Terungkap! ini dia alasan orang baik bisa jahat di dunia maya
TS
kangjati
Terungkap! ini dia alasan orang baik bisa jahat di dunia maya
Agan- sis siapa disini yang suka bacain kolom komentar?
Membaca kolom komentar dari netijen- netijen sekarang jadi kebiasaan rutin ane setiap malem.
Ada aja komentar- komentar netijen yang lucu.
tapi ga sedikit juga nih yang nyir- nyir.
Sebagai netijen yang kepo, ane mencari alasan dari:
"Mengapa begitu banyak netijen nyir- nyir?"
Biar paham, langsung aja cek artikel di bawah ini!
Spoiler for Hayo, siapa yang begini? :
Merundung hingga Pundung
Quote:
Perundungan di dunia maya telah makan banyak korban.
Ada Asa Firda Inayah-- atau Afi--mengaku merasa depresi dan sempat berpikir untuk bunuh diri. Atau naasnya nasib Amanda Todd, (15) atau Ronan Hughes, (17) dan banyak remaja lainyang bunuh diri karena tidak tahan menghadapi perundungan di dunia maya.
Perundungan tidak hanya terjadi pada remaja, bahkan seorang profesor dari University of Cambridge.
Kenapa seseorang bisa sangat baik di dunia nyata, tetapi bisa begitu kasar di dunia maya?
Berbagai ancaman dan hinaan di dunia maya telah membungkam banyak orang, memaksa mereka untuk menonaktifkan akun mereka. Hal ini mengancam keberagaman dan perbedaan pendapat di dunia maya. Dan tidak ada tanda-tanda mereda.
Daily Mail mengutip cuitan Greg Jenner, seorang ahli sejarah tentang pengalamannya, "Saya selalu teringat betapa mengerikannya tiba-tiba dibenci oleh orang-orang yang sama sekali tidak kita kenal. Terlepas dari persoalan moral, mungkin pendapat saya ini salah atau benar, saya merasa sangat terkejut setelah menyadari bagaimana hal itu mengganggu saya secara psikologis."
Bahkan kaum minoritas atau perempuan, mendapatkan lebih banyak ujaran kebencian.
Di Amerika Serikat, survei yang diadakan tahun lalu menemukan bahwa sebanyak 40 persen orang dewasa di Amerika Serikat mengalami perundungan dunia maya. Keadaan ini terjadi secara luas di seluruh dunia. Hampir separuh dari korban menerima pelecehan berat, termasuk ancaman fisik.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Bukankah keberadaan internet seharusnya dapat lebih mendekatkan dan mempererat kerja sama antar umat manusia, bukannya malah bercerai berai karena perbedaan pendapat atau kesukuan?
Kenapa seseorang bisa begitu baik, ramah dan penuh hormat kepada orang asing dalam dunia nyata, tetapi bisa begitu kasar di dunia maya?
Suatu tim dari Human Cooperation Lab di Yale University, mengadakan percobaan untuk membantu memahami bagaimana dan mengapa kita bekerja sama dan apakah kita dapat meningkatkan perilaku prososial. IndependentIndependent, David Rand yang mengepalai laboratorium tersebut mengatakan bahwa percobaan yang telah dilakukan berkali-kali ini semacam permainan yang melibatkan empat orang yang tidak saling kenal di lokasi yang berbeda.
Masing-masing pemain diberi uang dalam jumlah sama. Para pemain diminta memasukkan uang dalam jumlah yang sama ke dalam pot, yang kemudian akan digandakan dan dibagi rata.
Menurut Rand, jika keempatnya berpikiran sama untuk bekerja sama, semua pemain menyumbangkan semua uang mereka, dan hasil yang telah dilipatgandakan dibagi rata, maka semua akan mendapatkan hasil yang sama. Hal ini bergantung pada tingkat kepercayaan tertentu bahwa orang lain dalam kelompok Anda akan baik.
Akan tetapi, jika kita melihatnya dari sudut pandangan individu, "Untuk setiap dolar yang disumbangkan, akan menjadi dua kali lipat dan kemudian dibagi menjadi empat, yang artinya masing-masing hanya mendapatkan 50 sen dari setiap dolar yang mereka kontribusikan," jelas Rand.
Tim peneliti ini meminta sebagian pemain untuk mengambil keputusan secara cepat, dalam waktu 10 detik saja, sementara sebagian lainnya diminta untuk memikirkan masak-masak keputusan yang diambil.
Hasilnya, mereka yang menggunakan waktunya untuk memikirkan keputusannya menjadi lebih dermawan, daripada mereka yang melakukannya dengan tergesa-gesa karena emosi.
Alasan Banyaknya Netizen Nyir- Nyir
Quote:
Dalam suatu penelitian yang dipublikasikan dalam situs Proceedings of the National Academy of Sciences disebutkan bahwa pesan moral dan emosional cenderung lebih cepat menyebar di media sosial. CNN menyebutkan setiap kata moral dan emosional dalam twitter kemungkinan akan diretweet 20 persen lebih banyak.
"Konten yang memicu kemarahan atau mengekspresikan kemarahan jauh lebih mungkin dibagikan," ungkap Molly Crocket, dari departemen psikologi University of Yale.
Jika dalam kehidupan nyata, kita jarang melihat kemarahan dan emosi diekspresikan terbuka karena pertimbangan risiko, apakah akan diserang secara fisik atau reputasi yang hancur, maka di media sosial kita mendapat gambaran yang berbeda. Kita menjadi lebih gampang mengekspresikan ketidaksukaan atau kemarahan.
Media sosial menawarkan jarak fisik, anonimitas, sedikit risiko hukuman langsung atau kehancuran reputasi. Tidak ada risiko personal dalam menghadapi dan melawan seseorang secara daring.
Hal ini juga diperparah dengan umpan balik yang diperoleh orang di media sosial, dalam bentuk like, retweet dan seterusnya. Menurut Crocket, desain platform media sosial dapat membuat ekspresi kemarahan menjadi kebiasaan.
"Saya pikir, hal ini layak untuk dibahas, sebagai anggota masyarakat. Apakah kita ingin moral kita berada di bawah kendali algoritma yang tujuannya adalah untuk menghasilkan uang bagi perusahaan teknologi raksasa," tambah Crocket.
"Saya kira, kita semua ingin percaya dan merasa bahwa emosi, moral, pikiran dan perilaku kita adalah reaksi yang disengaja dan tidak spontan terhadap apapun yang ada di depan kita, yang menurut para perancang telepon pintar apa yang kita lakukan akan mendapatkan keuntungan besar bagi mereka."
Cristian Danescu-Niculescu-Mizil dari Department of Information Science, Cornell University mengatakan bahwa interaksi antar manusia berlangsung selama ribuan tahun, sementara interaksi media sosial baru berjalan 20 tahun.
Masih banyak yang harus dipelajari dalam berinteraksi daring, seperti isyarat-isyarat digital seperti halnya bahasa tubuh dan raut muka untuk membantu kelancaran komunikasi daring.
Jika media sosial akan bertahan, maka perusahaan yang menjalankan platform ini harus mengarahkan algoritma untuk menginformasikan sesuatu yang mendorong kerja sama daripada perpecahan.
Sebagai pengguna, kita juga harus belajar beradaptasi dengan lingkungan komunikasi baru, "Saya optimis," kata Danescu-Niculescu-Mizil. "Ini hanya permainan yang berbeda, dan kita harus berevolusi."
"Ini hanya permainan yang berbeda, dan kita harus berevolusi."
Ane setuju banget sama babang Danescu nih.
Sebagai netijen yang budiman harus pintar dan kreatif beradaptasi dalam menggunakan media sosial.
Jangan lah menyebar kemarahan, mari menebar keramahan seperti orang Indonesia pada umunya
Semoga informasi ane jadi bermanfaat buat agan sis sekalian! PEACE, LOVE, AND GAUL LAH!
Quote:
Buat liat informasi menarik lainnya seperti artikel di atas bisa liat di sini Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh