papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
320.5K
3.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#1268
Bang Jago Beraksi








"Hahaha....!" Kami berdua tertawa keras.

Kalau aku, tertawa karena lega dan yaaa...entah kenapa, aku sekarang merasa sangat yakin, bahwa aku akan bisa selamat dari tempat ini.

Disaat aku sedang diliputi rasa senang, tiba-tiba kembali terdengar suara burung hantu.

"Huuu...huuu...huuu,"

Sontak aku langsung menoleh ke arah sumber suara. Yakni sesosok makhluk gaib yang terbalik posisi tubuhnya.

Makhluk itu, kulihat sudah bisa bangun sepenuhnya.

Wajahnya menyeringai. Entah karena kesakitan atau karena sebab lain. Yang pasti, bisa kulihat ada guratan kemarahan di wajah seramnya.

"Huuu...huuu...," Kembali makhluk itu bersuara.

Dan...

"Sreet,"

Dengan gerakan yang cepat, makhluk itu berjalan kearah kami berada.

Didepanku, yang sejak tadi sudah berdiri sosok hitam besar. Ia juga sudah bersiap.

Saat makhluk terbalik itu mendekat, tanpa ragu-ragu lagi, sosok hitam itu langsung menghajarnya dengan sangat keras.

"Gruooo....!" Teriak sosok hitam itu saat menghajar makhluk terbalik.

"Brak!"

Makhluk terbalik itu terpental kembali dan kembali tubuhnya menabrak sebuah pohon yang besar.

Kali ini, makhluk terbalik itu tak mampu untuk bangkit kembali.

"Fiuh...," Aku lalu menarik nafas lega.

Bapak lalu membantuku untuk berdiri.

Kini, sambil memandangi tubuh tak bergerak dari makhluk terbalik itu. Aku bertanya kepada bapak.

"Pap, makhluk itu sebenarnya apa sih?"

"Oh, itu katanya sih yang namanya kuntilanak laki-laki," jawab bapak.

"Heee...!" Aku terkejut dengan jawaban bapak.
emoticon-Wow

Karena mau bagaimanapun, setahuku. Yang namanya kuntilanak itu, hanya berjenis kelamin perempuan. Meskipun ada yang berbeda, itu palingan juga dari warna bajunya. Tapi kini, aku mendapatkan sebuah pengetahuan dan pengalaman baru. Ternyata didunia ini, ada juga yang namanya kuntilanak laki-laki.

Kudengar bapak kembali berkata.

"Dibandingkan dengan kuntilanak perempuan, jenis ini lebih berbahaya. Karena kalau kuntilanak yang biasa, mereka hanya menakut-nakuti manusia saja. Tapi, kalau jenis ini, mereka memangsa buah zakar laki-laki yang diincarnya."

Aku mengangguk-angguk meskipun ada sesuatu yang masih mengganjal.

"Tapi, kok jarang banget berita kalau ada kuntilanak laki-laki sih, pap?"

"Ya...itu karena keberadaan mereka memang sangat jarang. Bapak sendiri juga gak begitu paham bagaimana caranya mereka ada. Tapi, kata guru bapak, mereka ini memang ada," jawab bapak.

"Oh gitu, ya,"

Kami bertiga masih berdiri ditempat itu sambil memandangi sosok tubuh yang tergelak disana. Sesekali, sosok hitam yang berada didepan kami, melihat kearahku.

Aku sendiri merasa sedikit kurang nyaman karena hal ini.

Saat tiba-tiba bapak menepuk pundakku.

"Hayo, jalan lagi, Nang. Memangnya kita mau disini terus apa," kata bapak menyadarkanku.

"Ooh...i...iya, pap," kataku sedikit terkejut.

Tapi, aku malah jadi bingung. Mau kemana kaki ini berjalan.

Aku memandang bapak, seperti meminta petunjuk. Tapi, bapak malah menggelengkan kepalanya.

"Ikuti kata hatimu, Nang. Ikuti aja kemana kamu mau berjalan. Bapak akan selalu ada disamping kamu, apapun yang terjadi," kata beliau.

Entah karena apa, tiba-tiba seperti ada yang hangat dikedua kelopak mata ini begitu mendengar perkataan bapak barusan.

Untuk menahan sesuatu yang hendak keluar dari mata ini, aku mendongak ke atas. Menatap langit hitam yang tertutup oleh rapatnya daun pepohonan hutan.

Aku lalu menunduk sambil memejamkan mata. Disana, aku bisa melihat wajah kedua wanita yang sangatku sayangi.

Wajah dari anak dan istriku.

Setelah menghembuskan nafas panjang, aku lalu membuka kembali mataku.

Aku lalu memandang wajah bapak yang masih tersenyum.

Aku mengangguk tanda mengerti.

Bapak menepuk-nepuk pundakku sambil menyuruhku kembali berjalan.

Kami lalu berjalan dengan aku berada didepan, lalu bapak ditengah, dan terakhir, adalah sosok hitam besar.

Karena penasaran, aku lalu bertanya kepada bapak tentang sosok hitam itu.

"Emm...pap, saya mau tanya nih," ucapku membuka obrolan.

"Hmm...mau tanya apa, Nang?" Kata bapak sambil terus berjalan.

"Itu, jin hitam yang ada dibelakang kita. Itu siapa ya?" Tanyaku tanpa berani menoleh kebelakang.

"Oh, itu jin genderuwo tingkat tinggi, Nang. Oya, kamu mau tau, kenapa genderuwo ini sering melihat kearah kamu?" Bapak balik bertanya.

Aku menggelengkan kepala. Heran juga, kok bapak bisa tahu kalau genderuwo itu sering melihat ke arahku.

"Itu karena, genderuwo yang ada di belakang kita ini, adalah orang tua dari genderuwo yang kamu kalahkan waktu kamu nginep di rumah bapak," kata bapak.

"Heehh!"
emoticon-Wowemoticon-Wow

Aku terkejut mendengar jawaban bapak, sehingga aku tanpa sadar menoleh ke belakang.

Meskipun niatku adalah untuk melihat muka bapak, tapi secara otomatis, mataku malah terfokus melihat kearah wajah dari genderuwo yang di belakang kami. yang menurut Bapak, adalah orang tua dari genderuwo yang pernah aku kalahkan.

Hanya sebentar aku melihat ke arah genderuwo itu, karena aku tak kuat melihat wajahnya yang seram dan juga tatapan tajam dari kedua matanya itu.

"Jadi menurut bapak, apakah genderuwo itu dendam kepada ku?" Tanyaku sedikit pelan.

"Nggak, dia hanya penasaran saja sama orang yang nantinya bakal jadi bosnya di kemudian hari,"

Untuk kedua kalinya, aku menoleh kebelakang. Dan kini, aku memiliki keberanian untuk melihat kearah genderuwo itu.

Mata kami bertemu. Dan, kali ini, si genderuwo itu yang melengos.

"Aneh," gumamku.

"Oya, Nang ada yang mau bapak katakan," kata bapak dari belakang.

"Apa, pap?" Tanyaku.

"Genderuwo ini perempuan,"

"Heeh!"
emoticon-Wowemoticon-Wowemoticon-Wow

Dan untuk yang ketiga kalinya, aku kembali menoleh kebelakang. Kali ini bapak langsung tertawa terbahak-bahak.
emoticon-Ngakak

Aku yang tersadar jika bapak sedang mengerjaiku, langsung "nggrendeng" didalam hati.

Kami terus berjalan dengan bapak masih saja tertawa-tawa.

Sambil terus berjalan dengan mengikuti kata hati, aku kembali bercakap-cakap dengan bapak.

"Oya pap, ceritain dong. Gimana bapak bisa sampai disini?" Tanyaku.

Agak lama, baru bapak menjawab.

"Jadi, malam sewaktu kamu pertama kali ditemukan tak sadarkan diri oleh istrimu, Rara langsung telpon sama bapak. Bapak yang memang udah feeling, langsung berangkat kerumah. Sekitar jam 9 malam, bapak sampai dirumah kamu. Bapak sedikit merasa aneh, karena tumben tak ada orang-orang yang berkerumun. Kan biasanya kalau ada kejadian apa-apa, orang-orang banyak yang kepo tuh. Lah ini enggak. Pas bapak tanya, ternyata istri kamu yang sengaja tidak menyebarkan kabar kamu tak sadarkan diri. Katanya itu disuruh sama Abah."

Aku yang mendengarkan cerita itu berjalan sambil mencoba membayangkan kejadian itu.

Bapak lalu kembali bercerita.

"Sebelum menelpon bapak, istri kamu ternyata sudah menghubungi Abah terlebih dahulu. Setelah bapak mengecek kondisi kamu, bapak bisa merasakan kalau ada sesuatu yang ganjil yang telah menimpamu. Saat bapak sentuh, raga kamu kosong. Tidak ada ruh kehidupan didalam sana."



*





Bapak POV


"Saat kamu pulang, kondisinya sudah begini?" Tanyaku pada menantuku.

Menantuku mengangguk.

Bisa kulihat raut kesedihan dimatanya. Aku menghela nafas panjang melihat hal ini. Sangat kurang ajar sekali orang yang telah meneror keluarga anakku yang sulung.

Mungkin ini adalah kesalahanku juga. Karena tidak menurunkan ilmuku padanya. Tapi ya, mau bagaimana lagi, memang dasar anaknya yang selalu menolak keinginanku itu.

Setelah berpikir sejenak, aku lalu meminta menantuku untuk kembali menelpon gurunya, Abah.

"Neng, coba kamu telpon Abah lagi. Bapak mau ngomong," pintaku kepadanya.

Menantuku dengan cepat mengabulkan permintaanku.

Tak lama, panggilan terjawab. Aku lalu meminta agar HP diberikan kepadaku. Aku ingin berbicara dengan Abah.

"Halo, assalamualaikum Abah," sapaku.

"Wa'alaikumsalam, pak," jawab Abah dari seberang sana.

"Ini gimana ya enaknya agar bisa mengembalikan lagi Sukma anak saya," kataku membuka percakapan.

Setelah berbicara beberapa saat, akhirnya kami berdua sepakat akan melakukan cara yang kami sepakati.

Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, aku meminta menantuku untuk menunggu diruang depan. Dan bersikap seperti biasanya saja. Sedangkan aku sendiri akan berada disamping raga anakku.

Aku lalu duduk bersila didekat kepala anakku. Dengan memejamkan mata, aku lalu menyentuh kepala anakku yang terbaring diatas kasur.

Dengan mulai mengatur pernafasan, aku berusaha untuk bisa melacak keberadaan sukmanya.

Cukup lama aku melakukan hal ini. Tapi, dengan segala ilmu dan juga kesungguhan hati, aku akhirnya sedikit bisa mengetahui dimana saat ini Sukma anakku berada.

Aku lalu kembali memanggil menantuku yang masih menunggu diruang depan.

"Neng, telpon Abah lagi. Bapak mau ngomong,"

Dengan cepat, menantuku melakukan permintaanku.

"Abah," sapaku ketika panggilan telpon telah tersambung.

"Iya, pak. Gimana? Sudah ketemu dimananya?" Tanya Abah.

"Sudah, sekarang ini Sukma anak saya ada disebuah pinggiran hutan gunung ******," kataku.

Abah kudengar terdiam sesaat.

Lalu kudengar ia kembali berkata.

"Ya sudah, pak. Kalau gitu saya bantu dari rumah. Nanti bapak usahakan untuk selalu terhubung sama si mas ya. Saya tahu, bapak sama si mas ada hubungan tertentu. Jadi bisa dibilang ini sudah takdir dari Gusti Allah. Karena hal itu, saya lebih mudah untuk membantu bapak dan si mas."

Aku terkejut juga mengetahui Abah bisa tau, kalau aku dan juga anakku memiliki sebuah hubungan batin yang tidak biasa. Tapi aku tak ingin memusingkan hal ini sekarang. Karena ada hal yang lebih penting yang harus kulakukan sekarang.

Aku lalu segera menjawab cepat.

"Baik Abah kalau gitu. Sekarang, apa yang harus saya lakukan?"

"Bapak sekarang berbaring saja disamping tubuh si mas. Jangan lupa, pegang tangannya seolah-olah bapak mengajak si mas untuk pulang. Kosongkan pikiran bapak dan fokus ke Sukma si mas. Saya yakin, kita akan bisa melakukan hal ini karena saya tau, bapak sendiri punya kemampuan."

"Ah, Abah bisa aja. Oke, sekarang mari kita lakukan bersama-sama," kataku cepat.

Setelah memutuskan sambungan telepon, aku lalu berbaring disamping tubuh anakku yang sudah sedikit dingin. Tapi, sebelum itu, aku menyempatkan untuk memagari tubuh kami berdua dulu. Agar nantinya, tidak ada jin atau makhluk gaib lain yang iseng dan memasuki raga kosong kami.

Setelah selesai, kini, aku benar-benar mulai mengosongkan pikiran sambil tanganku menggenggam erat tangan anakku.

Sedikit sulit, karena sudah sangat lama aku tak melakukan hal ini.

Maraga Sukma.

Saat aku masih kesulitan untuk mengeluarkan sukmaku dari wadag kasar ini, tiba-tiba aku bisa merasakan sesuatu atau mungkin seseorang menyentuh tubuhku dari belakang dan melakukan gerakan seperti menarik keatas.

Dan...

Plup...

Sukmaku sepenuhnya bisa keluar dari ragaku.

Aku menoleh kebelakang, ada sesuatu dibelakangku. Tak jelas, karena tubuhnya bercahaya. Hanya saja aku meyakini bahwa sosok itu berbentuk seperti manusia.

"Mungkin Abah atau jin suruhannya untuk membantuku. Hmm...hebat juga Abah ini," kataku dalam hati.

Kemudian, sosok putih itu seperti menganggukkan kepalanya kepadaku. Lalu...

Wusss...

Ia melesat terbang kearah barat.

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya.

Kini, segala kenangan akan masa muda kembali menyeruak masuk kedalam otakku.

Aku sedikit tersenyum.

Lalu, dengan memejamkan mata, aku lalu mulai membayangkan lokasi keberadaan Sukma anakku.

Dan...

Wusss...

Sukmaku melesat cepat ketempat yang kuinginkan. Dan dalam sekejap mata, aku sudah tiba disebuah hutan di alam gaib.

"Srek srek srek...,"

Aku menoleh ketika sebuah suara terdengar dari arah belakangku.

Aku segera menyembunyikan diri dibalik sebuah pohon besar.

Kulihat, anakku tengah berjalan dengan gontai.

Inginku sapa saat itu, tapi...entah kenapa, ada sebuah keinginan untuk sedikit melihat lebih jauh, apa yang anakku bisa perbuat.

Maka, aku menunggu sampai anakku lewat disampingku.

Setelah ia agak jauh, aku lalu memanggil jin genderuwo yang memiliki kesaktian paling tinggi diantara genderuwo biasa. Yang kusebut bos G.

"Clink...,"

Dalam sekejap, tubuh besarnya sudah ada didepanku sambil sedikit menundukan tubuh.


"Bos...," Sapanya dengan suara yang dalam.

"Hehehe...," Aku tersenyum mendengar panggilan itu. Aku teringat saat muda dulu, setiap jin yang berhasil aku taklukkan, aku menyuruh mereka untuk memanggilku dengan sebutan bos.

"Ikut aku," kataku singkat.

Lalu, dengan didampingi oleh bos G, aku mulai mengikuti kemana anakku pergi. Dan saat aku sedang memata-matai gerakannya dengan cara nangkring diatas sebuah pohon, tiba-tiba saja anakku menoleh ketempat kami berdua berada.

"Wadoh...ketahuan gak ya," ujarku dalam hati dengan sedikit bersembunyi dibalik tubuh besar bos G.

Untungnya, anakku sepertinya tidak melihatku dengan jelas.

Kulihat ia seperti tidak memperdulikan keberadaan kami, karena ia kembali melangkahkan kakinya.

Aku lalu dengan cepat mengajak bos G untuk segera turun dari pohon itu.

Beberapa saat kemudian, aku melihat ada sesuatu yang cukup membahayakan keselamatan anakku. Sebuah makhluk yang jarang sekali terlihat keberadaannya.

Kuntilanak laki-laki !

Inginku sikat saja makhluk itu, tapi, lagi-lagi aku ingin melihat dulu reaksi anakku dalam menghadapi makhluk ini.

Bila nantinya keadaan sudah cukup gawat, maka aku baru akan bergerak menolong.

Dan, keinginanku sepertinya terlaksana dengan baik. Maka, saat nyawa anakku sudah diujung tanduk, aku segera memberikan kode kepada bos G untuk bergerak.



*





Aku yang mendengarkan cerita bapak sambil berjalan, sedikit jengkel dan marah juga.

"Kenapa juga punya bapak kok koplak gini,"kataku dalam hati.

"Oya, Pap. Bapak tau gak waktu itu sempat ada gempa disekitarku?" Tanyaku kepada bapak. Teringat gempa yang kurasakan tadi.

Bapak mengangguk.

"Itu terjadi karena benturan kekuatan antara Abah dengan penguasa daerah ini," jawab bapak.

Aku manggut-manggut paham dengan omongan bapak.

Tak kusangka, ternyata, banyak sekali orang-orang yang perduli dengan kondisiku.

Saat aku sedang sibuk dalam lamunan, langkahku tiba-tiba saja ditahan oleh bapak.

"Tahan, Nang," ucapnya sedikit berbisik.

Aku yang sedikit terkejut lalu menoleh kearah bapak. Bisa kulihat raut wajahnya yang menegang tanda ia melihat sesuatu yang mungkin membahayakan kami.

"Nyai emas yang bapak titipan ke kamu, masih ada?" Tanyanya.

Aku mengangguk.

"Tapi kayaknya nyai emas masih belum sembuh, pap," kataku.

"Oh, ya udah. Kamu duduk dulu membelakangi bapak," perintahnya.

Aku lalu duduk bersila. Sedangkan bapak duduk pula dibelakangku.

Tak lama, aku merasakan tangan bapak mengelus punggungku dibagian kanan. Lalu meniupnya. Seperti ada hawa hangat yang masuk kedalam tubuhku ketika bapak meniup tadi.

Lalu bapak menepuk-nepuk pundakku tanda selesai.

"Sudah, Nang. Nyai emas sudah sembuh," ujarnya.

Bapak lalu berdiri diikuti olehku.

"Wusss...,"

Nyai emas tiba-tiba berdiri disampingku dengan sikap menyembah.

"Saya siap membantu, bos," kata nyai emas.

"Sudah sudah, berdiri sini. Sebentar lagi, kami membutuhkan bantuanmu," kata bapak.

Nyai emas berdiri, jin perempuan itu lalu mengangguk kepadaku.

Kami berempat kembali berjalan dengan bapak sekarang berada didepan.

Tanpa sadar, pepohonan mulai tak lagi rapat. Dan kini, hutan lebat yang tadi mengurungku mulai hilang dibelakangku.

Saat ini, kami seperti berjalan disebuah kebun-kebun saja.

Hingga akhirnya, kami berempat berdiri disebuah gerbang yang terbuat dari pohon-pohon bambu yang melengkung membentuk sebuah pintu.

Samar-samar, terdengar suara-suara dari sebelah pintu gerbang itu. Tapi, aku tak bisa melihat siapa atau apa yang membuat suara itu.

"Nang, gerbang ini, adalah salah satu jalan menuju pintu keluar kita. Tetapi, dibalik gerbang ini, terdapat bahaya yang besar. Karena...ditempat ini, sudah disiapkan banyak jin-jin milik orang yang mengurungmu," kata bapak pelan tapi sangat mendebarkan bagiku.

"Jadi, apakah yang sebaiknya kita lakukan, pap?" Tanyaku sambil berusaha melihat kebalik pintu gerbang itu. Tapi nihil, aku tak bisa melihat apapun disana.

"Yang akan kita lakukan disana nantinya adalah...berantem," jawab bapak enteng.

"Apa?"

"Hehehe...kamu sebaiknya bersiap, Nang. Jangan ragu-ragu," kata bapak enteng sambil menepuk pundakku.

"Kamu sekarang sudah punya kekuatan dari nyai emas bukan?" Tanya bapak balik.

Aku mengangguk.

"Nah, persiapan itu dari sekarang," kata bapak.

Lalu bapak memberikan perintah kepada kedua jinnya.

"Bos G, kamu bebas mengamuk didalam sana nantinya. Gunakan semua kekuatanmu sama seperti kamu menghadapiku waktu itu,"

Bos G kudengar mengeluarkan suara menggeram. Mungkin maksudnya adalah meng-iyakan perintah bapak.

"Dan kamu nyai emas, potong-potong mereka semua sebisamu," lajut perintah bapak.

"Baik, bos," jawab nyai emas.

Kulihat kedua jin bapak mulai bersikap serius.

Bos G, tubuhnya seperti membesar dari biasanya. Bulu-bulu tubuhnya lebih gelap dan meruncing. Itu terlihat dari kilauan-kilauan kecil yang terlihat saat aku menatap tubuhnya. Taring dimulutnya juga ikut memanjang sampai melebihi dagunya.

Kemudian, nyai emas juga sudah berpenampilan mode bertarung. Tapi, entah karena ada bapak atau mungkin saja ia sudah sembuh dari sakitnya. Kekuatan nyai emas seperti menjadi-jadi. Rambutnya kulihat berkibar-kibar seperti terkena angin kencang.

Melihat hal itu, aku juga tiba-tiba tak mau kalah. Dengan penuh konsentrasi, aku mencoba untuk membangun kekuatan didalam diriku. Setelah berhasil, aku segera menyalurkan energi yang sudah terkumpul itu dikedua tanganku.

"Pap," aku sedikit berseru kepada bapak. Memberikan kode bahwa kami sudah siap.

Bapak menoleh ke arahku dan tersenyum.

Ia aku lihat mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya.

Sebuah wayang. Dengan ornamen ukiran bergambar raksasa yang memiliki banyak wajah.

Wayang Rahwana !


Setelah itu, bapak mengangkat sebelah tangannya sebelah kiri keudara sambil mulutnya berucap pelan.

"Rantai babi,"







***




Oya, sedikit penjelasan kenapa saya tidak bisa update sesuai jadwal adalah, karena HP ketinggalan dirumah emoticon-Hammer2

Jadi, saya hari jumat sore, pulang ke jawa jemput anak yang selesai semesteran pake motor. Karena buru-buru, gak sengaja HP ketinggalan.

Saya balik lagi dari jawa hari minggu pagi. Dan sampe rumah lagi maghribnya.

Ya...maka dari itulah kenapa saya gak bisa update emoticon-Ngakak

emoticon-Nyepiemoticon-Nyepiemoticon-Nyepi
Diubah oleh papahmuda099 07-12-2020 15:15
ferist123
ha9xm5
dewiyulli07
dewiyulli07 dan 63 lainnya memberi reputasi
64
Tutup