[Orific] Justice Driving (Tarsok Celeng Mk.I Side Story)
TS
mca_trane
[Orific] Justice Driving (Tarsok Celeng Mk.I Side Story)
masih ingat tarsok celeng pertama?
well, sebenernya ini bikin ficnya berdasarkan video yang gw buat dari 3 hari yang lalu. videonya tentang balapan dua mobil itasha.
tapi setelah dipikir-pikir, kayaknya kalo dari videonya aja bakal terlalu dangkal. setelah brainstorming beberapa saat, akhirnya fic ini mau gw jadiin side story buat fic gw di celeng please be my gf.
so yeah, ketemu lagi sama jeremy-sempai
*rencananya mau jadi flashfic tapi ternyata udah nulis kira-kira 13 ribu karakter, tapi ya sudahlah
Spoiler for Opening:
Namaku Jeremy Hisakawa. Saat ini aku adalah pembalap rookie yang sedang melejit di ItaGP, event balapan yang banyak diikuti para otaku. Kenapa? Karena semua mobil di ItaGP adalah itasha: mobil yang ditempeli stiker anime.
Apa aku otaku? Bukan…aku hanya pembalap biasa yang direkrut sebuah tim. Oh ya, soal pembalap rookie yang sedang melejit itu, itu lahir dari blow-up media massa. Aku sendiri hanya melaksanakan strategi yang dirancang manager Richard Wilcox. Tentunya dengan sedikit improvisasi.
Meskipun aku sendiri juga rookie, ada banyak pembalap baru yang muncul di setiap raceday. Banyak yang muncul sebagai perorangan, ataupun bersama tim. Mereka datang dengan berbagai mobil, gaya menyetir, dan attitude berbeda. Banyak yang datang, banyak pula yang tak pernah muncul lagi.
Ngomong-ngomong, aku sedang mendekati hairpin terakhir sebelum finish di raceday area Ginza. Aku terus dipepet pembalap baru yang mengendarai SC430. Harus kuakui mesinnya sangat gahar. Dia beberapa kali membuatku kesulitan di jalur lurus.
Kami sedang melaju kencang. Hairpin terakhir tinggal beberapa ratus meter lagi. Dia terus menekanku keluar jalur. Jika kamu sudah lama terjun dalam bisnis ini, rookie congak seperti dia akan jadi seperti sarapan saja. Untungnya, aku selalu punya trik untuk membuatnya sadar.
Tepat 300 meter sebelum hairpin, aku mengerem keras. SC430 yang mertarung denganku tak menyadari gerakanku. Sebelumnya aku berada di sisi kirinya, namun setelah hard braking itu, dia terus melaju, dan aku berpindah jalur ke sisi kanan. Semuanya terjadi dengan sangat cepat.
SC430 itu kaget karena dia tidak sempat menginjak rem. Titik remnya sangat terlambat. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain berdoa agar dia baik-baik saja.
“Maaf bung, padahal mobilmu bagus. Sayang sekali tidak dengan sopirnya.”
Bunyi tabrakan keras terdengar dibelakangku saat aku melibas hairpin terakhir. Tepat setelahnya adalah garis finish. Aku melintasinya dengan mudah, lalu menepikan mobilku di sisi pit stop dan berhenti.
Insiden itu jelas membuat beberapa orang kaget. Setelah balapan selesai, beberapa orang masuk kedalam sirkuit. Beberapa wartawan mendekatiku dan menanyai beberapa pertanyaan. Aku keluar dari mobilku, Skyline R32 dan mencoba mendengarkan apa yang ingin mereka tanyakan.
“Hisakawa-san, apa yang barusan terjadi?”
“Benarkah Anda yang membuat Kyoudou-san menabrak dinding beton di hairpin terakhir?”
“Ini sudah ketiga kalinya Anda melakukan manuver yang sangat mencengangkan. Apa komentar Anda?”
Dan pertanyaan lainnya yang kurang lebih sama seperti itu.
“Jangan salah sangka. Aku hanya mengerem dan mengikuti racing lineku. Kyoudou-san memang menabrak dinding, tapi itu karena dia tidak mengantisipasi titik mengerem.”
Aku sadar itu terdengar cukup dingin. Tapi aku harus mengatakannya. Ini agar semua pembalap ItaGP berlomba dengan sportif. Bahkan di tahun ini, masih ada orang yang belum memahami konsep fair and square.
Dengan itu, aku menolak untuk melanjutkan wawancara dan segera kembali ke pit. Para wartawan terus mengikutiku, namun mereka ditahan oleh beberapa kru pit timku. Terima kasih ya, maaf kalian harus jadi tameng hidup.
“Satu lagi kerja bagus, Jeremy!”
Richard melemparkan sebotol Gatorade padaku, yang dengan baik bisa kutangkap. Ah…rasanya menyegarkan sekali.
“Di race kedua, kau pikir kau bisa finish di podium seperti tadi?”
“Kau tahu aku kan? Aku selalu wait and see, lihat situasi saja. Sisanya aku hanya perlu beraksi seperti biasanya.”
“Hahaha, memang itulah Jeremy Hisakawa yang aku tahu. Tapi…aku sempat dengar apa yang tadi kamu katakan. Apa itu…terlalu kejam?”
Oh…pertanyaan Richard itu sudah kudengar di raceday sebelumnya. Akhir-akhir ini ada banyak pembalap baru yang “sedikit bersemangat”.
“Tidak juga. Aku hanya mengucapkan hal yang kualami saja.”
Aku kembali meminum Gatorade. Sementara itu di TV dalam pit ada tayangan ulang kecelakaan yang dialami Kyoudou-san yang mengendarai SC430 malang itu.
“Aku bisa bilang dia yang lengah, Jeremy. Tapi hati-hati, kamu akan dapat musuh yang banyak jika kamu terus ‘menghukum’ pembalap yang agresif.”
Peringatan Richard tentu saja aku dengarkan baik-baik. Tapi memang begitulah caraku bermain. Aku sudah merasakan bagaimana pembalap seperti Kyoudou-san menciptakan ketegangan. Beberapa pembalap merasa tidak nyaman, namun meteka tidak cukup kuat untuk melawan. Yang artinya, tinggal aku yang bisa melakukannya.
Kenapa aku sangat termotivasi untuk melawan para pembalap seperti itu?