Ini bukan penemuan Captain Amerika di es Siberia, bukaan.. bukaaann...
Tetapi ini adalah seekor jasad anak singa gua ditemukan dalam kondisi sempurna di lapisan es Siberia yang dingin. Temuan ini kembali memicu wacana untuk menghidupkan lagi anak singa nan lucu yang sudah koid ini.
Penemuan anak singa ini bukan anak singa biasa nihh gan, anak singa ini mempunyai darah biru dari kerajaan Majapahit

(boong deng)
Yang spesial dari mayat anak singa ini adalah doi udah membeku selama 50 ribu tahun gan
Mari discroll kebawah buat liat penemuannya yang disertai dengan videonya
Jasad seekor singa purba yang sudah punah baru-baru ini ditemukan kembali dalam kondisi fisik sempurna dari lapisan es Siberia. Jasad singa gua atau
Panthera leo spelaeayang dikenal dari fosil dan seni prasejarah ini ditemukan dalam posisi sedang beristirahat, dengan kepala ditopang di atas cakar.
Penemuan spesies predator berumur 50 ribu tahun ini dianggap luar biasa, dan meningkatkan harapan untuk melakukan kloning spesies yang telah lama hilang tersebut untuk bisa kembali ke kehidupan dalam eksperimen ala Jurassic Park.
Diumumkan di Yakutsk, ibu kota wilayah terbesar dan terdingin di Rusia, Republik Sakha, anak singa itu diperkirakan berusia antara enam dan delapan minggu saat mati. Penyebabnya masih belum dapat diketahui secara pasti.
Singa gua pernah menjadi spesies kucing terbesar di planet ini, populasi mereka di daerah dingin di belahan bumi utara sebelum mereka punah.
"Ini adalah anak singa yang diawetkan sempurna, semua anggota tubuh utuh," lapor
The Siberian Times mengutip perkataan Dr Albert Protopopov, pakar akademi ilmu pengetahuan regional. "Tidak ada jejak luka luar pada kulit."
Analisis gigi makhluk tersebut diharapkan bisa memberikan indikasi usia yang tepat. Asam amino di dentin dapat dianalisis untuk mempersempit waktu yang lebih presisi untuk mengetahui kehidupan dan kematian singa.
Hasil yang signifikan diharapkan akan keluar setelah sekitar tiga tahun penelitian atas jasad beku tersebut, kata Dr Protopopov.
Hewan purba ini ditemukan di permafrost di tepi Sungai Tirekhtykh, di distrik Abyisky di Yakutia. Warga lokal bernama Boris Berezhnov melihat jasad seekor 'hewan yang tidak dapat dikenali' pada bulan September, setelah ia jatuh di permukaan air di sungai terpencil. Panjang anak singa gua sekitar 46 sentimeter, dengan bobot hampir 4 kilogram.
Penemuan anak singa yang belum diberi nama ini terjadi dua tahun setelah peneliti yang sama menemukan dua anak singa gua yang baru lahir, yang disebut Uyan dan Dina.
"Membandingkan dengan anak singa modern, kami berpikir bahwa keduanya sangat kecil, mungkin berumur satu atau dua minggu," kata Dr Protopopov pada tahun 2015 saat dia memamerkan hewan tersebut ke awak media.
"Matanya tidak terbuka, mereka memiliki gigi bayi dan tidak semua sudah muncul."
Tubuh Uyan ditemukan dengan bobot sekitar 2,8 kilogram--sekitar 2,1kilogram lebih berat daripada anak singa yang baru lahir. Seekor singa gua Eropa dewasa diperkirakan berukuran tinggi 1,2 meter dan panjang 2,1 meter tanpa ekornya, berdasarkan kerangka lain yang ditemukan di Jerman. Ini berarti ukurannya mirip dengan singa modern.
Karena singa yang baru lahir tidak memiliki karakteristik seks yang dapat diidentifikasi, tidak jelas apakah Uyan dan Dina adalah jantan atau betina.
Dalam presentasinya saat itu tim peneliti menulis, "kelopak mata Dina tertutup rapat, sementara pada Uyan, mata kiri tertutup, tapi kelopak mata kanan diposisikan sedikit terbuka."
Melalui pemindaian CT, salah satunya diyakini mengandung susu ibunya dari masa pra-sejarah. Awalnya diperkirakan berusia 12.000 tahun, perkirakaan periode spesies tersebut punah. Kemudian penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa mereka berusia sampai 55.000 tahun yang lalu.
Pada 2015, ilmuwan Korea dan Rusia mengatakan kepada media Rusia bahwa Interfax berencana untuk mengkloning singa gua. Sebuah tindakan yang bukan sekadar fantasi, karena pada tahun 2008 para peneliti telah melakukan kloning tikus (fail PDF) dari sisa-sisa jasad yang telah dibekukan selama 16 tahun.
Meski demikian, soal etiskah membawa spesies punah dari kematian adalah topik perdebatan yang masih sengit di kalangan ilmuwan.
Tidak diketahui apa yang membuat makhluk purba ini punah. Satu alasan yang dapat diyakini adalah berkurangnya populasi kera dan rusa gua yang menjadi sumber mangsa singa gua, menyebabkan mereka musnah.
Diperkirakan singa itu mungkin berburu hewan herbivora yang berukuran lebih besar pada zaman mereka, termasuk kuda, rusa, rusa kutub, bison dan bahkan mamoth tua atau muda yang terluka.
Tapi manusia Palaeolitik Atas mungkin juga telah memburu singa gua untuk mendapatkan bulunya, dan juga membuat sketsa.
Sebuah penelitian yang diterbitkan bulan lalu menunjukkan kebutuhan akan bulu, yang mungkin telah digunakan untuk menghias gua, dapat menyebabkan kepunahan pemangsa tersebut.
Selain perburuan berlebihan, perubahan iklim, perubahan jumlah mangsa dan penggantian spesies juga menjadi kandidat alasan kepunahan.
Manusia Palaeolitik atas, yang hidup antara 40.000 dan 10.000 tahun yang lalu, sebelumnya diketahui telah memburu hewan karnivora kecil dan besar seperti beruang, namun hanya sedikit bukti arkeologi yang menunjukkan bahwa mereka memangsa singa.
Dalam upaya untuk mengisi celah ini, sebuah tim ahli yang dipimpin oleh Marian Cueto dari Universitas Cantabria di Spanyol, memeriksa fosil sembilan tulang singa gua dari situs Palaeolitik Atas di La Garma, di utara Spanyol.
Sebagian besar tulang menunjukkan tanda-tanda telah dimodifikasi oleh manusia dengan menggunakan alat-alat batu, dengan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia purba menggunakan metode yang mirip dengan pemburu modern saat menguliti mangsa, untuk menjaga agar cakar tetap menempel pada bulu.

Pictures: Vera Salnitskaya

Pictures: Vera Salnitskaya

Pictures: Vera Salnitskaya