paticosAvatar border
TS
paticos
[CERPEN] Counting


Aku hampir kehabisan nafas.

Sangatlah menyebalkan karena di kondisi di saat itu, aku masih harus menghirup oksigen yang telah bercampur dengan bau busuk dari bangkai tikus. Selain itu, sirkulasi udara di tempat tersebut sangatlah tidak baik, dikarenakan sistem ventilasi yang anehnya tidak terlalu banyak di sana. Dua hal tidak mengenakkan ini lantas memutar kembali kenangan lama yang sebenarnya tidak ingin lagi kuingat-ingat: hampir tenggelam di sebuah sungai, yang di mana semua orang membuang sampah ke sana setiap hari.

Bau dari sungai penuh sampah dengan bau yang kuhirup pada kala itu pada dasarnya tidak memiliki kemiripan sama sekali. Namun setiap kali aku mencium bau yang busuk ataupun menyengat, pengalaman tenggelam di sungai itu akan kembali membayangiku. Sebagai akibatnya, aku akan sulit berkonsentrasi pada sesuatu yang seharusnya kukerjakan pada saat itu.

"Kau telah memilih tempat yang salah, gadis manis," ujar seorang pria padaku.

Ya, kala itu aku tengah dikejar oleh beberapa orang yang tidak kuharapkan kehadirannya. Jumlahnya ada enam orang. Sejauh ini hanya merekalah yang kulihat. Harapanku adalah semoga mereka tidak membawa lebih banyak teman lagi.

"Sepuluh... sembilan... delapan... tujuh... enam.... lima,".

Tiba-tiba saja dia menghitung mundur. Aku benar-benar tidak bisa menerka apa alasannya ia melakukan hitung mundur tersebut.

"Kau telah membunuh semua teman-temanku. Kelima-limanya dari mereka!!" serunya padaku, dengan nada penuh kemarahan yang sempat membuatku bergidik ngeri.

Nadanya yang penuh kemarahan juga mengindikasikan kalau ia akan segera mematahkan tulang punggungku, jika ia berhasil menemukan lokasi persembunyianku. Meskipun belum tentu benar juga pemikiranku ini, namun aku tidak boleh menurunkan kewaspadaanku. Aku sama sekali tidak boleh membiarkan ia tahu kalau aku tengah duduk di balik tumpukan kotak kayu, yang sebenarnya hanya berjarak lima belas sampai dua puluh langkah saja dari dirinya.

Setelah berdiam selama beberapa saat, dia kembali berjalan. Aku bisa mendengarnya dari bunyi sepatunya.

"Apakah kau tahu kalau aku memiliki kebiasaan untuk melakukan hitung mundur, sesaat sebelum aku membunuh orang yang harus kubunuh?" tanya pria tersebut sembari berjalan mendekati tempat persembunyianku.

"Aku melakukan itu, karena aku ingin ia tahu berapa lama lagi yang ia miliki, sebelum maut menjemputnya," lanjutnya lagi.

Sembari mendengarnya, aku menatap pada pisau yang tengah kugenggam dengan tangan kananku. 3/4 dari tubuh pisau itu telah dilapisi oleh darah. Ya, darah itu adalah darah milik teman-teman dari pria ini, yang dengan sangat terpaksa kubunuh karena mereka juga ikut-ikutan mengejarku.

"Empat... Tiga..., " hitung mundur itu berlanjut.

Aku semakin panik. Itu karena aku menyadari kalau aku tidak mungkin bisa menumbangkan pria ini. Tidak seperti teman-temannya, pria ini memiliki tubuh yang jauh lebih besar dan tinggi. Ia sungguh seperti pegulat profesional yang sering muncul di televisi-televisi.

Langkah kaki dari pria tersebut semakin membesar. Pertanda ia sudah semakin dekat denganku.

"Apa yang harus kulakukan??!?" Itulah seruanku yang bergema di dalam kepalaku pada kala itu.

Di saat aku sedang panik, tiba-tiba saja aku mendengar bunyi dering dari sebuah telepon genggam. Ternyata telepon genggam itu adalah milik pria yang tengah memburuku ini.

"Aku sedang sibuk! Jangan telepon aku sekarang!" serunya di telepon.

Tidak lama setelah pria itu memutuskan telepon, sebuah ide tiba-tiba saja muncul di kepalaku. Tanpa menunggu lebih lama, aku mengeluarkan satu ponsel dari sakuku, dan dengan segera menelepon smartphoneku. Intermezzo: Aku memiliki dua ponsel. Satu tanpa sengaja tercuri oleh satu pria kurus yang aku berhasil bunuh, sesaat sebelum ia berhasil menangkapku.

Dengan menggunakan ponsel yang sekarang kugenggam, aku menghubungi smartphoneku. Harapanku pada kala itu adalah pria pengejarku ini bisa dibodohi dengan cara ini. Jika tidak, maka satu-satu hal yang terlintas di benakku adalah: Kematian.

Beberapa detik berlalu dan smartphoneku berdering.

"Aaa.aaa.aaa, kau tertangkap basah, gadis kecil," ujar pria pengejarku.

Ternyata pria tersebut termakan oleh tipuanku. Sungguh aku tidak menyangka kalau ia sebodoh itu. Mungkin apa yang pernah diberitahu oleh temanku tentang 'pria besar biasanya tidak begitu pintar' adalah benar. Meskipun aku bukan tipe orang yang suka memberikan stereotype, tetapi untuk kasus ini, aku terpaksa untuk setuju dengannya. Semoga saja tidak ada pria besar lainnya yang tersinggung oleh pemikiranku ini, atau konsekuensinya adalah ia akan memburuku juga.

"Kau tahu, dering ponselmu itu adalah lagu yang sangat lama. Aku dulu mendengarkannya berulang kali setelah aku putus dengan pacarku," ujar pria pengejarku, sembari berjalan ke arah smartphoneku.

Aku mengumpulkan keberanian untuk mengintip, dengan tujuan untuk melihat posisinya pada saat itu. Untuk mencegah kecurigaan, aku mengakhiri panggilan ke smartphoneku. Tujuannya adalah untuk membuat ia berpikir bahwa aku terkejut oleh dering smartphoneku, sehingga dengan segera aku memutuskan hubungan telepon. Ini merupakan sesuatu yang alami, dan oleh karena itulah aku yakin ia tidak akan sadar kalau ia telah dibodohi olehku.

"Pacarku memutuskanku karena ia memilih pria yang lebih kaya daripadaku. Setelah menghabiskan hari demi hari dengan kesedihan, aku memutuskan untuk mematahkan leher dari pria yang merebut kekasihku ini. Tentu saja aku berakhir di penjara. Tetapi aku tidak peduli karena telah melihat mantan kekasihku ini bersedih hati. Setidaknya aku berhasil membuat ia merasakan apa yang kurasakan, tidak lama setelah ia memutuskanku,".

Di saat ia tengah menceritakan masa lalunya yang bahkan tidak cukup bagus untuk dijadikan drama televisi, aku mengikutinya dari belakang. Aku melepaskan sepatuku terlebih dahulu, dikarenakan langkah kakiku akan lebih terdengar jika aku tetap mengenakan sepatu. Tentu saja itu akan membuat ia menyadari kalau dering smartphoneku hanyalah jebakan untuk memerangkap dia. Jika ia sampai menyadarinya, maka habislah aku.

"Ucapkan permintaan terakhirmu, gadis kecil!".

Dia akan berbelok ke kanan ketika berseru seperti itu. Ia benar-benar menuju ke arah smartphoneku. Di saat ia akan melangkahkan kakinya ke sana, aku menyadari kalau saat itulah peluang untuk menjatuhkan dia. Oleh karena aku tidak yakin peluang yang sama akan datang lagi untuk kedua kalinya aku memutuskan untuk langsung menyergapnya.

Aku berlari dengan kencang dan langsung melompat ke arah punggungnya. Dengan pisau yang kugenggam di tangan kananku, aku menggorok lehernya dari kiri hingga ke kanan. Ia bahkan belum sempat melawan ketika melihat darah yang mengucur deras dari luka di lehernya. Yang ia lakukan pada saat itu hanyalah terjatuh berlutut, berupaya untuk menutupi lukanya, serta mengeluarkan erangan-erangan yang tidak jelas. Pada posisi seperti itu, aku langsung berjalan ke depannya.

Ia menengadah ke arahku. Dari ekspresinya, aku menyadari kalau ia telah berubah dari seseorang yang haus akan darah, menjadi seekor anak kucing yang memohon tulang ikan. Tunggu, biar kukoreksi: Anak kucing sekarat yang belum makan untuk dua hari berturut-turut, dan tengah meminta tulang ikan yang telah hancur sebagian.

Beberapa detik kemudian, ia terjatuh ke lantai. Kala itu ia tidak lagi merupakan anak kucing yang sekarat, melainkan lebih menyerupai seekor anak kucing yang telah mati.

Setelah tumbangnya pria ini, aku berasumsi kalau situasi telah aman. Aku mengambil kembali smartphoneku, dan dengan segera berjalan menuju kantor dari gudang ini, yang lokasinya ada di pojok kanan gedung. Begitu aku sampai di depan pintu dari kantor ini, aku menghela nafas berat dan diam selama beberapa saat. Setelah itu aku mendorong pintu tersebut. Tanpa menunggu lagi, aku langsung menyapa pria yang ada di dalam ruangan tersebut.

"Sayang, apa semuanya baik-baik saja?".

Pria yang terikat oleh tali di sebuah kursi kayu itu, dengan segera menaikkan kepalanya. Aku berjalan mendekatinya, dan langsung berputar balik agar bisa melihat wajahnya.

"Yah.. sepertinya semuanya memang baik-baik saja," aku berkata pada pria itu. "Tali tambangnya masih utuh. Rupanya kau memang belum berhasil untuk memotongnya, Matt,".

Tatapan Matt padaku menyerupai tatapan seseorang pada sesosok hantu. Ia terlihat mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan di tubuhnya. Namun karena aku berhasil membuat ikatan yang kencang, semua usaha dia untuk menyelamatkan diri pada saat itu, hanya berujung pada kesia-siaan saja.

Selain berusaha untuk melepaskan atau melonggarkan tali pengikatnya, Matt juga beberapa kali mencoba untuk berteriak. Tetapi kain yang disumpal ke dalam mulutnya telah mencegah ia melakukan hal yang sangat tidak kuharapkan itu. Pada akhirnya semua seruannya tidak ada yang keluar dari mulut, serta kain yang menyumpal mulutnya mulai terlihat basah oleh air liurnya sendiri.

"Kau tahu... Aku sangat tidak menyukai bau yang tidak sedap. Kantor ini dan gudangnya pada dasarnya sangatlah bau. Namun karena aku ingin menyelesaikan urusan ini sesegera mungkin di sini, aku memutuskan untuk menyemprot parfum di sini. Setidaknya, itu bisa sedikit mengusir rasa bau yang menganggu indera penciumanku," ujarku pada Matt.

Sesaat setelah aku selesai berbicara, aku menghadap jendela di kantor. Jendela itu membuatku bisa melihat bagian luar dari gedung, yang di mana itu merupakan tanah yang digunakan untuk menyimpan rongsokan, alat-alat berat, sofa yang rusak, serta mesin jual minuman otomatis yang masih bekerja dengan baik.

"Aku terkejut ketika melihat teman-temanmu melalui jendela ini. Tidak pernah sekalipun aku berpikir kalau sebelum aku menculikmu, kau masih memiliki waktu untuk meminta bantuan dari teman-temanmu. Tentu saja mereka merupakan suatu masalah bagiku, dan oleh karena merekalah aku harus berputar-putar di gudang yang bau busuk ini. Kau harus benar-benar tahu kalau aku benar-benar MEMBENCI itu,".

Aku berputar lagi, dan kembali menatap Matt. Ekspresi wajahnya masih sama: Seseorang yang sedang melihat hantu, namun ia tidak bisa lari untuk menyelamatkan dirinya.

"Yang mengenakan kaus Avengers dan "Keep Calm", aku menikam jantung mereka,".

"Yang memiliki kumis yang tebal, serta yang memiliki codet di pipinya, aku menikam kepala mereka,".

"Yang terkecil di antara semua, aku membutakan kedua matanya, sebelum akhirnya aku menusuk perutnya,".

"Khusus untuk yang terakhir adalah temanmu yang paling menjengkelkan. Dia benar-benar besar sekali. Apakah ia adalah seorang pegulat? Darimana kau menemukannya?".

Matt tidak menjawab apa-apa. Tentu saja itu karena sumbat yang kutaruh di dalam mulutnya.

"Upps.. maaf.. aku lupa. Aku telah menyumbat mulutmu, sehingga kau tidak bisa berbicara sama sekali," ujarku pada Matt.

"Yah khusus untuk teman pegulatmu ini, aku berhasil menggorok tenggorokannya. Kau benar-benar harus melihat ekspresinya ketika aku melakukan itu padanya. Dia benar-benar seperti anak kucing sekarat yang meohon-mohon makanan. Kalau saja hukum mengizinkan kita untuk membunuh, aku yakin kondisi dia ketika sedang sekarat ini bisa menjadi foto Instagram yang bagus," lanjutku sembari melemparkan senyumanku yang paling manis.

Matt semakin terlihat ketakutan. Alih-alih terlihat seperti seseorang yang sedang menatap hantu, kala itu ia lebih menyerupai seorang anak laki-laki yang takut dimarahi oleh orangtuanya, hanya karena ujiannya mendapatkan nilai A-. Info tambahan: Ia mengompol saking ketakutannya.

"Nah, karena aku telah mengurus semua temanmu, kini saatnya aku mengurusmu,".

Matt menggelengkan kepala dan tubuhnya dengan cepat. Gerakannya menunjukkan dengan jelas kalau ia benar-benar memohon pengampuan dariku. Sempat aku mengasihaninya. Namun ketika aku mengingat bagaimana ia telah membohongiku, serta membiarkan sepuluh temannya yang sedang mabuk memerkosaku, rasa kasihan itu langsung menguap begitu saja. Oleh karena itulah tidak ada lagi keengganan dalam diriku untuk menggorok tenggorokannya, dan tanpa menunggu lebih lama lagi, aku langsung melakukannya.

Di saat aku tengah melihat Matt yang sedang sekarat karena kehabisan banyak darah, aku berkata padanya, "Sepuluh teman mabukmu benar-benar bodoh. Akulah yang dulu memancing mereka ke dalam satu gedung yang sama. Hanya dengan berkata kalau aku tidak bisa melupakan malam yang kuhabiskan dengan mereka, mereka mau saja masuk ke perangkapku. Ketika mereka semua sudah terjebak, aku langsung membakar gedung tersebut sampai benar-benar habis,".

"Untung saja polisi mengira kalau kebakaran disebabkan oleh salah seorang yang kukurung di dalam gedung. Jika polisi tidak mengira seperti itu, maka mereka mungkin saja akan langsung menahanku, tidak lama setelah aku membakar gedung tersebut," lanjutku.

Kedua mata Matt pada saat itu sudah terbuka lebar. Aku menyadari kalau ia sudah meninggal. Itu berarti aku harus segera maju ke langkah berikutnya.

Aku menaikkan pakaianku. Di perutku, aku menatap pada empat luka yang berdiri bertikal. Selama beberapa detik ketika melihat luka tersebut, aku mengingat kembali beberapa masa laluku.

Aku membuat luka yang pertama dan kedua pada waktu yang sama. Tujuannya adalah untuk mengingatkanku akan pembunuhan yang kulakukan pada mantan pacar pertama dan keduaku. Yang pertama mencoba untuk menenggelamkanku di sungai yang penuh sampah, sementara yang kedua berhasil memaksaku untuk meminum obat yang membunuh bayi dalam kandunganku. Aku dengan segera menggorok tenggorokan mereka, sebelum akhirnya aku membakar habis tubuh mereka menjadi abu.

Masih segar di ingatanku ketika aku bersumpah untuk membuat satu luka tambahan, setiap kali ada pacar yang harus mengecewakanku. Mantanku yang ketiga dan keempat telah membuatku sedih, dikarenakan mereka hanya menginginkan uangku. Tentu saja aku merasa sangat puas ketika aku berhasil memaksa mereka memakan selembar seratus dolar, yang di mana aku telah mengoleskan racun di atas lembar uang tersebut. Untuk mengingat tentang kejahatan mereka, aku membuat luka tambahan lagi, dan oleh karena itulah sampai saat itu, aku telah memiliki empat buah luka di perutku.

Waktunya untuk menambah satu luka lagi, itulah pikirku pada saat itu. Ketika aku akan membuat luka yang kelima, seseorang menelepon ponselku. Dengan segera aku mengangkatnya. Ternyata dia adalah seorang pria yang mencoba untuk menarik perhatianku belakangan ini. Kala itu, ia ingin mengajakku kencan.

Tanpa keraguan di wajahku, aku langsung tersenyum dan menyanggupi permintaannya. Kitapun sepakat untuk saling bertemu di minggu depan. Setelah itu, kita saling mengucapkan selamat malam dan memberikan ciuman jarak jauh, sebelum akhirnya kita memutuskan hubungan telepon.

Waktunya untuk kembali ke proses pembuatan luka. Aku menarik keluar pisauku, dan dengan cepat membuat luka tambahan di perutku. Luka tersebut kubuat secara diagonal ke kanan, dan di atas empat luka yang berdiri vertikal. Darahpun mulai mengucur pelan dari luka baru dan lama tersebut. Melihat itu, hatiku dipenuhi oleh kepuasan.

Sayangnya kepuasan itu tidak bertahan lama. Beberapa detik berselang, aku merasa sedih. Itu karena aku teringat akan pria yang baru saja mengajakku kencan. Menilai dari sifatnya, dia terlihat seperti orang yang baik-baik. Tetapi hati seseorang hanyalah diketahui oleh dirinya sendiri, serta oleh Tuhan. Oleh sebab itulah aku tidak bisa benar-benar tahu apakah ia sungguhan baik padaku, atau apa yang sebenarnya ada di dalam dirinya berbeda 180 derajat dengan apa yang ia tunjukkan di luar.

Aku benar-benar berharap kalau pria ini akan sungguhan baik padaku. Maksudku adalah, yang ia inginkan benar-benar menjalani hubungan kekasih denganku, dan bukan memanfaatkanku sebagai mainan sex ataupun penghasil uang. Itu karena aku sudah merasa cukup merasa sedih... dan tentu saja.. sudah merasa muak untuk membunuh siapapun yang mengecewakanku.

Aku melihat kembali kepada lukaku. Kuhitung kembali jumlahnya, seakan-seakan aku sering melakukan kesalahan dalam penghitungan matematika yang sederhana. Setelah menghitung lebih dari sepuluh kali, aku baru yakin kalau jumlah lukaku adalah lima. Semoga saja aku tidak perlu menambah luka ini lagi. Semoga saja aku berhasil menemukan orang yang memang ditakdirkan untuk menjadi pasangan hidupku. Semoga saja orang yang baru saja mengajakku kencan, adalah pasangan hidup yang kudamba-dambakan sejak entah beberapa tahun yang lalu.

-SELESAI-

Spoiler for Thread ane yang lain:
Diubah oleh paticos 08-12-2017 17:41
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan