

TS
mca_trane
[Flashfic] Pandangan Pertama di Eskalator
Bisa jadi atau mungkin tidak berdasarkan kejadian nyata yang dialami penulis 
------------------

------------------
Spoiler for :
Kemarin aku dapet email edaran dari kampus. Sesuai instruksi presiden, pemilu hari ini jadi libur nasional biar semua orang bisa nyoblos. Jadi ya bisa ditebak. Kampus juga libur.
Asik aja sih buat aku. Kebetulan hari Senin kelasku nggak ada jadwal. Anak-anak kelas lain minta ke dosen di hari Selasa buat kelas pengganti, dan untungnya disetujui. Artinya mulai hari Sabtu kemarin aku udah bisa long weekend!
Makanya sekarang aku lagi ada di rumah. Sebenarnya rumahku nggak jauh-jauh amat dari kampus. Tapi jaraknya lumayan jauh, belum lagi macetnya. Jadi ngekost di deket kampus rasanya lebih efisien daripada harus ngabisin 2 jam di jalan - itupun belum termasuk waktu pulangnya yang berarti kalau ditotal jadi 4 jam.
Hari ini pun, aku ikut nyoblos di deket rumah. Aku bener-bener blank soal siapa yang harus aku pilih. Jadi aku pilih partainya aja yang sekiranya punya track record bagus.
Tapi kali ini aku bukan mau cerita soal pemilu kok. Justru ini tentang apa yang terjadi sesudahnya.
Sehabis nyoblos aku langsung manasin motor. Rencananya aku memang mau pergi sehabis pemilu ini. Ke mall deket rumah, mau nonton film Kapten Uganda di bioskop. Aku sih nggak ngikutin serial superhero tapi kata temen-temen, superhero dari tanah Afrika ini saking kuatnya bisa bikin mobil berdarah. Gimana gak keren coba?
Jadi kuda besiku kupacu santai. Jalanan rupanya sepi karena efek pemilu. Meskipun aku alon alon asal kelakon juga, perjalanan ke mall tak sampai 10 menit.
Bioskop di mall ada di lantai paling atas, jadi aku harus naik eskalator beberapa kali. Biasanya setiap naik eskalator tak ada yang begitu spesial sih. Memangnya di eskalator bisa apa? Biasanya aku sih hanya melihat-lihat barang dagangan di setiap etalase seiring tangganya membawaku ke lantai atas. Ada satu etalase yang sering sekali kutatap lama-lama karena mereka menjual pakaian dalam wanita yang modelnya sangat riskan. Ehm...
Tapi cerita ini lagi-lagi bukan soal bagaimana 10 detik melihat lusinan lingerie warna-warni itu terasa seperti 5 jam. Sayangnya nggak, tapi ini tentang kejadian yang mirip kok.
Di eskalator terakhir, aku bisa melihat reklame bisokop yang menyala terang. Sementara itu, di ujung eskalator berdiri seorang cewek yang menggenggam BB putih miliknya. Dia menatapku penuh arti. Seperti tertegun melihat kenalan lama.
Siapa dia? Kenapa dia menatap wajahku dalam-dalam? Aku rasa tak ada yang aneh dengan wajahku. Justru wajahnya yang aneh karena pipinya yang putih mulai merona merah.
Tapi kalau dilihat lagi, kayaknya aku kenal deh sama cewek itu. Tapi siapa ya? Aku mulai membuka arsip-arsip lama yang tersimpan rapi di laci dalam otakku. Apakah Inez tetangga jauh? Bukan, hidungnya nggak mancung. Bella, teman SMP? Jelas bukan, dia kan pindahan dari Irian, gak mungkin kulitnya seputih itu. Atau mantanku dari SMA, Alicia? Gak, nggak mungkin rambut dia digerai gitu aja.
Semakin dalam aku mencari didalam arsip, rupanya semakin sulit untuk mengingat siapa nama cewek itu. Aaaah, aku betulan nyerah! Mungkin gw harus tanya langsung ke dia.
Sebentar lagi aku sampai di lantai atas. Sorot mata kami mulai sejajar dan akhirnya kami berada di pijakan kaki yang sama. Oke, aku harus nanya ke dia.
"Ah."
Rupanya cewek itu yang mulai duluan. Baiklah, aku betulan mau nanya. Ini dia.
"Eh, kamu-"
"Ini kan naik."
Dengan tergopoh-gopoh, cewek itu berlari menghampiri temannya di eskalator sebelah. Mereka pun turun sambil bercakap-cakap.
Aku sendiri?
Aku lanjut masuk ke bioskop, membeli tiket paling pojok dan popcorn topping butter ukuran medium, lalu duduk di salah satu bangku. Merenung dan mengutuk diri.
5 jam terlama dalam 10 detik itu rupanya tak cukup bagiku untuk menyimpulkan bahwa cewek yang tadi itu keasyikan main BB dan hampir aja turun lewat eskalator naik.
Asik aja sih buat aku. Kebetulan hari Senin kelasku nggak ada jadwal. Anak-anak kelas lain minta ke dosen di hari Selasa buat kelas pengganti, dan untungnya disetujui. Artinya mulai hari Sabtu kemarin aku udah bisa long weekend!
Makanya sekarang aku lagi ada di rumah. Sebenarnya rumahku nggak jauh-jauh amat dari kampus. Tapi jaraknya lumayan jauh, belum lagi macetnya. Jadi ngekost di deket kampus rasanya lebih efisien daripada harus ngabisin 2 jam di jalan - itupun belum termasuk waktu pulangnya yang berarti kalau ditotal jadi 4 jam.
Hari ini pun, aku ikut nyoblos di deket rumah. Aku bener-bener blank soal siapa yang harus aku pilih. Jadi aku pilih partainya aja yang sekiranya punya track record bagus.
Tapi kali ini aku bukan mau cerita soal pemilu kok. Justru ini tentang apa yang terjadi sesudahnya.
Sehabis nyoblos aku langsung manasin motor. Rencananya aku memang mau pergi sehabis pemilu ini. Ke mall deket rumah, mau nonton film Kapten Uganda di bioskop. Aku sih nggak ngikutin serial superhero tapi kata temen-temen, superhero dari tanah Afrika ini saking kuatnya bisa bikin mobil berdarah. Gimana gak keren coba?
Jadi kuda besiku kupacu santai. Jalanan rupanya sepi karena efek pemilu. Meskipun aku alon alon asal kelakon juga, perjalanan ke mall tak sampai 10 menit.
Bioskop di mall ada di lantai paling atas, jadi aku harus naik eskalator beberapa kali. Biasanya setiap naik eskalator tak ada yang begitu spesial sih. Memangnya di eskalator bisa apa? Biasanya aku sih hanya melihat-lihat barang dagangan di setiap etalase seiring tangganya membawaku ke lantai atas. Ada satu etalase yang sering sekali kutatap lama-lama karena mereka menjual pakaian dalam wanita yang modelnya sangat riskan. Ehm...
Tapi cerita ini lagi-lagi bukan soal bagaimana 10 detik melihat lusinan lingerie warna-warni itu terasa seperti 5 jam. Sayangnya nggak, tapi ini tentang kejadian yang mirip kok.
Di eskalator terakhir, aku bisa melihat reklame bisokop yang menyala terang. Sementara itu, di ujung eskalator berdiri seorang cewek yang menggenggam BB putih miliknya. Dia menatapku penuh arti. Seperti tertegun melihat kenalan lama.
Siapa dia? Kenapa dia menatap wajahku dalam-dalam? Aku rasa tak ada yang aneh dengan wajahku. Justru wajahnya yang aneh karena pipinya yang putih mulai merona merah.
Tapi kalau dilihat lagi, kayaknya aku kenal deh sama cewek itu. Tapi siapa ya? Aku mulai membuka arsip-arsip lama yang tersimpan rapi di laci dalam otakku. Apakah Inez tetangga jauh? Bukan, hidungnya nggak mancung. Bella, teman SMP? Jelas bukan, dia kan pindahan dari Irian, gak mungkin kulitnya seputih itu. Atau mantanku dari SMA, Alicia? Gak, nggak mungkin rambut dia digerai gitu aja.
Semakin dalam aku mencari didalam arsip, rupanya semakin sulit untuk mengingat siapa nama cewek itu. Aaaah, aku betulan nyerah! Mungkin gw harus tanya langsung ke dia.
Sebentar lagi aku sampai di lantai atas. Sorot mata kami mulai sejajar dan akhirnya kami berada di pijakan kaki yang sama. Oke, aku harus nanya ke dia.
"Ah."
Rupanya cewek itu yang mulai duluan. Baiklah, aku betulan mau nanya. Ini dia.
"Eh, kamu-"
"Ini kan naik."
Dengan tergopoh-gopoh, cewek itu berlari menghampiri temannya di eskalator sebelah. Mereka pun turun sambil bercakap-cakap.
Aku sendiri?
Aku lanjut masuk ke bioskop, membeli tiket paling pojok dan popcorn topping butter ukuran medium, lalu duduk di salah satu bangku. Merenung dan mengutuk diri.
5 jam terlama dalam 10 detik itu rupanya tak cukup bagiku untuk menyimpulkan bahwa cewek yang tadi itu keasyikan main BB dan hampir aja turun lewat eskalator naik.
0
1.2K
Kutip
9
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan