Masih dengan wajah kebingungan, ia lalu melepaskan satu persatu burung yang didapat dengan cara dijebak. Setelahnya, gua memintanya ikut ke mini market di seberang jalan untuk mengambil uang cash di atm; menyelesaikan pembayaran. “Lo dapet penghasilan berapa kerja di toko burung sama markir?”...
Sudah hampir setahun berselang sejak kejadian dengan salah satu menteri Jerman. Kabar yang gua dengar dari Reynard, si menteri sudah nggak lagi mengalami kejang perut; sudah sembuh dari penyakitnya. Gegara kejadian itu pula, gua pada akhirnya terus dipercaya untuk menangangi pasien-pasien VIP. Mu...
Tepat setelah si sekertaris selesai menjelaskan, tiba-tiba si menteri sadar dan terduduk di atas ranjang pasien. Ia terlihat kebingunan sambil menatap sekeliling. Si sekertaris lalu mulai memberi penjelasan dengan bahasa Jerman. Si menteri lalu turun dari ranjang dan bersiap untuk pergi. Sementara
Di kamar perawatan, Ibu terbaring belum sadarkan diri. Gua berdiri di sisi ranjang, memeriksa monitor yang menampilkan kondisi Ibu melalui angka-angka. Beberapa saat berikutnya, jemarinya mulai bergerak-gerak, matanya lalu terbuka perlahan. Ia menatap ke arah ruangan, lalu beralih ke gua. Terliha...
Semenjak kejadian makan malam di hotel, Natalie kerap mencoba menghubungi gua. Entah lewat panggilan telepon atau melalui pesan singkat. Mencoba menjelaskan kronologi kejadian malam itu dengan versinya. Awalnya, gua meladeni dengan mendengarkan semua penjelasan darinya. Setelah puas bicara, barul...
Sambil menunggu rencana Natalie memantaskan dirinya, gua juga nggak mau tinggal diam. Lalu memutuskan untuk mengambil gelar spesialis lain; bedah saraf atau neurosurgeon. Beruntung, kali ini dokter konsulen yang membimbing gua adalah Dokter Reynard; yang juga salah satu senior di rumah sakit tempat
“Peluk dong…” Pinta Natalie seraya menunjuk ke dirinya sendiri. Gua tahu kalau ia pastilah tengah meledek, karena tahu gua nggak bakal berani memberikan pelukan di tempat seramai ini, di sebuah resto di salah satu mall dekat rumah sakit. “Di sini?” Tanya gua sambil menatap sekeliling re...
Hubungan kami yang baik-baik saja lalu mulai terancam saat ia berhasil menyelesaikan studi dan mendapat gelar dokter. Bokap dan Nyokapnya, memberi titah agar ia segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan apapun yang ia mau disana; entah mengambil gelar spesialis atau bekerja sebagai dokter umum. Nat
Sejak awal, luka di lengan kiri gua memang nggak terlalu mengganggu. Tapi, ya namanya di kasih libur, tentu gua terima-terima aja. Sehari berselang setelah pertemuan dengan Natalie, gua kembali beraktifitas di rumah sakit. Kini, dengan suasana hati yang nggak pernah gua rasakan sebelumnya; gembir...
Hari berikutnya, setiap ada kesempatan, selepas dari rumah sakit, gua selalu menyempatkan diri untuk ke kampus, hanya untuk sekedar ‘mengganggunya’. Sekeras apapun ia mencoba menghindar, gua selalu bisa menemukannya. Gua terus mengajaknya ngobrol, walaupun ia sama sekali nggak pernah menggubr...
Di London, gua terus melakukan hal yang sama saat masih SMA. Gua tetap mencoba bergaul, nongkrong bersama teman-teman selesai kuliah, menonton sepak bola atau sekedar bermain game bersama. Ya pokoknya membaur seperti remaja-remaja kebanyakan. Sambil tetap bersembunyi dengan topeng senyum yang pal...
Tuh kan, balik awal PoV dr.Lian,... bisa2 kentangnya pertemuan romantis jadi kentang mustofa nih.. Njirr jauh banget mundur time line waktunya. Kirain langsung dijelasin ternyata masih intro :ngakaks Maap yak
Dunia nggak pernah adil. Pun buat anak sekecil gua. Gua kesulitan melihat, karena darah yang mengucur deras menutupi pandangan. Sementara, Ibu terbujur kaku di lantai kamar sementara Bapak sibuk meneriaki kami berdua dengan stik golf masih dalam genggamanya. Entah darah siapa yang terlihat masih m
Gua terbangun saat ponsel gua berdering. Gelagapan, gua langsung bangkit sambil mencari ponsel. Layarnya menampilkan nama Nyokap. Gua berdehem sebentar, kemudian menjawab panggilan; “Halo, ya Mah?” “Halo cantik… baru bangun ya?” “Iya…Hehehe..” “Kamu nginep di hotel apa di rumah ...
Menit berikutnya, gua berjalan mengikuti pria tadi memasuki halaman luas dengan gedung 3 lantai berbentuk huruf U. “Ini tempat apa sih Mas?” Tanya gua sambil menatap sekeliling. “Didi… Panggil Mas Didi aja…” Ia memperkenalkan diri. “Oh… Tempat apa mas Didi?” “Yayasan, Dik..”...
Gua menelan ludah, mencoba membasahi tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering. “Memang sedekat apa kami dulu?” Tanya gua. “Well… untuk bagian itu kayaknya saya nggak bisa menjawabnya” Gua memejamkan mata lalu mengatur napas. Kemudian mengajukan pertanyaan lain; “Ceritakan tentang dia...
Ya gua tentu saja nggak benar-benar berangkat ke kampus. Buat apa? toh berangkat sekarang pun, gua sudah tertinggal beberapa mata kuliah, jadi tetap bajal sia-sia. Jadi, gua memutuskan untuk langsung pergi ke mall tempat janji temu kami nanti. Alih-alih langsung menuju ke coffee shop, gua langsun...
Bu Lilik, mendongak ke atas sambil memajukan bibirnya, tengah berusaha mengingat. Lalu, menggumam pelan; “Siapa ya namanya; Lian atau Liam gitu…” “Hah?” Gua meraih ponsel dan mulai mencatatnya. Kemudian bergegas kembali ke mobil tanpa pamit ke Bu Lilik. Begitu tiba di rumah, gua langsun...