Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
Dalam Dekapan Kabut
Dalam Dekapan Kabut

Izinkan saya kembali bercerita tentang sebuah kejadian di masa lalu

dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian... 

Chapter :

DDK - Chapter 1

DDK - Chapter 2

DDK - Chapter 3

DDK - Chapter 4

DDK - Chapter 5

DDK - Chapter 6

DDK - Chapter 7
Diubah oleh meta.morfosis Kemarin 13:19
riodgarp
jenggalasunyi
bukhorigan
bukhorigan dan 5 lainnya memberi reputasi
6
630
16
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
#4
Chapter 4
Sesuatu Yang Baru Aku Ketahui







Diantara kegelapan yang saat ini menyelimuti pandanganku, perkataanku itu terhenti dan berganti dengan rasa amarah, keinginanku yang ingin memberikan pelajaran pada orang yang saat ini tengah mempermainkanku kini terwujud dengan keputusanku yang memutuskan keluar dari ruangan tempat buang air besar untuk mencari keberadaan orang yang mempermainkanku itu.

“ baik ! kamu pikir lucu yaa mempermainkan orang seperti ini, cepat nyalakan lagi lampunya dan hadapi saya sekarang ” hardikku pada seseorang yang aku yakini tengah bersembunyi dalam kegelapan, dan entah yang terjadi saat ini adalah efek dari hardikanku itu atau bukan, tiba tiba saja lampu di dalam ruangan toilet kembali menyala dalam cahayanya yang menurutku terlihat agak janggal, saat ini aku mendapati cahaya lampu di dalam toilet berwarna memudar seperti cahaya lampu yang dihasilkan dari penurunan arus listrik.

“ sepertinya ada yang enggak benar nih, sebaiknya aku— ”

Mengiringi meremangnya bulu kuduk ditubuhku ini, perkataanku itu terhenti diantara tatapan mataku yang kini memandang ke arah salah satu sudut ruangan yang berada di dalam ruangan yang diperuntukan untuk buang air kecil, dalam pengelihatanku ini, aku melihat banyaknya kepulan asap berwarna putih keruh yang muncul dari berbagai arah, ketiadaan hembusan angin di dalam ruangan toilet ini telah membuat kepulan asap itu bergerak secara perlahan lalu menyatu membentuk kabut asap yang aku yakini menyembunyikan keberadaan sesuatu di dalamnya.

“ ya tuhannn...apakah itu— ”

Hanya sepenggal perkataan itulah yang bisa terucap dari mulutku diantara keadaan diriku yang saat ini hanya bisa terpaku dengan tatapan mata memandang ke arah kabut asap yang kini mulai memudar hingga memperlihatkan keberadaan sesuatu di dalamnya, dan aku sangat merasa yakin sesuatu yang tengah aku lihat saat ini adalah sesuatu yang sangat aku kenali, dalam balutan kain kafan kotor yang membungkus tubuhnya, sesosok penampakan berwujud almarhum arif menatapku dengan tatapan matanya yang dingin, dari mulutnya yang terbuka lebar, aku bisa mendengar secara jelas suara tarikan nafasnya yang tersengal sengal seperti apa yang telah aku dengar ketika aku berada di ruangan untuk buang air besar.

“ pergi kamu rif, jangan ganggu aku ” mohonku di dalam hati seraya berusaha untuk menahan rasa ketakutanku yang saat ini mulai mengikis kesadaranku, hanya saja kini belum sempat aku kehilangan kesadaranku, sebuah kejadian menyeramkan lainnya kembali terjadi di hadapan mataku dan hal itu kini telah menyebabkan aku tersadar untuk melakukan suatu tindakan agar aku terbebas dari rasa ketakutan yang saat ini membelenggu tubuh dan pikiranku, dan pada akhirnya aku memutuskan untuk berlari keluar dari dalam ruangan toilet untuk menghindari sosok menyeramkan dari pemilik penampakan tangan berukuran besar berwarna hitam legam yang saat ini muncul menembus langit langit ruangan toilet untuk merengkuh kepala dari penampakan almarhum arif, hanya saja kini sesampainya aku di luar ruangan toilet, keinginanku untuk mendapatkan kebebasan dari rasa ketakutanku itu sepertinya terpaksa harus aku pendam dalam dalam karena saat ini aku kembali dihadapkan dengan kejadian menyeramkan lainnya yaitu berupa berubahnya lorong pendek yang telah aku lalui menjadi sebuah lorong panjang yang tidak memiliki ujung akhir.

“ ini gilaaa... gilaa ” gumamku dalam rasa keterputusasaan karena saat ini aku merasa aku tidak akan terbebas dari kejadian kejadian menyeramkan yang silih berganti hadir dihadapan mataku.

“ pang ! ”

Tersadar dalam rasa bingung, sepertinya hanya kalimat itulah yang bisa menggambarkan apa yang aku rasakan saat ini ketika aku mendapati diriku ini tengah berdiri terpaku dengan tatapan mata memandang ke arah lorong pendek dimana anindia tengah berdiri menatapku, dan kini begitu mendapati keterpakuanku ini, anindia langsung berjalan menghampiriku dengan turut serta memasang ekspresi wajah yang menunjukan rasa kekhawatirannya.

“ pang, kamu kenapa pang ? ” aku terdiam, tatapan mataku masih terpaku pada lorong pendek yang saat ini sudah tidak lagi berupa lorong panjang yang tidak memiliki ujung akhir.

“ loh kok ditanya malah diam, kamu ini baik baik saja kan pang ? ” tanya anindia kembali seraya menggenggam pergelangan tanganku, ekspresi keterkejutan terlihat di wajahnya karena mendapati tubuhku yang terasa dingin.

“ astaga... kamu sakit yaa pang ?, jawab dong pang, jangan membuatku merasa khawatir seperti ini ”

“ aku... ” kembali aku terdiam, keinginanku untuk berkata jujur kepada anindia kini terhalang oleh egoku yang tidak ingin harga diriku ini jatuh di mata anindia.

“ aku... aku apa pang ?, kamu ini kenapa sih ? ”

“ enggak tahu nih nin, tadi itu tiba tiba saja pandangan mataku ini terasa nanar ” anindia menggeleng gelengkan kepalanya, telapak tangannya kini menyentuh dahiku untuk memastikan kondisi kesehatanku saat ini.

“ sepertinya kamu sakit pang, tubuh kamu ini terasa dingin, pantas saja kamu berada di toilet cukup lama hingga membuatku merasa khawatir ”

Selepas dari perkataannya itu, anindia langsung mengajakku meninggalkan ruangan toilet, dari bibirnya yang mungil kini terucap beberapa saran kesehatan yang menunjukan rasa kekhawatiran anindia atas kondisi kesehatanku saat ini.

“ kamu yakin pang bisa mengendarai motor sendirian ? ” tanya anindia diantara keberadaan kami yang kini telah berada di parkiran sepeda motor.

“ insha allah bisa nin, asal jalannya jangan mengebut saja ” dalam ekspresi wajah yang meragukan perkataanku itu, anindia menaiki sepeda motornya.

“ kamu yakin pang ? ”

“ yakin nin, kamu tenang saja ” jawabku yang berbalas anggukan kepala anindia.

“ ohh iya pang, tadi itu kamu mencium apa enggak sih, aroma kurang sedap yang sepertinya bersumber dari ruangan toilet itu ”

“ aku menciumnya nin, dan sepertinya sekarang aroma kurang sedap itu melekat dipakaianku ini, tapi kamu jangan berpikir yang macam macam yaa ”

Gelak tawa kami tercipta diantara hari yang mulai beranjak semakin sore, dan selepas dari anindia yang telah aku antarkan pulang ke rumahnya, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dengan turut serta membawa rasa kebahagian yang sepertinya akan terus melekat di dalam memori perjalanan hidupku ini.

“ loh, bukankah itu motornya ismed ” gumamku di dalam hati karena mendapati keberadaan sepeda motor ismed yang terparkir di halaman rumah, dan kini diantara aktifitasku yang tengah memarkirkan sepeda motorku tepat di samping sepeda motor ismed, anto keluar dari dalam rumah dengan membawa pemberitahuan bahwa saat ini ismed tengah menungguku di dalam kamar.

“ memangnya sudah lama to, kang ismed berada di rumah ? ”

“ sudah hampir setengah jam kang ” jawab anto dengan turut serta memasang ekspresi wajah yang menunjukan rasa ketidaknyamanannya.

“ kamu kenapa to ? wajah kamu itu kok terlihat seperti enggak senang sih melihat akang ? ”

“ sumpah kang, bukannya anto enggak senang melihat akang tapi anto merasa mual mencium bau badan akang karena bau badan akang itu seperti bau— ”

Tanpa bisa menyelesaikan perkataannya akibat dari rasa mual yang dirasakannya, anto beranjak pergi meninggalkanku, mendapati hal itu, dalam rasa jengkel karena melihat tingkah laku anto yang terkesan jijik dengan diriku ini, aku segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari aib yang telah aku ciptakan hari ini.

“ wih... mantab nih, ada yang langsung mandi setelah bertemu dengan pujaan hati ” canda ismed menyambut kehadiranku di dalam kamar, dan kini diantara gelak tawanya karena mendapati kejengkelanku yang terpancing oleh candaannya, anti memasuki kamar dengan turut serta membawa segelas kopi panas yang diperuntukan bagiku dan juga sebuah piring yang berisikan ubi rebus yang entah telah didapatkannya darimana.

“ ubi darimana ti ? memangnya tadi itu kamu ke pasar ? ”

“ anti enggak ke pasar kang, ubi ini dari kang ismed ” aku melayangkan tatapan mataku ke arah ismed yang saat ini terlihat berpura pura tidak mendengar pembicaraanku dengan anti, dan kini begitu ismed mendapati tatapan mataku itu, ismed mengembangkan senyumnya seraya memberikan alasan mengapa dirinya memberikan ubi kepada keluargaku.

“ ohh... jadi karena alasan itu med ”

“ iya pang, gila juga tuh saudaraku yang datang dari kampung, masa dia membawa ubi sebanyak itu, kalau aku dan keluargaku memakan semuanya pang, bisa bisa aku dan keluargaku mati karena keracunan ubi ” canda ismed yang berbalas dengan gelak tawaku dan anti, dan selepas dari ismed tersebut, anti berpamitan keluar dari dalam kamar karena dirinya saat ini hendak mandi dan juga mencuci pakaian.

“ ehh ti, celana akang yang akang rendam jangan ikut dicuci yaa, biar nanti akang yang mencucinya sendiri ”

“ loh kenapa kang ? ”

“ sudah jangan banyak tanya, sebentar lagi magrib sebaiknya kamu segera mandi ” anti hanya menggeleng gelengkan kepala seraya beranjak keluar dari dalam kamar, mendapati hal itu, aku segera meminta ismed turun dari tempat tidur untuk menemaniku menghabiskan ubi rebus yang tersaji.

“ bagaimana pendekatanmu dengan anindia hari ini pang, apakah semuanya berjalan dengan lancar ? ”

“ awalnya sih semuanya berjalan dengan lancar med, tapi setelah kejadian menyeramkan yang aku alami di ruangan toilet, aku malah jadi merasa malu med dengan anindia ”

Selepas dari perkataanku itu, aku mulai menceritakan kepada ismed tentang kejadian menyeramkan yang telah aku alami di ruangan toilet termasuk efek memalukan yang aku dapatkan setelah kejadian menyeramkan yang aku alami itu.

“ sinting... benar benar sinting kamu pang ” gelak tawa ismed terdengar begitu lepas, perkataanku yang mengatakan bahwa aku telah buang air besar di celana sewaktu aku mengalami kejadian menyeramkan di ruangan toilet, sepertinya kini telah menjadi hiburan tersendiri bagi ismed yang memang haus akan hiburan.

“ enggak usah tertawa kamu med, sumpah... aku ini bakalan malu banget jika sampai anin itu mengetahui aib yang telah aku perbuat itu ”

“ kamu enggak usah malu pang, seharusnya kamu itu bangga karena jarang jarang loh ada seseorang yang mendekati pujaan hatinya sambil buang besar di celana ” kembali ismed tertawa dengan lepasnya, hingga akhirnya selepas dari tawa lepasnya itu, ismed kini terfokus pada ceritaku yang menceritakan tentang kejadian menyeramkan yang aku alami di ruangan toilet.

“ pang... kalau aku pikir pikir lagi, sebaiknya kamu urungkan saja keinginanmu untuk mendekati anin karena sepertinya— ”

“ ahh gila kamu med, kemarin mendukung aku kok sekarang malah menyuruh aku untuk mundur ”

“ kamu jangan salah paham pang ” diantara perkataannya yang kini terhenti, aku bisa melihat ekspresi wajah ismed yang menunjukan rasa keberhati hatiannya untuk mengucapkan perkataan selanjutnya yang akan terucap dari mulutnya, dan aku sangat merasa yakin perkataannya itu terhubung dengan alasan mengapa ismed memintaku untuk mengurungkan niatku mendekati anindia.

“ aku khawatir pang kejadian buruk akan menimpa dirimu, kamu itu bisa melihat sendiri kan kejadian buruk yang menimpa almarhum arif ”

“ maksud perkataan kamu itu apa sih med ? ” ujarku dalam ekspresi wajah bingung karena tidak bisa memahami maksud dari perkataan ismed

“ hubungannya kejadian buruk yang dialami almarhum arif dengan anin itu apa ? ”

“ kamu boleh percaya boleh juga enggak pang, aku menduga anin itu mempunyai pelindung ghaib yang melindungi anin dari orang orang yang membahayakan dirinya ”

“ hahh... membahayakan dirinya ? ” aku tertawa kecil di dalam mentertawakan perkataan ismed yang terkesan tidak masuk akal, dan apa yang aku lakukan itu kini telah memancing rasa kekesalan ismed karena dirinya merasa aku telah meremehkan perkataannya.

“ aku ini bukannya meremehkan perkataanmu med, hanya saja perkataanmu itu terdengar gak masuk akal, masa iya sih seseorang yang menyukai anin dianggap sebagai seseorang yang membahayakan ”

“ terserah kamulah pang, intinya sih aku lebih setuju kamu itu enggak lagi mendekati anin ”

Merasakan saat ini perbincangan yang aku lakukan ini akan berkembang menjadi perdebatan yang tidak mempunyai ujung akhir, aku merubah topik pembicaraan ke arah topik pembicaraan yang lain yang membahas penampakan almarhum arif yang aku temui ketika aku mengalami kejadian menyeramkan di ruangan toilet, dan tanggapan yang pertama kali diberikan oleh ismed di dalam menyikapi kejadian menyeramkan yang aku alami itu adalah ismed meyakini kehadiran penampakan almarhum arif adalah petunjuk dari almarhum arif agar aku menjauhi anindia.

“ masa iya sih med seperti itu ? ”

“ itukan keyakinanku pang, dan kembali lagi kamu itu boleh mempercayainya dan boleh juga enggak mempercayainya ” ujar ismed yang berbalas dengan keterdiamanku.

Dua minggu sudah waktu berlalu dari perbincanganku dengan ismed, diantara rentang waktu dua minggu yang berjalan itu, aku sedikit mengurangi aktifitas kedekatanku dengan anindia dan apa yang aku lakukan itu kini berimbas dengan semakin banyaknya waktu luangku bersama dengan keluarga, hal hal yang sebelumnya tidak pernah aku ketahui terjadi di dalam keluargaku secara perlahan kini mulai aku ketahui, salah satunya adalah kebiasaan anti yang selalu terlambat pulang ke rumah selepas jam pelajaran sekolahnya berakhir.

“ memangnya selama ini kamu itu enggak tahu to, anti itu kemana dulu selepas jam pelajaran sekolah berakhir ? ”

Pertanyaanku itu terucap diantara hari yang masih menunjukan pukul tiga sore hari, keputusanku yang memutuskan untuk pulang lebih awal dari tempatku bekerja akibat dari rasa tidak nyaman di tubuhku ini kini telah berbuah dengan sebuah bukti nyata dari kebiasaan anti yang selalu terlambat pulang ke rumah selepas jam pelajaran sekolahnya berakhir, dan kini begitu anto mendapati pertanyaanku itu, anto hanya memberikan jawaban berdasarkan apa yang anto ketahui selama ini.

“ jadi selama ini anti selalu marah ketika kamu tanya hendak pergi kemana ? ”

“ iya kang, karena hal itulah anto jadi malas menanyakannya lagi, tapi... ” anto terdiam, mencoba mengingat sesuatu yang mungkin sedikit terlupakannya.

“ tapi apa to ? ”

“ tapi pernah loh kang, anto melihat teh anti tengah berbincang bincang dengan sanusi di pos jaga yang berada dekat kebun milik pak haji kosim, hanya saja anto enggak mengetahui mereka itu membicarakan apa ”

“ hahh... sanusi ? ” anto menganggukan kepalanya

“ sanusi anak kampung sebelah yang dijuluki oleh warga kampung kita ini sebagai preman kampung ? ”

“ iya kang, sanusi yang itu ” jawab anto yang berbalas dengan rasa geramku karena membayangkan kelakuan anti yang menurutku telah salah dalam memilih pergaulan, dan hal itu bisa saja membahayakan dirinya.

“ to, apakah ibu mengetahui semuanya ini ? ”

“ tahu kang dan ibu sudah menasehatinya, tapi entah kenapa dalam kurun waktu empat bulan ini, teh anti itu seperti enggak mau mendengar nasehat ibu ”

“ benar benar kurang ajar anak itu, apa sebenarnya yang telah dilakukannya di luar sana ” gumamku di dalam hati dengan tatapan mata memandang ke halaman rumah, dan selepas dari gumamanku itu, aku memutuskan beristirahat dan meminta anto untuk menemani ibu.

Sinaran cahaya senja yang menerobos masuk ke dalam ruangan kamarku melalui jendela kamar yang saat ini masih dalam keadaan terbuka kini telah membuatku terjaga dari tidur lelapku, dalam pengelihatanku ini terlihat waktu telah menunjukan pukul lima sore hari dan itu artinya aku telah tertidur selama dua jam lamanya selepas dari perbincanganku dengan anto.

“ anti ” ujarku diantara pendengaranku yang mendengar suara anti yang saat ini tengah memanggil anto, mendapati hal itu aku segera keluar dari dalam kamar untuk menemui anti guna membicarakan perihal kebiasaannya yang selalu terlambat pulang ke rumah selepas jam pelajaran sekolahnya berakhir.

“ dari mana saja kamu ti ? kok jam segini baru pulang ” tanyaku kepada anti yang saat ini tengah berada di dalam kamarnya.

“ dari rumah teman kang, menyelesaikan tugas sekolah ”

“ menyelesaikan tugas sekolah ? ” dalam ekspresi wajahku yang saat ini meragukan kebenaran perkataan anti, anti menganggukan kepalanya sebagai tanda bahwa dirinya saat ini tidak tengah berbohong kepadaku.

“ kenapa kang ? kok akang terkesan mencurigai anti sih ”

“ bukan mencurigai ti, akang hanya khawatir terjadi sesuatu pada diri kamu karena kamu itu perempuan ” anti terdiam, diantara pergerakan tangannya yang saat ini tengah mengambil pakaian dari dalam lemari, aku memutuskan untuk meninggalkan anti, hal itu aku lakukan untuk menghindari timbulnya perdebatan yang nantinya akan melibatkan ibu.

“ loh... kang apang mau kuliah ?, bukannya tadi itu kang apang bilang sedang kurang enak badan ? ” tanya anto selepas dariku yang telah mandi dan berganti pakaian, keinginanku yang pada awalnya ingin beristirahat di rumah dan meliburkan kuliahku, kini terpaksa aku rubah akibat dari tingkah laku anti yang membuatku merasa tidak nyaman untuk berlama lama berada di rumah.

“ iya to, lebih baik akang kuliah, pusing akang kalau terlalu lama di rumah ” secara bersamaan aku dan anto memandang ke arah anti yang saat ini masuk ke dalam kamar ibu, segelas teh hangat yang dibawanya sepertinya diperuntukan bagi ibu.

“ yaa itulah teh anti, selama ini kan akang hanya mengetahui teh anti itu selepas akang pulang kerja dan kuliah saja ” aku menghirup nafasku dalam dalam lalu menghembuskannya ke udara, dan kini diantara waktu yang telah menunjukan pukul setengah enam sore, aku memutuskan untuk berangkat ke kampus dengan membawa beban pikiranku yang terhubung kelakuan anti yang sulit untuk aku terima.


Diubah oleh meta.morfosis Kemarin 12:31
69banditos
namakuve
namakuve dan 69banditos memberi reputasi
2