Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
Dalam Dekapan Kabut
Dalam Dekapan Kabut

Izinkan saya kembali bercerita tentang sebuah kejadian di masa lalu

dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian... 

Chapter :

DDK - Chapter 1

DDK - Chapter 2

DDK - Chapter 3

DDK - Chapter 4

DDK - Chapter 5

DDK - Chapter 6

DDK - Chapter 7
Diubah oleh meta.morfosis Kemarin 13:19
riodgarp
jenggalasunyi
bukhorigan
bukhorigan dan 5 lainnya memberi reputasi
6
626
15
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
#5
Chapter 5

Tersingkapnya Fakta Yang Menguji Persahabatan








“ pang ! kok sendirian saja, tumben kamu enggak bersama ismed ”

Mengakhiri sholat magrib yang telak aku laksanakan, lamunanku di teras masjid yang berada di lingkungan kampusku ini, kini terusik dengan kehadiran ida yang sepertinya juga telah melaksanakan sholat, sebuah tas tangan berukuran sedang yang tergenggam di tangannya terlihat memuat beberapa lembar kertas yang mungkin dibawanya dari tempatnya bekerja.

“ ehh kamu da ” jawabku seraya memperhatikan ida yang saat ini mengambil posisi duduk di sisiku, dan kini selepas ida yang telah mengambil posisi duduk di sisiku, aku kembali mengarahkan tatapan mataku ke halaman masjid.

“ kamu kenapa pang ? ”

“ aku kenapa ? ” jawabku mengulangi pertanyaan ida, entah mengapa saat ini aku menduga ida akan menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan aktifitasku yang mengurangi pendekatanku dengan anin.

“ iya pang, kamu itu kenapa ?, karena kalau aku perhatikan dalam beberapa hari ini kamu seperti menghindari anindia ”

Untuk beberapa saat lamanya aku hanya bisa terdiam dalam rasa ragu untuk menjawab pertanyaan ida, kekhawatiranku atas kemungkinan ida akan memarahi ismed karena telah memintaku untuk mengurungkan niatku mendekati anindia kini menjadi alasan utamaku mengapa aku merasa ragu untuk menjawab pertanyaan itu, hanya saja kini selepas dari pertimbanganku yang ingin melepaskan pikiranku ini dari banyaknya beban pikiran, aku kini memilih untuk menjawab pertanyaan ida, karena aku yakin hal itu akan sedikit banyak mengurangi beban pikiranku ini.

“ wahh... gila juga tuh si ismed, bukankah selama ini dia yang mendukungmu mendekati anin ”

“ iya da, memang aneh tuh orang ”

“ apakah dia mengatakan alasannya pang mengapa dia memintamu untuk mengurungkan niatmu mendekati anin ” aku menggelengkan kepala, merahasiakan isi pembicaraanku yang sebenarnya dengan ismed.

“ apa jangan jangan... ”

Mendapati saat ini ida menghentikan perkataannya dalam ekspresi wajah yang menunjukan rasa keraguannya untuk melanjutkan perkataannya itu, aku langsung meminta kepada ida untuk melanjutkan perkataannya itu, dan pada akhirnya permintaanku itu kini berbuah dengan sebuah informasi yang cukup mengejutkanku.

“ hahh... yang benar da, kamu itu enggak sedang berbohong kan ? ”

“ benar pang, dulu itu kalau enggak salah di waktu almarhum arif mendekati anin, ismed itu pernah dekat dengan anin, memangnya kamu enggak tahu ismed itu berteman juga dengan almarhum arif ? ”

“ enggak da, sumpah... aku baru mengetahuinya sekarang ”

“ kalau dugaan aku sih pang, entah saat itu ismed membantu almarhum arif untuk mendekati anin atau enggak, bisa jadi ismed sendiri menaruh perasaan suka kepada anin dan itu bisa menjadi alasan mengapa ismed memintamu untuk mengurungkan niatmu mendekati anin ”

Ingin rasanya saat ini aku memundurkan waktu agar aku tidak mendengar informasi yang saat ini diberikan oleh ida, sosok ismed yang selama ini begitu sempurna dimataku, kini mulai tercoreng kesempurnannya akibat dari informasi yang aku dapatkan itu, dan kini begitu aku mendapati informasi ida tersebut, aku memutuskan untuk kembali melanjutkan mendekati anindia dengan mengabaikan perkataan ismed yang mengkhawatirkan keselamatan diriku apabila aku mendekati anindia.

“ sekarang ini sih terserah kamu pang, mau melanjutkan atau mengurungkan diri mendekati anin, keputusannya ada di tangan kamu ”

Selepas dari perkataannya itu, ida mengajakku meninggalkan masjid untuk memulai perkuliahan, ketiadaan ismed di dalam ruangan perkuliahan kini telah membuatku semakin yakin untuk mengambil sebuah langkah kehidupanku tanpa harus selalu melibatkan ismed.

“ pang, itu anin ” ujar ida sambil mengembangkan senyumnya ke arah anindia yang saat ini baru saja memasuki ruangan perkuliahan, dan kini selepas dari anindia yang telah membalas senyuman ida, anindia menempatkan dirinya di kursi yang berada di bagian depan dan itu artinya anindia sangat bisa memaklumi tingkah lakuku yang dalam dua minggu belakangan ini mencoba untuk menghindarinya.

“ pang, lebih baik kamu itu— ”

“ jangan malam ini da, aku belum siap ” ujarku memotong perkataan ida yang aku tahu arahnya akan kemana, dan kini begitu ida mendapati perkataanku itu, ida menganggukan kepalanya sebagai tanda ida bisa memahami keinginanku itu.

“ da, sejujurnya aku ini mempunyai rencana ”

“ rencana ?, rencana apa pang ? ”

“ rencana mengungkapkan perasaan hatiku ini kepada anin ” dalam ekspresi wajahnya yang menunjukan rasa keantusiasannya untuk mendengar rincian dari rencanaku itu, ida terdiam dengan tatapan mata tertuju ke wajahku, dan di saat itulah aku mulai menceritakan kepada ida tentang buku yang telah aku baca sewaktu aku mengunjungi museum bersama dengan anindia.

“ waduh romantisnya pang ” gumam ida menggodaku

“ kapan rencananya kamu akan mengungkapkan perasaan hatimu itu pang ? ”

“ mungkin di saat libur perkuliahan da, tapi aku bingung hendak mendaki gunung yang mana, kamu kan tahu sendiri da, aku ini enggak mempunyai pengalaman mendaki gunung ” untuk sejenak ida terdiam, hingga akhirnya selepas dari keterdiamannya itu, ida memberikan ide agar aku mendaki gunung yang mudah untuk didaki bagi pemula seperti aku.

“ gunung gede da ? kamu yakin ? ”

“ yakin pang, kamu tenang saja, apabila rencana kamu itu jadi dilaksanakan, aku pasti akan ikut menemani ”

Perkataan yang terucap dari mulut ida itu mengantarkan waktu beranjak semakin malam, dan kini diantara keberadaanku yang telah kembali berada di rumah, aku mendapati anti tengah tertidur di dalam kamar ibu dengan beralaskan tikar, mendapati hal itu, dikarenakan aku tidak ingin kahdiranku ini mengganggu tidur lelap anti, aku memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kamar lalu mengistirahatkan tubuhku ini di dalam tidur lelapku.

“ duhh... kok lampunya mati sih ” gumamku diantara terjaganya aku di tengah kegelapan yang menyelimuti ruangan kamar, kecurigaanku atas kemungkinan matinya listrik di rumahku ini disebabkan oleh adanya gangguan listrik, kini telah mengantarkan langkah kakiku menuju ke benser listrik yang lokasinya berada di luar rumah, dan pada akhirnya aku kini mendapati kenyataan bahwa padamnya listrik di rumahku ini besar kemungkinannya disebakan oleh penurunan tegangan listrik di kampungku ini, hal itu dapat terlihat dari tuas kecil yang berada di benser listrik dalam keadaan turun.

“ penurunan listrik kok tengah malam, merepotkan aku saja ” gerutuku seraya menaikan benser listrik untuk menghidupkan kembali listrik di rumahku, dan kini diantara cahaya terang yang telah kembali menerangi rumahku, aku kembali masuk ke dalam rumah untuk meneruskan tidur lelapku, hanya saja kini baru saja aku merebahkan tubuhku di tempat tidur dan hendak memejamkan mataku, lampu di dalam kamar tiba tiba saja kembali padam, dan hal itu kini telah menimbulkan rasa kejengkelan di hatiku karena aku harus kembali keluar dari dalam rumah untuk menaikan tuas kecil yang berada di benser listrik.

“ brengsek, listrik ini maunya apa sih ” ujarku seraya hendak beranjak bangun dari posisiku terbaring saat ini, hanya saja kini baru saja aku mengangkat kepalaku dari bantal yang aku pergunakan, keberadaan sesuatu yang menyentuh wajahku kini telah membuatku kembali merebahkan kepalaku di bantal.

“ sial, apa itu ? ”

Walaupun saat ini aku sama sekali tidak bisa melihat sesuatu yang tadi sempat tersentuh oleh wajahku, firasatku yang mengatakan adanya sesuatu yang ganjil dari situasi yang tengah aku hadapi saat ini, secara perlahan kini mulai meremangkan bulu kuduk di tubuhku, kebuntuan pikiranku yang terlahir dari rasa ketakutanku karena membayangkan hal hal menyeramkan yang terhubung dengan situasi yang tengah aku hadapi saat ini, kini telah membuat tubuhku ini terasa kaku untuk digerakan, yang bisa aku lakukan saat ini hanyalah memejamkan mata seraya berharap situasi yang aku hadapi ini akan berlalu dengan sendirinya, hanya saja kini seiring dengan menit demi menit yang terus berjalan, harapanku yang menginginkan situasi yang aku hadapi ini akan berlalu dengan sendirinya sepertinya kini hanya menjadi sebuah harapan tanpa kenyataan karena saat ini aku kembali terjebak dalam situasi menyeramkan lainnya yang pada akhirnya membuatku kehilangan kesadaran diri.

“ kang... bangun kang, waktu sholat subuh sudah hampir habis nih ” aku terjaga dalam ekspresi wajah yang masih menunjukan rasa ketakutanku, gerakan telapak tanganku yang saat ini secara refleks menyapu wajahku, kini telah membuat anto yang membangunkanku memundurkan tubuhnya karena merasa terkejut dengan apa yang aku lakukan saat ini.

“ ya tuhan, ternyata semalam itu aku memang enggak bermimpi ” gumamku di dalam hati dengan tatapan mata memandang ke arah telapak tanganku yang terkotori oleh tanah merah, mendapati hal itu, aku langsung beranjak bangun dari posisiku terbaring untuk memeriksa keadaan sprei, banyaknya serpihan tanah merah yang berserakan di sprei sepertinya kini sudah cukup untuk meyakinkanku bahwa kejadian yang aku alami semalam adalah kejadian yang nyata.

“ kang... akang kenapa ? ” tanya anto tanpa berani menghampiriku

“ to, kamu juga melihat semua ini kan ? ” anto menganggukan kepalanya, dalam ekspresi wajahnya yang menunjukan rasa kebingungannya, anto memberanikan diri untuk menghampiriku.

“ ini tanah merah dari mana kang ?, dan kenapa di wajah akang itu banyak terdapat tanah merah ? ”

“ panjang ceritanya to ” jawabku seraya melepaskan sprei dari tempat tidur

“ akang berjanji to, nanti akang akan menceritakan semuanya asalkan kamu itu mau berjanji juga kepada akang ”

“ berjanji apa kang ? ”

“ kamu berjanji untuk enggak menceritakan kejadian yang akang alami malam ini kepada orang lain, terutama kepada bapak, ibu dan juga anti ”

“ iya kang, anto berjanji ”

Aku merasa lega karena saat ini anto telah mau memenuhi permintaanku itu, dan kini selepas dari permintaanku yang telah dipenuhi oleh anto, aku kembali mengajukan permintaan lainnya kepada anto yaitu berupa kebersediaan anto untuk mencuci sprei tempat tidurku tanpa diketahui oleh ibu dan anti, dan kembali algi anto menyanggupinya.

“ nanti anto akan mencucinya setelah pulang sekolah kang, sekarang anto akan menyimpannya di dalam lemari dulu ”

Mendapati saat ini anto tengah menyimpan sprei yang akan dicucinya di dalam lemari, aku bergegas keluar dari dalam kamar untuk melaksanakan sholat subuh, dan tepat pada pukul setengah tujuh pagi, selepas dari aku yang telah kembali meminta anto untuk merahasiakan kejadian menyeramkan yang telah aku alami semalam, aku langsung berangkat menuju ke tempat kerjaku dengan turut serta membawa sebuah harapan hari ini aku akan berjumpa dengan ismed untuk menceritakan kejadian menyeramkan yang telah aku alami itu sekaligus menanyakan kebenaran dari perkataan ida yang menyatakan bahwa ismed telah berteman dengan almarhum arif jauh sebelum almarhum arif mendekati anindia.

Gugusan awan putih yang sesekali menghalangi cahaya mentari, tersaji diantara hari yang mulai beranjak sore, keinginanku yang ingin tiba lebih awal di kampus untuk mencari keberadaan ismed, kini telah membuat laju sepeda motor yang aku kendarai ini berpacu dengan kencang, dan entah mengapa saat ini aku sangat merasa yakin ismed tengah berada di warung kopi yang menjadi tempat langganan kami menikmati waktu senggang di kampus.

“ ternyata benar dugaanku, itu motor ismed ” ujarku dengan tatapan mata memandang ke arah motor yang terparkir di depan warung kopi, dan kini begitu aku mendapati hal itu, aku bergegas memarkirkan motorku tepat di samping motor ismed lalu memasuki warung untuk mencari keberadaan ismed.

“ ternyata benar dugaanku med, kamu berada di sini ” dalam posisinya yang saat ini tengah menikmati kopi panasnya, ismed langsung menyambut kehadiranku ini dengan keramahannya yang khas, dari mulutnya yang masih mengeluarkan kepulan asap rokok, ismed meminta kepada bapak penjaga warung untuk membuatkan segelas kopi panas yang diperuntukan bagiku.

“ kamu itu kemana saja sih pang, kok aku itu jarang banget melihat kamu di kampus ”

“ sinting kamu med, seharusnya aku yang bertanya seperti itu ” ujarku yang berbalas dengan gelak tawa ismed.

Cukup lama juga aku terlibat perbincangan dengan ismed di dalam membahas beberapa hal yang menyangkut perkuliahan, hingga akhirnya kini di saat aku mendapatkan momen yang tepat untuk menceritakan kejadian menyeramkan yang telah aku alami sekaligus menanyakan kebenaran dari perkataan ida yang menyatakan bahwa ismed telah berteman dengan almarhum arif jauh sebelum almarhum arif mendekati anindia, aku langsung menceritakan dan juga menanyakannya kepada ismed, dan di saat itulah ismed memberikan jawaban berupa sebuah fakta bahwa ismed memang telah berteman dengan almarhum arif jauh sebelum almarhum arif mendekati anindia.

“ brengsek kamu med, ternyata selama ini kamu telah bermain dua kaki, membantu almarhum arif dan juga membantuku “ ujarku seraya mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya lalu menyulutkannya.

“ kamu itu jangan salah paham pang, saat itu aku berlaku adil kok, siapapun yang akan mendapatkan anin, pasti itu adalah yang terbaik bagi anin”

“ yang terbaik bagi anin ” gumamku sambil mengembangkan senyum dan apa yang aku lakukan ini kini berbalas dengan ekspresi wajah ketidaksukaannya karena menganggap perkataanku itu adalah perkataan yang sarat dengan sindiran.

“ apakah kamu itu menyangka aku ini menyukai anin ? ”

“ yaa mana aku tahu med, hanya kamu saja yang mengetahui jawabannya ”

“ pang... pang, sungguh ngawur perkataan kamu itu ” ujar ismed sambil menggeleng gelengkan kepalanya.

“ sumpah pang, aku itu enggak mempunyai perasaan suka kepada anin, kalau kamu enggak mempercayainya kamu bisa menanyakannya langsung kepada anin ”

Lama aku terdiam di dalam rasa kekecewaanku karena aku merasa ismed telah menyembunyikan sesuatu yang seharusnya tidak disembunyikannya, hanya saja kini menimbang persahabatan kami yang sudah terjalin begitu lama, aku berusaha untuk meredam rasa kekecewaanku itu dengan cara mengingat ingat kembali kebaikan kebaikan yang pernah ismed lakukan, dan pada akhirnya aku berpikir rasanya terlalu picik jika aku menghakimi kesetiaan ismed sebagai sahabat hanya karena ismed membantu sahabatnya yang lain di dalam mendekati anindia.

“ yaa sudahlah med lupakan saja pembicaraan kita ini, seperinya perasaanku ini mulai terlalu sensitif akibat dari kejadian kejadian menyeramkan yang aku alami itu ” ismed mengembangkan senyumnya lalu merangkul bahuku dengan salah satu tangannya.

“ ini baru apang yang aku kenal ”

“ ohh iya med, bagaimana tanggapanmu mengenai kejadian menyeramkan yang aku alami itu, apakah kamu masih menganggap kejadian menyeramkan yang aku alami itu adalah efek dari pelindung ghaib yang melindungi anin ? ”

“ iya pang, aku masih menganggapnya seperti itu dan aku juga masih tetap meminta agar kamu mengurungkan keinginanmu untuk mendekati anin ”

“ untuk yang satu ini, sepertinya kita sudah berbeda pandangan med ” ujarku yang memancing tatapan mata ismed tertuju ke wajahku.

“ maksud kamu pang ? ”

“ sejujurnya aku enggak yakin med dengan keyakinanmu yang meyakini anin mempunyai pelindung ghaib, aku ini justru meyakini kehadiran penampakan ghaib berwujud almarhum arif itu bertujuan untuk memberitahukanku sebuah informasi yang entah informasinya itu mengenai apa ”

“ wah..wah, sudah gila kamu pang ” mengiringi perkataannya yang kini terhenti, ismed menyeruput kopi panasnya.

“ gila bagaimana med ? ”

“ berdasarkan apa yang aku ketahui pang, andaikan mahluk ghaib itu hendak memberikan informasi kepada kita, biasanya itu dilakukan melalui mimpi yang kita alami bukan melalui pertemuan nyata seperti yang kamu alami itu, jadi saranku pang sebaiknya kamu lupakan saja pandanganmu itu karena— ”

“ kamu itu masih sahabat baikku kan med ? ”

“ loh... kok kamu jadi berkata seperti itu sih pang ”

“ kalau kamu memang masih sahabat baikku, jangan lagi kamu memintaku untuk mengurungkan keinginanku mendekati anin, lebih baik sekarang ini kamu membantuku mencari jawaban dari pandanganku itu ”

Ismed terdiam di dalam menanggapi perkataanku itu, dikarenakan saat ini aku mendapati ekspresi wajahnya yang menunjukan bahwa dirinya tengah memikirkan sesuatu, aku langsung memaksa ismed untuk mengatakan apa yang saat ini tengah dipikirkannya.

“ pang, jika kamu nanti mempunyai waktu senggang, aku akan mengajakmu mengunjungi kawan lamaku ”

“ hahh... mengunjungi kawan lamamu med ? ”

“ iya pang, mengunjungi kawan lamaku, kawan lamakuku itu sangat mengetahui hal hal yang berhubungan dengan dunia ghaib dan mudah mudahan saja kawan lamaku itu bisa memberikan jawaban dari pandanganmu itu ”


Diubah oleh meta.morfosis Kemarin 12:41
69banditos
littlesmith
namakuve
namakuve dan 2 lainnya memberi reputasi
3