

TS
Leehan666
Dear BLOG
Cerita ini...gimana ya...
baca aja deh...

baca aja deh...

Spoiler for :
Dear BLOG 
Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa aku memakai kata BLOG bukan diary atau blog-ku. Aku tak akan basa-basi, BLOG disana adalah singkatan dari kata baik. Kenapa baik? Menurut seorang saintis gila, orang akan merasa lebih nyaman ketika berkomunikasi dengan orang yang setingkat dengannya. Paham maksudku? Nah, anggaplah seperti itu.
Mungkin ada yang berpikir komunikasi bukanlah masalah tingkatan, sebab semua manusia itu pada hakikatnya sama. Ya, aku tak akan mendebat argumenmu. Aku terlalu malas untuk menjelaskan sesuatu dengan menggunakan teori Friedrich, Keynes atau Karl Marx atau siapapun itu. Berdebat bukanlah halku. Namun, bagiku komunikasi bukanlah hal yang gampang dilakukan. Untuk melakukan komunikasi kau harus tahu siapa yang akan kau komunikasikan, apa yang akan kau komunikasikan, mengapa kau berkomunikasi dengannya, bagaimana cara berkomunikasi yang tepat, dan waktu yang tepat untuk memulai dan menghentikan komunikasi.
Lupakan topik itu, aku tak ingin menceramahi dengan segala macam teori dan omong kosong yang bisa ditulis untuk kujadikan esai sebagai salah satu tugasku. Sekarang tinggalkan aku dan BLOGku berdua saja di bawah sinar lampu minyak tanah. Sebelum kalian bertanya mengapa, karena dana kami tidak cukup untuk membayar listrik. Lagipula lampu minyak tanah bisa membawamu ke alam klasik dan secara pribadi, aku menyukainya.
BLOG, apa arti petualangan menurut kau? Kalau menurut KBBI sih begini :
1tu•a•lang a 1 beterbangan tidak keruan (tt lebah); 2 (orang yg) tidak tentu tempat tinggalnya (berkeliaran); gelandangan;pengembara;
ber•tu•a•lang v 1 mengembara ke mana-mana (tidak tentu tempat tinggalnya); berkeliaran; bergelandangan; 2 selalu pergi ke mana-mana (tidak suka tinggal di rumah); 3 berbuat sesuatu secara menekat (tidak jujur dsb);
ber•tu•a•lang•an v melakukan berbagai petualangan;
per•tu•a•lang•an n 1 petualangan; 2 tempat bertualang;
pe•tu•a•lang n 1 orang yg bertualang; 2 orang yg berusaha memperoleh sesuatu dng cara menekat (tidak jujur dsb); 3 orang yg suka mencari pengalaman yg sulit-sulit, berbahaya, dsb;
~ cinta orang yg banyak mempunyai kekasih secara silih berganti;
pe•tu•a•lang•an n 1 perihal bertualang; 2 perbuatan menekad (menyeleweng)
Aku tidak mengerti apa maksud sebenarnya. Memang bahasa Indonesia masa kini mulai bertambah sulit. Namun sampai sekarang aku belum bisa menemukan padanan kata yang tepat untuk retailer. Benar-benar bahasa yang merepotkan.
Oke, karena bahasa Indonesia terlalu susah untuk orang seperti kita. Mari kita ambil definisi petualangan yang lebih gampang.
Petualangan = Jalan-jalan
Nah, begini lebih baik. Kita tidak perlu memakai kata gelandangan, (tt lebah), bahkan petualang cinta.
Dunia pasti akan lebih indah jika seandainya semua semudah ini.
Petualangan adalah jalan-jalan.
Mungkin aku terdengar mengontradiksi diriku. Tapi, setahuku cerita-cerita yang mempunyai genre petualangan selalu mengalami sesuatu yang menarik bukan, disamping mereka selalu berpindah-pindah. Nah, bagaimana dengan peristiwa yang kualami pada hari itu? Apakah bisa kita anggap petualangan?
“Ya.”
“Ya.”
“Ya, Ma.”
“Hooh.”
“Aok.”
“Heeh.”
Kau pasti bertanya, kenapa aku menggunakan kata-kata yang berbeda padahal aku hanya mengiyakan saja? Beberapa dari kalian jelas pernah mengalami ini, penelponan dari orangtua kalian. Respon kalian jelas beragam. Namun aku yakin, beberapa dari kalian ada yang melakukan yang sama denganku. Mengiyakan perkataaan mereka. Jujur saja, aku memang selalu melakukannya dan akan terus melakukannya. Sebab kemampuan negosiasiku lebih rendah dari mereka, dan mereka memiliki posisi menawar yang lebih tinggi dariku. Alasannya hanya satu, uang saku.
“Bagaimana kabarmu?” tanya orangtuaku.
“Baik,” jawabku semengantuk mungkin. Jam HP-ku masih menunjukkan jam 06:45, masih terlalu pagi untukku membuka mata dan mengumpulkan rohku yang berkeliaran di alam mimpi.
Tanpa perlu menunggu lama sesi ceramah dari Mamamia pun dimulai. Menanyakan hal ini-itu, membicarakan harga cabe yang naik, membicarakan banjir, menanyakan kapan aku pulang, menggosipi Papabaya, dan yang jelas, menanyakan bagaimana hasil belajarku.
“Seperti biasa,” kataku menjawab pertanyaannya. Aku sangat suka perkataan ini, karena aku tak perlu depresi akan nilaiku yang rendah maupun bangga akan nilaiku yang tinggi.
Pembicaraanpun kembali dilanjutkan hingga terdengar, “Tidurlah, nanti siang ada kelas kan?”
Telponpun ditutup, sementara aku tengah memakai celanaku yang kulepas sewaktu akan buang air besar. Mungkin jika tak kukatakan secara langsung kau butuh waktu untuk memahaminya, tapi sekarang aku sedang berada di dalam toilet untuk menuntaskan hajatku. Kau tak akan berharap aku menelpon orangtuaku dengan kotoran di celanaku, bukan?
Sesudah itu, aku mengangkat bantalku, lalu mengangkat kasurku dan menghidupkan laptopku. Ayolah, kau tak mengharapkan remaja sepertiku untuk membersihkan kamarnya di pagi hari kan?
Siangnya, aku mulai berkemas setelah menyiapkan tugasku. Laptopnya? Kubiarkan hidup agar bisa menyanyikan lagu-lagu dengan suara dan rima yang berbeda sepanjang hari. Inilah salah satu keuntungan punya laptop, berbeda dengan pacar yang tidak bisa kau eksploitasi seperti ini. Bisa-bisa kau dituntut karena eksploitasi mahluk hidup demi keuntungan pribadi.
Hujan....
Rintik-rintik air mulai membasahi atapku. Melihat situasinya, aku tak mungkin bisa menerobos hujan ini. Terlalu banyak tetesan air yang harus kutabrak dan kuhancurkan dengan badanku.
“Tch!” gerutuku kesal, lalu memainkan permainan yang baru kupasang di laptopku. Permainan ini tidak terlalu memakan sumber daya yang berat. Jadi aku tak perlu membuat pengaturan dan segala macamnya agar laptopku mampu mengoperasikannya.
Sejam pun berlalu, hujan mulai reda. Saat itu aku tak mendengarnya karena sibuk bermain permainan di laptopku.
“Argh!” kataku sambil melempar botol aqua kosong ke dinding. “Permainannya benar-benar susah! Lebih baik aku keluar dan mencari makanan!”
Sayangnya layar HPku sudah menunjukkan pukul 13.15, sementara kelasku dimulai pada pukul 13.30. Waktu makanku terpaksa ditunda dahulu. Segera aku pun menuruni tangga dan mulai menyalakan sepeda motorku.
....
....
....
Kenapa tidak menyala?
Ini pasti konspirasi! Aku yakin! Bagaimana bisa sepeda motorku mati tepat disaat aku mau kuliah? Sialan!
Aku mendorong motorku sejauh 200m. Kelasku? Kau tahu, aku pernah datang 15 menit lebih awal dan apa reaksi orang dikelasku? Menganga tidak percaya.
Oke, lupakan itu. Aku bahkan belum berada di dalam kelas sekarang. Sekarang aku tengah berjalan pulang ke rumah sembari menenggak jus buah kesukaanku. Lho, kenapa? Bagaimana dengan kelasku?
