meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
Dalam Dekapan Kabut
Izinkan saya kembali bercerita tentang sebuah kejadian di masa lalu

dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian... 

Chapter :

DDK - Chapter 1

DDK - Chapter 2

DDK - Chapter 3

DDK - Chapter 4

DDK - Chapter 5



Diubah oleh meta.morfosis 08-03-2024 09:56
riodgarp
jenggalasunyi
bukhorigan
bukhorigan dan 5 lainnya memberi reputasi
6
525
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
#3

Chapter 3

Petunjuk Dari Halaman Buku








“ ahh... kamu ini bicara apa sih med, seperti menasehati orang yang baru pertama kali bertakziah saja ”

Tanpa menunggu adanya perkataan yang terucap dari mulut ismed di dalam menanggapi perkataanku itu, aku dan ida langsung berjalan menghampiri jenazah arif yang saat ini telah dikafani, sehelai kain putih yang menutupi bagian wajahnya, telah menutup kemungkinan bagi aku dan ida untuk melihat kondisi wajah dari jenazah arif

“ brengsek si ismed, gara gara dia melarang aku untuk melihat wajahnya jenazah arif, aku jadi merasa penasaran seperti ini ” gerutuku di dalam hati seraya mengambil posisi duduk untuk berdoa, hanya saja kini baru saja aku hendak berdoa, entah yang terjadi saat ini apakah disebabkan oleh angin atau bukan, keberadaan kain putih yang menutupi wajah dari jenazah arif tiba tiba saja tersingkap hingga memperlihatkan secara jelas kondisi wajahnya yang hampir sebagian besarnya kulitnya telah terkelupas dan masih mengeluarkan rembesan darah segar, dan kini begitu aku mendapati situasi itu, aku langsung menggerakan tanganku untuk menutupi kembali bagian wajah itu dengan kain, namun kini belum sempat aku menyentuhkan jari jemari tanganku pada kain, ida sudah terlebih dahulu mencegahku untuk melakukan itu

“ pang ! ” tegur ida dengan suaranya yang sedikit menyentak

“ kamu mau ngapain ? ”

Terkejut, mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang aku rasakan saat ini, diantara ekspresi wajahku yang tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutanku itu, aku hanya bisa terdiam dengan tatapan mata tertuju ke bagian wajah dari jenazah arif yang saat ini masih tertutupi oleh sehelai kain putih

“ ya tuhan... bukankah tadi— ”

“ ayo pang ” ida menarik tanganku untuk beranjak bangun, beberapa orang warga kampung yang saat ini tengah mengajikan jenazah arif, terlihat mengarahkan tatapan matanya ke arah aku dan ida dengan ekspresi wajah yang bingung

“ ada apa da ?, kok wajah kamu terlihat kesal seperti itu sih ” tanya ismed sambil melirikan matanya ke arah ida yang saat ini telah duduk di sisinya

“ apang tuh med enggak sopan, sudah tahu wajah jenazah arif itu ditutupi oleh kain, ehh ini malah mau disingkap ”

“ astaga da, bukan itu yang mau aku lakukan, tadi itu— ”

“ sudah... sudah berdebatnya nanti saja, karena kalau kalian terus berdebat seperti ini, yang ada itu warga kampung akan mencurigai kita telah mengalami sesuatu ” lerai ismed seraya mengajak aku dan ida untuk tersenyum

Hampir satu setengah jam lamanya kami berada di rumah arif, selepas dari keputusan keluarga besar arif yang memutuskan untuk memakamkan jenazah arif tepat pada pukul sembilan malam, kami memutuskan untuk pulang dan tidak mengikuti prosesi pemakaman itu  

           

“ sumpah pang, tingkah laku kamu hari ini kok aneh banget sih ” gerutu ida memecah keterdiamanku yang saat ini tengah fokus dengan medan jalan yang aku lalui, melalu kaca spion motor, aku bisa melihat ekspresi wajah ida yang mengharapkan adanya tanggapan dariku untuk memberikan alasan dari tingkah laku aneh yang telah aku perlihatkan hari ini

“ sebaiknya kamu jujur saja pang, kamu itu sebenarnya sedang mengalami masalah apa sih ? ”

“ ibu aku, da ”

“ ibu kamu ?, ibu kamu kenapa pang ? ”

“ ternyata ibu aku selama ini telah menyembunyikan penyakit berat yang di deritanya ”

“ hahh... yang benar kamu pang ? ” walaupun saat ini aku tidak melihat ekspresi wajah ida di dalam mengucapkan perkataannya itu, dari nada suaranya yang terdengar, aku bisa merasakan rasa keterkejutan ida akibat mendapati informasi yang mungkin tidak disangka akan didengarnya malam ini, dan kini begitu aku mendapati keterkejutan ida tersebut, aku langsung menceritakan kepada ida tentang penyakit yang ibu derita termasuk permintaan ibu yang memintaku agar aku segera menikah

“ yaa tuhan... aku benar benar minta maaf pang, karena tadi itu aku— ”

“ kamu enggak usah minta maaf da, wajar kok kalau kamu merasa jengkel, kan kamu tidak tahu ibu aku sedang sakit ” untuk sejenak ida terdiam, ketukan jari jemari tangannya di bahuku menandakan adanya sesuatu yang saat ini tengah dipikirkannya

“ ada apa da ? ”

“ sepertinya anin itu memang jodoh kamu pang ”

“ loh... kok kamu bisa berkata seperti itu da ? ” tanyaku seraya memperlambat laju motor yang aku kendarai

“ dulu itu anin pernah berkata bahwa dirinya ingin menikah muda, coba kamu bayangkan pang... anin itu sudah bekerja dan kamu juga sudah bekerja, jadi sepertinya enggak menjadi masalah jika kalian itu menikah di saat kalian masih kuliah ”

“ ahh... jangan terlalu banyak mengkhayal kamu da, aninnya saja belum tentu mau sama aku, ini kamu sudah berbicara tentang menikah ” candaku yang berbalas dengan tawa kecil ida

“ yakinlah pang... kamu itu pasti akan bisa memiliki anin, yang kamu butuhkan sekarang ini hanyalah waktu dan lokasi yang tepat untuk mengungkapkan perasaan kamu itu kepada anin ”

Waktu dan lokasi yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku kepada anindia, kalimat yang terucap dari mulut ida tersebut, kini seperti seperti terus bermain main di dalam pikiranku ini, dan kini diantara keberadaan kami yang telah tiba di rumah anindia, keputusanku yang memutuskan agar aku mencari jalan yang bisa mendekatkan diriku dengan anindia, kini telah berbuah dengan keberanianku untuk membuka pembicaraan dengan anindia, beberapa benda pusaka yang tersimpan di dalam lemari besar, sepertinya kini telah menjadi pintu gerbang bagiku untuk lebih mendekatkan diri dengan anindia

“ kamu suka dengan wisata berkunjung ke museum pang ? ”

“ suka nin, dulu itu aku pernah ada keinginan untuk berkunjung ke museum (menyebutkan nama salah satu museum yang berlokasi di jakarta ), tapi sampai dengan saat ini enggak pernah terlaksana ”

“ loh... kenapa ? ”

“ biasalah nin, apang itu paling malas kalau jalan jalan sendiri ” ujar ismed mendahului aku yang ingin mengatakan sesuatu untuk menjawab pertanyaan anindia, terlihat saat ini ida mengembangkan senyumnya

“ apa benar yang dikatakan ismed itu pang ? ”

“ iya... benar nin, aku memang enggak terbiasa jalan jalan sendiri, mengajak ismed dan ida rasanya enggak mungkin karena mereka itu enggak suka berkunjung ke museum ”

“ ohh... begitu yaa pang ” gumam anindia sambil mengangguk anggukan kepalanya

“ bagaimana kalau kamu berkunjung ke museumnya itu bersama dengan aku saja pang ? ”

Dari banyaknya pembicaraan yang telah aku lakukan hari ini, perkataan yang terucap dari mulut anindia sepertinya adalah pembicaraan terbaik yang telah aku lakukan hari ini, dan kini begitu aku mendapati penawaran anindia tersebut, aku langsung menyetujuinya dan hal itu kini telah berbuah kesepakatanku dengan anindia untuk berkunjung ke museum esok hari

“ jangan lupa pang, besok jemput aku sekitar pukul sembilan pagi ”

Keesokan harinya seperti apa yang telah aku sepakati dengan anindia, aku menjemput anindia sekitar pukul sembilan pagi, rasa kekhawatiranku atas kemungkinan motor yang aku kendarai ini akan kembali bermasalah ketika memboncengi anindia, kini menghilang seiring dengan keinginan anindia untuk membawa sepeda motornya

“ akhirnya kita tiba juga pang ” ujar anindia diantara keberadaan kami yang kini telah tiba di museum yang menjadi tujuan kami, sebuah patung hewan yang berdiri dengan gagahnya di bawah sinaran cahaya matahari, terlihat berpadu serasi dengan bentuk bangunan museum yang mempunyai bentuk kelasik, dan kini selepas dari perkataannya itu, anindia mengajakku masuk ke dalam museum untuk mengamati satu demi satu benda benda purbakala yang menjadi koleksi di museum ini 

“ ohh iya nin, bapak kamu itu semenjak kapan sih mempunyai hoby mengkoleksi benda benda pusaka ?, karena kalau aku amati, sepertinya bapak kamu itu mempunyai banyak koleksi benda benda pusaka ”

“ sudah sejak lama pang, lebih tepatnya sih semenjak aku smp ”

“ wahh ternyata sudah cukup lama juga yaa nin, aku enggak bisa membayangkan, berapa banyak uang yang telah bapak kamu keluarkan untuk mendapatkan benda benda pusaka itu ” anin mengembangkan senyumnya, tatapan matanya masih tertuju ke arah patung besar yang berada di hadapannya

“ aku enggak tahu pang sudah berapa banyak bapakku mengeluarkan uang untuk membeli benda benda pusaka itu, tapi kalau melihat dari pekerjaan bapakku yang hanya berprofesi sebagai pekerja biasa, rasanya enggak mungkin bapakku itu membeli benda benda pusaka itu, maklumlah pang uangnya terbatas ” aku mengangguk anggukan kepala untuk merespon penjelasan anin, terlihat saat ini anin berjalan menuju ke arah kursi kayu panjang yang tersedia di dalam museum lalu mendudukinya, mendapati hal itu, aku pun segera berjalan menghampiri anin lalu mengambil posisi duduk di sisinya

“ kamu harus tahu yaa pang, bapakku itu hanya hoby mengkoleksi benda benda pusaka itu, bukan karena di motivasi oleh hal hal yang lain ”

“ di motivasi oleh hal hal yang lain ? ”

“ iya pang, di motivasi oleh hal hal yang lain itu contohnya seperti di motivasi oleh keyakinan bahwa benda benda pusaka itu mempunyai kekuatan ghaib yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan ”

“ kamu mempercayai itu nin ? ”

“ maksud kamu pang mempercayai adanya kekuatan ghaib yang mendiami benda benda pusaka itu ? ”

“ iya nin ” anindia tertawa kecil, salah satu tangannya terlihat mengeluarkan sebuah buku yang tersimpan di dalam tas berwarna coklat yang dibawanya

“ sudah pasti enggak lah pang, aku ini jenis orang yang enggak terlalu percaya dengan hal hal yang seperti itu ”

Dalam posisi jari jemari tangannya yang saat ini telah menyibak halaman buku, anindia melipat salah satu bagian halamannya, hal ini biasa dilakukan orang untuk menandai akhir dari halaman buku yang telah dibaca

“ buku apa itu nin ? ”

“ buku novel pang, novel tentang petualangan ” jawab anindia seraya menyerahkan buku yang tengah dipegangnya kepadaku

“ pang sebentar yaa, aku mau ke kamar mandi dulu, sudah enggak tahan lagi nih ingin buang air kecil ”

Tanpa menunggu adanya jawaban dariku, anindia berlari kecil meninggalkanku, mendapati hal itu, dikarenakan saat ini aku merasa enggan untuk melanjutkan kembali melihat lihat koleksi meseum tanpa adanya anindia, aku kini lebih memilih untuk mengisi kesendirianku ini dengan aktifitas melihat lihat isi dari halaman buku yang telah anindia baca, dan di saat itulah tanpa sengaja aku mendapati salah satu halaman buku yang diberikan tanda oleh anindia, sepertinya anindia sangat menyukai salah satu rangkaian kalimat yang tertulis di halaman tersebut

dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian...  

       

“ astaga... sepertinya ini yang aku cari, aku sangat yakin pasti anindia itu sangat mengaharapkan dirinya berada di dalam situasi ini ketika seseorang mengutarakan perasaan hatinya kepada dirinya ” ujarku di dalam hati seraya menutup kembali buku yang aku baca

Hampir dua jam lamanya aku dan anindia kembali melihat lihat koleksi benda benda bersejarah yang tersimpan di dalam museum, rasa lelah yang saat ini mulai menghinggapi kami, sepertinya kini telah menjadi pencetus dari keputusan kami yang memutuskan untuk pulang ke rumah, hanya saja kini diantara keberadaan kami yang baru saja berada di luar museum, rencana kepulangan kami ini terpaksa harus kami tunda sejenak karena saat ini aku merasakan keinginan untuk buang air besar yang sudah tidak bisa untuk aku tahan lagi

“ dasar perut enggak bisa diajak kompromi, mau pulang kok malah jadi mules ”

Dalam kondisi museum yang saat ini mulai terlihat sepi, langkah kakiku yang menapaki lantai demi lantai di dalam museum, kini laksana sebuah alunan nada yang terdengar di dalam keheningan, dan kini berbekal petunjuk yang telah diberikan oleh anindia agar aku tidak tersasar di dalam mencari ruangan kamar mandi, aku segera melangkahkan kakiku ke arah sebuah lorong pendek yang gambarannya sangat sesuai dengan apa yang yang telah digambarkan oleh anindia 

“ wahh... ternyata cukup menyeramkan juga yaa museum ini di saat sudah enggak ada orang ” gumamku di dalam hati seraya melayangkan tatapan mataku ke arah lorong pendek yang telah aku lalui, dan kini diantara keberadaanku yang telah memasuki ruangan kamar mandi, aku langsung memasuki ruangan yang diperuntukan untuk buang air besar, hanya saja kini baru saja aku hendak melepaskan celanaku, pendengaranku yang menangkap adanya suara seseorang yang tengah kesulitan untuk bernafas, kini telah membuatku mengurungkan keinginanku untuk melepaskan celana dan lebih memilih untuk keluar dari dalam ruangan untuk membantu orang yang tengah kesulitan dalam bernafas itu 

“ loh... kok enggak ada siapa siapa ” gumamku di dalam hati dengan tatapan mata menatap ke arah ruangan yang diperuntukan untuk buang air kecil, dalam rasa penasaran yang saat ini menguasai pikiranku ini, aku segera memeriksa satu persatu tempat untuk buang air kecil dan juga wastafel yang terdapat di ruangan buang air kecil itu, dan hasilnya aku sama sekali tidak menemui adanya tanda tanda yang mengindasikan adanya seseorang yang telah memasuki ruangan kamar mandi

“ ini aneh, apa mungkin tadi itu aku telah salah dengar ? ”

Mengiringi berdirinya bulu kuduknya akibat dari pikiranku yang saat ini mulai terkontaminasi oleh pemikiran pemikiran negatif, aku memutuskan untuk kembali masuk ke dalam ruangan tempat aku hendak buang air besar, hanya saja kini baru saja aku menutup pintu ruangan dan hendak melepaskan kembali celana yang aku kenakan ini, suara yang sebelumnya telah aku dengar kini terdengar lagi dengan nada suara yang lebih jelas, mendapati hal itu, kini dalam rasa takut yang bercampur dengan rasa amarah karena aku merasa saat ini aku tengah dipermainkan oleh seseorang, aku memutuskan untuk keluar kembali dari dalam ruangan, dan untuk yang kedua kalinya, aku kini kembali mendapati situasi yang sama seperti saat aku pertama kali keluar dari dalam ruangan tempat aku hendak buang air besar

“ woii brengsek ! sekarang juga keluar, jangan bersembunyi seperti— ”



69banditos
namakuve
regmekujo
regmekujo dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup