Kampanye Save Our Species, Lacoste Ubah Logo Jadi Harimau dan Badak Jawa
TS
kangjati
Kampanye Save Our Species, Lacoste Ubah Logo Jadi Harimau dan Badak Jawa
Hai Agan & Sistah!
Gan, gimana yah gan kalo hewan-hewan yang sekarang agan tahu dan masih ada
untuk 7-10 tahun ke depan udah punah?
Sedih ga si, gak kebayang kalo generasi cucu kita nanti cuman bisa lihat harimau sumatera atau badak
cuman dari gugel dan buku aja?
Ternyata, untuk perusahaan sebesar Lacoste sadar loh akan bahayanya kepunahan pada hewan
Yuk langsung aja disimak
Sadar Akan Spesies Yang Mulai Langka
Quote:
Aligator yang menjadi logo produk Lacoste sejak 1936 harus mengalah dulu, digantikan 10 hewan langka di dunia.| EQRoy /Shutterstock
Aligator hijau dengan ekor menekuk dan mulut menganga yang memperlihatkan lidah berwarna merah, telah lama identik dengan Lacoste, perusahaan pakaian asal Prancis. Namun, seperti dilansir US Today, aligator yang sudah sejak 1936 mejeng di bagian saku kaus berkerah Lacoste ini baru saja diganti dengan beberapa jenis hewan lainnya.
Ada sepuluh jenis hewan yang akan menggantikan keberadaan sang aligator. Bukan sembarang hewan, menurut CNN kesepuluhnya merupakan binatang yang telah dikategorikan langka dan terancam punah.
Badak jawa (Rhinoceros sondaicus), yang hanya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten, juga masuk daftar Lacoste. Dari lima spesies badak--empat lainnya adalah badak hitam, badak putih, badak india, dan badak sumatra--populasi badak jawa adalah yang paling langka. Menurut Balai TNUK kepada detikcom (20/9/2017), saat ini di kawasan tersebut hidup 67 ekor badak jawa--37 ekor jantan dan 30 betina.
Fauna endemik Indonesia yang juga bakal menjadi logo Lacoste adalah harimau sumatra (Panthera tigrissumatrae). Sesuai namanya, harimau ini hidup di Pulau Sumatra dan, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 2017 jumlah mereka ada sekitar 600 ekor, yang tersebar di beberapa daerah di pulau tersebut.
Badak jawa dan harimau sumatra masuk dalam kategori "Sangat Kritis Terancam Punah" (Critically Endangered) dalam Daftar Merah The International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Keberadaan hewan langka di Indonesia dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan masuk dalam daftar 294 jenis tanaman dan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999.
Hewan langka lain yang juga akan menghiasi produk Lacoste adalah vaquita (Phocoena sinus), spesies lumba-lumba langka endemik California, Amerika Serikat. Lalu ada kura-kura tempurung birma (Batagur trivittata) dari Myanmar yang kini populasinya kian berkurang. Ada juga northern sportive lemur (Lepilemur septentrionalis), primata endemik Madagaskar yang kini hanya tersisa sekelompok kecil di wilayah pegunungan di bagian utara Madagaskar. Setelah itu ada cao-vit gibbon (Nomascus nasutus), jenis kera paling langka kedua di dunia. Sementara beo kakapo (Strigops habroptilus), yang dikenal tak bisa terbang, merupakan hewan asli Selandia Baru yang juga hampir punah. Lalu ada burung kondor california (Gymnogyps californianus)yang populasinya menurun drastis sejak awal abad ke-20. Saola (Pseudoryx nghetinhensis), yang bentuknya sepintas mirip antelop, adalah salah satu hewan bertubuh besar yang langka dan hanya dapat ditemukan di Laos dan Vietnam.
Terakhir, ada iguana tanah anegada (Cyclura pinguis) yang dinamai menurut habitat asalnya, Anegada, sebuah pulau koral di Laut Karibia. Namun, 10 hewan tersebut tidak akan selamanya menjadikan posisi sang aligator di Lacoste
Spoiler for "Logo-Logo Baru Lacoste":
Spoiler for Vidio:
dan, ane pun menemukan sedikit artikel yang mungkin menjadi asal-usul mengapa harimau menjadi perburuan
Sejarah Masa Lalu Dibunuh atau Membunuh
Quote:
Ilustrasi: Harimau Jawa yang diburu di Malingping, Banten, pada Mei 1941| H. Bartels /Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures
Sebelum munculnya wacana konservasi, pemaknaan masyarakat terhadap harimau dihadapkan pada dua kosakata: dibunuh atau membunuh?! Pertemuan dengan harimau adalah suatu malapetaka. Menghindar adalah upaya yang sangat diutamakan, sehingga wejangan-wejangan orang-orang tua dulu - "agar masuk rumah saat tenggelam matahari" - adalah upaya penghindaran dari kesempatan bertemu sang predator, terutama di wilayah yang termasuk sarang harimau.
Pieter Anthonie van der Lith - seorang ahli hukum, bahasa, geografi, dan etnologi Belanda - salah satu wejangannya yang tercetak dalam buku Nederlandsch Oost Indiemenyebutkan: "...Betapa orang seringkali tidak mendengar, yang mana berkunjung ke Hindia merupakan nasib baik, [padahal] saat melintas hutan, orang-orang akan bersentuhan dengan predator-predator dan berbagai jenis kebuasan..."
Wejangan van der Lith bukan isapan jempol belaka. Nyatanya, koran-koran terbitan Hindia diantaranya Bataviaasch Nieuwsblad, De Sumatera Post dan Algemeen Handelsbladbanyak memberitakan tentang serangan harimau. Berita-berita tersebut ditulis dengan narasi yang mencekam. Disertai pula penyebutan istilah-istilah menakutkan, seperti tiger plague (wabah harimau), yang juga merupakan bentuk kengerian yang digambarkan karena banyaknya korban.
Wabah harimau itu terjadi hampir di seluruh Sumatera dan Jawa, bahkan diberitakan ada beberapa desa di Keresidenan Banten yang penduduknya habis disantap harimau. Juga berita tentang beberapa kampung yang penduduknya harus diungsikan untuk menghindari serangan harimau.
Lantas antisipasi apa yang dilakukan? Menyoal ketakutan massal ini, pemerintah kolonial pun turun tangan dengan membuat regulasi penangkapan dan pembunuhan satwa buas, seperti harimau, buaya, dan badak.
Regulasi ini menjadi semacam aturan berhadiah dengan iming-iming butiran gulden untuk setiap penangkapan spesies-spesies buas tersebut. Harimau berukuran besar dihargai 30 gulden, macan tutul dihargai 10 gulden, buaya yang panjangnya lebih dari 6 kaki dihargai 3 gulden, buaya yang kurang dari 6 kaki 1 gulden, telur buaya 10 sen, serta pembunuhan badak tidak mendapat premi.
Ilustrasi: Pemburu dan harimau Sumatera hasil buruannya, antara tahun 1890 - 1900 | Jan Theodoor Ponse /Tropenmuseum, part of the National Museum
Ternyata yah gan, sejak jaman dahulu harimau udah diburu. Tapi sebenernya gak salah harimaunya juga gak si?
Agak sedih sih yah gan, orang luar sebegitu pedulinya erhadap satwa-satwa kita
Tapi kenapa kita yang notabene nya warga Indonesia B aja ya?
Semoga bisa nambah wawasan agan sistah ya
Quote:
Buat liat informasi menarik lainnya seperti artikel di atas bisa liat disini Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh