Kaskus

Story

shani.andrasAvatar border
TS
shani.andras
Rumah Kami!
Empat tahun setelah kejadian di tahun 1988, Indra sudah bekerja dan menetap di Yogyakarta di sela-sela kuliah S2-nya. Nia menikah setahun sebelumnya dan masih tinggal di Surabaya namun tinggal di rumah suaminya. Sedangkan Deni yang juga sudah menikah menetap di Surabaya dan tetap tinggal rumah keluarga bersama kedua orang tua mereka. Waktu pun berlalu....................

Surabaya, Desember 1994.


"Pak, Bu, Deni pamit pulang dulu, salam untuk mbah Ti (nenek) ya," lalu kusalami dan kucium  tangan kedua orangtuaku. "Nyetirnya gausah buru-buru Den, lewat tol jam segini lancar kok" pesan bapak padaku, ibu tak lupa mencium pipiku sebelum aku masuk ke dalam mobil.

Bapak dan ibuku akan tinggal dulu di Gresik selama semingguan untuk menemani mbah Ti karena mbah Kung (kakek) baru saja meninggal dunia subuh tadi. Istriku tadi sudah pulang duluan bareng mbak Nia dan suaminya, Indra mungkin besok malam sampai ke Surabaya, sedangkan aku baru bisa pulang jam 11 malam karena tadi bantu-bantu acara tahlil.

Gak enak rasanya harus meninggalkan istri sendirian di rumah, apalagi dengan status rumahku yang sudah sering mengalami gangguan makhluk halus. Mila, istriku, sebenarnya sudah mengalami gangguan-gangguan itu semenjak pertama mulai tinggal di rumah itu, tepatnya pada malam pertama setelah kami menikah. Waktu itu Mila yang sedang tidur disampingku tiba-tiba terbangun dengan penuh keringat dan nafasnya terengah-engah, lalu Mila menceritakan kepadaku malam itu juga bahwa dia baru saja bermimpi kalau dirinya dan mbak Nia dikejar-kejar bayangan hitam besaar yang ukurannya sekitar empat kali ukuran manusia normal. Bayangan itu mengejar keduanya dengan mengacungkan parang besar.

Setelah itu kusarankan istriku yang masih berkeringat itu untuk cuci muka dulu, lalu kuantar dia untuk cuci muka. "Aaaakh" kudengar teriakan Mila, dia lalu keluar dari kamar mandi sambil mewek, lalu dia menceritakan tentang apa yang baru saja dialaminya. Setelah cuci muka dia mengeringkan muka dengan handuk, di saaat itulah istriku ini merasakan telinganya seperti sedang ditiup, lalu terdengar suara tawa perempuan yang rada mengerikan. Dan semenjak itu Mila menjadi terbiasa dengan kejadian-kejadian ganjil di rumah kami, sama seperti penghuni lainnya.

Perjalanan pulang berlanjut, setelah menjemput istriku dari rumah mbak Nia kami langsung pulang. Mendekati rumah kubelokkan mobilku meyusuri jalan sepi nan gelap, "beli rumah kok di daerah yang kayak gini sih bapak" gumamku. Tinggal beberapa meter dari rumahku tiba-tiba terlihat seorang anak kecil sedang berdiri di tengah jalan membelakangi mobilku, aku langsung menekan pedal rem dan saking mendadaknya Mila sampai kaget terbangun dari tidurnya. "Sepertinya aku menabrak anak kecil" ucapku pada Mila, dia masih kaget sambil melihat ke arah depan juga. Tiba-tiba....anak kecil itu berdiri pas di depan mobilku "hihihihihi" tertawa lalu dia lenyap begitu saja. Istriku langsung merengek untuk buru-buru menjalankan mobil lagi untuk menuju ke rumah kami yang sudah terlihat.

Mila tidur sambil memeluk diriku, sementara diriku masih terjaga sambil memikirkan kejadian diluar tadi. Kalau kuingat-ingat lagi, dulu Indra pernah menceritakan kejadian yang dia alami ketika pertama kali meninggali rumah ini. Seingatku dia menceritakan mengenai seorang ibu muda berparas cantik dan anak perempuannya yang berparas bule, tapi aku lupa akan nama-nama mereka yang dulu dijelaskan oleh Indra. Rasanya aku baru saja menemukan kesamaan dari cerita Indra dengan peristiwa yang tadi kualami, anak kecil tadi itu perempuan dan berparas bule, tidak kulanjutkan lagi pemikiranku dan kucoba untuk menutup mata dan beristirahat.

Hari sabtu, pekerjaanku sebagai PNS libur, aku duduk santai di teras sambil menikmati udara pagi, sementara Mila membaca majalah wanita sambil menunggui sop yang dimasaknya di dapur. Ingatanku kembali ke tujuh tahun yang lalu, dimana kami menjual sebuah gramophone tua ke tukang rombeng yang lewat di depan rumah. Aku masih ingat ketika si tukang rombeng memeriksa benda itu, ditemukan sebuah foto usang yang didalamnya terdapat gambar seorang anak kecil sedang bermain ayunan sambil tertawa, wajahnya tak terlalu jelas karena di foto ini sudah banyak noda yang melekat. Foto ini ditemukan di bagian dalam kotak kayu mekanis dari gramophone, bapak lalu meminta foto tersebut untuk beliau simpan sebagai peninggalan sejarah dari rumah yang kami huni ini.

"Selamat pagi mas Deni" seorang wanita muda berparas cantik tiba-tiba menyapaku, belum sempat kubalas sapa dia sudah berjalan menghilang ke arah utara. Siapa ya tadi? Seumur-umur belum pernah lihat ada tetanggaku yang seperti wanitu itu tadi, parasnya cantik dengan kulitnya yang berwarna cerah, dia memakai semacam daster atau baju terusan berwarna kuning. Aku beranjak dari kursi lalu keluar halaman rumah, kutengok ke arah utara namun wanita tadi sudah tidak ada. Lalu aku menuju dapur untuk menanyakannya kepada istriku, dia kan ikut perkumpulan PKK di lingkungan RT.

"Nggak ada deh mas, tetangga kita kan rata-rata sudah 40an semua" jawab Mila, istriku. Tapi darimana wanita tadi bisa tahu namaku yah, istriku sendiri juga bingung.

Kriiing...kriiiing, telepon di ruang keluarga berbunyi. Kuangkat namun tidak ada suara dari seberang sama sekali, akhirnya kututup teleponnya. Karena masih pagi kucoba untuk tidak berpikir macam-macam, lalu aku memilih untuk santai di ruang tamu sambil membaca koran. Sekitar lima belas menit kudengar pintu rumah diketuk dari luar, kuletakkan koran lalu menoleh ke arah pintu, tak kudapati ada orang diluar dan suara ketukannya tak berlanjut. Kudekati pintunya karena penasaran, dari balik kaca pintu juga terlihat kalau pagar depan rumah tertutup. Mila menanyakan juga karena dari dapur suara pintu diketuk tadi juga terdengar, kujawab seadanya dan dia bisa memakluminya.

Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 9.30 pagi, selesai memasak Mila melanjutkan pekerjaan sampingannya sebagai penulis cerita pendek. Istriku ini menulis cerpen untuk beberapa majalah wanita, pekerjaan ini sudah dijalaninya sejak SMA, sungguh wanita berbakat memang istriku. Melihat istriku sedang tekun mengetik aku jadi teringat, di gudang yang terletak di halaman belakang pernah kulihat ada mesin tik tua, ingin rasanya kutunjukkan pada Mila. "Mil, apa kamu tertarik dengan mesin tik tua? di gudang seingatku tersimpan satu." Tanpa memandangku Mila menjawab kalau dia tertarik karena ada orang dari salah satu majalah yang mengoleksi mesin tik, mungkin bisa dijual pada orang itu.

Aku beranjak dari kursi santai dan berjalan menuju gudang, langit terlihat sudah mendung jadi kusiapkan senter untuk menerangi gudang. Di depan pintu gudang sekelebat kurasakan ada anak perempuan berlari ke arah halaman depan, spontan aku menengok kearahnya namun tak kudapati apa-apa. Halaman belakang rumahku ini lebih mirip hutan karena ada tiga pohon besar yang sebagian tumbuh rindang menutupi sinar matahari, jadi ketika cuaca mendung begini halaman belakang jadi terlihat rada gelap. Akhirnya pintu gudang kubuka, kunyalakan senter dan mulai mencari dimana mesin tik tua itu disimpan.

Entah berapa lama gudang tidak pernah dibuka, namun keadaan gudang ini beserta barang-barang yang tersimpan di dalamnya hampir tidak berdebu. Ukuran gudang ini adalah 6x3 meter kata bapakku, didalamnya sebagian besar terisi dengan barang-barang peninggalan penghuni rumah ini sebelum kami. Setelah agak lama akhirnya kutemukan juga mesin tik tua itu, kubuka kain penutupnya dan aku terkejut.........sebuah kertas seukuran kartu pos terpasang pada papan ketiknya. Penasaranku begitu besarnya hingga kucabut saja kertas itu dan tak kusangka dibaliknya ternyata ada foto, tak salah lagi, yang kertas yang sedang kupegang saat ini adalah foto yang dulu ditemukan dari gramophone tua.

"Ingrid laten we naar huis gaan, het gaat regenen"

"nee, ik wil hier iets langer blijven"

Kudengar suara percakapan dari dua orang di luar gudang, tetapi bahasanya terdengar asing di telingaku, suaranya berasal dari  seorang wanita dewasa dan anak perempuan. Kuambil mesin tik dan foto tadi, kubawa ke teras untuk nanti kubersihkan dulu. Aku kembali ke gudang untuk mengunci pintunya, seorang anak perempuan yang sekelebat berlari memasuki gudang sontak membuatku kaget. Kembali kumasuki gudang rumah dan kucari anak perempuan tadi, lampu senter sudah kuarahkan ke seluruh penjuru ruangan namun tidak kutemukan dia, apakah aku sedang berhalusinasi. Rintik hujan kudengar sudah turun, tanpa pikir panjang aku keluar dari gudang dan mengunci pintunya rapat-rapat.

Tak kuceritakan sedikit pun peristiwa tadi kepada istriku, aku langsung menuju teras sambil membawa kain lap untuk membersihkan mesin tik. Tidak perlu waktu lama untuk membersihkan mesin tik tua ini, lalu sebelum aku kembali ke dalam kuperhatikan lagi dengan lebih teliti foto usang si gadis kecil. Hmmmm, agak jauh di latar belakang foto ini samar terlihat seorang wanita berdiri dengan mengenakan setelan panjang, sejenak kupikir-pikir "bukannya ini mirip wanita yang tadi pagi menyapaku???"

Kenapa juga foto ini tadi diselipkan di mesin ketik, kulihat bagian belakangnya dan terlihat samar ada bekas ketikan yang halus namun tak bertinta, kuraba dengan jari pun nyaris tak terasa bekas ketikannya. Foto ini akhirnya kusimpan dulu tanpa memberitahukan keberadaannya pada Mila, lalu kutunjukkan mesik tik tua tadi kepada Mila dan dia langsung memeriksanya. "Ini Corona buatan tahun 1930 mas, ini sangat berharga" ujar Mila setelah memeriksanya, diriku tidak habis pikir ternyata istriku jago juga.

Mendadak kami dikejutkan dengan suara jendela yang diketuk-ketuk, asalnya dari kamar orangtuaku. Kutinggalkan Mila di ruang keluarga dan aku menuju ke kamar orangtuaku, suara ketukan itu masih terdengar tapi mulai samar-samar ketika aku sudah mendekati kamar. Pintu kamar bapak dan ibu tidak ditutup sehingga aku bisa langsung melihat ke dalam ruangannya, suara ketukan jendela itu tak lagi kudengar, tapi kulihat kipas angin di dalam kamar ini dibiarkan menyala. Dengan berteriakku menanyakan hal ini kepada Mila yang berada di ruang tamu, dia menjawab kalau dari semalam kipas angin itu dalam keadaan tidak menyala. Akhirnya kumatikan kipasnya, jendela kamar kututup karena sedang hujan, lalu aku kembali ke ruang keluarga untuk menemani Mila.

Di ruang keluarga kulihat Mila masih mengulik mesin tik tua tadi, sambil sesekali dia menekan tombol-tombolnya. Semakin lama kulihat justru aku merasakan Mila seperti sedang mengetikkan sesuatu memakai mesin tik tua ini, lalu tak lama Mila beranjak menuju mesin tik elektronik yang setiap hari dia gunakan untuk bekerja. Kertas di mesin tik miliknya dicabut lalu diletakkannya kertas kosong, sedang apa istriku ini? Sebelumnya aku tidak menyangka kalau Mila sedang 'diambil alih' tubuhnya, diriku baru menyadarinya ketika dia berhenti mengetik lalu terbatuk-batuk dan memanggil namaku dengan lemah. Kupapah Mila ke sofa lalu kuambilkan air putih, sembari berdoa kubantu meminumkan air tadi lalu kupijat-pijat bahu dan lengannya.

"Aku kenapa mas Deni, rasanya kok lemas dan agak samar semua tadi?" Tanya Mila dengan nada lemas. Kujawab dengan menjelaskan apa yang baru saja terjadi pada dirinya, lalu dia memelukku sambil ketakutan. "Aku ada firasat kalau misteri ini harus diakhiri, penghuni terdahulu pasti juga mengalami hal yang sama dengan yang kita alami" ucapanku ini langsung dibalas oleh Mila, "Aku paham kalau maksudmu harus kita yang mengakhirinya mas, tapi dengan cara apa?"

Kujelaskan pada Mila kalau kami mungkin harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dibalik fenomena-fenomena kejadian ganjil ini. Besar atau kecilnya sebuah petunjuk pasti akan merujuk pada satu jawaban. Jam 16.00, langit sudah gelap karena mendung pekat dan sudah dua jam hujan yang tidak begitu lebat ini belum juga berhenti. Lampu-lampu sudah kunyalakan semua karena saking gelapnya keadaan sore ini, lalu Mila memanggilku dari ruang keluarga. Mila memberitahukan kepadaku sesuatu yang sama sekali tidak terpikirkan olehku dari siang tadi. Dia menggenggam pensil dan digosokkan ke belakang foto anak perempuan tadi, lalu dari arsiran-arsiran pensil itu terlihat kata-kata "Ini bahasa Belanda mas," kata Mila.

Istriku lalu menyalin kata-kata tersebut lalu menelepon kenalannya dari sebuah majalah untuk membantu menterjemahkan.

"we kunnen dit ding niet langer geheim houden, onze lijken moeten worden gevonden. wat het belangrijkste is, moet je Ingrid hoofd vinden.

help ons het te vinden ....... Inge"


Setelah menutup teleponnya, Mila menjelaskan kepadaku bahwa kami harus membantu menemukan 'mayat-mayat' dan 'kepala' dari seseorang yang bernama Ingrid. Kami hanya saling pandang sambil memasang muka bingung. Aku lalu teringat pada selembar kertas yang tadi secara tak sadar diketik oleh Mila, selembar kertas itu tadi tak sempat kubaca, kertas itu masih menempel di mesin tik milik istriku namun sungguh aneh, seharusnya ada ada yang tertulis diatas kertas ini, tapi tak kudapati satu huruf pun yang tercetak. 



Sepanjang sisa sore kami hanya menghabiskan waktu di ruang keluarga, hingga waktu maghrib telah tiba. Hujan belum berhenti juga hingga lepas maghrib, Mila sedang memanaskan makanan di dapur, aku duduk sendirian di ruang tamu sambil memandangi foto usang tadi, tak lama lalu kudengar suara televisi sedang menyala, kupikir itu pasti istriku yang sedang menontonnya, lalu kuhampiri ke ruang keluarga. Aku terkejut bukan main, kudapati tak ada istriku di ruang kelurga sedangkan televisi dalam keadaan menyala, majalah-majalah dan koran yang tadi tersusun rapi berserakan di lantai seperti habis dilempar. Bulu kudukku mulai berdiri merinding melihat suasana di ruang keluarga, tiba-tiba kudengar suara dari arah pintu depan, ada yang mengetuknya dengan keras sekali.




Bersambung di postingan bawah
Diubah oleh shani.andras 20-02-2022 14:11
anasabilaAvatar border
NadarNadzAvatar border
bejo.gathelAvatar border
bejo.gathel dan 7 lainnya memberi reputasi
8
955
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan