Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

TetrakillAvatar border
TS
Tetrakill
Suatu Sore di Perempatan Lampu Merah - 2
Permisii agan-agan sekalian
numpang cerita lagi ya.

Berhubung ini hasil rekaan ane sendiri, jadi dijamin no repost.
Jadi kalau berkenan tolong emoticon-Blue Guy Cendol (L) ya gan.
BTW, ini adalah bagian 2 dari tulisan ane.
Silahkan baca dulu yang Bagian 1

Suatu Sore di Perempatan Lampu Merah - 2
Alkisah, pemuda penjaja koran itu, yang sehari-harinya menjual koran di perempatan lampu merah yang cukup ramai di kota itu, mulai terbiasa dengan "medan tempur"nya setiap hari. Banyak hal telah dilaluinya; debu yang hitam melekat, kemacetan yang membuat pengendara "emosi tinggi", sampai para preman jalanan yang meminta setoran. Semua itu berhasil dilaluinya. Bahkan beberapa bulan ini ia mendapatkan beberapa langganan baru. Ada beberapa mobil yang selalu membeli koran darinya, padahal ada beberapa penjaja koran lain di situ.

Suatu Sore di Perempatan Lampu Merah - 2

Tetapi, suatu hari pemuda itu tidak nampak lagi. Beberapa mobil yang sering membeli koran darinya sering terlihat memelankan laju kendaraannya, celingukan mencari pemuda itu. Akhirnya beberapa membeli dari penjaja koran yang lain, dan langganan yang lain pergi begitu saja tanpa membeli koran. Besoknya, hal yang sama terulang kembali, dan besoknya lagi, demikian juga hari-hari setelahnya.

Sudah 2 minggu berlalu tanpa kehadiran pemuda itu. Suatu sore, seorang pengendara motor berhenti di pinggir jalan dekat perempatan itu. Kemudian ia melepas helmnya, dan turun dari motornya. Sejurus kemudian dihampirinya seorang penjaja koran yang sudah tua. Lalu diajaknya mengobrol.

K (Penjaja Koran) : Silahkan mas, ada macam-macam berita, ada kriminal, ada politik, ada juga majalah.
M (Pengendara Motor) : Oh, bukan pak, mau numpang nanya aja. Pemuda yang dulu jualan di sini udah pindah ke mana ?

K : Wah, nggak tau mas (langsung melengos)
M : Hei, pak ..... Oh, sori saya lupa, mau beli korannya satu.

K : (balik lagi jadi ramah) yaa, gitu mas.. beli dulu dong. Kan saya ini juga cari duit, emang cuma si Agus aja yang butuh duit. 3000 perak mas (sambil memberikan koran yang dimaksud). Emang ada urusan apa cari-cari si Agus ?
M : Oh, nggak ada apa-apa pak, penasaran aja. (dalam hati : gue juga baru tau namanya Agus.)

M : Emmm, omong-omong, emang biasa kulakan korannya di mana pak ?
K : (melengos lagi) udah mas ya, lagi lampu merah nih. Mari...
M : Eitsss.... sebentar pak, saya mau beli tabloid juga.
K : (Langsung sumringah) yang mana mas ? ini 5000, yang ini 10000, yang ini 15 ribu. yang ini aja ya mas, 50rb.
M : (Wah, maksa nih..) ya udah yang itu aja pak. Oya, emang biasa kulakan korannya di mana pak ?
K : Wah, dari agen, mas. Tuh tempatnya (sambil menunjuk) mas lurus aja, ntar 500 meter ada agen. Coba tanya-tanya aja di sana.
M : OK, terima kasih pak.

Pengendara motor itu lalu pergi ke tempat yang dimaksud, dan dari agen itu ia tahu tempat tinggal pemuda penjaja koran yang bernama Agus itu. Singkat cerita, sampailah ia ke tempat tinggal Agus, sebuah gubuk reot di pemukiman kumuh di bawah jembatan layang. Ia mengetuk pintu triplek tak bergagang itu. Terdengar suara menjawab dari dalam, lalu pintu terbuka.

Suatu Sore di Perempatan Lampu Merah - 2

Pengendara motor itu memperkenalkan diri bernama Ferdi. Agus agak terkejut, karena mengenalinya sebagai salah seorang langganan korannya. Dipersilahkannya Ferdi masuk ke kamar kontrakannya yang hanya berisi kasur dan koran-koran bekas itu.

A (Agus) : Wah, maaf pak, berantakan nih.
F (Ferdi) : Ah, nggak apa-apa. Justru saya yang ngerepotin malam-malam begini.

