"-Kun, Takkun!"

"..Hmm?"

Badanku terasa berat dan lemas. Dengan sedikit rasa malas aku mencoba menjawab A-chan yang mencoba membangunkanku dengan cara menggoyangkan badanku.

Fuyumi Ai, atau yang kupanggil A-chan adalah gadis yang sangat dekat padaku semasa kecil dulu. Karena kecelakaan dan aku memutuskan untuk menyelamatkan orang banyak dengan menjadi dokter, akupun belajar sekuat tenaga dan hanya fokus pada belajar dan belajar sehingga banyak kenangan masa laluku yang "terhapus". Bahkan ketika A-chan menjadi ketua OSIS akupun tidak ingat kalau itu adalah A-chan.

"Selamat pagi A-chan" balasku dengan kecupan singkat di dahinya.

Ya, setelah melihat hanabi di bukit kenangan yang menyimpan ingatan ketika kami masih kecil dulu. Disana kami menonton hanabi dan ingatanku tentang A-chan, gadis berambut pendek dan cukup dekat denganku semasa kecil telah kembali. Termasuk janji semasa kecil kami, yaitu kami akan menikah kalau sudah besar nanti.

Dan akupun menepatinya, dengan memberikan cincin yang terbuat dari karangan bunga yang ada di sekitar bukit di dekat kuil lalu kamipun pulang bersama ke rumahku.

- - -

Pagi yang cerah, setelah mandi dan mengenakan seragam sekolah kamipun sarapan bersama di ruang keluarga sambil menonton berita pagi.

Ah tidak, kami belum menikah dan tinggal di rumah sendiri. Karena festival hanabi berlangsung cukup lama dan orang tua A-chan cukup dekat dengan keluargaku maka mereka mengizinkan A-chan untuk menginap di rumahku. Selama kami tidur di kamar yang terpisah tentunya.

"Umm.. Ini aku sudah siapkan sarapannya."

Ucap A-chan dengan malu - malu, duh seharusnya aku yang malu karena kesiangan dan tidak bisa menyiapkan jamuan kepada tamu.

"Ah, eh, makasih."

Kataku sambil mengambil piring yang disodorkan A-chan. Ia menyiapkan sebuah omelet dengan tulisan "I <3 Takkun" di atasnya. Entah aku harus merasa ilfil atau bangga karena perasaan A-chan padaku yangs tidak lekang di makan waktu. Padahal sudah 10 tahun kami tidak bertemu sejak A-chan harus pindah ke kota sebelah karena pekerjaan orang tuanya.

Tanpa membuang waktu akupun langsung mengambil sendok pertama, A-chan melihat ke arahku dengan wajah gusar.

"Hmm enak, ini kamu yang buat?"

Tanyaku sambil mencoba menenangkan A-chan yang terlihat khawatir kalau aku tidak suka pada masakannya. Terdiam, A-chan hanya menunduk sambil tersipu malu.

Tak lama kemudian kamipun mulai sarapan hingga..

BRAKKK!!

Terdengar suara bising dari pintu samping di susul dengan suara yang khas.

"EI-KUN!!!"

Chiwa, teman semasa kecilku yang tinggal di sebelah rumah. Dia sering masuk ke rumahku secara tiba - tiba dan menumpang makan karena orang tuanya jarang berada di rumah.

"Ya ampun Chiwa, sekali - sekali bisa ngga sih kamu masuk dari pintu depan layaknya tamu?!"

Balasku dengan nada setengah marah, kebiasaan Chiwa yang keluar - masuk rumahku seenaknya sangat mengganggu. Bahkan ia sampai punya kunci cadangan untuk akses ke rumahku.

". . ."

Chiwa hanya terdiam sambil memandang A-chan layaknya memandang alien.

"Bumi kepada Chiwa.. Ganti!"

Kupanggil Chiwa, tak lama kemudian ia kembali tersadar.

"Ei-kun! Kenapa si ketua OSIS ada di sini dan sarapan bersama kamu?!"

Balas Chiwa dengan ekspresi kaget bercampur marah.

"Eh?! Justru kamu yang ngapain ada di sini?! Ini kan rumah Takkun!"

Tak ingin pagi hariku rusak, akupun langsung menjelaskan kepada A-chan kalau Chiwa itu adalah teman semasa kecilku merangkap tetangga yang suka main keluar - masuk rumah orang dan suka menumpang makan karena di rumahnya tidak ada yang memasak. Tak lupa akupun menjelaskan kepada Chiwa kalau A-chan itu adalah tunanganku yang terpisah sejak 10 tahun lalu dan kami memutuskan untuk pacaran terhitung sejak hari ini.

Oh, kalau ada yang bertanya bagaimana ekspresi wajah mereka, A-chan hanya tersipu malu dan Chiwa hanya bisa terbengong selama sarapan dan perjalanan ke sekolah.