Halo Agan dan Sista, semoga selalu dalam kebaikan di tengah pandemi sekarang. Dalam rangka meramaikan event COC Regional Cirebon, ane ingin berbagi pengalaman ketika ane diberi kenikmatan dapat mencicipi beberapa kuliner legendaris dari kota Cirebon.
Cirebon selain terkenal dengan beragam tempat wisatanya yang cetar dan memanjakan mata, Cirebon juga terkenal dengan wisata kulinernya yang amat sangat memanjakan lidah dan kantong. Karena kuliner yang ane coba memang harganya merakyat, GanSist. Sesuai semboyan hidup ane, kalo ada yang murah kenapa harus mahal
Bukan hanya warga Cirebon, nama makanan yang satu ini pastinya sudah tidak asing lagi di telinga para pecinta kuliner nusantara. Pertama kali menikmati kuliner ini sekitar tahun 2006, waktu itu ane sempat berkunjung ke salah satu temen ane yang bermukim di sana. Para pedagang nasi jamblang ini biasanya mendirikan tenda-tenda di pinggir jalan, semacam angkringan gitu. Yang menjadi ciri khas adalah wadah tempat membungkus nasinya. Nasi hangat dibungkus dengan daun jati. Perpaduan hangatnya nasi yang mengenai daun jati membuat nasi memiliki aroma yang khas.
Untuk lauk pauknya Agan dan Sista bisa memilih langsung dengan cara menunjuk lauk-lauk yang telah dijejer rapi oleh pedagang. Biasanya ada puluhan lauk yang dihidangkan, dari beragam sate, tongseng, daging-dagingan hingga makanan laut.
Menurut sejarah, nasi jamblang ini dulunya adalah makanan para buruh harian yang dipaksa bekerja rodi pada zaman penjajahan Belanda. Namanya kerja rodi sudah pasti sandang pangan papan tidak disediakan oleh pemerintahan setempat. Para pekerja berangkat dari rumah dari pagi hingga sore untuk bekerja. Bekal yang dibawa selalu basi ketika akan dimakan, hingga banyak pekerja yang meninggal karena kelaparan
Oleh karena itu tercetuslah ide untuk membungkus nasi dengan menggunakan daun jati sebagai wadah bekal, dikarenakan tekstur daun yang berpori besar makanan jadi awet dan bisa dikonsumsi untuk waktu yang cukup lama. Daerah yang pertama kali menemukan teknik ini adalah Jamblang, salah satu daerah di Cirebon.
Kalo dulu nasi jamblang merupakan makanan rakyat kasta bawah, seiring berkembangnya zaman, nasi jamblang menjadi idola semua kasta. Harga yang murah menjadikan makanan ini primadona bagi para pecinta kuliner. Biasanya para penjual mulai menjajakan dagangannya di malam hari, cocok untuk menu makan malam sambil menikmati pesona Cirebon di malam hari.
Masih di waktu yang sama ketika ane menginjakkan kaki di kota penuh pesona Cirebon, pagi harinya ane diajak jalan-jalan tipis menuju sebuah warung lengko legendaris. Konon katanya warung tersebut pernah diliput oleh sang legenda kuliner Bondan Winarno yang terkenal dengan slogan "Maknyuuss". Sempet kepikiran ini makanan jenis apaan kok bisa disebut nasi lengko. Ternyata nasi lengko adalah perpaduan antara nasi dan kecambah, mentimun, irisan kucai, irisan tahu tempe, bawang goreng, lalu diberi saos kacang dan guyuran kecap manis, persis kek saos pecel sih di lidah ane.
Sejarah nasi lengko ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Islam di Cirebon. Pada saat itu, masyarakat ingin makan makanan secara instan, gak pake ribet. Makna dari kata Lengko adalah langka atau tidak ada. Maksudnya tidak ada daging-dagingan, yang memerlukan proses masak yang lama. Maka terciptalah menu nasi lengko yang masih eksis hingga hari ini.
Nasi lengko pastinya sudah mengalami proses kreatifitas yang panjang, jadi jangan heran jika sekarang Agan dan Sista bisa menambahkan menu daging-dagingan dalam seporsi nasi lengko yang Agan dan Sista pesan. Untuk harga masih sangat terjangkau, ane sarankan buat yang alergi kacang tanah, Agan dan Sista cukup menikmatinya dengan guyuran kecap manisnya saja, sudah enak kok meskipun tanpa saos kacangnya.
Kalo makanan berkuah yang nge-hits di kalangan pecinta kuliner baru tahun ini ane cicipi, sebelum corona menyapa negeri. Masih dalam rangka ketemuan dengan salah teman yang berdomisili di Cirebon. Ane diajak untuk mengunjungi salah satu kedai empal gentong yang terkenal di sana. Pas banget jam makan siang ketika ane sampe, rame bre. Kudu sabar menunggu antrian. Nggak bisa main selonong boy, malu ama kucing
Empal memiliki arti daging sapi yang dipotong pipih, dibumbui, direbus, dan digoreng. Berbeda dengan empal gentong khas Cirebon ini, satu porsi berisi irisan jeroan menurut ane. Kita bisa milih sih, mau isi jeroan atau full daging, atau bisa kombinasi semuanya. Jeroan yang digunakan adalah babat, usus, ditambah tetelan yang memiliki banyak lemak. Untuk kuahnya Agan dan Sista bisa memilih kuah santan atau kuah tanpa santan alias bening. Yang menariknya di sini tidak disediakan sambal cabai seperti yang kita temui di warung soto atau baso, jika ingin menambah rasa pedas disediakan cabai bubuk sebagai pengganti sambal cabai.
Menurut sejarah, nama empal gentong diambil dari alat masak yang digunakan. Pada zaman dahulu masyarakat belum mengenal panci atau alat masak yang terbuat dari besi apalagi stainles, jadi digunakan wadah dari tanah liat yang dinamakan gentong ini. Untuk kayu juga hanya kayu dari pohon asam dan kayu pohon mangga, konon katanya masakan yang dihasilkan lebih beraroma khas.
Semakin berkembangnya zaman, kehadiran kuliner-kuliner legendaris pastinya mengalami perubahan. Dibutuhkan kreatifitas membangun yang akan berdampak baik bagi para pelaku di bidang kuliner. Meskipun mengalami perubahan sesuai perkembangan zaman, kuliner nusantara tetap harus dijaga kelestariannya. Salam maknyuus