Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten P.
Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga outsourcing di pinggiran kota Jakarta.
Sedangkan istriku, adalah seorang perempuan sumatra berdarah Banten. Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi ), bekerja disebuah pabrik kecil di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku ini, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.
Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.
Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.
Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
*
Bismillahirrahmanirrahim
Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.
Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.
Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.
Awalnya aku hendak mengantarnya tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.
Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.
"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.
"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."
Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.
"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"
Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.
"Bukan," jawab istriku.
Aku langsung memandang istriku dengan heran.
"Terus siapa?"
"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."
"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.
Istriku menggelengkan kepalanya.
"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.
Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."
"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.
Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.
Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.
Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol.
Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.
Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.
"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.
Penyebabnya adalah los kompresi Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.
Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku.
Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.
Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.
Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.
"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.
Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.
Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.
"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."
"Atur aja bang," kataku cepat.
Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.
"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.
"Oke,"
Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.
Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.
Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.
Jam menunjukan pukul 12:00 wib.
Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.
"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.
"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.
Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering.
Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.
"Nomer siapa nih," desisku.
Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.
Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.
Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.
Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.
"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.
"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.
"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.
"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.
"Oh, mas Sumarno," kataku.
Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.
"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.
"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.
Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.
Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.
Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."
tanya gan.. kan sama abah peletnya sudah dicabut yah. terus kenapa harus menempuh resiko roh istri ke alam gaib dengan kemungkinan gak bisa selamat lagi yah??? masih belum sepenuhnya paham....
Dilantai dua kobong Abah. Aku dan istriku membaringkan diri, berusaha untuk bisa beristirahat dan melepaskan diri dari semua kejadian yang seumur hidup baru kami alami.
"Tidur, Bun," ujarku seraya membetulkan letak selimut diatas tubuh istriku.
"Ayah juga ya, sayang," sahutnya.
Ia kemudian mulai memejamkan matanya.
Sesekali suara hewan malam terdengar. Maklum, tempat Abah masih berada disebuah daerah yang bisa dibilang kampung. Masih banyak pohon-pohon besar dan kebun-kebun yang luas disini.
Damai dan sejuk sekali. Sangat berbeda dengan tempatku tinggal di Tangerang sana.
Aku lalu mulai memejamkan mataku.
Malam itu dikobong Abah, entah karena capek atau sebab lainnya. Aku mendapatkan mimpi yang aneh.
*
Aku terbangun dan mendapati diriku tengah berada di dalam hutan bambu yang sangat lebat. Aku masih bisa melihat sekitarku, karena saat itu suasana seperti keadaan disore hari. Terang-terang lembayung.
Hutan bambu ini memiliki keanehan. Bambu-bambu ini, hanya memiliki satu daun dan itu terletak diujung batangnya saja. Tidak ada satupun daun dibatang-batangnya. Dan satu hal lagi, semua batang bambu ini berwarna hitam pekat. Sangat hitam seperti dilumuri jelaga.
Aku menengadah menatap langit. Semuanya normal, hanya saja daun-daun bambu itu saja yang aneh.
FYI, aku ini seorang penderita gejala lucid dream atau tersadar dialam mimpi. Meskipun jarang, tapi aku memang bisa tahu, kalau aku sedang mimpi. Dan hal itupun terjadi dimimpi kali ini.
Karena aku merasakan ada sesuatu yang janggal. Aku mulai berpikir bahwa ini adalah sebuah mimpi. Karena seumur hidup, aku baru kali ini melihat hutan bambu yang hanya berdaun tunggal. Dan itupun dipucuknya saja. Ditambah lagi warna pohon bambu ini yang sangat hitam.
Tapi, aku sendiri ketika itu masih belum yakin benar. Dan untuk membuktikan bahwa aku memang sedang bermimpi. Aku melakukan kebiasaanku ketika merasakan lucid dream.
Berlari.
Yup, disaat aku sadar kalau itu mimpi adalah dimana aku berlari. Karena jika itu mimpi, maka saat aku berlari gerakanku akan seperti slow motion.
Dan benar saja, ketika aku merasakan bahwa aku sudah berlari sekuat tenaga, tapi gerakanku tetap melambat aku sadar, kalau ini adalah mimpi.
Aku agak tenang karena semua keanehan ini tidaklah nyata. Melainkan hanya bunga tidur saja.
Dan biasanya, apabila aku tersadar dialam mimpi. Aku akan sesegera mungkin merubah mimpi itu, menjadi sebuah mimpi dengan genre erotis, laki-laki normal breee....kalau didunia nyata gak bisa (takut istri), maka lakukanlah didunia mimpi.
Tapi, merubah mimpi itu menjadi sebuah mimpi "wet", tidaklah mudah. Harus ada beberapa syaratnya. Seperti latar belakangnya, harus ditempat yang sekiranya ada orang lain.
Nah, berhubung ini didalam hutan, dan aku juga sudah melihat sekitar. Dan yakin kalau mustahil akan ada orang lain. Maka aku memutuskan, dalam mimpi ini, aku berkeliling saja didalam hutan bambu.
Aku sendiri tidak berani untuk menyentuh batang bambu berwarna hitam itu. Karena meskipun mimpi, tapi aku merasa bahwa aku tak boleh semaunya disini.
Aku berjalan dan memperhatikan seluk beluk hutan ini dengan seksama juga segala keanehannya. Aku ingin menyampaikan mimpi ini kepada Abah. Mumpung masih didalam mimpi, aku ingin melihat detail-detailnya. karena biasanya, kalau aku sudah sadar didalam mimpi. Tak lama kemudian aku akan terbangun.
Akan tetapi, disinilah ketenanganku mulai goyah.
"Lha, ini kenapa aku gak bangun-bangun ya? Biasanya cepet," aku terheran-heran dengan hal ini.
Merinding!
Entah kenapa tiba-tiba saja semua buku halus ditubuhku berdiri. Suasana tiba-tiba menjadi agak temaram. Kalau diibaratkan, keadaan saat itu seperti jam 6 sore. Tidak ada matahari, tapi masih ada bekas-bekas cahayanya yang tertinggal. Seperti itulah keadaan disana.
Kiri dan kananku hanya pohon-pohon bambu berwarna hitam. Berdiri menjulang dengan segala keanehannya.
Aku mulai merasa ketakutan. Aku ingin segera bangun. Tapi tak mampu.
Aku hanya bisa berdiri mematung ditengah-tengah hutan bambu ini. Tak tahu harus berbuat apa.
"Berlari?" tanyaku dalam hati.
"Berlari kemana?" Kata hatiku.
"Berjalan saja?"
"Berjalan kemana? Aku tak tahu harus kemana," kembali hatiku berkata.
"Berteriak?"
"Jangan!"
Aku terkejut.
Aku terkejut karena itu bukanlah suara hatiku. Karena aku sudah hafal dengan suaraku sendiri. Yang ini bukan. Seperti suara seseorang atau sesuatu, yang melarangku untuk berteriak. Suara ini lembut. Seperti familiar, seolah-olah aku pernah mendengar suara ini. Tapi dimana dan kapannya, aku tidak ingat.
Kini, ada satu hal yang kemudian melintas dipikiranku.
Sembunyi.
Aku menoleh, mencari-cari tempat yang sekiranya bisa untukku bersembunyi.
Aku berjalan perlahan-lahan, sambil mencari lokasi yang bagus untuk bersembunyi.
Setelah berkeliling beberapa saat. Tidak ada tempat yang pas. Satu-satunya cara untuk bersembunyi yang bagus hanyalah masuk kedalam rimbunnya batang-batang bambu itu. Aku yakin, aku akan muat disana, meskipun aku harus berusaha agak keras. Karena batang-batang bambu ini tumbuh agak rapat.
"Srek...!"
Sebuah suara halus seperti kaki yang menginjak daun-daun kering terdengar.
Aku menengok kebelakang. Karena aku merasa bahwa suara itu berasal dari belakangku.
Kosong. Tak ada apapun disana. Hanya ada pohon-pohon bambu berwarna hitam yang berdiri disana.
Tapi,
"Srek...!"
Suara itu kembali kudengar.
"Srek...srek...!"
Kali ini suara itu semakin banyak dan semakin mendekat ke tempatku berada.
"Ah, bodo amatlah," aku lalu memutuskan untuk segera masuk dan bersembunyi di antara pohon-pohon bambu ini.
Dengan sedikit memaksakan diri, aku akhirnya bisa masuk dan bersembunyi diantara kerapatan batang bambu ini.
Aku mengatur nafasku agar tidak berhembus terlalu kencang. Takut bila nanti suara nafasku terdengar oleh sesuatu yang ada diluar sana.
"Srek...!"
Suara itu kembali kudengar.
Aku merasakan detak jantungku berdetak dengan kencang.
"Mimpi macam apa ini? Ini sih udah kaya beneran," aku menggerutu dalam hati. Karena bila memang benar ini adalah mimpi. Maka aku bisa pastikan ini adalah mimpi paling buruk yang pernah kurasakan.
Oya, satu hal lagi yang akan terjadi disemua mimpi. Baik itu mimpi buruk ataupun mimpi baik. Kalian tahu, bila kalian bersembunyi didalam mimpi kalian. Maka akan ada hal aneh yang akan terjadi.
Apakah itu?
Yaitu posisi kalian bersembunyi akan ketahuan!
Dan...itulah yang terjadi.
"Tuk...tuk...tuk,"
Suara batang bambu diketuk terdengar jelas dibelakangku.
"Tuk...tuk...tuk,"
Suara ketukan itu kembali terdengar.
Aku dengan jantung berdebaran memberanikan diri untuk menoleh kebelakang.
Dan...
"Sreet...!"
Tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap.
Hal terakhir yang aku ingat adalah, begitu aku menoleh. Aku bisa melihat sesuatu atau sesosok apapun itu, karena aku tak bisa melihatnya dengan jelas, sedang berdiri dibelakangku.
Warnanya hitam. Tingginya mungkin hampir 3 meteran. Tubuhnya kurus. Memiliki tangan yang panjang. Dan juga Jari-jarinya ada 4.
Kenapa aku bisa tahu, kalau jari-jarinya ada 4?
Karena, ke-4 jari jemarinya itu tengah mengetuk-ngetuk batang bambu yang persis dibelakang tubuhku!
"Tuk...tuk...tuk,"
*
Aku membuka mata.
Langit masih gelap. Aku memejamkan mataku lagi. Aku mencoba untuk berpikir, apakah ini masih mimpi atau bukan.
Aku ingat, terakhir kali tadi. Keadaan seperti sore atau Maghrib. Agak gelap, tapi tak segelap saat ini.
Kalau begitu, ini adalah dunia nyata. Dan aku sudah terbangun dari tidurku.
Aku bersyukur didalam hati.
Aku ingat bahwa aku sedang tertidur dikobong Abah. Tepatnya dilantai 2.
Tapi, Kobong Abah ada atapnya. Sedangkan aku tadi bisa langsung melihat langit yang hitam diatas sana.
"Lalu, sebenarnya ada dimanakah aku ini?"
Aku bertanya-tanya didalam hati. Aku menoleh ke samping.
Istriku tidak ada.
Yang ada hanyalah semak belukar.
Aku ternyata sedang terbaring di atas tanah. Didepanku kulihat ada sebuah parit kecil. Aku seperti merasa pernah melihat tempat ini. Tapi dimana?
Dan...
Tiba-tiba saja sebuah tangan halus menyentuh pundakku.
Bertepatan dengan tangan yang menyentuh pundak, bulu kudukku berdiri.
Aku tak berani menoleh.
Hanya saja aku bisa merasakan sentuhan jari jemarinya yang halus seperti bergerak turun dari pundak kearah pinggang.
Lalu jari jemari itu berputar diarea pinggangku sebanyak tiga atau empat kali, aku lupa.
Yang pasti, setelah berputar dipinggangku. Jari itu kembali bergerak keatas. Gerakannya seperti orang yang mengusap punggung saja.
Pelan tapi pasti, jari jemari itu bergerak keatas. Dan tepat dibagian leherku, jari jemari itu disentak dengan keras.
Aku merasakan ada sesuatu yang keluar dari atas ubun-ubun kepalaku. Entah apa, karena aku tidak sempat memperhatikannya. Yang jelas aku bisa merasakannya.
Dan saling kerasnya sentakan itu, aku terdorong kedepan dengan kencang dan masuk kedalam parit.
"Duak!"
Kepalaku terbentur sesuatu.
Gelap.
*
"Ayah... ayah," aku mendengar suara istriku memanggil-manggil namaku. Tubuhku bergoyang-goyang mengikuti arah gerak dorongan istriku.
Aku membuka mataku. Dengan cepat aku segera duduk. Nafasku agak tersengal.
"Cuma mimpi," desahku dalam hati.
"Ayah kenapa?" Tanya istriku cemas.
Aku yang masih kaget belum bisa menjawab pertanyaannya. Aku masih fokus untuk mengumpulkan nyawa yang seolah masih tercerai berai ini.
Setelah beberapa saat, istriku kembali bertanya.
"Ayah kenapa?"
Aku menatap wajah istriku.
"Gak papa Bun, ayah cuman mimpi," kataku menenangkan.
"Bukan, itu tuh," kata istriku sambil menunjuk.
"Kenapa?" Tanyaku bingung.
"Itu...kenapa jidatnya?"
Aku langsung memegang jidatku.
Benjol!
***
"semakin kita berurusan dengan alam ghaib, maka akan semakin sering juga kita akan menjumpainya...," Kata bapakku dimalam itu
Cuplikan percakapanku dengan bapak, disaat aku sudah hampir menyerah dengan teror yang kuhadapi.
ooohhh kalo sadar didalem mimpi tuh namanya lucid dream yah gan?
ane sering banget gan mimpi kaya gini, hampir tiap minggu pasti ane mimpi yang sadar gitu gan.
entah itu mimpi ga ada kejadian apa2 atau yang mimpi2 buruk(lebih sering)
ente kalo lagi lucid dream gitu buat bangun dari tidurnya ada cara tersendiri gitu ga gan? atau kebangun sendiri?
Ane biasanya kalo udah mimpi buruk yang nyadar gitu, suka merem melek merem melekin mata berharap bangun dari tidur, kadang berhasil bangun dari tidur, kadang malah bangun2 masih dalem mimpi juga
Ane gabisa ngerubah suasana dari horror jadi erotis kaya yang agan bilang soalnya
Disana ada sebuah tiang yang lumayan besar yang berguna sebagai penopang lantai dua kobong. Dan, kalau dilihat-lihat, kayu itu memang dekat dengan tempatku tertidur.
Aku kembali memandang istriku ketika ia berbicara.
"Ayah pas tidur kaya orang ngigo gitu. Gelisah. Bunda jadi kebangun. Pas mau bunda bangunin, eh kepala ayah keburu nabrak tiang itu. Benjol deh, hihihi...," Ia tertawa sambil melihat benjolan kecil dijidatku.
Aku kesal bercampur dengan geli. Untung saja aku belum menceritakan hal ini kepada Abah. Mau ditaruh dimana muka agak gantengku ini.
Aku melihat jam di HP. Sudah hampir masuk waktu Subuh. Aku lalu mengajak istriku untuk turun ke lantai satu.
Dilantai satu, aku dan istriku bebenah diri. Agar nanti sewaktu kami pulang tidak ada barang yang tertinggal.
Tak lama kemudian, kumandang adzan subuh terdengar. Pintu rumah Abah terbuka. Abah keluar dengan pakaian khasnya. Baju Koko warna putih serta sarung gajah duduk berwarna hitam. Tak lupa kopiah hitam telah dikenakannya.
"Loh, udah pada bangun ternyata. Baru aja Abah mau bangunin," sapa Abah.
Kami mengangguk hormat dan tersenyum.
"Abah mau solat di mushola?" Tanyaku.
"Iya, mas mau ikut?" Abah bertanya balik.
Aku mengangguk.
"Ya sudah, ambil wudhu dulu dikamar mandi. Abah tungguin disini. Neng juga sekalian aja. Nanti solatnya didalem. Bareng sama ibu." Kata Abah.
Kami berdua segera mengikuti perintah Abah.
*
Jam menunjukan pukul setengah enam. Aku dan istriku sudah bersiap untuk pulang ke Tangerang.
"Abah, saya dan istri pamit dulu. Mohon doa restunya. Agar kami selamat sampai tujuan." Kataku sambil mencium tangannya.
Abah mengangguk.
Beliau kemudian berpesan, "jangan lupa diamalkan doa yang Abah kasih semalem, ya. Minta sama Allah agar dihindarkan dari marabahaya baik itu yang ghaib ataupun nyata."
Aku mengangguk.
Aku dan istriku kemudian bergantian berpamitan kepada Abah dan istrinya.
Sayang, aku tak melihat Soleh. Sewaktu kutanyakan kepada Abah, Abah hanya bilang kalau Soleh masih didalam pondoknya. Mengaji.
Aku mendesah dalam hati. Karena keadaan yang tidak memungkinkan, aku hanya bisa menitip salam dan ucapan terimakasih padanya. Abah mengangguk, dan berjanji akan menyampaikan pesanku.
Hari itu, hari Selasa tanggal 11 February, bisa dibilang hari, dimana aku mulai mendekati sebuah wilayah baru dalam hidupku.
Wilayah ghaib yang tidak aku inginkan, tapi harus aku terima. Sebuah akibat, dari sebuah sebab yang orang lain lakukan.
Aku mengendarai motorku dengan kecepatan sedang. Melewati bendungan gerak Pamarayan, lanjut Cikande dan sampai di sekitaran Balaraja pukul 7 pagi.
Saat itu, terjadi kemacetan yang luar biasa sebelum terminal Balaraja. Aku lalu berinisiatif lewat jalan belakang, tepatnya dikampung tobat.
Alhamdulillah, jalan belakang ini agak sepi. Mungkin karena orang-orang tidak tahu bahwa jalur ini nantinya bisa tembus, tepat dibawah flyover Balaraja.
Flyover Balaraja
Hanya butuh waktu 15 menit kurang bagiku untuk sampai di flyover itu.
Namun, disaat aku berkendara disamping flyover itu. Aku tiba-tiba saja dikejutkan dengan munculnya sesosok tubuh berwarna hijau, yang keluar dari sebuah angkot yang tengah berhenti dipinggir jalan.
"Priittt...!"
Sebuah sempritan panjang terdengar nyaring ketika sosok hijau itu meniupkan peluitnya.
Aku langsung berhenti mendadak.
Dengan jantung yang berdebar-debar, aku menunggu kedatangannya.
Setelah sosok hijau itu mendekat, dengan mengangguk sopan ia berkata.
Sosok hijau
"Mas pak, menganggu perjalanan anda. Mohon untuk berhati-hati melewati jalan ini. Karena tadi ada oli yang tumpah dijalan. Takutnya nanti bapak dan ibu bisa terjatuh."
"Oh siap, pak. Terima kasih atas informasi dan peringatannya," jawabku sigap.
Kemudian, pak polisi tadi mempersilahkan kami kembali melaju. Dengan perlahan, aku melakukan motorku. Dan benar saja, aku bisa melihat ada bekas-bekas seperti oli tumpah yang sepertinya bekas dibersihkan, tapi belum bersih benar.
Alhamdulillah, kami bisa melewati jalan itu dengan selamat.
Tak lama kemudian, sekitar jam delapan pagi. Kami berdua tiba dikontrakkan kami. Aku bisa merasakan, beberapa pasang mata yang menatap kearah kami, dengan tatapan aneh. Tapi aku tak menghiraukannya.
Setelah memarkirkan motorku, aku segera masuk kedalam rumah. Istriku yang tadi sudah membukanya sudah berada didalam.
Saat aku masuk, aku masih bisa merasakan kejadian kemarin. Sebuah kejadian yang hampir saja membuat rumah tanggaku hancur.
Aku menghela nafas panjang terlebih dahulu sebelum aku melangkah masuk lebih jauh. Berusaha untuk menghapus semua kenangan buruk itu.
Setelah beres-beres sebentar, aku langsung mandi. Karena aku harus tetap masuk kerja.
Tadinya istriku sempat memintaku untuk tidak masuk hari ini. Tapi aku tetap kukuh untuk bekerja saja. Meskipun aku juga merasa kelelahan, tapi aku masih sanggup untuk berangkat dan bekerja.
Setelah semuanya beres, aku segera berpamitan dengan istriku. Setelah memberikan beberapa pesan, aku lalu berangkat untuk bekerja.
*
Assalamualaikum semuanya...
Dengan munculnya part ini. Berarti sudah selesai juga kisah istriku di Pelet Orang Banten ini.
Setelah ini, aku akan melanjutkan kisah POB dengan cerita dari diriku sendiri. Karena seperti yang sudah kubilang, jika teror ghaib ini mulai mengarah kepadaku.
Kali ini bukan cuman Abah yang kumintai tolong, tetapi keluargaku dan juga guru silatku mulai ikut serta.
Oya, kisahku juga masih tetap di tread ini. Karena pangkal penyebab ini masihlah orang yang sama.
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.