- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kritik Kampus, Mahasiswa Semarang Dipaksa Mundur


TS
nuralka
Kritik Kampus, Mahasiswa Semarang Dipaksa Mundur
Kritik Kampus, Mahasiswa Semarang Dipaksa Mundur
Semoga No Repost Gan !
Quote:
Semarang - Gara-gara menulis banyak berita miring soal kampusnya, seorang mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Semarang, dipaksa mengundurkan diri dari kampus tersebut.
Wahyu Dwi Pranata, nama mahasiswa tersebut, beberapa kali membuat tulisan yang mengkritisi kebijakan di kampusnya. Misalnya, pada 23 Desember 2012 lalu, ia membuat tulisan berjudul “Banner Udinus Tipu Mahasiswa” yang dimuat di situs [url]http://www.wawasanews.com.[/url]
Wahyu juga membagikan link tulisannya itu di akun Facebook serta Kompasiana. “Setelah itu, saya dipanggil pihak rektorat,” kata Wahyu, Rabu, 18 September 2013.
Tulisan Wahyu mengkritik pengiriman mahasiswa Udinus ke Malaysia yang katanya kuliah selama satu tahun. Nyatanya, Wahyu mendapatkan informasi dari teman-temannya yang ikut program tersebut: kuliah hanya satu semester.
Wahyu pun dipanggil di ruang Biro Kemahasiswaan dan dipertemukan dengan Rektor Udinus, Edi Noer Sasongko. Di situ, Wahyu diberi penjelasan tentang program Sudent Mobility Udinus itu.
“Saya juga dijanjikan akan diperlihatkan surat MoU tentang program itu, dan saya harus membuat berita baru tentang itu. Tapi hingga kini saya tak pernah diperlihatkan MoU itu,” ujar Wahyu.
Wahyu masih ingat, kala itu Rektor Edi malah berujar, “Kalo Udinus kamu anggap kampus penipu, kamu tahu apa akibatnya bagi seluruh mahasiswa Udinus yang berjumlah 11 ribu dan alumni Udinus yang ada?”
Kali lain, Wahyu juga bersikap kritis atas biaya kuliah. Ia mempersoalkan biaya dan fasilitas kampus melalui tulisannya di blog.
Lagi-lagi, Wahyu dipanggil rektorat. “Kalau kamu merasa di Udinus tidak suka atau jelek, ngomong lah. Atau kamu sekolah di Amikom saja? Nanti tak bayari,” kata Wahyu menirukan ucapan Rektor Edi.
Wahyu menyatakan puncak kemarahan rektorat atas dirinya terjadi pada saat inagurasi mahasiswa baru pada 5 September 2013. Sebagai Ketua MPM periode 2013/2014, ia mengisi acara dengan membaca puisi tentang Indonesia dan Kampusku.
Saat itu, Wahyu bercerita ada beberapa dosen dan staf ikut berjaga di sudut-sudut acara. Selesai acara, ada dosen yang mendekati Wahyu dengan berkata, “Jane ora ngunu kuwi, Yu, carane (Sebenarnya tidak begitu, Yu, caranya).”
Lewat pembacaan puisi itu, Wahyu dianggap menghasut mahasiswa baru. Padahal, ketika itu ia hanya menyatakan negara Indonesia yang kaya-raya tapi banyak rakyat yang tertindas.
“Setelah itu, saya juga menyuarakan transparansi anggaran poliklinik kampus,” katanya. Meski terus dimarahi, Wahyu masih terus menulis kritis atas kampusnya. Di blog-nya, ia menulis artikel berjudul “Kau Renggut Miliaran dari Kami Lalu Kau Perlakukan Kami Seperti Orang Miskin.”
Lagi-lagi, ia pun dipanggil rektorat. Mereka minta agar tulisan itu dihapus. Setelah itu, rektorat Udinus memanggil orang tua Wahyu. Dalam pertemuan rektorat dan orang tuanya, Wahyu ditawari dua pilihan: dijerat pasal pencemaran nama baik dengan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik ataukah mengundurkan diri.
“Saya tidak punya waktu menganalisis masalah itu. Mereka sudah menyodori kertas yang harus saya tanda tangani dan bermaterai, surat pengunduran diri,” kata Wahyu.
Rektorat kemudian mengembalikan uang kuliah, transkrip nilai, dan semua surat-surat yang dibutuhkan agar bisa melanjutkan ke perguruan tinggi lain.
Ketika dikonfirmasi, Rektor Udinus Edi Noer Sasongko menyatakan, Wahyu telah mengundurkan diri sehingga masalahnya sudah selesai.
“Sudah mengundurkan diri, disertai dengan dia minta maaf. Kalau enggak suka Udinus, ya pisah saja,” kata Edi.
Saat ditanya apakah tulisan Wahyu itu fitnah ataukah fakta, Edi menjawab, “Daripada ribut, ya mengundurkan diri saja. Dia mahasiswa kita. Dia hanya tahu sebagian.”
Pada saat diklarifikasi dan diberikan penjelasan, kata Edi, tulisan Wahyu malah mengalir terus. Edi menegaskan persoalan ini sudah selesai dan tidak usah diperpanjang. “Enggak usah diungkit-ungkit lagi. Kita tutup,” kata Edi.
Wahyu Dwi Pranata, nama mahasiswa tersebut, beberapa kali membuat tulisan yang mengkritisi kebijakan di kampusnya. Misalnya, pada 23 Desember 2012 lalu, ia membuat tulisan berjudul “Banner Udinus Tipu Mahasiswa” yang dimuat di situs [url]http://www.wawasanews.com.[/url]
Wahyu juga membagikan link tulisannya itu di akun Facebook serta Kompasiana. “Setelah itu, saya dipanggil pihak rektorat,” kata Wahyu, Rabu, 18 September 2013.
Tulisan Wahyu mengkritik pengiriman mahasiswa Udinus ke Malaysia yang katanya kuliah selama satu tahun. Nyatanya, Wahyu mendapatkan informasi dari teman-temannya yang ikut program tersebut: kuliah hanya satu semester.
Wahyu pun dipanggil di ruang Biro Kemahasiswaan dan dipertemukan dengan Rektor Udinus, Edi Noer Sasongko. Di situ, Wahyu diberi penjelasan tentang program Sudent Mobility Udinus itu.
“Saya juga dijanjikan akan diperlihatkan surat MoU tentang program itu, dan saya harus membuat berita baru tentang itu. Tapi hingga kini saya tak pernah diperlihatkan MoU itu,” ujar Wahyu.
Wahyu masih ingat, kala itu Rektor Edi malah berujar, “Kalo Udinus kamu anggap kampus penipu, kamu tahu apa akibatnya bagi seluruh mahasiswa Udinus yang berjumlah 11 ribu dan alumni Udinus yang ada?”
Kali lain, Wahyu juga bersikap kritis atas biaya kuliah. Ia mempersoalkan biaya dan fasilitas kampus melalui tulisannya di blog.
Lagi-lagi, Wahyu dipanggil rektorat. “Kalau kamu merasa di Udinus tidak suka atau jelek, ngomong lah. Atau kamu sekolah di Amikom saja? Nanti tak bayari,” kata Wahyu menirukan ucapan Rektor Edi.
Wahyu menyatakan puncak kemarahan rektorat atas dirinya terjadi pada saat inagurasi mahasiswa baru pada 5 September 2013. Sebagai Ketua MPM periode 2013/2014, ia mengisi acara dengan membaca puisi tentang Indonesia dan Kampusku.
Saat itu, Wahyu bercerita ada beberapa dosen dan staf ikut berjaga di sudut-sudut acara. Selesai acara, ada dosen yang mendekati Wahyu dengan berkata, “Jane ora ngunu kuwi, Yu, carane (Sebenarnya tidak begitu, Yu, caranya).”
Lewat pembacaan puisi itu, Wahyu dianggap menghasut mahasiswa baru. Padahal, ketika itu ia hanya menyatakan negara Indonesia yang kaya-raya tapi banyak rakyat yang tertindas.
“Setelah itu, saya juga menyuarakan transparansi anggaran poliklinik kampus,” katanya. Meski terus dimarahi, Wahyu masih terus menulis kritis atas kampusnya. Di blog-nya, ia menulis artikel berjudul “Kau Renggut Miliaran dari Kami Lalu Kau Perlakukan Kami Seperti Orang Miskin.”
Lagi-lagi, ia pun dipanggil rektorat. Mereka minta agar tulisan itu dihapus. Setelah itu, rektorat Udinus memanggil orang tua Wahyu. Dalam pertemuan rektorat dan orang tuanya, Wahyu ditawari dua pilihan: dijerat pasal pencemaran nama baik dengan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik ataukah mengundurkan diri.
“Saya tidak punya waktu menganalisis masalah itu. Mereka sudah menyodori kertas yang harus saya tanda tangani dan bermaterai, surat pengunduran diri,” kata Wahyu.
Rektorat kemudian mengembalikan uang kuliah, transkrip nilai, dan semua surat-surat yang dibutuhkan agar bisa melanjutkan ke perguruan tinggi lain.
Ketika dikonfirmasi, Rektor Udinus Edi Noer Sasongko menyatakan, Wahyu telah mengundurkan diri sehingga masalahnya sudah selesai.
“Sudah mengundurkan diri, disertai dengan dia minta maaf. Kalau enggak suka Udinus, ya pisah saja,” kata Edi.
Saat ditanya apakah tulisan Wahyu itu fitnah ataukah fakta, Edi menjawab, “Daripada ribut, ya mengundurkan diri saja. Dia mahasiswa kita. Dia hanya tahu sebagian.”
Pada saat diklarifikasi dan diberikan penjelasan, kata Edi, tulisan Wahyu malah mengalir terus. Edi menegaskan persoalan ini sudah selesai dan tidak usah diperpanjang. “Enggak usah diungkit-ungkit lagi. Kita tutup,” kata Edi.


Quote:
Wei Xinpeng, Nelayan Pemburu Mayat di Sungai Kuning
[PIC] Andrew Darwis yg kanan / kiri gan ?
Berjilbab, Hindari Kerundung Gelap demi Kesehatan Rambut
Cristiano Ronaldo Beri SBY Hadiah Istimewa
Mana yang Lebih Ampuh Usir Pedas: Air Hangat atau Air Dingin?
Mike Phelan : Wayne Rooney Butuh Tantangan
Akhirnya Kareena Kapoor Resmi Ganti Nama
Bus Maut Cisarua Terakhir Uji KIR pada 2005
SNSD Minta Disediakan Nasi Padang dan Pempek
Ben Affleck Perankan Batman di Sekuel "Man of Steel"
Inilah Bocoran Spesifikasi Apple iPhone 5C
Indonesia adalah pengimpor mobil-mobil mewah seperti Ferrari, Porsche dan Lamborghini
Kata Makian Warnai Buku Pelajaran Bahasa Indonesia
Pindahkan Ibukota dari Jakarta, SBY Bentuk Tim Kecil
Bahasa Indonesia Dicaplok Brunei
Agan Tahu Berapa Jumlah Mal di Jakarta ?
[PIC] Andrew Darwis yg kanan / kiri gan ?
Berjilbab, Hindari Kerundung Gelap demi Kesehatan Rambut
Cristiano Ronaldo Beri SBY Hadiah Istimewa
Mana yang Lebih Ampuh Usir Pedas: Air Hangat atau Air Dingin?
Mike Phelan : Wayne Rooney Butuh Tantangan
Akhirnya Kareena Kapoor Resmi Ganti Nama
Bus Maut Cisarua Terakhir Uji KIR pada 2005
SNSD Minta Disediakan Nasi Padang dan Pempek
Ben Affleck Perankan Batman di Sekuel "Man of Steel"
Inilah Bocoran Spesifikasi Apple iPhone 5C
Indonesia adalah pengimpor mobil-mobil mewah seperti Ferrari, Porsche dan Lamborghini
Kata Makian Warnai Buku Pelajaran Bahasa Indonesia
Pindahkan Ibukota dari Jakarta, SBY Bentuk Tim Kecil
Bahasa Indonesia Dicaplok Brunei
Agan Tahu Berapa Jumlah Mal di Jakarta ?
- Tinggalkan Komeng dan Jejak gan
- Boleh juga
atau
gan
- Haram untuk memberi
dan
begitu aja
- Hargai usaha TS untuk membuat thread ini


ini masnya gan , katanya angkatan 2011
mohon jangan disalahgunakan ya gan , ini pelajaran bagi kita semua dan juga semoga mas Wahyu bisa tetep maju
mohon jangan disalahgunakan ya gan , ini pelajaran bagi kita semua dan juga semoga mas Wahyu bisa tetep maju

Quote:
UPDATE 23 September 2013
Memecat Mahasiswa Blogger, Udinus Semarang Dikecam
Memecat Mahasiswa Blogger, Udinus Semarang Dikecam
Quote:
Semarang - Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) mengutuk keras tindakan Universitas Dian Nuswantoro yang memaksa Wahyu Dwi Pranata keluar dari kampus tersebut. “PPMI mengutuk tindakan Rektor Udinus yang mengeluarkan Wahyu gara-gara menulis kritis terhadap kampusnya,” kata Sekjen Nasional PPMI, Defy Firman Al Hakim, kepada Tempo, Jum’at 20 September 2013.
PPMI menilai langkah Udinus memaksa Wahyu mengundurkan diri sangat salah. Harusnya, Udinus mengambil langkah-langkah sesuai dengan mekanisme yang lebih baik. Misalnya: sebelum mengeluarkan Wahyu maka Udinus bisa melayangkan hak jawab atas karya-karya tulisan Wahyu. Kalau benar-benar tulisan Wahyu salah maka bisa dilurukan. Tapi jika tulisan Wahyu benar atau fakta maka Udinus harus merespon agar bisa berubah.
Defy memperkirakan, Udinus belum paham hal ihwal bagaimana cara penyelesaian yang baik jika ada kasus pemberitaan. PPMI juga akan melakukan konfirmasi ke Rektorat Udinus untuk mempertanyakan kasus Wahyu tersebut. Tujuannya bukan untuk mencari-cari kesalahan tapi untuk pembelajaran di semua pihak terutama di dunia kampus di Indonesia, bagaimana mestinya memperlakukan para aktivis pers kampus.
PPMI mempertimbangkan untuk melaporkan kasus yang menimpa Wahyu ke Presiden RI, Menteri pendidikan Nasional, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dan lain-lain.
Wahyu, seorang mahasiswa Udinus dipaksa keluar gara-gara menulis banyak berita miring soal kampusnya. Pada 23 Desember 2012 lalu, ia membuat tulisan berjudul “Banner Udinus Tipu Mahasiswa.” Kali lain, Wahyu juga bersikap kritis atas biaya kuliah. Ia mempersoalkan biaya dan fasilitas kampus melalui tulisannya di blog.
Puncak kemarahan rektorat atas dirinya terjadi pada saat inagurasi mahasiswa baru pada 5 September 2013. Sebagai Ketua MPM periode 2013/2014, ia mengisi acara dengan membaca puisi tentang Indonesia dan Kampusku.
Lewat pembacaan puisi, Wahyu dianggap menghasut mahasiswa baru. “Setelah itu, saya juga menyuarakan transparansi anggaran poliklinik kampus,” katanya. Meski terus dimarahi, Wahyu masih terus menulis kritis atas kampusnya. Di blog-nya, ia menulis artikel berjudul “Kau Renggut Miliaran dari Kami Lalu Kau Perlakukan Kami Seperti Orang Miskin.”
Setelah itu, rektorat Udinus memanggil orang tua Wahyu. Dalam pertemuan rektorat dan orang tuanya, Wahyu ditawari dua pilihan: dijerat pasal pencemaran nama baik dengan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik ataukah mengundurkan diri. Dengan terpaksa, Wahyu mengundurkan diri. Rektorat mengembalikan uang kuliah, transkrip nilai, dan semua surat-surat yang dibutuhkan agar bisa melanjutkan ke perguruan tinggi lain.
Rektor Udinus Edi Noer Sasongko menyatakan, Wahyu telah mengundurkan diri sehingga masalahnya sudah selesai. “Sudah mengundurkan diri, disertai dengan dia minta maaf. Kalau enggak suka Udinus, ya pisah saja,” kata Edi.
Saat ditanya apakah tulisan Wahyu itu fitnah ataukah fakta, Edi menjawab, “Daripada ribut, ya mengundurkan diri saja. Dia mahasiswa kami. Dia hanya tahu sebagian.”
Pada saat diklarifikasi dan diberikan penjelasan, kata Edi, tulisan Wahyu malah mengalir terus. Edi menegaskan persoalan ini sudah selesai dan tidak usah diperpanjang. “Enggak usah diungkit-ungkit lagi. Kami tutup,” kata Edi.
PPMI menilai langkah Udinus memaksa Wahyu mengundurkan diri sangat salah. Harusnya, Udinus mengambil langkah-langkah sesuai dengan mekanisme yang lebih baik. Misalnya: sebelum mengeluarkan Wahyu maka Udinus bisa melayangkan hak jawab atas karya-karya tulisan Wahyu. Kalau benar-benar tulisan Wahyu salah maka bisa dilurukan. Tapi jika tulisan Wahyu benar atau fakta maka Udinus harus merespon agar bisa berubah.
Defy memperkirakan, Udinus belum paham hal ihwal bagaimana cara penyelesaian yang baik jika ada kasus pemberitaan. PPMI juga akan melakukan konfirmasi ke Rektorat Udinus untuk mempertanyakan kasus Wahyu tersebut. Tujuannya bukan untuk mencari-cari kesalahan tapi untuk pembelajaran di semua pihak terutama di dunia kampus di Indonesia, bagaimana mestinya memperlakukan para aktivis pers kampus.
PPMI mempertimbangkan untuk melaporkan kasus yang menimpa Wahyu ke Presiden RI, Menteri pendidikan Nasional, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dan lain-lain.
Wahyu, seorang mahasiswa Udinus dipaksa keluar gara-gara menulis banyak berita miring soal kampusnya. Pada 23 Desember 2012 lalu, ia membuat tulisan berjudul “Banner Udinus Tipu Mahasiswa.” Kali lain, Wahyu juga bersikap kritis atas biaya kuliah. Ia mempersoalkan biaya dan fasilitas kampus melalui tulisannya di blog.
Puncak kemarahan rektorat atas dirinya terjadi pada saat inagurasi mahasiswa baru pada 5 September 2013. Sebagai Ketua MPM periode 2013/2014, ia mengisi acara dengan membaca puisi tentang Indonesia dan Kampusku.
Lewat pembacaan puisi, Wahyu dianggap menghasut mahasiswa baru. “Setelah itu, saya juga menyuarakan transparansi anggaran poliklinik kampus,” katanya. Meski terus dimarahi, Wahyu masih terus menulis kritis atas kampusnya. Di blog-nya, ia menulis artikel berjudul “Kau Renggut Miliaran dari Kami Lalu Kau Perlakukan Kami Seperti Orang Miskin.”
Setelah itu, rektorat Udinus memanggil orang tua Wahyu. Dalam pertemuan rektorat dan orang tuanya, Wahyu ditawari dua pilihan: dijerat pasal pencemaran nama baik dengan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik ataukah mengundurkan diri. Dengan terpaksa, Wahyu mengundurkan diri. Rektorat mengembalikan uang kuliah, transkrip nilai, dan semua surat-surat yang dibutuhkan agar bisa melanjutkan ke perguruan tinggi lain.
Rektor Udinus Edi Noer Sasongko menyatakan, Wahyu telah mengundurkan diri sehingga masalahnya sudah selesai. “Sudah mengundurkan diri, disertai dengan dia minta maaf. Kalau enggak suka Udinus, ya pisah saja,” kata Edi.
Saat ditanya apakah tulisan Wahyu itu fitnah ataukah fakta, Edi menjawab, “Daripada ribut, ya mengundurkan diri saja. Dia mahasiswa kami. Dia hanya tahu sebagian.”
Pada saat diklarifikasi dan diberikan penjelasan, kata Edi, tulisan Wahyu malah mengalir terus. Edi menegaskan persoalan ini sudah selesai dan tidak usah diperpanjang. “Enggak usah diungkit-ungkit lagi. Kami tutup,” kata Edi.
UPDATE 26 September 2013
Alasan Udinus minta Wahyu mengundurkan diri karena tulis blog
Alasan Udinus minta Wahyu mengundurkan diri karena tulis blog
Quote:
Rektor Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Kota Semarang, Jawa Tengah Nur Edi Sasongko membantah memaksa salah satu mahasiswanya Nur Wahyu Dwi Prananta untuk mengundurkan diri dari kampus akibat menulis blog yang menjelekkan kampus.
"Itu tidak betul. Tidak ada yang dipecat. Secara prinsip Mas Wahyu mengundurkan diri. Memecat dan mengundurkan diri berbeda. Udinus sangat menyesal. Mas Wahyu itu pintar. IP-nya 3,6. Sampai dia kita angkat untuk jadi asisten dosen. Mas Wahyu juga menjabat MPM. Dapat beasiswa dari Udinus. Dapat beasiswa dari BRI. Untuk program screening ITB dia gagal. Apa yang didapat mas Wahyu dari Udinus impian mahasiswa lain. Pinter dapat beasiswa, jadi asisten pengajar. Itu impian mahasiswa semua," ungkap Nur Edi Sasongko di Ruang Pertemuan Rektorat Udinus Jl.Imam Bonjol Kota Semarang, Jawa Tengah Rabu( 25/9).
Sasongko menyesalkan langkah Wahyu yang selalu berupaya menjelek-jelekan melalui tulisannya. Bahkan, Wahyu dinilainya sudah menuduh kampus yang dipimpinnya berbohong kepada mahasiswa.
"Kalau ketemu dengan mas Wahyu juga baik. Satu hal yang kita tidak tahu kenapa mas Wahyu nulis jelek-jelek tentang Udinus. Dia bandingkan dengan universitas swasta di Yogya. Nulis lagi Udinus kejam, karena menerapkan absen 75 persen. Tulisan mengalir terus. Secara prinsip Mas Wahyu sudah dipanggil sana-sini. Saya tidak anti kritik. Saya menerima kritikan tapi kalau kamu ngelek-elek sekolahan apa nggak kasihan 11 ribu mahasiswa sini. Nanti susah cari kerjaan mahasiswanya," ungkapnya.
Sasongko menceritakan, puncak kejengkelan kampus terjadi disaat acara inagurasi Wahyu diminta membacakan puisi. Di situlah Wahyu malah melakukan kritikan yang dinilai kampus sudah tidak proporsional.
"Puncak acara inaugurasi, Wahyu minta izin baca puisi di panggung di depan mahasiswa baru sekian banyak. Ternyata tidak baca puisi tapi menjelek-jelekkan Udinus lagi," ungkapnya.
Sasongko menyayangkan hal itu kenapa terjadi. Kampus kemudian pada tanggal 10 September 2013 memanggil Wahyu beserta orangtuanya. Saat pertemuan itulah Sasongko meminta supaya Wahyu lebih baik mengundurkan diri saja.
"Satu sisi dia lihat anak muda, pinter. Masa depannya panjang harus sana-sini. Kemudian dengan orangtuanya kita panggil. Justru kasihan kalau dia ada Udinus. Tetapi kok ngelek-elek wae. Padahal kita sudah berusaha berikan terbaik. Kita berikan tawaran daripada kamu sekolah tidak nyaman hanya isine elek-elek tok. Piye kita pisah secara baik-baik pengen kuliah ke mana kita usahakan. Uang kuliah yang sudah dibayar kita kembalikan," tuturnya.
Kemudian dua hari berikutnya pada tanggal 12 September 2013, uang kuliah Wahyu sebesar Rp 26,7 juta dikembalikan oleh pihak kampus.
"Uang Rp.26 juta, bukti jadi asisten pengajar kita kembalikan. Dua hari lalu dari pihak Udinus Pak Agus, Usman, dan Pak Rendra silaturahmi sama ibunya sambutannya baik. Ibunya cerita Wahyu sudah kuliah di Kudus minta doa restu agar baik," jelasnya.
Sasongko juga menjelaskan di kampus Udinus juga telah disediakan ruang untuk mahasiswa menyampaikan saran, kirtik dan aspirasi. Namun, kenyataanya Wahyu tidak menggunakan wadah dan saran itu sebagaimana fungsinya.
"Satu tahun dialog akademik, kumpul dengan rektor ngomong apa. Udinus punya jaringan elektronik, ada service sms. Kalau ada apa-apa bisa ketemu langsung berbagai macam saluran bisa kita bicarakan. Apa yang kami lakukan? Ibunya merasa tidak ada apa-apa. Malah di Kudus minta didoakan supaya dapat ilmu manfaat," jelasnya.
Menanggapi soal informasi yang menyatakan bahwa pihak kampus memaksa Wahyu untuk keluar, Sasongko lagi-lagi membantahnya. Bahkan, Sasongko menjelaskan keredaksian saat meminta Wahyu untuk mengundurkan diri sebagai mahasiswa jurusan Teknik Informatika yang dikenal dengan kampus biru.
"Kalimatnya tidak begitu. Kalimatnya Wahyu terpaksa apapun, Udinus punya tata tertib dan diluar Udinus ada UU IT. Kita nggak usah ribut, nggak usaha kemana-mana. Dah lah gini aja, kamu mengundurkan diri. Biar semua serba nyaman," pungkasnya.
Sebelumnya, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) melakukan aksi unjuk rasa di Kawasan Bundaran Air Mancur Jl Pahlawan Kota Semarang. Aksi itu digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap Wahyu Dwi Pranata mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) Kota Semarang, Jawa Tengah.
Wahyu, mahasiswa yang aktif menulis di blog, dipaksa oleh pihak rektorat kampus yang ada di Jl. Nakula Kota Semarang untuk keluar dari kampus karena mengkritik kebijakan kampus yang dinilainya merugikan mahasiswa.
Berbagai permasalahan yang ada di kampus, dituangkan Wahyu dalam tulisan di blog. Hal ini membuat pihak rektorat memberikan teguran.
SUMBER 
"Itu tidak betul. Tidak ada yang dipecat. Secara prinsip Mas Wahyu mengundurkan diri. Memecat dan mengundurkan diri berbeda. Udinus sangat menyesal. Mas Wahyu itu pintar. IP-nya 3,6. Sampai dia kita angkat untuk jadi asisten dosen. Mas Wahyu juga menjabat MPM. Dapat beasiswa dari Udinus. Dapat beasiswa dari BRI. Untuk program screening ITB dia gagal. Apa yang didapat mas Wahyu dari Udinus impian mahasiswa lain. Pinter dapat beasiswa, jadi asisten pengajar. Itu impian mahasiswa semua," ungkap Nur Edi Sasongko di Ruang Pertemuan Rektorat Udinus Jl.Imam Bonjol Kota Semarang, Jawa Tengah Rabu( 25/9).
Sasongko menyesalkan langkah Wahyu yang selalu berupaya menjelek-jelekan melalui tulisannya. Bahkan, Wahyu dinilainya sudah menuduh kampus yang dipimpinnya berbohong kepada mahasiswa.
"Kalau ketemu dengan mas Wahyu juga baik. Satu hal yang kita tidak tahu kenapa mas Wahyu nulis jelek-jelek tentang Udinus. Dia bandingkan dengan universitas swasta di Yogya. Nulis lagi Udinus kejam, karena menerapkan absen 75 persen. Tulisan mengalir terus. Secara prinsip Mas Wahyu sudah dipanggil sana-sini. Saya tidak anti kritik. Saya menerima kritikan tapi kalau kamu ngelek-elek sekolahan apa nggak kasihan 11 ribu mahasiswa sini. Nanti susah cari kerjaan mahasiswanya," ungkapnya.
Sasongko menceritakan, puncak kejengkelan kampus terjadi disaat acara inagurasi Wahyu diminta membacakan puisi. Di situlah Wahyu malah melakukan kritikan yang dinilai kampus sudah tidak proporsional.
"Puncak acara inaugurasi, Wahyu minta izin baca puisi di panggung di depan mahasiswa baru sekian banyak. Ternyata tidak baca puisi tapi menjelek-jelekkan Udinus lagi," ungkapnya.
Sasongko menyayangkan hal itu kenapa terjadi. Kampus kemudian pada tanggal 10 September 2013 memanggil Wahyu beserta orangtuanya. Saat pertemuan itulah Sasongko meminta supaya Wahyu lebih baik mengundurkan diri saja.
"Satu sisi dia lihat anak muda, pinter. Masa depannya panjang harus sana-sini. Kemudian dengan orangtuanya kita panggil. Justru kasihan kalau dia ada Udinus. Tetapi kok ngelek-elek wae. Padahal kita sudah berusaha berikan terbaik. Kita berikan tawaran daripada kamu sekolah tidak nyaman hanya isine elek-elek tok. Piye kita pisah secara baik-baik pengen kuliah ke mana kita usahakan. Uang kuliah yang sudah dibayar kita kembalikan," tuturnya.
Kemudian dua hari berikutnya pada tanggal 12 September 2013, uang kuliah Wahyu sebesar Rp 26,7 juta dikembalikan oleh pihak kampus.
"Uang Rp.26 juta, bukti jadi asisten pengajar kita kembalikan. Dua hari lalu dari pihak Udinus Pak Agus, Usman, dan Pak Rendra silaturahmi sama ibunya sambutannya baik. Ibunya cerita Wahyu sudah kuliah di Kudus minta doa restu agar baik," jelasnya.
Sasongko juga menjelaskan di kampus Udinus juga telah disediakan ruang untuk mahasiswa menyampaikan saran, kirtik dan aspirasi. Namun, kenyataanya Wahyu tidak menggunakan wadah dan saran itu sebagaimana fungsinya.
"Satu tahun dialog akademik, kumpul dengan rektor ngomong apa. Udinus punya jaringan elektronik, ada service sms. Kalau ada apa-apa bisa ketemu langsung berbagai macam saluran bisa kita bicarakan. Apa yang kami lakukan? Ibunya merasa tidak ada apa-apa. Malah di Kudus minta didoakan supaya dapat ilmu manfaat," jelasnya.
Menanggapi soal informasi yang menyatakan bahwa pihak kampus memaksa Wahyu untuk keluar, Sasongko lagi-lagi membantahnya. Bahkan, Sasongko menjelaskan keredaksian saat meminta Wahyu untuk mengundurkan diri sebagai mahasiswa jurusan Teknik Informatika yang dikenal dengan kampus biru.
"Kalimatnya tidak begitu. Kalimatnya Wahyu terpaksa apapun, Udinus punya tata tertib dan diluar Udinus ada UU IT. Kita nggak usah ribut, nggak usaha kemana-mana. Dah lah gini aja, kamu mengundurkan diri. Biar semua serba nyaman," pungkasnya.
Sebelumnya, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) melakukan aksi unjuk rasa di Kawasan Bundaran Air Mancur Jl Pahlawan Kota Semarang. Aksi itu digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap Wahyu Dwi Pranata mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) Kota Semarang, Jawa Tengah.
Wahyu, mahasiswa yang aktif menulis di blog, dipaksa oleh pihak rektorat kampus yang ada di Jl. Nakula Kota Semarang untuk keluar dari kampus karena mengkritik kebijakan kampus yang dinilainya merugikan mahasiswa.
Berbagai permasalahan yang ada di kampus, dituangkan Wahyu dalam tulisan di blog. Hal ini membuat pihak rektorat memberikan teguran.


Diubah oleh nuralka 26-09-2013 08:58
0
11.6K
Kutip
70
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan