- Beranda
- Komunitas
- Games
- Can You Solve This Game?
Kasus Joni #01 - Pilot


TS
Exxander
Kasus Joni #01 - Pilot
dengan ini, izinkan saya mencoba meramaikan
forum paling ramah seantero kaskus ini..
forum paling ramah seantero kaskus ini..
Kasus Joni #01
PILOT


Spoiler for 1:
“Yaaak sunduuul..Gooool!! Hahaha”
“Yaelaah lu gimana sih Gus, udah berkali-kali diajarin masa masih kalah juga” ujar Dadan (21 tahun) yang sedikit kecewa menyaksikan adiknya, Agus (17 tahun), dibantai main PES oleh Putra (24 tahun).
“Stiknya ini a, udah ga enak..” jawab Agus. “Halah, alesan basi!” balas Putra.
Siang itu sekitar pukul 2 lewat 40 menit, mereka bertiga main PES di laptopnya Putra di kontrakannya Putra juga. Putra ngga tinggal sendiri disitu, ada Leo (25 tahun), seorang jurnalis junior berbadan sedikit kurus yang juga tinggal di kontrakan dengan 3 ruangan utama itu. Menurut Putra, Leo bakal ke kontrakan sekitar jam itu bareng editornya, entah untuk apa. Dan benar saja, di luar sana terdengar suara mobil yang kemudian berhenti tepat didepan kontrakannya. Seorang bapak-bapak berkumis tebal dan berperawakan tegap keluar dari pintu supir. Dialah Pak Faisal (51 tahun), editor sebuah portal berita online tempat Leo bekerja.
Tak lama kedua pintu dari sebelah kiri terbuka, Leo turun, lalu diikuti seorang wanita yang terlihat muram dibalik wajahnya yang cantik. Mereka bertiga langsung berjalan ke arah kontrakan.
Putra pun langsung berdiri dan menghampiri sahabatnya yang baru datang itu. “Di tengah aja ya? Lagi pada maen nih nanggung” kata Putra ke Leo setengah berbisik. “Yaudah” jawab Leo. Putra pun mempersilahkan Pak Faisal dan wanita tadi masuk. Leo kemudian memperkenalkan mereka berdua ke Putra. “Ini Pak Faisal, bos gue. Nah ini anaknya, Susana (24 tahun)”.”Loh, ini cewe lu kan ya?”.”Yup”. Mereka bertiga pun langsung ke ruangan tengah meninggalkan Putra yang terdiam melihat langsung kecantikan pacar sahabatnya itu.
“Rapih juga kamarmu, Le, buat ukuran kamar bujangan” buka Pak Faisal sambil duduk mengambil tempat di dekat dinding. “Tinggal sendiri kamu?”
“Ah biasa aja kok om, si Putra tadi yang lebih sering beres-beresin. Saya berdua doang sama dia disini, lumayan sih udah sekitar tiga tahunan.” jawab Leo sambil mengambil sebuah meja lipat kecil dan asbak untuk ditaruh di tengah ruangan. “Maaf om begini doang nih kondisinya, lesehan gapapa kan?”
“Ah udah gapapa kok.”
“Mau minum apa om?”
“Yang ada aja lah.”
“Kamu?”
“Terserah..”
Kemudian Leo teringat sesuatu, stok kopinya udah habis.
“Guus, tolong beliin kopi dulu dong bentar!” suruh Leo dengan setengah teriak kepada Agus.
Yang dipanggil kemudian datang, Leo memberikan selembar uang dua puluh ribuan kepadanya. “Kopi item sama AB* susu ya. Campur aja semua beli 20 ribu.”
“Okee bang.” Agus kemudian keluar menuju warung terdekat.
“Yaelaah lu gimana sih Gus, udah berkali-kali diajarin masa masih kalah juga” ujar Dadan (21 tahun) yang sedikit kecewa menyaksikan adiknya, Agus (17 tahun), dibantai main PES oleh Putra (24 tahun).
“Stiknya ini a, udah ga enak..” jawab Agus. “Halah, alesan basi!” balas Putra.
Siang itu sekitar pukul 2 lewat 40 menit, mereka bertiga main PES di laptopnya Putra di kontrakannya Putra juga. Putra ngga tinggal sendiri disitu, ada Leo (25 tahun), seorang jurnalis junior berbadan sedikit kurus yang juga tinggal di kontrakan dengan 3 ruangan utama itu. Menurut Putra, Leo bakal ke kontrakan sekitar jam itu bareng editornya, entah untuk apa. Dan benar saja, di luar sana terdengar suara mobil yang kemudian berhenti tepat didepan kontrakannya. Seorang bapak-bapak berkumis tebal dan berperawakan tegap keluar dari pintu supir. Dialah Pak Faisal (51 tahun), editor sebuah portal berita online tempat Leo bekerja.
Tak lama kedua pintu dari sebelah kiri terbuka, Leo turun, lalu diikuti seorang wanita yang terlihat muram dibalik wajahnya yang cantik. Mereka bertiga langsung berjalan ke arah kontrakan.
Putra pun langsung berdiri dan menghampiri sahabatnya yang baru datang itu. “Di tengah aja ya? Lagi pada maen nih nanggung” kata Putra ke Leo setengah berbisik. “Yaudah” jawab Leo. Putra pun mempersilahkan Pak Faisal dan wanita tadi masuk. Leo kemudian memperkenalkan mereka berdua ke Putra. “Ini Pak Faisal, bos gue. Nah ini anaknya, Susana (24 tahun)”.”Loh, ini cewe lu kan ya?”.”Yup”. Mereka bertiga pun langsung ke ruangan tengah meninggalkan Putra yang terdiam melihat langsung kecantikan pacar sahabatnya itu.
“Rapih juga kamarmu, Le, buat ukuran kamar bujangan” buka Pak Faisal sambil duduk mengambil tempat di dekat dinding. “Tinggal sendiri kamu?”
“Ah biasa aja kok om, si Putra tadi yang lebih sering beres-beresin. Saya berdua doang sama dia disini, lumayan sih udah sekitar tiga tahunan.” jawab Leo sambil mengambil sebuah meja lipat kecil dan asbak untuk ditaruh di tengah ruangan. “Maaf om begini doang nih kondisinya, lesehan gapapa kan?”
“Ah udah gapapa kok.”
“Mau minum apa om?”
“Yang ada aja lah.”
“Kamu?”
“Terserah..”
Kemudian Leo teringat sesuatu, stok kopinya udah habis.
“Guus, tolong beliin kopi dulu dong bentar!” suruh Leo dengan setengah teriak kepada Agus.
Yang dipanggil kemudian datang, Leo memberikan selembar uang dua puluh ribuan kepadanya. “Kopi item sama AB* susu ya. Campur aja semua beli 20 ribu.”
“Okee bang.” Agus kemudian keluar menuju warung terdekat.
Spoiler for 2:
“Harus banget ya pih? Ngebahas ginian disini?”
“Yaa kamu kan tau sendiri. Di kantor itu ya susah. Pacarmu ini kan di luar kantor terus nyari berita. Sekalinya di kantor juga bentar doang. Lagian kerjaan Papih juga banyak. Kamu juga sih Le, disuruh ke rumah ada aja alesannya.”
“Bukan gitu om, ya kita kan udah sempet bahas ini bentar di kantor, menurut saya ya udah ga ada yg mesti dibahas lagi. Hubungan saya sama Susan ini bener-bener ga ngaruh sama kerjaan saya om.”
“Yaa itu kan menurut kamu. Kamu ga pernah tau kan apa kata orang-orang kantor sana? Kamu ga pernah tau kan kualitas beritamu itu makin lama makin nurun sejak kamu pacaran sama dia? Yang om tau, dulu pas kamu mulai masuk disana tuh beritamu selalu ekskusif. Selalu jadi headline di web kita. Minimal jadi hot news. Lha sekarang?”
Sekedar pengetahuan, Susana juga bekerja di kantor yang sama dengan Pak Faisal dan Leo sejak 4 bulan yang lalu. Pak Faisal bisa memasukkan anaknya sendiri disitu karena atasannya teman dekat Pak Faisal. Dan sejak saat itu pula Leo menjalin hubungan asmara dengan perempuan cantik itu, yang sepertinya kurang disetujui oleh ayahnya karna mengganggu produktivitas kerja Leo yang sebelumnya sangat mengesankan.
“Yaa kamu kan tau sendiri. Di kantor itu ya susah. Pacarmu ini kan di luar kantor terus nyari berita. Sekalinya di kantor juga bentar doang. Lagian kerjaan Papih juga banyak. Kamu juga sih Le, disuruh ke rumah ada aja alesannya.”
“Bukan gitu om, ya kita kan udah sempet bahas ini bentar di kantor, menurut saya ya udah ga ada yg mesti dibahas lagi. Hubungan saya sama Susan ini bener-bener ga ngaruh sama kerjaan saya om.”
“Yaa itu kan menurut kamu. Kamu ga pernah tau kan apa kata orang-orang kantor sana? Kamu ga pernah tau kan kualitas beritamu itu makin lama makin nurun sejak kamu pacaran sama dia? Yang om tau, dulu pas kamu mulai masuk disana tuh beritamu selalu ekskusif. Selalu jadi headline di web kita. Minimal jadi hot news. Lha sekarang?”
Sekedar pengetahuan, Susana juga bekerja di kantor yang sama dengan Pak Faisal dan Leo sejak 4 bulan yang lalu. Pak Faisal bisa memasukkan anaknya sendiri disitu karena atasannya teman dekat Pak Faisal. Dan sejak saat itu pula Leo menjalin hubungan asmara dengan perempuan cantik itu, yang sepertinya kurang disetujui oleh ayahnya karna mengganggu produktivitas kerja Leo yang sebelumnya sangat mengesankan.
Spoiler for 3:
“Lama bener sih beli kopi doang, sampe ngabisin 2 pertandingan nih. Untung menang semua..”
“Itu, tadi di mbak Sri AB* nya abis, makanya ke warungnya Pak Mahmud dulu.” Jawab Agus yang baru sampai ke kontrakan dengan membawa segepok kopi hitam dan AB* sachet.
“Eh iya, baru inget gue. Masih ada stok sisa kopi dari toko tuh. Pake itu aja dulu sayang kalo ga dipake.” Ujar Putra sambil mem-pause gamenya.
“Ada di dapur? Dimananya?”
“Iya, eh udah deh gue aja yg bikin. Ntar sama lu asal-asalan lagi.” Jawab Putra sambil berlalu ke belakang ke arah dapur. Sementara Agus menggantikan Putra main PES bareng kakaknya.
Putra merupakan seorang barista yang namanya cukup dikenal di lingkungannya. Lokasi kedai kopinya berada di pinggir jalan utama yang banyak dilalui kendaraan. Sehingga tak aneh langganannya yang sebagian besar ABG ABG gaul itu semakin meningkat. Putra pernah mengusulkan membuka kedai kopi sendiri kepada Leo dan menjalankan usaha itu bersama-sama. Hutang Leo ke Putra yang hampir mencapai 3 juta rupiah diusulkan oleh Putra sebagai modal awal usahanya itu, ditambah dengan beberapa juta uang yang sudah ia kumpulkan sejak bekerja di kedai kopi. Tapi Leo menolak dengan alasan pekerjaannya itu tidak bisa dia tinggalkan, dan keuntungan yang akan diperoleh dari usaha warkop tersebut menurutnya kurang memuaskan, ditambah lagi dia hanya bisa melunasi hutangnya dengan cara menyicil, karna gajinya sebagai kuli tinta bisa dibilang pas-pasan.
Sementara itu Agus dan Dadan merupakan kakak beradik yang kontrakannya berjarak hanya beberapa pintu disebelah kontrakan Putra & Leo. Karena tetangga dekat merekapun sering main bersama di kontrakan itu. Seperti yang mereka lakukan siang itu. Karena Putra mendapatkan shift malam, Agus baru pulang dari sekolahnya di SMK jurusan otomotif, dan Dadan sedang tidak ada kuliah di kampus analis kimia nya, merekapun bermain PES bersama seperti biasanya ruangan depan yang kalau malam difungsikan untuk menaruh motor Putra & Leo.
Karena air panas di termos hanya cukup untuk 2 gelas, Putra lalu memasak air lagi untuk 2 gelas berikutnya, kemudian sambil menunggu air mendidih, Putra buang air besar di toilet yang satu ruangan dengan dapur itu.
“Tok! Tok! Tok!” Agus mengetuk pintu toilet.
“Masih lama ga bang?!”
“Bentar lagi kok.”
Beberapa menit kemudian Putra pun keluar dari toilet. Lalu melanjutkan menuang air panas yang sudah mendidih tadi ke dua gelas yang masih belum diisi.
“Sini bang gue aja yg nganterin, udah lu duluan aja sana.” Kata Agus sambil mengambil nampan.
“Udah gapapa gue aja. Lah lu kan tadi mau toilet? Itu udah kosong.”
“Eh, iya, cuma kebelet kencing doang kok.”
“Yaudah sana.” Kata Putra sambil membawa keempat gelas dengan hati-hati, sementara Agus membuang hajatnya di toilet.
Setelah menaruh gelas-gelas di meja lipat, Putra kemudian bangkit sambil membawa kopi untuknya sendiri ke ruangan depan.
“Eeh bentar dulu Put” Pak Faisal mencegah. “Duduk dulu sini bentar, ada yang mau kita omongin..”
“Itu, tadi di mbak Sri AB* nya abis, makanya ke warungnya Pak Mahmud dulu.” Jawab Agus yang baru sampai ke kontrakan dengan membawa segepok kopi hitam dan AB* sachet.
“Eh iya, baru inget gue. Masih ada stok sisa kopi dari toko tuh. Pake itu aja dulu sayang kalo ga dipake.” Ujar Putra sambil mem-pause gamenya.
“Ada di dapur? Dimananya?”
“Iya, eh udah deh gue aja yg bikin. Ntar sama lu asal-asalan lagi.” Jawab Putra sambil berlalu ke belakang ke arah dapur. Sementara Agus menggantikan Putra main PES bareng kakaknya.
Putra merupakan seorang barista yang namanya cukup dikenal di lingkungannya. Lokasi kedai kopinya berada di pinggir jalan utama yang banyak dilalui kendaraan. Sehingga tak aneh langganannya yang sebagian besar ABG ABG gaul itu semakin meningkat. Putra pernah mengusulkan membuka kedai kopi sendiri kepada Leo dan menjalankan usaha itu bersama-sama. Hutang Leo ke Putra yang hampir mencapai 3 juta rupiah diusulkan oleh Putra sebagai modal awal usahanya itu, ditambah dengan beberapa juta uang yang sudah ia kumpulkan sejak bekerja di kedai kopi. Tapi Leo menolak dengan alasan pekerjaannya itu tidak bisa dia tinggalkan, dan keuntungan yang akan diperoleh dari usaha warkop tersebut menurutnya kurang memuaskan, ditambah lagi dia hanya bisa melunasi hutangnya dengan cara menyicil, karna gajinya sebagai kuli tinta bisa dibilang pas-pasan.
Sementara itu Agus dan Dadan merupakan kakak beradik yang kontrakannya berjarak hanya beberapa pintu disebelah kontrakan Putra & Leo. Karena tetangga dekat merekapun sering main bersama di kontrakan itu. Seperti yang mereka lakukan siang itu. Karena Putra mendapatkan shift malam, Agus baru pulang dari sekolahnya di SMK jurusan otomotif, dan Dadan sedang tidak ada kuliah di kampus analis kimia nya, merekapun bermain PES bersama seperti biasanya ruangan depan yang kalau malam difungsikan untuk menaruh motor Putra & Leo.
Karena air panas di termos hanya cukup untuk 2 gelas, Putra lalu memasak air lagi untuk 2 gelas berikutnya, kemudian sambil menunggu air mendidih, Putra buang air besar di toilet yang satu ruangan dengan dapur itu.
“Tok! Tok! Tok!” Agus mengetuk pintu toilet.
“Masih lama ga bang?!”
“Bentar lagi kok.”
Beberapa menit kemudian Putra pun keluar dari toilet. Lalu melanjutkan menuang air panas yang sudah mendidih tadi ke dua gelas yang masih belum diisi.
“Sini bang gue aja yg nganterin, udah lu duluan aja sana.” Kata Agus sambil mengambil nampan.
“Udah gapapa gue aja. Lah lu kan tadi mau toilet? Itu udah kosong.”
“Eh, iya, cuma kebelet kencing doang kok.”
“Yaudah sana.” Kata Putra sambil membawa keempat gelas dengan hati-hati, sementara Agus membuang hajatnya di toilet.
Setelah menaruh gelas-gelas di meja lipat, Putra kemudian bangkit sambil membawa kopi untuknya sendiri ke ruangan depan.
“Eeh bentar dulu Put” Pak Faisal mencegah. “Duduk dulu sini bentar, ada yang mau kita omongin..”
Spoiler for 4:
“Puut! Giliran lo maen niih!” Terdengar seruan Dadan dari ruangan depan.
“Jadi ya gitu aja om, saya sih udah ngitung-ngitung dapetnya lumayan juga. Temen saya juga ada yang mau bantuin sewa tempatnya disana. Btw, itu saya udah giliran main, permisi bentar ya om, mbak..” Putra lalu menyeruput sedikit kopinya lalu segera ke ruangan depan.
Handphone Leo tiba-tiba berdering. Setelah melihat layar hp nya, Leo minta izin untuk menjawab telfon itu. Sesaat kemudian dia langsung menuju ke depan kontrakannya untuk menjawab telfon yang kelihatannya sangat penting itu.
“Udah lah pih, percuma mau diomongin kaya apa juga. Aku ga mau ninggalin dia. Kita udah saling cinta pih..”
“Halah! Tau apa kamu masalah cinta. Papi bukannya ngelarang kamu pacaran, Dek. Papi cuma ngga mau hubungan kamu itu ngeganggu dia. Jujur aja papi sebenernya seneng kok sama si Leo, papi lebih tau dia duluan daripada kamu, dan justru karna papi juga sayang sama dia, makanya papi saranin begini..”
“Trus apa menurut papi cara itu bisa nyelesain semuanya?? Yang ada malah makin parah pih..”
“Yaa kita liat aja nanti” Pak Faisal lalu berdiri dan berjalan ke arah depan, dan bertanya ke Agus yang sedang menonton dimana letak toilet.
“Oh itu pak di belakang, sebelah kanan..”
Pak Faisal lalu mengikuti arahan Agus tadi menuju toilet.
“Jadi ya gitu aja om, saya sih udah ngitung-ngitung dapetnya lumayan juga. Temen saya juga ada yang mau bantuin sewa tempatnya disana. Btw, itu saya udah giliran main, permisi bentar ya om, mbak..” Putra lalu menyeruput sedikit kopinya lalu segera ke ruangan depan.
Handphone Leo tiba-tiba berdering. Setelah melihat layar hp nya, Leo minta izin untuk menjawab telfon itu. Sesaat kemudian dia langsung menuju ke depan kontrakannya untuk menjawab telfon yang kelihatannya sangat penting itu.
“Udah lah pih, percuma mau diomongin kaya apa juga. Aku ga mau ninggalin dia. Kita udah saling cinta pih..”
“Halah! Tau apa kamu masalah cinta. Papi bukannya ngelarang kamu pacaran, Dek. Papi cuma ngga mau hubungan kamu itu ngeganggu dia. Jujur aja papi sebenernya seneng kok sama si Leo, papi lebih tau dia duluan daripada kamu, dan justru karna papi juga sayang sama dia, makanya papi saranin begini..”
“Trus apa menurut papi cara itu bisa nyelesain semuanya?? Yang ada malah makin parah pih..”
“Yaa kita liat aja nanti” Pak Faisal lalu berdiri dan berjalan ke arah depan, dan bertanya ke Agus yang sedang menonton dimana letak toilet.
“Oh itu pak di belakang, sebelah kanan..”
Pak Faisal lalu mengikuti arahan Agus tadi menuju toilet.
Spoiler for 5:
“Waduh baru inget! RT 11 maen sekarang lawan RT 08..” Agus lalu melirik jam dinding. “Mampus udah jam tiga lewat seperempat, udah ketinggalan 15 menit nih. Gue ke lapangan dulu ya, duit tarohannya gue yang megang soalnya.”
“Wah lu masih aja kaya gitu ya, gue bilangin emak lu nih” Seru Putra sambil melihat Agus yang tergesa-gesa langsung bangkit dan dengan setengah berlari menuju ke pintu belakang untuk kemudian ke lapangan tempat kompetisi sepak bola antar RT berlangsung.
“Nah kan bocah kebiasaan begini nih, HP nya maen ditinggal aja..” kata Dadan sambil mengambil HP Agus yang tertinggal di dekatnya.
“Yaudah gue balik juga deh, mau tidur bentar abis itu nugas. Kalo si Agus kemari nyariin HP nya bilang aja sama gue yak” Kata Dadan lalu keluar menuju kontrakan orang tuanya.
“Oh oke Dan, thanks ya..” balas Putra sambil mematikan laptopnya, lalu kembali ke ruang tengah.
“Wah lu masih aja kaya gitu ya, gue bilangin emak lu nih” Seru Putra sambil melihat Agus yang tergesa-gesa langsung bangkit dan dengan setengah berlari menuju ke pintu belakang untuk kemudian ke lapangan tempat kompetisi sepak bola antar RT berlangsung.
“Nah kan bocah kebiasaan begini nih, HP nya maen ditinggal aja..” kata Dadan sambil mengambil HP Agus yang tertinggal di dekatnya.
“Yaudah gue balik juga deh, mau tidur bentar abis itu nugas. Kalo si Agus kemari nyariin HP nya bilang aja sama gue yak” Kata Dadan lalu keluar menuju kontrakan orang tuanya.
“Oh oke Dan, thanks ya..” balas Putra sambil mematikan laptopnya, lalu kembali ke ruang tengah.
Spoiler for 6:
“Waah ini dia nih baru dateng, hampir aja lo mau disamperin bocah RT sebelah gara-gara disangka kabur bawa duit tarohan” kata si Jonike Agus yang baru tiba di lapangan dengan terengah-engah. “Sori Bang Jon, abis ngePES di kontrakan Bang Putra tadi.”
“Tambahin nih, ada yang naro lagi tadi” ujar Fauzi sambil memberikan beberapa lembar uang lima puluh ribuan ke Agus.
Agus lalu mengeluarkan isi saku belakangnya, lalu diambilnya uang tadi. Kemudian memeriksa saku sampingnya, “duh, HP gue ketinggalan lagi, bentar ya, nih Bang Jon pegang dulu duitnya, gue mau ngambil HP dulu.” Kata Agus dengan langsung berlari ke kontrakan Putra.
“Dasar bocah..” gumam Joni.
“Tambahin nih, ada yang naro lagi tadi” ujar Fauzi sambil memberikan beberapa lembar uang lima puluh ribuan ke Agus.
Agus lalu mengeluarkan isi saku belakangnya, lalu diambilnya uang tadi. Kemudian memeriksa saku sampingnya, “duh, HP gue ketinggalan lagi, bentar ya, nih Bang Jon pegang dulu duitnya, gue mau ngambil HP dulu.” Kata Agus dengan langsung berlari ke kontrakan Putra.
“Dasar bocah..” gumam Joni.
Spoiler for 7:
“Ah iya iya pak.. Aduh sebentar pak ada yang urgent nih maaf ya pak..” Leo berkata ke lawan bicaranya di telfon sambil terburu-buru ke arah toilet sambil menutup mulutnya, terlihat wajahnya berkeringat dan sangat pucat sekali. Pak Faisal, Susana, dan Putra yang sedang mengobrol di ruang tengah hanya bisa melihat Leo melewati mereka sambil terdiam. Sesaat kemudian terdengar samar-samar diantara suara kran yang deras, suara Leo muntah-muntah di dalam toilet.
Mereka bertiga pun melanjutkan obrolannya dan tidak mencurigai Leo sedikitpun karna menyangka Leo hanya mual atau alergi. Beberapa menit setelah itu, tiba-tiba Agus muncul dari arah belakang, melihat Putra ada di ruang tengah, dia pun bertanya dimana HP nya yang ketinggalan.
“Itu, dibawa sama abangmu tadi.” jawab Putra. “Oh oke bang makasih ya.” Putra langsung menuju kontrakannya lewat pintu depan.
“Ya sudah, nanti biar om pertimbangkan dulu. Memang sekarang-sekarang ini jarang ada yang punya jiwa pengusaha kaya kamu ini.”
Putra hanya tersenyum simpul mendengar perkataan Pak Faisal.
“Maklumin aja kalo Leo keras begitu, emang udah wataknya kaya gitu. Susah dibilangin. Tapi sebetulnya bagus juga sih buat kerjaannya yang harus nuntut dia buat independen.” Lanjut Pak Faisal.
Susana hanya terdiam sejak tadi, matanya terlihat berkaca-kaca. Sesaat kemudian dia langsung menyambar bungkus rokok dan lighter nya, lalu pergi keluar. Pak Faisal hanya melihat putrinya itu hilang dari pandangan dengan rasa iba. Mereka berdua pun sama sama terdiam. Pak Faisal beberapa kali menyeruput kopinya hingga hampir habis, lalu kemudian bangkit menuju toilet.
Setelah beberapa saat Pak Faisal mengetuk pintu toilet, tidak ada jawaban, hanya ada suara air yang terdengar deras dari kran. Kemudian Pak Faisal akhirnya mendorong pelan pintu toilet, dan langsung berteriak ketika dia melihat Leo terbaring tak bernyawa di lantai toilet.
Mereka bertiga pun melanjutkan obrolannya dan tidak mencurigai Leo sedikitpun karna menyangka Leo hanya mual atau alergi. Beberapa menit setelah itu, tiba-tiba Agus muncul dari arah belakang, melihat Putra ada di ruang tengah, dia pun bertanya dimana HP nya yang ketinggalan.
“Itu, dibawa sama abangmu tadi.” jawab Putra. “Oh oke bang makasih ya.” Putra langsung menuju kontrakannya lewat pintu depan.
“Ya sudah, nanti biar om pertimbangkan dulu. Memang sekarang-sekarang ini jarang ada yang punya jiwa pengusaha kaya kamu ini.”
Putra hanya tersenyum simpul mendengar perkataan Pak Faisal.
“Maklumin aja kalo Leo keras begitu, emang udah wataknya kaya gitu. Susah dibilangin. Tapi sebetulnya bagus juga sih buat kerjaannya yang harus nuntut dia buat independen.” Lanjut Pak Faisal.
Susana hanya terdiam sejak tadi, matanya terlihat berkaca-kaca. Sesaat kemudian dia langsung menyambar bungkus rokok dan lighter nya, lalu pergi keluar. Pak Faisal hanya melihat putrinya itu hilang dari pandangan dengan rasa iba. Mereka berdua pun sama sama terdiam. Pak Faisal beberapa kali menyeruput kopinya hingga hampir habis, lalu kemudian bangkit menuju toilet.
Setelah beberapa saat Pak Faisal mengetuk pintu toilet, tidak ada jawaban, hanya ada suara air yang terdengar deras dari kran. Kemudian Pak Faisal akhirnya mendorong pelan pintu toilet, dan langsung berteriak ketika dia melihat Leo terbaring tak bernyawa di lantai toilet.
Spoiler for 8:
Nama gue Joni Ismail. Gue seorang legend kampus a.k.a. mahasiswa abadi di sebuah universitas swasta di Kab. Kandang Badak. Entah udah berapa semester yang gue jalanin, tapi yang jelas udah dua digit jumlahnya. Banyak yang bilang gue ahli dalam analisa. Suka memperhatikan hal-hal yang sangat kecil, urakan, badung, tapi jenius. Dan karna kemampuan gue inilah, Letnan Miki dari polsek Kandang Badak selalu konsultasi ke gue tiap ada kasus kejahatan yang rumit, yang pemecahannya butuh waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
Waktu kejadian sore itu gue lagi nonton pertandingan sepak bola antar RT. Dan jagoan gue, RT 08 lagi kalah sementara dengan skor 0-1, makanya gue rada kesel juga begitu denger ada kabar orang meninggal di deket situ, yang artinya gue mesti secepetnya kesana, ninggalin pertandingan bola yang baru berjalan sekitar dua puluh menitan. Akhirnya gue nitipin duit taruhan ke temen gue yang megang RT 11, dan langsung meluncur ke TKP.
Korban bernama Leo, seorang jurnalis di sebuah portal berita online. Gue beberapa kali pernah ketemu dia di daerah sini. Karna cuma ketemu sepintas sepintas doang, gue ga pernah ngobrol langsung sama beliau. Tapi dari yang gue liat, Leo ini orangnya emang rada tegas, ngga neko-neko, dan agak anti-sosial, bisa gue tebak temen deketnya pasti sedikit. Mungkin cuma Putra doang yang jadi sahabatnya selama ini.
Korban ditemukan pertama kali oleh Pak Faisal, bos nya sendiri. Pak Faisal bilang waktu dia mau ke toilet, Leo masih ada di dalam. Dia akhirnya nungguin di dapur beberapa saat. Kemudian karna merasa Leo udah kelamaan di dalem toilet, dan karna dia ga denger apapun dari dalam sana kecuali suara air keran yang deras, dia pun manggil-manggil Leo dan ngetok-ngetok pintunya, tapi ga ada jawaban. Sampai akhirnya dia dorong pintunya pelan-pelan, yang ternyata ngga di kunci, dia langsung nemuin korban udah ngga bernyawa tengkurap di lantai toilet.
Di sekitar korban hanya ditemukan beberapa sisa muntahan korban. Terdapat baskom besar yang menampung pakaian kotor yang akan dicuci di pojok toilet. Juga terdapat sebuah celana jeans warna biru tua milik Putra tergeletak di samping kepala korban. Kran air di bak mandi mati karna sumbernya dari PAM yang akhir-akhir ini memang sedang kering. Satu-satunya sumber air hanya melalui kran yang sumbernya dari pompa air kontrakan itu yang mengalir deras ke arah ember yang letaknya lumayan jauh dibawah kran, sehingga tak aneh jika tiap ada yang ke toilet pasti membuka kran tersebut dan menimbulkan suara yang agak berisik. Sisanya hanya perabotan biasa yang umumnya ditemui di toilet.
Setiap orang yang ada di kontrakan itu pada waktu kejadian, Agus, Dadan, Putra, Pak Faisal, dan Susana udah nyeritain semuanya yang mereka lakuin waktu di kontrakan itu, termasuk hubungannya dengan korban. Seperti yang udah diceritain di atas. Belakangan gue baru tau dari ibunya Agus kalo dulu Agus sering minta diajarin sama korban tentang jurnalistik. Karena Agus memang berminat dan berbakat di bidang itu. Agus juga minta ke ibunya supaya masuk ke SMA untuk kemudian kuliah di jurusan komunikasi, tapi ibunya, atas saran Leo, malah masukin dia ke SMK dengan harapan bisa langsung bekerja setelah lulus.
Belakangan juga gue baru tau dari Pak Faisal kalo Susana, anaknya sedang dipertimbangkan untuk dimutasi ke luar provinsi. Supaya Leo dan Susana bisa lanjutin kerjaannya masing-masing dengan tenang.
Waktu kejadian sore itu gue lagi nonton pertandingan sepak bola antar RT. Dan jagoan gue, RT 08 lagi kalah sementara dengan skor 0-1, makanya gue rada kesel juga begitu denger ada kabar orang meninggal di deket situ, yang artinya gue mesti secepetnya kesana, ninggalin pertandingan bola yang baru berjalan sekitar dua puluh menitan. Akhirnya gue nitipin duit taruhan ke temen gue yang megang RT 11, dan langsung meluncur ke TKP.
Korban bernama Leo, seorang jurnalis di sebuah portal berita online. Gue beberapa kali pernah ketemu dia di daerah sini. Karna cuma ketemu sepintas sepintas doang, gue ga pernah ngobrol langsung sama beliau. Tapi dari yang gue liat, Leo ini orangnya emang rada tegas, ngga neko-neko, dan agak anti-sosial, bisa gue tebak temen deketnya pasti sedikit. Mungkin cuma Putra doang yang jadi sahabatnya selama ini.
Korban ditemukan pertama kali oleh Pak Faisal, bos nya sendiri. Pak Faisal bilang waktu dia mau ke toilet, Leo masih ada di dalam. Dia akhirnya nungguin di dapur beberapa saat. Kemudian karna merasa Leo udah kelamaan di dalem toilet, dan karna dia ga denger apapun dari dalam sana kecuali suara air keran yang deras, dia pun manggil-manggil Leo dan ngetok-ngetok pintunya, tapi ga ada jawaban. Sampai akhirnya dia dorong pintunya pelan-pelan, yang ternyata ngga di kunci, dia langsung nemuin korban udah ngga bernyawa tengkurap di lantai toilet.
Di sekitar korban hanya ditemukan beberapa sisa muntahan korban. Terdapat baskom besar yang menampung pakaian kotor yang akan dicuci di pojok toilet. Juga terdapat sebuah celana jeans warna biru tua milik Putra tergeletak di samping kepala korban. Kran air di bak mandi mati karna sumbernya dari PAM yang akhir-akhir ini memang sedang kering. Satu-satunya sumber air hanya melalui kran yang sumbernya dari pompa air kontrakan itu yang mengalir deras ke arah ember yang letaknya lumayan jauh dibawah kran, sehingga tak aneh jika tiap ada yang ke toilet pasti membuka kran tersebut dan menimbulkan suara yang agak berisik. Sisanya hanya perabotan biasa yang umumnya ditemui di toilet.
Setiap orang yang ada di kontrakan itu pada waktu kejadian, Agus, Dadan, Putra, Pak Faisal, dan Susana udah nyeritain semuanya yang mereka lakuin waktu di kontrakan itu, termasuk hubungannya dengan korban. Seperti yang udah diceritain di atas. Belakangan gue baru tau dari ibunya Agus kalo dulu Agus sering minta diajarin sama korban tentang jurnalistik. Karena Agus memang berminat dan berbakat di bidang itu. Agus juga minta ke ibunya supaya masuk ke SMA untuk kemudian kuliah di jurusan komunikasi, tapi ibunya, atas saran Leo, malah masukin dia ke SMK dengan harapan bisa langsung bekerja setelah lulus.
Belakangan juga gue baru tau dari Pak Faisal kalo Susana, anaknya sedang dipertimbangkan untuk dimutasi ke luar provinsi. Supaya Leo dan Susana bisa lanjutin kerjaannya masing-masing dengan tenang.
Spoiler for 9:
Hasil otopsi sementara menunjukkan korban tewas karna keracunan dan sekaligus kehabisan nafas. Racun berupa sianida cair yang sudah terbukti ada di gelas korban. Juga terdapat bukti beberapa pukulan benda tumpul di kepala bagian depan korban. Hasil penggeledahan pun membuahkan hasil yang mengejutkan. Ditemukan sebungkus bubuk arsenik di celana jeans biru tua milik Putra yang ada di samping korban tadi. Penggeledahan dilakukan di seluruh area kontrakan, pakaian setiap orang yang ada disitu, juga di mobil Pak Faisal. Tidak ada lagi yang mencurigakan selain hal-hal di atas.
Joni masih kebingungan dengan kasus ini, dia hanya mondar-mandir di sekitar TKP. Dia mencoba menerka apa lagi yang dia lewati. Sesekali dia mengamati ketiga gelas bekas di wastafel yang sudah digunakan (karna gelas korban sudah dipindahkan untuk diperiksa). Salah satu gelas sudah habis isinya hanya meninggalkan sisa ampas di dinding dan dasar gelas. Dua gelas lainnya hanya menyisakan sedikit sisa kopi. Dia juga mengamati ruang tengah, yang difungsikan sebagai tempat tidur. Hanya ada beberapa perabotan disitu, hanya sebuah lemari besar di pojok, gantungan baju beserta beberapa pakaian milik korban dan Putra, dua kasur yang ditumpuk, asbak, serta sebuah meja lipat kecil di tengah ruangan.
Beberapa kali Joni hanya bisa menghela nafas, wajahnya tampak sangat kebingungan.
“Put, sisa stok kopi dari toko lu masih ada ngga? Tolong bikinin buat gue satu dong.” Kata Joni sambil menyalakan rokok magnum nya, lalu kemudian duduk di ruang tengah. “Agak kental ya Put, bikin pahit juga kopinya.”
“Oke” jawab Putra.
“Kayak ada yang aneh..” gumam Joni sambil menghembuskan asap rokoknya. “Setiap orang yang ada di ruangan ini punya kesempatan buat masukin sianida di gelas korban, tapi kenapa yang ditemuin malah arsenik. Semua orang juga udah diinterogasi, dan mereka masing-masing punya motif buat ngebunuh korban. Tapi kenapa begini…”
Joni sudah mencoba menghubungi sahabatnya, Letnan Miki, tapi ternyata beliau sedang di luar kota. Joni benar-benar kebingungan. Dia merasa ada yang janggal di kasus ini, tapi tidak tau apa itu.
“Nih Jon kopinya..”
“Oh, iya, makasih Put.” Kata Joni sambil mengambil kopinya, lalu meniup pelan lewat ujung gelas. Karna dirasa masih terlalu panas, Joni kemudian meletakkan kopinya.
Joni masih kebingungan dengan kasus ini, dia hanya mondar-mandir di sekitar TKP. Dia mencoba menerka apa lagi yang dia lewati. Sesekali dia mengamati ketiga gelas bekas di wastafel yang sudah digunakan (karna gelas korban sudah dipindahkan untuk diperiksa). Salah satu gelas sudah habis isinya hanya meninggalkan sisa ampas di dinding dan dasar gelas. Dua gelas lainnya hanya menyisakan sedikit sisa kopi. Dia juga mengamati ruang tengah, yang difungsikan sebagai tempat tidur. Hanya ada beberapa perabotan disitu, hanya sebuah lemari besar di pojok, gantungan baju beserta beberapa pakaian milik korban dan Putra, dua kasur yang ditumpuk, asbak, serta sebuah meja lipat kecil di tengah ruangan.
Beberapa kali Joni hanya bisa menghela nafas, wajahnya tampak sangat kebingungan.
“Put, sisa stok kopi dari toko lu masih ada ngga? Tolong bikinin buat gue satu dong.” Kata Joni sambil menyalakan rokok magnum nya, lalu kemudian duduk di ruang tengah. “Agak kental ya Put, bikin pahit juga kopinya.”
“Oke” jawab Putra.
“Kayak ada yang aneh..” gumam Joni sambil menghembuskan asap rokoknya. “Setiap orang yang ada di ruangan ini punya kesempatan buat masukin sianida di gelas korban, tapi kenapa yang ditemuin malah arsenik. Semua orang juga udah diinterogasi, dan mereka masing-masing punya motif buat ngebunuh korban. Tapi kenapa begini…”
Joni sudah mencoba menghubungi sahabatnya, Letnan Miki, tapi ternyata beliau sedang di luar kota. Joni benar-benar kebingungan. Dia merasa ada yang janggal di kasus ini, tapi tidak tau apa itu.
“Nih Jon kopinya..”
“Oh, iya, makasih Put.” Kata Joni sambil mengambil kopinya, lalu meniup pelan lewat ujung gelas. Karna dirasa masih terlalu panas, Joni kemudian meletakkan kopinya.
bersambung..
----------------------------------------------------------

kelanjutan cerita ada di post #3
Diubah oleh Exxander 24-09-2016 06:03
0
6.9K
Kutip
56
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan