Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
321.4K
3.1K
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#1360
Pulang





Sambaran angin yang berhembus kencang dengan telak mengenai tubuh raksasa bapak.

"Graaaaa!"

Bapak berteriak kencang sambil menggelepar-gelepar ditanah bagaikan ikan yang berada di darat.

Tubuh besarnya tampak berguling-guling beberapa saat. Tapi, bapak kembali terlihat berusaha untuk bangkit berdiri.

Namun, hal itu tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh si kakek.

Kembali dari mulutnya keluar angin yang kembali menghajar tubuh bapak. Dan, kembali bapak berteriak kesakitan. Hal itu berlangsung terus dan terus.

Aku melihat kejadian ini dengan jantung yang dag dig dug karena tak menyangka akan seperti ini kejadiannya.

Aku berusah memutar otak. Bagaimana caranya agar hal itu tidak berkelanjutan.

Aku lalu menoleh kebelakang.

Disana, berdiri berjejer rapi jin-jin panggilan bapak. Mereka masih terdiam ditempatnya masing-masing. Menunggu perintah.

"Hmm...apakah aku bisa menggerakkan mereka?"Tanyaku dalam hati.

"Coba saja Tuan?" Tiba-tiba nyai emas berkata.

"Apakah aku mampu, nyai?" Kembali aku bertanya.

"Tuan memiliki darah yang sama dengan leluhur tuan, Ki buyut jabang bayi. Saya yakin, mereka akan mematuhi perintah tuan. Jika mereka tahu, siapa tuan yang sebenarnya," jawab nyai emas.

Aku diam sejenak.

"Bagaimana caranya agar mereka tahu?" Tanyaku lagi.

"Teteskan darah tuan dihadapan mereka. Niscaya mereka akan percaya kalau tuan adalah salah satu keturunan dari Ki buyut,"

Aku sedikit ragu dengan hal ini.

Karena aku ingat, sewaktu aku kecil dulu. Saat aku nakal, bapak pernah berkata padaku.

"Kamu itu bukan anak bapak. Kamu itu bapak temukan ditong sampah,"


Hehehehe...berJanda bree...
emoticon-Ngakak

Setelah mendengar perkataan nyai emas yang masuk akal. Tanpa ragu, aku lalu menghadap kearah jin-jin itu. Meskipun ada rasa takut, melihat mereka memiliki berbagai macam wujud yang aneh-aneh. Yaa...ada sih, jin perempuan yang dulu aku lihat itu.
emoticon-Motret

Aku lalu membuka bajuku yang tadi sempat terkena darahku sewaktu aku terkena serangan kakek tua guru Sukirman itu.

Baju itu lalu aku bentangkan dihadapan mereka. Aku lalu berteriak meminta perhatian mereka.

"Ooyy...! Dengar!"

Para jin itu menoleh dan memperhatikanku dengan penuh minat. Sebagian besar, malah menjulur-julurkan lidahnya saat melihat bajuku yang ada cairan darahnya.

"Aku, adalah keturunan dari Ki buyut jabang bayi! Jadi, aku minta, kalian mendengarkan perkataanku!"Kataku keras.

Saat aku bilang kalau aku adalah keturunan dari Ki buyut, mereka yang awalnya menjulurkan lidahnya seperti hewan yang kelaparan. Langsung terdiam dengan lidah yang dimasukan lagi.

Sadar bahwa perkataanku didengar dan diperhatikan. Aku kembali berkata dengan penuh semangat.

"Aku minta, kalian membantuku untuk menyelamatkan bapakku yang saat ini sedang terdesak!"

Salah satu dari mereka, sesosok jin dengan bentuk manusia tapi berpakaian layaknya jawara pada jaman dahulu berkata.

"Bagaimana caranya agar kami bisa membantu anda?"

Aku menoleh kepadanya.

"Kita serang mereka dengan mengikuti aba-abaku," jawabku sambil kembali berbalik arah menghadap kearah dimana bapak yang tengah berguling-guling kesakitan dan tengah dikerumuni oleh para jin anak buah gurunya Sukirman.

"Baik, tuan," jawabnya sambil menganggukkan kepalanya.

Setelah menarik nafas dalam-dalam, aku lalu menjatuhkan perintah dengan cara berteriak sekuat tenaga.

"SERANG!"

Maka, dengan serentak, puluhan jin tingkat tinggi dengan perintahku, melesat menyerang kerumunan jin musuh.

Ada yang berlari, ada yang melompat-lompat, ada yang merayap, ada juga yang terbang. Kesemuanya itu bergerak serempak menyerang musuh.

Suara gemuruh yang terjadi akibat serbuan kami, menarik perhatian mereka.

Mereka juga langsung memposisikan diri untuk menahan gempuran kami. Tak terkecuali guru Sukirman.

Hal ini, membuat bapak mampu untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

Merasa tekanan rasa sakitnya berkurang, bapak segera melompat pergi dengan cara naik keatas wuwungan rumah.

Di atas sana, aku melihat bapak seperti mencari-cari sesuatu. Tapi aku tak begitu sempat memperhatikannya. Karena kemudian, aku sibuk melancarkan tinju angin dengan berturut-turut.

Meskipun aku menyerang dari jauh, tapi aku begitu larut dengan jalannya pertempuran yang berkecamuk antara pasukan jin kami melawan pasukan jin Sukirman.

Saking larutnya, sampai-sampai aku terkejut dengan sesuatu, atau sesosok tubuh yang tiba-tiba saja jatuh disampingku.

Aku sontak melompat mudur karena kaget. Dan aku lebih terkejut lagi, karena sosok tubuh itu adalah Sukirman!

Aku mengikuti arah darimana datangnya Sukirman.

Ternyata, tubuh Sukirman dilemparkan ke sampingku oleh bapak dengan wujud hanomannya.

Setelah itu, bapak segera masuk ke arena pertempuran untuk sekali lagi berhadapan dengan kakek tua guru dari Sukirman.

Kini, aku dan Sukirman kembali berhadap-hadapan.

Ia, kulihat sedikit tertatih-tatih untuk berdiri. Mungkin ada tulangnya yang patah ataupun keseleo akibat dari lemparan bapak tadi.

Apakah aku yang melihat ini akan merasa iba?


Nope.

Malah, belum sempat ia berdiri dengan sempurna. Sebuah tendangan kusarangkan dengan telak diperutnya.

"Hek,"

Sebuah suara seperti orang tersedak keluar dari mulutnya. Ia sedikit menunduk akibat tendangan ku tadi.

Dengan tenang, aku mendekatinya.

Lalu...

"Buk," sikut kananku mendarat dengan telak di punggungnya.

"Hek,"

Kembali suara itu keluar dari mulutnya.

Ia kulihat ambruk dengan mulut megap-megap, berusaha mencari udara segar yang sedikit sulit ia hirup akibat pukulanku.

Entah jin mana yang merasukiku. Aku benar-benar kalap kala itu.

Melihat wajahnya dengan sangat jelas, membuat semua kenangan buruk itu kembali.

Sehingga, aku dengan kalap menghujamkan ujung tumit kakiku tepat kewajah anjingnya.

"Buk,"

Sekali.

"Buk...buk...buk...,"

Disusul oleh injakan bertubi-tubi yang menghantam tepat diwajahnya.

"Tak ada suara minta tolong ataupun minta ampun dari mulutnya yang dulu bisa tersenyum itu. Hanya erangan dan erangan sajalah yang keluar.

Dan seperti yang kujelaskan diatas, saat itu aku sungguh sedang kalap. Tak ada rasa belas kasihan sekali saat itu.

Disaat Sukirman tengah mengerang-erang kesakitan, aku menghentikan gerakanku menginjak wajahnya.

Sukirman langsung menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya sambil membalikan badannya. Sehingga kini, punggungnya terbuka lebar.

Kontan tengkuknya yang terbuka itu aku injak lagi sekuat tenagaku.

"Haaa!" Sukirman berteriak kesakitan.

Disusul tendangan ku kearah telinganya sebelah kiri. Tak puas, aku kembali menginjak kepalanya bagian belakang.

Kuangkat, kuinjak lagi. Angkat, injak lagi, angkat dan injak lagi, terus dan terus kulakukan.

Masih belum puas, aku lalu berjalan sedikit memutar. Aku berhenti ditengah-tengah diantara kedua kakinya yang terbuka.

Tanpa ba-bi-bu lagi, dengan sekuat tenaga, kutendang selangkangannya hingga membuatnya menjerit keras. Sangat keras.

Aku puas.

Aku tertawa terbahak-bahak melihat hal ini.
emoticon-Wakakaemoticon-Wakaka

Tak ada secuil pun rasa kasihan. Yang ada, balas dendam sepuasnya.


Aku kembali berjalan disampingnya. Mengira Sukirman sudah tak berdaya, aku bermaksud untuk membalikan badannya dengan kakiku.

Tapi aku kecele.

Ia dengan cepat menangkap pergelangan kakiku, lalu menariknya dengan keras. Sehingga aku terjatuh tepat disampingnya.

"Aduh!" Teriakku.

Ujung mataku menangkap sebuah kilatan yang ternyata adalah sebuah keris kecil yang diangkat.

Ternyata, Sukirman sudah mempersiapkan keris itu. Dan, keris itu sudah diangkatnya dan bersiap untuk menghujamkannya ketubuhku.


"Mati lu anjing!" Teriaknya sambil mengayunkan tangannya yang menggenggam keris.

Untung bagiku, kondisinya yang sudah sangat lemah membuat gerakannya sedikit terganggu.

Aku yang merasa masih bisa selamat dari hujaman keris itu, segera menggulingkan diri menjauh.

Berhasil.

Aku selamat dari bahaya itu.


Segera aku berdiri dan menjaga jarak.

Tapi, sepertinya itu adalah usaha terakhir Sukirman untuk bisa menyerangku. Karena, ia kulihat sangat sulit untuk bisa menggerakkan anggota tubuhnya lagi.

"Huft...," Aku menghela nafas panjang.

Aku melangkah mendekatinya dengan penuh kewaspadaan. Karena bisa saja, di balik penampilannya yang lemah ia masih menyimpan sesuatu yang bisa membahayakan nyawaku lagi.

Sebenarnya aku masih ingin melanjutkan penyiksaan ku terhadapnya. Akan tetapi, entah kenapa ada sebagian lagi dari diriku yang berkata bahwa yang kulakukan sudah lebih dari cukup. Karena mau bagaimanapun kerasnya aku menghajarnya, tapi yang sudah terjadi tidak akan mungkin bisa berubah lagi.

"Apakah aku harus melupakan semua kenangan itu? Apakah aku harus bisa berbesar hati menerima kejadian yang lalu?"


Aku bertanya-tanya dalam hati. Berusaha untuk mencari jawaban atas semua pertanyaanku itu.

Aku berdiri menunduk sambil memandangi tubuh Sukirman yang sudah babak belur dan lemas tak berdaya itu.

Kemudian kembali muncul pertanyaan yang lain.

"Apakah aku akan puas bila aku terus melanjutkan penyiksaan ini? Apakah akan ada sesuatu yang berubah?"


Kembali aku kebingungan karena tak ada yang menjawab pertanyaanku itu. Bahkan nyai emas yang berada di dalam tubuhku tak bersuara sedikitpun. Padahal, aku berharap setidaknya ia bisa memberikan jawaban atas salah satu pertanyaanku.
emoticon-Bingung

Entah karena bingung mau berbuat apa lagi, kaki kananku tiba-tiba saja terangkat dengan sendirinya dan "tep", kakiku itu menginjak kepala Sukirman.

Aku merenung sambil memandangi Sukirman yang hanya bisa ber-uh-ah itu.

Hening.

Tiba-tiba saja semuanya seperti lenyap dari sekitarku. Seolah-olah tak ada siapapun disana.

Hanya aku dan juga keheningan.

Namun,

"Ayah...,"

Ada sebuah suara yang sangat familiar, yang tiba-tiba masuk ke dalam keheningan itu.

"Bunda," desisku.

Setelah aku berkata seperti itu, semuanya kembali normal. Tapi sudah tidak seberisik tadi. Aku melihat ke bawahku, disana, masih ada Sukirman yang terbaring tak berdaya.

"Apa tadi itu," kataku heran karena barusan mengalami kejadian yang aneh.

Di saat aku sedang bertanya-tanya...

"Plek,"

Aku merasa bundaku disentuh seseorang dari belakang. Aku pun menoleh.

"Bapak," kataku sedikit terkejut.
emoticon-Entahlah

"Hehehe...," Beliau tertawa.
emoticon-Wakaka

Aku lalu menoleh ke belakang bapak, ternyata di sana pertempuran itu telah usai.

"Lho, sudah selesai, pap?" Tanyaku.

"Udah, Nang," jawab bapak singkat.

Bapak lalu duduk disampingku. Dari wajahnya, bapak tampak sangat kelelahan. Bapak lalu berkata sambil menatap kearah Sukirman.

"Kamu juga udah ngalahin dia, Nang," kata bapak.

Aku mengangguk.

"Nah terus orang itu mau diapain?" Tanya bapak.

Aku terdiam mendengar pertanyaan itu. Karena sesungguhnya, aku pun tengah dilanda kebingungan mau diapakan kampret satu ini.

Karena tidak bisa menemukan jawaban yang tepat, aku akhirnya menggelengkan kepala.

Bapak menarik nafas panjang. Kemudian beliau berkata.

"Ya udah sini biar bapak yang ngurus,"

Bapak lalu sedikit menggeserkan badannya kearah Sukirman. Tangan kanannya diangkat sampai sebatas mulutnya, tangan itu bapak genggam sambil bapak baca-bacai. Entah apa yang dibacakannya, karena aku hanya bisa mendengar seperti suara bisik-bisik saja yang keluar dari mulut bapak.

Setelah selesai, Bapak lalu memukulkan tangan yang sudah ia baca itu ke jidat Sukirman.

"Plak!"

"Aaaaaaaaa...!" Sukirman menjerit sangat keras.

Sukirman meronta-ronta dengan sangat keras. Sampai-sampai aku harus melompat mundur sedikit menjauhi dirinya.

Aku memandang yang kejadian itu dengan dada yang berdegup kencang karena kaget.

Tapi kejadian itu tak berlangsung. Karena beberapa saat kemudian Sukirman terdiam.

"Mati?" Tanyaku pelan pada bapak.

"Enggak, cuman pelet yang ia punya, sekarang udah gak ada aja. Udah bapak bakar," jawab bapak.

"Nah terus kenapa ya sampai menjerit kesakitan kayak gitu?"

"Kan pusat ilmunya ada dikedua matanya tuh. Iyaa...jadi dia ngerasain kalau kedua matanya itu kayak dibakar," jawab bapak enteng.

"Buset dah, ngeri amat," kataku sedikit bergidik membayangkan hal itu. Mata kita terbakar, bree...
emoticon-Takut

Aku lalu memandang sekeliling.

"Terus gurunya si Sukirman ini gimana keadaannya, pap?"

"Si kakek tua itu ternyata hebat juga, Nang. Berkali-kali bapak menghajarnya, tapi ya terus bangkit bangkit dan bangkit seperti tidak terjadi apa-apa. Lalu Bapak meyakini kalau dia punya semacam ilmu kebal. Nah, berpikir sampai disitu, bapak lalu punya ide. Kenapa gak dibakar aja," jawab bapak sambil tersenyum.

"Hah? Dibakar?"

Bapak mengangguk.

"Nah kamu kan lihat tadi, pas papa dalam wujud Hanoman ekor Bapak kan ada apinya. Jadi pas tubuh si tua itu bisa Bapak tangkap, Bapak sundut itu ekor bapak yang ada apinya ke kakinya. Eh dia langsung jejeritan minta ampun," kata bapak.

"Terus?" Kejarku penasaran.

"Bapak bakar aja terus, sampe kedua kakinya gosong. Biar tau rasa," jawab bapak.

"Mantep bang jago," kataku sambil mengacungkan jempol.

Setelah dirasa cukup, aku dan bapak lalu mengumpulkan kembali jin-jin yang berapa panggil. Sedangkan para lawannya, sebagian ada yang melarikan diri, dan sebagian lagi mati.

Aku dan bapak lalu mengucapkan terima kasih atas bantuan mereka. Dan para jin itupun kemudian menghilang dari pandangan mata kami.

Aku menghela nafas panjang sambil melihat ke sekeliling ku. semoga pengalaman ini akan selalu ku simpan di dalam hati, dan akan ku jadikan pelajaran hidup untuk kedepannya.

"Kita pulang, Nang," kata bapak pelan.

Aku mengangguk.

Bapak lalu memegang tanganku. Kemudian ia seperti membaca doa-doa yang aku tak paham artinya.

Hanya saja, setelah bapak membaca doa itu, tubuhku seperti ada yang menyedotnya.

Sebelum aku pergi, masih sempat kuperhatikan tubuh Sukirman. Dalam hati aku berucap.

"Siapa yang menanam, pasti dia akan menuainya. Mudah-mudahan kamu bisa bertaubat setelah kejadian ini,"

Wusss...

Dingin dan gelap...

Lalu...

Aku merasakan ada yang tengah memijati kedua kakiku. Hawa yang semula dingin perlahan-lahan berubah menjadi sedikit hangat.

Aku lalu membuka kedua mataku.

Silau.

Karena ternyata, aku tertidur tepat dibawah lampu yang tengah menyala.

Aku menoleh ke kanan. Disana kulihat bapak sedang tersenyum kearahku.

Lalu mataku melirik ke bawah, dan kulihat wajah seseorang yang sudah hampir 10 tahun ini menemaniku. Seseorang yang mengisi hari-hariku dengan segala perasaan. Seseorang yang sudah berhasil membuatku menjadi orang yang disebut ayah.

Aku bangkit perlahan dengan dibantu bapak.

Dengan posisi duduk, aku memandangi wajahnya yang cantik.

Bibirku tersenyum. Pun juga dengannya. Aku kembali tersenyum melihat ada bekas-bekas air mata dipipinya.

Kemudian, dari bibirku terucap pelan.

"Bunda..., Ayah pulang."





TAMAT
Diubah oleh papahmuda099 26-02-2021 15:43
muhyi8813
sulkhan1981
ha9xm5
ha9xm5 dan 64 lainnya memberi reputasi
65
Tutup