A : Nggak ngerepotin kok pak. Ada keperluan apa ya ?
F : Nggak ada apa-apa kok dik. Saya cuma penasaran saja, karena udah beberapa minggu nggak lihat adik jualan koran lagi. Apa ada masalah ?
A : Ohh, nggak ada masalah kok pak. Sebenarnya beberapa minggu kemarin saya sempat sakit, terus ada yang nggantiin jualan di sana. Terus begitu udah sembuh, saya mau balik lagi jualan koran, tapi yang nggantiin saya itu udah nggak mau pindah. Jadi yah, saya nggak bisa balik lagi. Kasihan bapak itu punya 2 anak masih kecil-kecil.

F : Wah, repot juga ya. Jadi selama ini kerja apa kalau nggak jualan koran ?
A : Yah, kemarin sih kerja jadi pengemis pak.
F : Loh, kok ngemis jadi kerjaan ?
A : Iya pak, terpaksa. Saya sebenarnya malu sekali pak, selain itu juga nggak sesuai ajaran agama saya. Tapi kemarin saya benar-benar nggak punya uang sama sekali pak. Tabungan saya habis buat bayar dokter. Beberapa kali juga saya ikut demo ke balaikota sama istana, lumayan pak, udah dapat duit, dikasih makan pula.

F : Wah, jangan ikut demo gituan dik. Bisa kacau nanti.
A : Iya pak, saya tahu. Tapi saya benar-benar kepepet pak. Ikut demo saya lebih mendingan, karena biarpun dapatnya lebih sedikit daripada ngemis, tapi nggak terlalu malu pak. Yang penting kalo ada apa-apa cepat kabur aja (katanya sambil tertawa).

F : Ya udah, saya mengerti. Saya pun pernah mengalami seperti adik.
A : Silahkan diminum pak airnya, maaf nggak ada apa-apa lagi.
F : Nggak apa-apa dik, saya mengerti.

Ferdi membuka air kemasan itu, lalu meminumnya. Kemudian ia menyalakan rokoknya. Ditawarkannya pada Agus, yang langsung mengambilnya sebatang, lalu mereka berdua menikmati rokoknya.

F : Begini dik, saya ingin membantu adik, karena di perusahaan saya sedang butuh orang. Memang cuma jadi Office Boy sih, gajinya juga kecil, tetapi saya rasa lebih baik daripada adik jadi pengemis atau tukang demo.
A : Wah, terima kasih pak, terima kasih. Saya sudah cari lowongan ke mana-mana, tetapi susah dapat. Banyakan perusahaan nggak mau terima tamatan SD pak, mintanya SMA semua. Apa perusahaan bapak mau terima saya ?

F : Memang sih, biasanya mintanya minimal tamatan SMA, tapi nanti biar saya jamin dik Agus. Yang penting adik jujur, tidak mengambil yang bukan hak adik. Itu saja yang saya minta.
A : OK pak. Bapak boleh percaya saya.

F : OK, sekarang yang penting kita ke warnet dulu, bikin surat lamaran, biodata, dan lain-lain.
A : ........... (terdiam)
F : Jangan khawatir. Saya bayarin dulu. yang penting cari warnetnya yang bisa sambil merokok ya...... bisa repot kalau saya nggak merokok.

Suatu Sore di Perempatan Lampu Merah - 2

Keduanya tergelak, lalu Agus berboncengan dengan Ferdi pergi ke warnet, dan dibantu Ferdi, Agus membuat biodata dan surat lamarannya. Setelah itu, Ferdi membeli amplop coklat, lalu dimasukkannya surat-surat Agus ke dalam amplop itu, dan dimasukkannya ke dalam tasnya. Kemudian mereka berdua mengobrol sambil ngopi berdua di warung kopi depan kontrakan Agus.

F : Oh ya, ada satu yang saya lupa sebutkan tadi, Gus
A : Eh ?? Apa ya pak ?
F : Kalau nanti sudah diterima, kamu harus siap-siap pindah dari sini, karena perusahaan punya mes. Kamu tinggal di situ aja.
A : .... (tercenung, lalu tiba-tiba dia menangis) Terima kasih Tuhan, Engkau sudah mengirimkan orang yang baik ini untuk hambaMu ini. (sambil sesenggukan, langsung memeluk Ferdi)
F : Wah, belum diterima loh gus, masih nunggu besok loh (berusaha menenangkan).

A : Apapun hasilnya pak, saya sangat bersyukur sudah ketemu dengan bapak. Akhirnya saya bisa bekerja cara halal lagi pak. Terima kasih.
F : Syukurlah hati nurani kamu masih utuh gus. Saya senang mendengarnya.

A : Terima kasih pak.

Ferdi menyeruput kopinya pelan-pelan, lalu memesan secangkir lagi karena kopi yang diseruputnya sudah tandas.

F : Saya ini perokok berat dan pengopi gawat, hehe...
A : Ah, bapak bisa aja...
F : Yah, salah satu kelemahan saya ya itu tadi, belum mau berhenti.


Suatu Sore di Perempatan Lampu Merah - 2
A : Pak, boleh saya tanya sesuatu ? tapi jangan tersinggung ya pak.
F : Silahkan aja. Kita sekarang kan udah berteman. Nanti kalau di kantor panggil pak, kalau di sini panggil mas aja nggak apa-apa kok.
A : Wah, jangan pak, saya panggil bapak aja.
F : (mengangkat bahu) ya, terserah kamu aja gimana enaknya. Mau nanya apa sih ? pake ragu-ragu segala.

A : Saya cuma pengen tahu pak, mengapa bapak mau bantuin saya ? Sampai malam-malam bela-belain ke kontrakan saya.
F : ................. (terdiam sejenak, matanya menerawang jauh)

F : Ceritanya panjang gus, tapi kurang lebih begini. Dulu orang tua saya sangat miskin. Saking miskinnya sampai untuk makan sehari-hari saja kita masih bingung cari duitnya. Orang tua saya punya 4 anak, dan sangat berat bagi orangtua saya membiayai keempat anaknya.

Ferdi menghela napas panjang, lalu meneruskan :
F : Yah, waktu itu saya baru lulus SD. Tetapi bahkan untuk membayar uang pangkal sekolah saja, ibu saya harus berhutang ke sana-sini. Karena itu waktu itu saya berpikir, alangkah menderitanya orang tua saya, padahal masih ada adik-adik saya, belum lagi kakak saya. Karena itu, saya berpikir untuk mencari kerja.
Kamu tahu pekerjaan pertama saya ? Penjual koran.....
Keadaan saya waktu itu mungkin lebih berat dari yang kamu alami, karena seperti kamu lihat sendiri, saya warga keturunan. Di mana-mana orang beranggapan bahwa semua warga keturunan itu banyak uang, padahal keluarga kami luar biasa susah. Beberapa saudara saya yang salah arah malah berprofesi sebagai pencopet, entah mereka sekarang sudah sadar atau belum. Teman-teman saya sepermainan dulu malah sekarang banyak masuk di koran berita kriminal......

Ferdi menyeruput kopinya lagi, lalu menyalakan sebatang rokok sambil melanjutkan :
F : Waktu saya lihat kamu di jalan, entah kenapa saya teringat pengalaman saya dulu, dan saya yakin kamu orang jujur....
Yah, cukuplah cerita tentang saya. bisa sampai besok saya cerita. Nanti kapan-kapan kita lanjutkan. Sekarang sudah malam. besok saya bantu proses lamaran kamu di kantor. Sekarang saya mau pulang dulu.

A : OK pak. Terima kasih. Rupanya begitu ya masa lalu bapak. Nggak nyangka dulu bapak juga jualan koran. Saya ingin berhasil seperti bapak.
F : wah, saya belum sesukses itu kok. Tapi, saya sudah mulai mencicil rumah saya sendiri, jadi memang jauh lebih baik dari dulu.

Ferdi membayar ke pemilik warung itu.

A : Saya juga mau punya rumah sendiri pak.
F : OK, saya doakan kamu sukses. Yuk, saya pulang dulu.
A : Terima kasih banyak pak.

Ferdi menstarter motornya, lalu ia pulang.


Agus menatap Ferdi, lalu dalam batinnya ia mendoakan bapak ini, yang mau menolongnya tanpa pamrih, lalu berbalik ke gubuknya sambil berkali-kali bersyukur kepada Tuhan, “Ternyata masih ada orang baik di Indonesia, Tuhan. Terima kasih atas rahmatMu. Semoga negeriku dipenuhi orang-orang yang baik seperti dia. Amin.”

Ferdi mengendarai motornya melintasi jalan yang lengang karena sudah hampir tengah malam. Ia terngiang masa kecilnya yang penuh lika-liku. Lalu ingatannya kembali ke Agus, dalam batinnya ia berkata, “hanya dengan melihat orang jujur merasa senang, cukuplah itu bagi imbalanku”. Ia merasa bahagia.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Sekian dari ane.
Sori kalo belepotan
soalnya udah separuh tidur nih
Btw, mungkin nanti ane tulis sambungannya.
Tergantung jumlah emoticon-Blue Guy Cendol (L) yang didapat, emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak

Mohon pada para juragan juragan sekalian emoticon-Blue Guy Cendol (L) jika agan suka thread ane, atau emoticon-Rate 5 Star kalo agan belum ISO
Kaskuser yang baik selalu meninggalkan jejak. Minimal comment
Menjadi Silent Reader berarti anda tidak menghargai hasil karya orang lain.

Silahkan mampir gan, ini beberapa thread ane
Spoiler for Thread:


Atau buka thread ane yang lain gan
Thread

Silahkan baca dulu yang Bagian 1gan
Diubah oleh Tetrakill 08-10-2013 05:58
0
6.3K
68
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan