok nih ya, buat ospek-ospekan ini. Hahaha.”

“Halo. Gue Ija. Iya bener. yuk duduk disini aja Mil.” Gue mempersilakan dia duduk dikursi sebelah gue.

“Dulu S1 dimana Ja?” tanyanya.

“Gue dikampus ini juga. hehe. kalau lo?”

“Gue dikampus …… (menyebut salah satu kampus negeri paling oke di negeri ini) Ja. Lo tinggal deket sini juga?”

“Haha nggak kok Mil. Gue malah asalnya dari daerah kampus lo itu. Dulu aja pas SMA gue suka pengambilan nilai praktikum lapang penjaskes dikampus lo, di stadion mini itu. Hahaha.”

“Hah? Oh iya Ja? dulu juga gue pas SMA begitu. suka ada atletik dan beberapa kali ngambil nilai penjaskes di stadion situ. Haha. Sebentar kita seangkatan nggak sih?” tanya Mila, mulai tertarik dengan obrolan dengan gue.

“Wah oh iya Mil? Lo jangan-jangan SMA-nya sama dengan gue ya?”

Lalu gue menyebutkan beberapa ciri sekolah gue dulu dan ternyata, Mila satu almamater dengan gue. Serunya adalah, Mila merupakan teman sekelas adik gue, Dania. Berarti dia tiga tahun dibawah gue umurnya. Sementara gue mengambil jurusan IPA, dia dan adik gue mengambil IPS.

“Sebentar Ja, dulu itu gue pas Papa-nya Dania meninggal, kan gue dateng Ja. haha. Berarti mestinya kita udah ketemu ya?” katanya.

“Iya ya. Lo kan temennya Dania, wajar sih kalau lo ikutan melayat bokap gue Mil. Hahaha. Gila sempit banget ya Mil dunia.”

“Gue juga punya kakak yang seangkatan sama lo tau Ja.”

“Hah? Seriusan Mil? Siapa?”

“Kakak gue namanya Desi. Dulu SMPnya di Barito sana Ja, gue kan juga disana. Gue juga udah kenal adik lo dari SMP kan.”

“Buseet. Desi? Desi Layla?”

“Iya bener. lo kenal Ja?”

“Kenal banget lah. Gue kan sempet sekelas sama dia waktu kelas 2 SMP.”

“Hahaha. Gokil lah ini. Dulu sekelas sama kakaknya, sekarang sekelas sama adiknya.”

“Lah lucu juga ini. Dulu lo sekelas sama adik gue, sekarang sekelas sama kakaknya. Impas kita. Hahaha.”

Sekilas info, Desi ini dulu waktu SMP adalah mantannya Drian, sekaligus pacar pertama Drian. Namun saat itu gue nggak terlalu kenal dengan Drian. Yang gue tau adalah, Drian suka kekelas gue untuk bertemu dengan Desi ini.

Pasangan yang sangat sempurna waktu itu. Dua-duanya sama-sama tinggi semampai. Sama-sama pintar dan juga memiliki paras diatas rata-rata. Tapi konyolnya, dulu Desi awalnya sempat suka sama gue, karena katanya Desi suka melihat gue berbicara didepan kelas (gue adalah ketua kelas saat itu).

Sayangnya gue kurang suka dengan pergaulan Desi yang terlalu berlebihan saat itu. Pokoknya cewek-cewek gaul nan trendi plus anak orang kaya dan tukang labrak. Sangat berlawanan dengan prinsip gue. makanya dia pas deh mendapatkan cinta Drian, karena satu level mereka.
Mila adalah sosok yang sangat berbeda dengan kakaknya. Dia lebih kalem, dan lebih manis menurut gue. Tingginya hampir sama dengan gue, sekitar 170 cm, berbadan kurus, mukanya tirus, hidungnya mancung (keturunan arab sepertinya) dan berkulit putih. Gue awalnya nggak nyangka dia adiknya Desi, karena sepintas nggak mirip sama sekali dengan Desi.

Dari keseluruhan teman gue, gue paling sering berkonfrontasi dengan Mila ini. Gue sering sekali beda pendapat dengan dia. Tapi pada akhirnya gue juga yang berjuang berdua dengan dia menyelesaikan tugas-tugas kelompok kami.

Uniknya pada saat kelompok diacak, gue hampir selalu bareng dengan dia. Pada awalnya ini gue anggap sebagai keuntungan, tapi lama-lama gue merasa justru Mila lah yang menjadi penghambat karena mau-maunya dia aja kalau mengerjakan sesuatu.

--

“Ja, lo tau nggak sih?” kata Mila, kami sedang makan bersama setelah mengerjakan tugas berdua disebuah kafe yang lebih cozy.

“Nggak tau.”

“Yeee…”

“Lah ya bener Mil. Lo nggak ngomong apapun gimana gue tau? Hahaha.”

“Makanya dengerin.”

“Iya gue dengerin Mil.”

“Lo tau nggak sih, kan dulu lo suka dateng tuh pas latian paskib disekolah, pas lo udah jadi alumni.”

“Hmm. Iya, emang kenapa Mil?”

“Hahaha. Gue tuh suka merhatiin lo tau Ja. tapi gue malu mau kenalan. Si Dania suka cerita nggak sih kalau teman-temannya itu pada suka kerumah lo, tapi lo-nya banyakan nggak ada, karena kan waktu kuliha lo ngekost kan?”

“Haha. Seriusan lo? jadi enak ini gue. Tau banget Mil soal gue ngekost. Emang kenapa deh?”

“Dulu salah satu yang suka rajin kerumah lo itu gue. hahaha. Yang suka nitip salam ke Dania itu salah satunya gue. Cuma gue nggak pernah bener-bener ketemu lo. Nah pas momen bokap lo nggak ada itulah gue pertama kali liat lo langsung dirumah lo. Tapi gue rada kecewa dulu, Ja.”

“Oh iya? Hahahaha. Gokil ah. Jadi enak seriusan gue didemenin cewek cakep kayak lo. Mana pinter lagi. Terus lo kecewa kenapa?”

“Iya soalnya pas gue kesana, lo udah didampingin sama cewek yang kinclong banget Ja. siapa namanya, Kathy ya?”

“Iya dia mantan gue Mil. Hahaha. Tapi udahlah nggak usah ngomongin dia, bikin sakit hati aja.”

“Iya, gue juga tau dari Dania Ja itu mantan lo. cakep banget asli. Gue aja suka loh ngeliatnya cewek itu Ja. Bule-bule gitu ya.”

“Haha. Udah lah Mil, lupain aja, ganti topik.”

“Kenapa sih emangnya? Cerita aja Ja.”

“Hmmm…..”

Gue mulai bercerita perjalanan cinta gue dengan Keket dari awal sampai diakhir dia menjadi pengganggu hubungan gue dengan Dee. Tentunya tidak dengan bumbu plus-plusnya ya.

“Seriusan itu cewek begitu? gila freak banget.”

“Iya begitulah. Dan setelah-setelahnya Mil, hampir semua cewek yang pernah dekat gue, minimal yang pernah ngobrol intens dengan gue, kelakuannya begitu.”

“Apa yang diliat dari lo ya Ja? hahaha.”

“Nah lo dulu liat apaan dari gue? hahaha.”

“Nggak tau, gue juga bingung. Hahaha.”

“Bingung kan lo. hahahaha. Yaudah yuk pulang, gue anterin ya?”

“Nggak usah Ja, gue ntar bisa naik taksi.”

“Beneran?”

“Iya beneran.” Katanya sambil tersenyum dan memegang bahu kanan gue.

“Udahlah, ayo kita pulang.” Gue memegang tangan kiri Mila dan mengajaknya ke parkiran motor untuk pulang bareng Mila, yang kebetulan arahnya searah dengan rumah gue.

yudhiestirafws
namikazeminati
khodzimzz
khodzimzz dan 16 lainnya memberi reputasi
17