Tenang saja, masih ada semester depan.

Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa aku memakai kata BLOG bukan diary atau blog-ku. Aku tak akan basa-basi, BLOG disana adalah singkatan dari kata baik. Kenapa baik? Menurut seorang saintis gila, orang akan merasa lebih nyaman ketika berkomunikasi dengan orang yang setingkat dengannya. Paham maksudku? Nah, anggaplah seperti itu.
Mungkin ada yang berpikir komunikasi bukanlah masalah tingkatan, sebab semua manusia itu pada hakikatnya sama. Ya, aku tak akan mendebat argumenmu. Aku terlalu malas untuk menjelaskan sesuatu dengan menggunakan teori Friedrich, Keynes atau Karl Marx atau siapapun itu. Berdebat bukanlah halku. Namun, bagiku komunikasi bukanlah hal yang gampang dilakukan. Untuk melakukan komunikasi kau harus tahu siapa yang akan kau komunikasikan, apa yang akan kau komunikasikan, mengapa kau berkomunikasi dengannya, bagaimana cara berkomunikasi yang tepat, dan waktu yang tepat untuk memulai dan menghentikan komunikasi.
Lupakan topik itu, aku tak ingin menceramahi dengan segala macam teori dan omong kosong yang bisa ditulis untuk kujadikan esai sebagai salah satu tugasku. Sekarang tinggalkan aku dan BLOGku berdua saja di bawah sinar lampu minyak tanah. Sebelum kalian bertanya mengapa, karena dana kami tidak cukup untuk membayar listrik. Lagipula lampu minyak tanah bisa membawamu ke alam klasik dan secara pribadi, aku menyukainya.
***
BLOG, apa arti petualangan menurut kau? Kalau menurut KBBI sih begini :
1tu•a•lang a 1 beterbangan tidak keruan (tt lebah); 2 (orang yg) tidak tentu tempat tinggalnya (berkeliaran); gelandangan;pengembara;
ber•tu•a•lang v 1 mengembara ke mana-mana (tidak tentu tempat tinggalnya); berkeliaran; bergelandangan; 2 selalu pergi ke mana-mana (tidak suka tinggal di rumah); 3 berbuat sesuatu secara menekat (tidak jujur dsb);
ber•tu•a•lang•an v melakukan berbagai petualangan;
per•tu•a•lang•an n 1 petualangan; 2 tempat bertualang;
pe•tu•a•lang n 1 orang yg bertualang; 2 orang yg berusaha memperoleh sesuatu dng cara menekat (tidak jujur dsb); 3 orang yg suka mencari pengalaman yg sulit-sulit, berbahaya, dsb;
~ cinta orang yg banyak mempunyai kekasih secara silih berganti;
pe•tu•a•lang•an n 1 perihal bertualang; 2 perbuatan menekad (menyeleweng)
Aku tidak mengerti apa maksud sebenarnya. Memang bahasa Indonesia masa kini mulai bertambah sulit. Namun sampai sekarang aku belum bisa menemukan padanan kata yang tepat untuk retailer. Benar-benar bahasa yang merepotkan.
Oke, karena bahasa Indonesia terlalu susah untuk orang seperti kita. Mari kita ambil definisi petualangan yang lebih gampang.
Petualangan = Jalan-jalan
Nah, begini lebih baik. Kita tidak perlu memakai kata gelandangan, (tt lebah), bahkan petualang cinta.
Dunia pasti akan lebih indah jika seandainya semua semudah ini.
Petualangan adalah jalan-jalan.
Mungkin aku terdengar mengontradiksi diriku. Tapi, setahuku cerita-cerita yang mempunyai genre petualangan selalu mengalami sesuatu yang menarik bukan, disamping mereka selalu berpindah-pindah. Nah, bagaimana dengan peristiwa yang kualami pada hari itu? Apakah bisa kita anggap petualangan?
***
“Ya.”
“Ya.”
“Ya, Ma.”
“Hooh.”
“Aok.”
“Heeh.”
Kau pasti bertanya, kenapa aku menggunakan kata-kata yang berbeda padahal aku hanya mengiyakan saja? Beberapa dari kalian jelas pernah mengalami ini, penelponan dari orangtua kalian. Respon kalian jelas beragam. Namun aku yakin, beberapa dari kalian ada yang melakukan yang sama denganku. Mengiyakan perkataaan mereka. Jujur saja, aku memang selalu melakukannya dan akan terus melakukannya. Sebab kemampuan negosiasiku lebih rendah dari mereka, dan mereka memiliki posisi menawar yang lebih tinggi dariku. Alasannya hanya satu, uang saku.
“Bagaimana kabarmu?” tanya orangtuaku.
“Baik,” jawabku semengantuk mungkin. Jam HP-ku masih menunjukkan jam 06:45, masih terlalu pagi untukku membuka mata dan mengumpulkan rohku yang berkeliaran di alam mimpi.
Tanpa perlu menunggu lama sesi ceramah dari Mamamia pun dimulai. Menanyakan hal ini-itu, membicarakan harga cabe yang naik, membicarakan banjir, menanyakan kapan aku pulang, menggosipi Papabaya, dan yang jelas, menanyakan bagaimana hasil belajarku.
“Seperti biasa,” kataku menjawab pertanyaannya. Aku sangat suka perkataan ini, karena aku tak perlu depresi akan nilaiku yang rendah maupun bangga akan nilaiku yang tinggi.
Pembicaraanpun kembali dilanjutkan hingga terdengar, “Tidurlah, nanti siang ada kelas kan?”
Telponpun ditutup, sementara aku tengah memakai celanaku yang kulepas sewaktu akan buang air besar. Mungkin jika tak kukatakan secara langsung kau butuh waktu untuk memahaminya, tapi sekarang aku sedang berada di dalam toilet untuk menuntaskan hajatku. Kau tak akan berharap aku menelpon orangtuaku dengan kotoran di celanaku, bukan?
Sesudah itu, aku mengangkat bantalku, lalu mengangkat kasurku dan menghidupkan laptopku. Ayolah, kau tak mengharapkan remaja sepertiku untuk membersihkan kamarnya di pagi hari kan?
Siangnya, aku mulai berkemas setelah menyiapkan tugasku. Laptopnya? Kubiarkan hidup agar bisa menyanyikan lagu-lagu dengan suara dan rima yang berbeda sepanjang hari. Inilah salah satu keuntungan punya laptop, berbeda dengan pacar yang tidak bisa kau eksploitasi seperti ini. Bisa-bisa kau dituntut karena eksploitasi mahluk hidup demi keuntungan pribadi.
Hujan....
Rintik-rintik air mulai membasahi atapku. Melihat situasinya, aku tak mungkin bisa menerobos hujan ini. Terlalu banyak tetesan air yang harus kutabrak dan kuhancurkan dengan badanku.
“Tch!” gerutuku kesal, lalu memainkan permainan yang baru kupasang di laptopku. Permainan ini tidak terlalu memakan sumber daya yang berat. Jadi aku tak perlu membuat pengaturan dan segala macamnya agar laptopku mampu mengoperasikannya.
Sejam pun berlalu, hujan mulai reda. Saat itu aku tak mendengarnya karena sibuk bermain permainan di laptopku.
“Argh!” kataku sambil melempar botol aqua kosong ke dinding. “Permainannya benar-benar susah! Lebih baik aku keluar dan mencari makanan!”
Sayangnya layar HPku sudah menunjukkan pukul 13.15, sementara kelasku dimulai pada pukul 13.30. Waktu makanku terpaksa ditunda dahulu. Segera aku pun menuruni tangga dan mulai menyalakan sepeda motorku.
....
....
....
Kenapa tidak menyala?
Ini pasti konspirasi! Aku yakin! Bagaimana bisa sepeda motorku mati tepat disaat aku mau kuliah? Sialan!
Aku mendorong motorku sejauh 200m. Kelasku? Kau tahu, aku pernah datang 15 menit lebih awal dan apa reaksi orang dikelasku? Menganga tidak percaya.
Oke, lupakan itu. Aku bahkan belum berada di dalam kelas sekarang. Sekarang aku tengah berjalan pulang ke rumah sembari menenggak jus buah kesukaanku. Lho, kenapa? Bagaimana dengan kelasku?
Tenang saja, masih ada semester depan.
0
2.2K
Kutip
21
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan