Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
Dalam Dekapan Kabut
Dalam Dekapan Kabut

Izinkan saya kembali bercerita tentang sebuah kejadian di masa lalu

dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian... 

Chapter :

DDK - Chapter 1

DDK - Chapter 2

DDK - Chapter 3

DDK - Chapter 4

DDK - Chapter 5

DDK - Chapter 6

DDK - Chapter 7
Diubah oleh meta.morfosis Kemarin 13:19
riodgarp
jenggalasunyi
bukhorigan
bukhorigan dan 5 lainnya memberi reputasi
6
630
16
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
#3
Chapter 3

Petunjuk Dari Halaman Buku








Melihat saat ini ismed dan anindia telah beranjak pergi, aku segera mengajak ida untuk menaiki sepeda motor, keinginanku untuk membuktikan akan adanya perbedaan laju kecepatan sepeda motor yang aku kendarai ini di saat aku memboncengi anindia dengan di saat aku memboncengi ida, kini telah membuatku memutuskan untuk sesekali memutar tali gas untuk mempercepat laju sepeda motor, dan apa yang aku lakukan itu kini telah membuktikan akan adanya perbedaan di saat aku memboncengi anindia dengan di saat aku memboncengi ida.

“ ini benar benar aneh, kenapa tadi itu motorku terasa berat sekali yaa ” gumamku di dalam hati seraya kembali menarik tali gas

“ pang ! kamu sudah gila yaa, membawa motornya kok seraduk seruduk seperti kambing saja ”

“ maaf da, aku hanya ingin memastikan motorku ini enggak rusak ”

Sesampainya di rumah arif, aku langsung memarkirkan motorku lalu segera mengajak ida untuk menghampiri keberadaan ismed dan anindia yang sudah terlebih dahulu berada di dalam rumah, aroma wangi kemenyan yang tercium begitu menyengat di dalam rumah, kini menyambut kahadiranku yang saat ini tengah berusaha untuk mencari keberadaan ismed dan anindia diantara beberapa warga kampung yang tengah bertakziah.

“ apang, ida ” panggil ismed dengan suaranya yang pelan, terlihat saat ini ismed tengah duduk seorang diri dengan memegang sebuah al qur’an kecil ditangannya.

“ kok kamu sendirian saja med, aninnya kemana ? ” tanya ida yang berbalas dengan jawaban ismed bahwa saat ini anindia tengah berada di dalam kamar bersama dengan ibunya arif.

“ sebaiknya kita lihat jenazah almarhum arif dulu da, sekalian kita mendoakannya ” ida menganggukan kepalanya, tatapan matanya tertuju ke arah jenazah almarhum arif yang diletakan tepat di tengah ruangan.

“ pang, da, sebaiknya kalian itu jangan melihat wajah jenazah almarhum arif karena wajahnya itu— ”

“ ahh... kamu ini bicara apa sih med, seperti menasehati orang yang baru pertama kali takziah saja ”

Tanpa menunggu adanya perkataan yang terucap dari mulut ismed di dalam menanggapi perkataanku itu, aku dan ida langsung berjalan menghampiri jenazah almarhum arif yang saat ini telah dikafani, sehelai kain putih yang menutupi bagian wajahnya, telah menghalangi bagi aku dan ida untuk melihat kondisi wajah dari jenazah almarhum arif secara jelas.

“ brengsek si ismed, gara gara dia melarangku untuk melihat wajah jenazah almarhum arif, aku jadi merasa penasaran untuk melihatnya ” gerutuku di dalam hati seraya mengambil posisi duduk bersila untuk berdoa, hanya saja kini baru saja aku hendak berdoa, entah yang terjadi saat ini apakah disebabkan oleh angin atau bukan, keberadaan kain putih yang menutupi wajah dari jenazah almarhum arif tiba tiba saja tersingkap hingga memperlihatkan secara jelas kondisi wajahnya yang hampir sebagian besar kulitnya telah terkelupas dan masih mengeluarkan rembesan darah segar, dan kini begitu aku mendapati situasi itu, aku langsung menggerakan tanganku untuk menutupi kembali bagian wajah itu dengan kain, namun kini belum sempat aku menyentuhkan jari jemari tanganku pada kain yang tersingkap itu, ida sudah terlebih dahulu mencegahku untuk melakukannya.

“ pang ! ” tegur ida dengan suaranya yang sedikit menyentak, tatapan matanya terlihat mengamati keadaan sekitar.

“ kamu mau ngapain ? ”

Terkejut, mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang aku rasakan saat ini di saat aku mendapati teguran ida, dan kini diantara ekspresi wajahku yang tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutanku karena mendapati wajah dari jenazah almarhum arif yang masih tertutupi oleh kain putih, aku segera menarik kembali tanganku menjauhi kain yang menutupi wajah dari jenazah almarhum arif

“ ya tuhan... bukankah tadi itu kain ini— ”

“ sudahlah pang, jangan yang aneh aneh ” ida menarik tanganku untuk beranjak bangun, beberapa orang warga kampung yang saat ini tengah mengajikan jenazah arif terlihat mengarahkan tatapan matanya ke arah aku dan ida dengan ekspresi wajah yang bingung

“ tadi itu apang kenapa da ?, kok wajah kamu terlihat kesal seperti itu ” tanya ismed sambil melirikan matanya ke arah ida yang saat ini telah duduk di sisinya.

“ apang tuh med enggak sopan, sudah tahu wajah jenazah almarhum arif itu ditutupi oleh kain, ehh... dia malah mau menyingkapnya ”

“ astaga da, bukan itu yang mau aku lakukan, tadi itu— ”

“ sudah... sudah berdebatnya nanti saja, karena kalau kalian terus berdebat seperti ini, yang ada itu warga kampung akan mencurigai kita telah mengalami sesuatu ” lerai ismed seraya mengajak aku dan ida untuk tersenyum guna mencairkan suasana.

Hampir satu setengah jam lamanya kami berada di rumah almarhum arif, hingga akhirnya selepas dari keputusan keluarga besar almarhum arif yang memutuskan untuk memakamkan almarhum arif tepat pada pukul sembilan malam, kami memutuskan untuk pulang dan tidak mengikuti prosesi pemakaman itu.   

“ sumpah pang, tingkah laku kamu hari ini kok aneh banget sih ” gerutu ida memecah keterdiamanku yang saat ini tengah terfokus dengan medan jalan yang aku lalui.

“ sebaiknya kamu jujur saja pang, kamu itu sebenarnya sedang mengalami masalah apa sih ? ”

“ ibu aku, da ”

“ ibu kamu ?, ibu kamu kenapa pang ? ”

“ kamu janji yaa da untuk enggak memberitahukan apa yang aku beritahukan ini kepada orang lain ”

“ aku janji pang ” melalui kaca spion motor aku bisa melihat ida menganggukan kepalanya.

“ ibu aku itu da, ternyata ibu aku itu selama ini telah menyembunyikan penyakit berat yang di deritanya ”

“ hahh... penyakit berat pang ? ”

“ iya da, ibu aku menderita penyakit kanker hati yang sudah kronis dan di rumah itu hanya aku yang mengetahuinya ”

“ yaa ampun pang... aku benar benar minta maaf, karena tadi itu aku— ”

“ kamu enggak usah minta maaf da, wajar kok kalau kamu merasa jengkel dengan tingkah lakuku, kamu kan enggak mengetahui ibuku sedang sakit ” ida terdiam, jari jemari tangannya yang sedikit meremas bahuku menandakan rasa penyesalannya yang mendalam di dalam menyikapi informasi yang aku berikan.

“ ibuku itu juga memintaku untuk segera menikah da ”

“ hahh... serius kamu pang ? ”

“ aku serius da, mungkin permintaannya itu ada hubungannya dengan vonis dokter yang memeriksa penyakitnya ” kembali ida terdiam, ketukan jari jemari tangannya pada bahuku menandakan ada sesuatu yang saat ini tengah dipikirkannya.

“ sepertinya anin itu memang jodoh kamu pang ”

“ loh kok jodohku... dengan alasan apa kamu bisa berkata seperti itu da ? ” tanyaku seraya memperlambat laju motor yang aku kendarai.

“ semuanya seperti berhubungan pang, keinginan kamu untuk memiliki anin, keinginan anin untuk menikah muda, dan sekarang keinginan ibu kamu yang meminta kamu untuk secepatnya menikah ”

“ ahh da... itu sih hanya bisa bisanya kamu saja menghubung hubungkannya, lebih baik sekarang ini kita jangan berbicara dulu tentang pernikahan karena bisa jadi anin itu— ”

“ sudahlah pang jangan pesimis seperti itu, aku yakin kok kamu pasti akan bisa mendapatkan anin, ingat pang kuncinya itu adalah waktu dan lokasi yang tepat untuk mengungkapkan perasaanmu itu kepada anindia ”

Waktu dan lokasi yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku kepada anindia, kalimat yang terucap dari mulut ida tersebut, kini seperti seperti terus bermain main di dalam pikiranku ini, dan kini diantara keberadaan kami yang telah tiba di rumah anindia, keputusanku yang memutuskan agar aku mencari jalan yang bisa mendekatkanku dengan anindia, kini telah berbuah dengan keberanianku untuk membuka pembicaraan dengan anindia, beberapa benda pusaka yang tersimpan di dalam lemari besar, sepertinya kini telah menjadi pintu gerbang bagiku untuk lebih mendekatkan diri dengan anindia.

“ kamu suka apa enggak pang berkunjung ke museum ? ”

“ suka nin, dulu itu aku pernah ada keinginan untuk berkunjung ke museum (menyebutkan nama salah satu museum yang berlokasi di jakarta ), tapi sampai dengan saat ini enggak pernah terlaksana ”

“ loh... kenapa ? ”

“ biasalah nin, apang itu paling malas kalau jalan jalan sendirian ” sela ismed mendahului jawaban yang baru saja hendak terucap dari mulutku, di saat yang bersaam dengan selaan ismed tersebut, ida mengembangkan senyumnya yang ditujukan untuk menggodaku.

“ apa benar pang yang dikatakan oleh ismed itu ? ”

“ iya nin... benar, aku memang enggak terbiasa jalan jalan sendirian, mengajak ismed dan ida berkunjung ke museum rasanya sangat enggak mungkin karena mereka itu enggak suka berkunjung ke museum ”

“ ohh... begitu ” gumam anindia sambil mengangguk anggukan kepalanya
“ bagaimana kalau kamu berkunjung ke museumnya itu bersama denganku saja pang ? ”

Dari banyaknya pembicaraan yang telah aku lakukan hari ini, penawaran yang terucap dari mulut anindia sepertinya adalah pembicaraan terbaik yang telah aku lakukan hari ini, dan kini begitu aku mendapati penawaran itu, tanpa berbasa basi lagi aku langsung menyetujuinya.

“ baiklah pang, kalau begitu besok pagi kamu jemput aku sekitar pukul sembilan pagi, kita berkunjung ke museum yang hendak kamu kunjungi itu ”
Kesokan harinya seperti apa yang telah aku sepakati dengan anindia, aku menjemput anindia sekitar pukul sembilan pagi, rasa kekhawatiranku atas kemungkinan motor yang aku kendarai ini akan kembali bermasalah ketika memboncengi anindia, kini menghilang seiring dengan keinginan anindia yang ingin membawa sepeda motor kesayangannya.

“ akhirnya kita tiba juga pang ” ujar anindia diantara keberadaan kami yang kini telah tiba di museum yang berada di jakarta pusat, sebuah patung hewan yang berdiri dengan gagahnya terlihat berpadu serasi dengan bentuk bangunan museum yang mempunyai bentuk kelasik, dan kini selepas dari perkataannya itu, anindia mengajakku masuk ke dalam museum untuk mengamati satu persatu benda benda purbakala yang menjadi koleksi museum. 

“ ohh iya nin, bapak kamu itu semenjak kapan sih mempunyai hoby mengkoleksi benda benda pusaka itu ? ”

“ sudah sejak lama pang, lebih tepatnya sih semenjak aku masih duduk di bangku smp ”

“ wahh ternyata sudah cukup lama juga yaa nin, aku enggak bisa membayangkan, berapa banyak uang yang telah dikeluarkan oleh bapakmu itu untuk mendapatkan benda benda pusaka itu ” anin mengembangkan senyumnya, tatapan matanya masih tertuju ke arah patung besar yang berada di hadapannya.

“ aku enggak tahu pang sudah berapa banyak bapakku mengeluarkan uang untuk membeli benda benda pusaka itu, tapi kalau melihat dari pekerjaan bapakku yang hanya berprofesi sebagai pekerja biasa, rasanya enggak mungkin bapakku itu membeli benda benda pusaka itu, maklumlah pang uangnya terbatas ” anin berjalan menuju ke arah kursi kayu panjang yang tersedia di dalam museum lalu mendudukinya, mendapati hal itu, aku pun segera berjalan menghampiri anin lalu mengambil posisi duduk disisinya.

“ kamu harus tahu yaa pang, bapakku itu hanya hoby mengkoleksi benda benda pusaka itu, bukan karena di motivasi oleh hal hal yang lain ”

“ di motivasi oleh hal hal yang lain ? ”

“ iya pang... di motivasi oleh hal hal yang lain, contohnya itu adalah dimotivasi oleh keyakinan bahwa benda benda pusaka itu mempunyai kekuatan ghaib yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan ”

“ kamu mempercayai itu nin ? ”

“ maksud kamu pang mempercayai adanya kekuatan ghaib yang mendiami benda benda pusaka itu ? ”

“ iya nin ” anindia tertawa kecil, salah satu tangannya terlihat mengeluarkan sebuah buku yang tersimpan di dalam tas berwarna coklat yang dibawanya.

“ sudah pasti enggaklah pang, aku ini jenis orang yang enggak terlalu percaya dengan hal hal yang seperti itu ”

Dalam posisi jari jemari tangannya yang saat ini telah menyibak halaman buku, anindia melipat salah satu bagian halamannya, hal itu biasa dilakukan oleh orang orang untuk menandai akhir dari halaman buku yang telah dibacanya.

“ buku apa itu nin ? ”

“ buku novel pang, novel tentang petualangan ” jawab anindia seraya menyerahkan buku yang tengah dipegangnya kepadaku.

“ pang sebentar yaa, aku mau ke toilet dulu, aku sudah enggak tahan lagi nih ingin buang air kecil ”

Tanpa menunggu adanya jawaban dariku, anindia berlari kecil meninggalkanku, mendapati hal itu, dikarenakan saat ini aku merasa enggan untuk melanjutkan kembali melihat lihat koleksi meseum, aku kini lebih memilih untuk mengisi kesendirianku ini dengan aktifitas melihat lihat isi dari halaman buku yang telah anindia baca, dan di saat itulah tanpa sengaja aku mendapati salah satu halaman buku yang diberikan tanda oleh anindia, sepertinya anindia sangat menyukai salah satu rangkaian kalimat yang tertulis di dalam halaman tersebut.

dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian... 

“ astaga... apakah mungkin kalimat yang tertulis ini adalah pertanda dari tuhan agar aku bisa memiliki anindia ” ujarku di dalam hati seraya mengingat ingat kembali perkataan ida yang mengatakan bahwa anindia itu adalah jodohku berdasarkan kejadian kejadian yang terlihat saling berhubungan, dan kini diantara pikiranku yang masih menerka nerka kebenaran dari perkataan ida itu, suara langkah kaki yang terdengar menghampiriku kini telah membuatku memutuskan untuk menutup halaman buku.

“ kok malah jadi bengong pang, ayo kita lanjutkan lagi melihat lihat koleksi museumnya ”

Hampir dua jam lamanya aku dan anindia kembali mrlsnjutksn melihat lihat benda benda bersejarah koleksi museum, rasa lelah yang saat ini mulai menghinggapi kami, sepertinya kini telah menjadi pencetus dari keputusan kami yang memutuskan untuk meninggalkan museum, hanya saja kini diantara keberadaan kami yang baru saja berada di luar museum, rencana kepulangan kami ini terpaksa harus kami tunda sejenak karena saat ini aku merasakan keinginan untuk buang air besar yang sudah tidak bisa untuk aku tahan lagi.

“ patokan ruangan toiletnya itu berada di sebelah kanan yaa pang, nanti di situ kamu akan menemui lorong pendek yang menuju ke arah ruangan toilet ”
Berbekal petujuk yang telah diberikan oleh anindia, aku kembali memasuki museum, minimnya pengunjung yang berkunjung ke museum hari ini sepertinya telah membuat suasana di dalam museum terasa begitu sepi hingga aku bisa mendengar suara langkah kakiku sendiri, dan kini selepas dari lorong pendek yang telah aku lalui, aku langsung memasuki ruangan toilet untuk mencari ruangan yang diperuntukan untuk buang air besar, hanya saja kini baru saja aku melepaskan celanaku dan hendak menuntaskan keinginanku untuk buang besar, pendengaranku yang menangkap adanya suara seseorang yang tengah kesulitan untuk bernafas kini telah membuatku menunda sejenak keinginanku untuk buang air besar dan lebih memilih untuk keluar dari dalam ruangan untuk membantu orang yang tengah kesulitan bernafas itu. 

“ loh... kok enggak ada siapa siapa ” gumamku di dalam hati dengan tatapan mata mengamati ke setiap sudut di dalam ruangan toilet, dalam pandanganku ini, aku sama sekali tidak melihat adanya tanda tanda yang menunjukan telah ada seseorang yang memasuki ruangan toilet, beberapa urinoar yang terlihat kering dan juga ketiadaan cipratan air pada wastafel kecil yang berada di dalam ruangan untuk buang air kecil, semuanya itu semakin menambah keraguanku atas kebenaran dari suara yang telah aku dengar di saat aku hendak buang air besar.

“ ini positif, pasti tadi itu aku telah salah dengar ”

Untuk sejenak aku kembali terdiam mengamati keadaan sekitar, hingga akhirnya selepas dari aku yang yang telah berhasil meyakinkan diriku ini bahwa aku memang telah salah dengar, aku kembali memasuki ruangan untuk buang air besar, namun kini baru saja aku menutup pintu ruangan dan hendak melepaskan celana yang aku kenakan, suara yang sebelumnya telah aku dengar kini terdengar lagi dan hal itu jelas telah membuatku merasa jengkel karena merasa diriku ini tengah dipermainkan oleh seseorang.

“ woii yang berada di luar, semoga saja kamu itu enggak bisa bernaf— ”

Diubah oleh meta.morfosis Kemarin 12:23
69banditos
namakuve
regmekujo
regmekujo dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup