papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
320.9K
3.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#736
Indramayu bag.1

Kenangan






"Widasari...widasari!" emoticon-Om Telolet Om!


Teriakan kernet bus membangunkanku dari tidur.


Dengan sedikit menggeliatkan tubuh aku lalu bersiap-siap, kutoleh ke samping kanan istriku sudah terbangun rupanya.


Aku menoleh ke belakang kursi ku, bapak juga sudah bersiap. Dengan sedikit tersenyum bapak menganggukan kepalanya.


Jujur saja, sudah sangat lama aku tidak pulang yang ke rumah kelahiran bapak. Terakhir kali kuingat adalah saat aku masih duduk di kelas 2 SMA. Saat bapak dan ibu ku masih bersama. Itu lah saat terakhirku berkunjung ke kediaman nenek di Indramayu.


Jadi mungkin sekitar 13 tahun aku tidak pernah menginjakkan kaki di tempat kelahiran bapak.


Kami bertiga turun di pertigaan widasari, yang di tengah-tengah pertigannya ada pos polisi.


Kami lalu menyeberang ke arah jalan Jatibarang-kadipaten. Kata bapak kami akan menaiki angkot berwarna kuning.


Aku sendiri sudah sangat lupa, harus naik apa dan naik apa ke tempat kelahiran bapak.


Padahal sewaktu kecil aku pernah sekolah di sini pada saat kelas 3 SD. Ya hanya setahun itu aku tinggal di sini. Sisanya lebih banyak aku habiskan di kampung kelahiranku dan ibuku, di Jawa.


Tapi sungguh, meskipun hanya setahun aku tinggal di rumah nenek, di Indramayu. Tapi entah kenapa, disaat aku sampai disini, aku bisa mencium kembali udara yang sangat familiar. Udara pada saat aku masih kecil yang aku hirup amat lah sama dengan udara yang sekarang.


Udara khas Indramayu.


Sambil menunggu angkot datang, aku sibuk terbawa wah oleh kenangan-kenangan saat aku kecil.


Sekitar setengah jam menunggu, angkot yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang.


Kami bertiga lalu menaikinya.


Perjalanan hanya memakan waktu sekitar 15 menit, angkot akhirnya berhenti di depan jalan kecil yang lagi-lagi sangat familiar meskipun aku aku antara sedikit ingat dan lupa.


Kami bertiga turun di jalan kecil yang hanya muat untuk satu mobil saja. Dulu, nama jalan itu adalah jalan waru doyong.


Dinamakan jalan waru doyong, karena dulu aku ingat betul, di situ ada sebuah pohon waru yang condong (doyong) ke depan. Mungkin karena itulah disebut jalan waru doyong.


Setelah menyeberang jalan, kami bertiga sampai di di jalan waru doyong. Kalau di Google maps mungkin namanya sesudah berubah menjadi di jalan bukit barisan.


"Hemmm....," Aku bergumam seraya menarik nafasku dalam-dalam. Seolah-olah aku ingin menarik semua masa laluku dengan cara menarik nafas.


"Gimana, mau jalan kaki aja atau mau naik becak?" Tanya bapak ke arah kami sambil menunjuk ke arah beberapa tukang becak yang mangkal di depan jalan.


Aku memandang istriku sebentar.


Lalu aku berkata, "jalan kaki aja lah, pap. Nggak terlalu jauh ini. Sekalian saya mau melihat-lihat suasana di sini. Kan udah lama saya enggak ke sini. Jadi pengen liat aja, ada yang berubah atau enggak."


Bapak lalu memandang istriku.


"Kamu gimana, neng? Capek nggak?" Tanyanya.


Istriku menggeleng.


"Ya sudah kalau gitu, kita jalan aja," ucap bapak.


Kami akhirnya berjalan dengan aku membawa tas dan bapak juga membawa tasnya.



Di sepanjang jalan aku melihat-lihat tempat yang dahulu sewaktu aku masih kecil sering aku datangi.


Ada rumah yang dahulu membuka rental PS 1emoticon-Games, jembatan kecil tempat aku dan teman-temanku meloncat ke kali dan mandi di sana. semua kenangan masa lalu yang indah itu seketika terlintas di benakku. Sesekali aku tersenyum kecil begitu melihat ada tempat atau rumah yang penuh dengan kenangan.


Sekitar 15 menit kami berjalan, kami akhirnya tiba di rumah nenek. Di depan rumah ternyata nenek sudah berdiri menunggu kedatangan kami.


"Assalamualaikum," salam kami.


"Wa'alaikumsalam," jawab nenek dengan senyumnya yang khas.


Aku lalu mencium tangan nenek. Kuperhatikan nenek dengan lekat, sudah bertahun-tahun aku tidak melihat beliau. Kini seluruh rambutnya sudah hampir memutih. Tangan yang masih ku genggam erat itu kini sudah kendur. 


"Heh...nenek," desahku dalam hati emoticon-Matabelo


Setelah berbasa-basi sejenak, nenek lalu mempersilakan kami untuk masuk ke dalam rumah.


Sebelum masuk ke dalam, aku menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang. Ke arah sebuah pohon mangga besar yang berdiri tepat di depan rumah nenek.


Ya, disanalah bapak menanamkan benda-benda bertuahnya.


Saat kami duduk di ruang tamu, ternyata disana sudah ada jamuan jamuan makanan kecil dan minuman. Rupanya nenek sudah menyiapkan semuanya.


"Weruh sakdurunge winarah," bisik bapak ke telingaku.


Dari bisikan bapak, aku bisa menyimpulkan bahwa nenek memiliki ilmu simpanan juga.


Weruh sakdurunge winarah, bisa dibilang memiliki arti, tahu sebelum terjadi. 


Singkatnya, nenekku bisa mengetahui apa yang yang akan terjadi di di masa depan. Kadang-kadang. emoticon-Ngakak


"Mantep," bisikku pula sambil sedikit tersenyum kearah bapak.


"Bapak juga tadinya pengen, nang. Cuman kata nenek, bapak enggak akan pernah bisa buat menguasainya. Karena bapak masih kalah sama hawa nafsu dunia,"


"Oh gitu, artinya saya juga nggak bakalan bisa punya dong," kataku sedikit bercanda.
emoticon-Cape d...


Nenek hanya memperhatikan tingkah kami saja. Beliau kemudian bertanya-tanya kepada cucu mantunya. Ya itu istriku.


Sekitar setengah jam kemudian, kakekku datang. Beliau sepertinya sehabis dari sawah.


Bapak, aku aku dan istriku serentak bangun untuk menyalami beliau. 


Kakek tersenyum senang begitu melihat kedatangan kami. Aku sedikit tersenyum ketika melihat gigi kakek sudah habis semua.


Seperti dengan nenek, aku juga dengan lekat memandang kearah kakekku.


Sebuah kenangan masa kecil tiba-tiba kembali muncul di benakku.




*





Aku ingat sekali, waktu itu saat caturwulan kedua akan dimulai (tahun 90an masih memakai sistem caturwulan, belum memakai sistem semester seperti sekarang. Jadi, ujian waktu itu diadakan empat bulan sekali). Aku ngambek tidak mau sekolah karena teringat dan kangen kepada ayah dan ibuku yang saat itu bekerja di Jakarta.


Setelah mogok sekolah sampai satu minggu lamanya, Kakekku dengan setulus hati bersedia mengantarkanku ke Jakarta dengan menggunakan sepeda motor kesayangannya, Kawasaki Binter, sebuah moge keren pada zaman itu.

mulustrasi bree

(sumber : gridoto.com)


Di perjalanan kami waktu itu, kalau aku tak salah ingat, saat itu aku dan kakek sedang berada di di wilayah Karawang. Kakek yang di depan menjalankan motornya dengan santai, dan aku yang waktu itu duduk di belakang dengan sedikit terkantuk-kantuk memegang erat jaket kakek. 


Waktu itu aku dan kakek tengah melewati sebuah pasar, tiba-tiba saja ada sebuah becak yang nyelonong dan menabrak bagian belakang motor kakek. Otomatis motor kakek sedikit goyang, dan aku yang saat itu sedang terkantuk-kantuk terpental jatuh ke tengah jalan.


(Kejadian dibawah ini aku dengar dari mulut kakek, karena saat itu aku tidak begitu sadar)


Disaat aku terjatuh ke tengah jalan, kakek langsung menghentikan motornya. Beliau sangat terkejut karena ada sebuah truk pengangkut beras yang sedang melaju dan sepertinya sopirnya tidak melihat aku yang saat itu tengah terbaring di tengah jalan. Mungkin karena dipasar yg agak ramai, jadi si sopir sibuk menolak kekanan kekiri melihat spionnya. Takut menyenggol dagangan orang.


Meskipun truk itu tidak melaju terlalu cepat, tapi akan sangat fatal akibatnya bila truk itu sampai menabrakku. Truk itu bila kuingat lagi berjenis truk buaya. Dinamakan truk buaya mungkin karena memiliki moncong yang panjang.

Truk buaya



Kakekku yang melihat itu langsung buru-buru turun dari motornya dan berlari ke arahku. Para pedagang dan hampir semua orang yang ada di situ berteriak-teriak, berusaha untuk mengingatkan si supir truk. Tapi anehnya, si supir truk itu seolah tak mendengar apa-apa. Telinganya seperti tersumbat oleh setan budeg. 


Saat sebentar lagi tubuh kecilku akan tertabrak oleh moncong truk, kakekku dengan cepat memeluk erat tubuhku seraya menghantamkan tangan kirinya ke depan.


"Bruak!"


Terdengar suara yang sangat keras.


Orang-orang berteriak histeris mengira aku dan kakekku tertabrak oleh truk itu.


Aku yang berada di dekapan kakek langsung terjaga dan tersadar. Aku yang tak tahu apa-apa langsung menangis karena terkejut.


Truk itu terhenti.


Orang-orang langsung berlarian menuju ke arah truk dan berkerumun di sana. Bahkan sang sopir truk pun ikut turun.


Semua mata orang di pasar itu langsung terbelalak kaget melihat pemandangan di depan mereka.


Moncong truk pengangkut beras itu tampak ringsek hancur kedalam. Dan itu diakibatkan oleh hantaman tangan kiri kakek.



Seolah tersadar, kakek segera mengangkat dan membawaku ke pinggir jalan. Orang-orang langsung menyibak memberi jalan kakek.


Seorang penjual nasi yang kebetulan berjualan di pinggir jalan dekat lokasi, segera memberikan kakek segelas teh hangat. Oleh kakek, teh hangat itu diberikan-nya kepadaku yang saat itu masih menangis karena terkejut.


Orang-orang berkerumun di dua tempat.


Yang pertama di lokasi kejadian. Orang-orang itu sepertinya melihat truk yang bagian depannya itu. Sedangkan lokasi kedua adalah disekelilingku dan kakekku.


Aku yang saat itu sudah mulai tenang, mendengar ada seseorang yang berucap namun perlahan-lahan. Kudengar ia berkata.


"Ajian Mahesa krodha,"

(aku bisa mengingat dan menuliskannya karena pernah aku tanyakan langsung dan beliau berkata nama ilmunya)


Kakekku sepertinya merasa risih dengan semua itu. lagipula katanya beliau juga takut kalau ada polisi yang datang sehingga semuanya jadi ribet.


Setelah menyerahkan kembali gelas itu, kakek sekali lagi mengecek kondisi tubuhku.


"Senang ana sing dirasakaken, beli?" ("Nak, ada yang kamu rasakan enggak?") Tanya kakek padaku.


Aku menggeleng.


Kakek kemudian menuntunku untuk keluar dari kerumunan itu. Kami berdua lalu kembali duduk di atas motor kakek. Setelah mengucapkan terima kasih kepada orang-orang sekitar, kami berdua kembali melanjutkan perjalanan.


(Saat saya menulis cerita ini, hati saya sedikit sedih. Karena saya kembali teringat kakekku yang sudah almarhum sekarang. Beliau telah meninggal sebelum bulan puasa, dikarenakan sebuah penyakit yang sudah komplikasi)
emoticon-Turut Berdukaemoticon-Turut Berdukaemoticon-Turut Berduka




*





Aku tersenyum di dalam hati saat kenangan itu terlintas.


Setelah itu kami lanjut ngobrol-ngobrol di ruang tamu.


Malam harinya, sekitar pukul 9 malam. Aku, bapak, istriku, kakek dan nenek duduk di teras rumah. Tepat menghadap ke arah pohon mangga.


"Jadi maksud kamu pulang ke rumah ada apa, Nang?" Tanya kakek sambil melinting rokoknya.


"Maksud saya pulang adalah ingin mengambil kembali, benda-benda dan ilmu yang dulu pernah saya tanam di pohon itu," kata bapak sambil menunjuk ke arah pohon mangga.


"Hem... Apa kamu yakin kalau benda-benda itu masih ada di situ?" Kembali kakek bertanya.


Bapakku lihat menunjukkan raut wajah yang bingung.


Lalu dengan ragu-ragu, bapak mengangguk.


"Kalau gitu sekarang coba kamu bongkar tempat kamu menyimpan benda-benda itu sekarang," kata kakek.


Bapak kemudian berdiri dan pergi ke arah dapur. Di sana memang biasanya tersimpan alat-alat seperti cangkul dan linggis.

Aku sendiri juga ikut berdiri dan dan mengekor di belakang bapak.


Aku dan bapak lalu mencari cangkul dan linggis. Setelah ketemu, kami berdua berjalan ke depan langsung mengarah ke arah pohon mangga.


Dengan disaksikan oleh kakek dan nenek juga istriku. Aku dan bapak mulai menggali di lokasi yang bapak yakini sebagai tempat ia menaruh benda-benda berharganya.

Tepatnya disamping kanan pohon, sejarak 3 langkah kaki.


Sekitar 20 menit kami mencangkul tanah, ujung cangkul bapak menyentuh sebuah benda keras yang setelah kuperhatikan berbentuk seperti peti.

Sambil menyeka keringat yang bercucuran di dahinya, bapak tersenyum sambil memandangku.

Aku langsung paham dengan isyarat yang bapak berikan.

"Apakah sudah ketemu?"Tanyaku dalam hati.


Dengan sigap, aku dan bapak membersihkan area sekitar. Agar tanah tanah yang tadi kami cangkul tidak berguguran lagi menutupi peti yang sudah terlihat.


Dengan hati-hati dan perlahan, kami berdua berusaha mengeluarkan peti dari dalam tanah.


Hatiku bersorak senang melihat peti itu sudah keluar. Mungkin bapak juga senang sepertiku jika dilihat dari raut mukanya.


Setelah peti keluar, aku dan bapa mengurut kembali lobang yang telah kami buat dengan tanah bekas tadi kami menggali.


Kemudian aku dan bapak menenteng peti itu ke teras rumah.


Setelah sampai di teras aku dan bapak menaruh peti itu di depan kakek.


Kakek menyentuh tepian peti. Matanya kulihat terpejam. Mulutnya sedikit komat-kamit. 


Kemudian, tak selang berapa lama kakek membuka kembali matanya.


Dengan tajam kakek menatap wajah bapakku. Dengan suara rendah beliau kemudian berkata.


"Alhamdulillah, semuanya masih tersimpan rapi."








***
Diubah oleh papahmuda099 21-08-2020 06:52
redrices
sulkhan1981
ferist123
ferist123 dan 51 lainnya memberi reputasi
50
Tutup