Ilustrasi dinosaurus. | Pixabay
Punahnya dinosaurus, hewan bertubuh raksasa yang menguasai Bumi jutaan tahun lalu, masih menjadi misteri besar. Teori yang paling populer adalah mereka semua punah akibat
meteor besar yang menghantam Bumi sekitar 65 juta tahun lalu, pada akhir
Periode Kretaseus (Kapur).
Meski demikian, teori tersebut pun masih menyisakan pertanyaan besar. Kalau benar karena meteor yang jatuh ke Bumi, mengapa hanya keluarga dinosaurus yang punah? Mengapa makhluk-makhluk lain, seperti sebagian besar mamalia, kura-kura, buaya, salamander, dan kodok bisa selamat dari peristiwa itu?
Teori lain menyatakan kepunahan tersebut diakibatkan
ledakan gunung berapi yang amat besar sehingga iklim di Bumi berubah drastis. Namun pertanyaan yang sama pun muncul. Mengapa hanya dinosaurus yang punah?
Gordon Gallup, profesor psikologi evolusioner Universitas Alabama, Amerika Serikat, dan mantan muridnya, Michael J. Frederick, yang kini mengajar di Universitas Baltimore, mengajukan jawaban terbaru dari hasil riset mereka.
Dalam makalah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal
Ideas in Ecology and Evolution, mereka berargumen bahwa mulai bermunculannya
tanaman beracun pada masa-masa akhir keberadaan dinosaurus dan ketidakmampuan mereka untuk mendeteksi racun tersebut menjadi salah satu penyebab kepunahan mereka.
Jadi, menurut Gallup dan Frederick, jumlah dinosaurus sudah jauh berkurang akibat tanaman beracun dan jatuhnya meteor membuat populasi yang sudah menipis itu akhirnya punah.
Dinosaurus lambat dalam mempelajari mana tanaman yang beracun dan mana yang tidak. Mereka, jelas Gallup, terus memakan tanaman yang sama walaupun rekan-rekan mereka mati karenanya.
Hipotesis tersebut mereka beri nama "biotic revenge" (balas dendam tumbuhan).
"Karena penyebaran tanaman beracun terjadi perlahan, [hipotesis] ini konsisten dengan bukti yang menunjukkan bahwa dinosaurus mulai hilang jutaan tahun sebelum tabrakan asteroid dan akhirnya punah jutaan tahun setelahnya," kata Gallup, dikutip
Inverse.
Hipotesis ini sejalan dengan
penelitian lain oleh para ahli dari Universitas Heidelberg, Jerman, yang menyimpulkan bahwa populasi dinosaurus sudah mulai berkurang jauh sebelum periode Kretaseus berakhir. Sementara, pada saat yang sama keanekaragaman burung meningkat.
Ketika Gallup mengetahui bahwa tanaman bunga beracun mulai tumbuh dan menyebar pada masa itu, ia sadar punahnya dinosaurus secara bertahap mungkin terkait dengan perkembangan angiosperma (tumbuhan berbiji tertutup).
Belum ada kepastian kapan tanaman berbunga mengembangkan toksisitas dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berkembang biak.
Mereka berpendapat, saat hewan-hewan lain pada masa itu mulai "mempelajari aversi rasa", dinosaurus terlambat mempelajari hal itu. Saat seekor binatang mencicipi jenis makanan baru dan mereka kemudian merasa sakit, hewan itu biasanya takkan mengonsumsi lagi makanan yang sama.
Gallup memberi contoh daya tahan tikus.
"Salah satu alasan mengapa upaya untuk membasmi tikus tidak pernah berhasil adalah mereka, seperti banyak spesies lainnya, berevolusi untuk menghadapi tanaman beracun,"
jelasnya.
"Ketika tikus bertemu makanan baru, mereka biasanya menicicipi sedikit dulu. Jika kemudian sakit, mereka menunjukkan kemampuan untuk menghindari makanan itu lagi karena bisa mengasosiasikan rasa dan baunya dengan reaksi negatif."
Gallup meyakini bahwa dinosaurus mungkin saja terlalu lambat dalam berevolusi untuk mempelajari rasa dari sebuah makanan. Oleh karena itu, banyak dinosaurus yang punah dikarenakan mengonsumsi bunga beracun.
"Meskipun asteroid berperan besar dalam kepunahan dinosaurus, tetapi ketidakmampuan dinosaurus untuk bertahan diri terhadap sejumlah tanaman beracun menjadi penyebab awal banyaknya kematian pada spesies tersebut," jelasnya.
Selain mempelajari proliferasi tanaman beracun saat dinosaurus hidup, para peneliti juga mempelajari spesies burung dan buaya yang dianggap sebagai keturunan dinosaurus. Mereka berusaha menemukan apakah mereka memiliki kemampuan dalam mempelajari makanan yang mengandung racun.
Gallup dan Frederick menemukan bahwa burung memang tidak mengembangkan aversi rasa, tetapi mengembangkan fitur penglihatan dari makanan apa yang membuat mereka sakit. Oleh karena itu, untuk dapat bertahan hidup, mereka akan menghindari makanan tersebut.
Sementara 10 buaya yang diteliti rupanya tidak memiliki aversi rasa. Sama saja dengan nenek moyang mereka, buaya juga memakan apa saja yang diberikan, meski beberapa sudah diberi sedikit racun.
Lantas, mengapa buaya tidak punah? Alasannya, menurut mereka, karena merupakan karnivora perairan, buaya-buaya itu tak pernah berhadapan langsung dengan tanaman beracun yang hidup di daratan.
"Pandangan kepunahan dinosaurus berdasarkan pada tabrakan asteroid mengimplikasikan bahwa hilangnya dinosaurus itu terjadi secara seketika dan cepat, tetapi bukti menunjukkan kebalikannya: Dinosaurus mulai menghilang jauh sebelum tabrakan asteroid dan mereka perlahan punah jutaan tahun setelahnya,"
tutup Gallup.