

TS
Antihomosex
[Orific] Aku Ingin Mati
Gua cuma bisa bilang, selamat membaca

Spoiler for Summary:
Jika kamu suatu hari mendapatkan keajaiban berupa keabadian, apakah kamu akan dengan senang hati menerimanya? Apakah kamu yakin keabadian akan membuat hidupmu bahagia?
Spoiler for Aku Ingin Mati Part 1 :
Pernahkah kalian merasa hidup ini membosankan?
Yah, jika pernah, mungkin kalian merasa bosan karena hidup ini kurang menantang, kurang banyak hal-hal menarik dan sebagainya.
Tapi bagaimana jika hidup ini membosankan karena kalian terlalu lama hidup di dunia ini?
Yah, itulah yang kurasakan.
Namaku adalah Resti, aku adalah seorang anak perempuan tunggal dari sebuah keluarga yang menengah, kaya tidak, miskin pun tidak. Usiaku 20 tahun. Aku tinggal bersama ayah dan ibuku yang sudah cukup tua. Keluarga kami tinggal di sebuah desa yang cukup makmur, kami punya sebuah usaha toko roti kecil, cukup untuk menafkahi kami sekeluarga.
Suatu hari, saat aku sedang berada di pasar untuk membeli bahan-bahan untuk membuat roti, aku mendengar percakapan dua orang pemuda yang sedang duduk-duduk di bangku panjang di dekatku yang sedang berada di kios bahan-bahan makanan, yang satu berkepala gundul sedangkan seorang lagi berbadan agak gemuk, mereka membicarakan sesuatu.
“We, loe tau ndak e, konon katanya e, dalem hutan Angkel tu, jikalau kita masuk jauh kedalam hutan tu e, bakalan nemu sebuah gua e. Nah, di dalemnya tu e, ada danau kecil, katanya kalo aernya diminum , bisa bikin hidup abadi, bisa bikin awet muda, bisa juga bikin kuat e.” Ujar pemuda berkepala gundul.
“Cius euy?” tanya pemuda berbadan agak gemuk.
“Lah, mana tau e. Konon e, konon.”
“Hahaha, kalo beneran ada kayak gitu, sakti banget dah.” Ujar pemuda berbadan agak gemuk.
Aku yang menguping pembicaraan mereka, tertarik juga mendengarnya. Jikalau aku bisa hidup abadi, awet muda dan kuat, aku bisa melakukan banyak hal yang kumau, bisa tetap awet muda, tidak pernah menua.
Aku ingin memastikan tentang hal itu. Aku akan menyelidikinya besok.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari ini hari Minggu. Toko roti keluarga kami tutup. Ayah dan Ibuku pergi ke suatu pesta resepsi pernikahan di desa sebelah. Pagi ini aku sendirian di rumah. Aku mulai mempersiapkan diriku, aku membawa tas sandang berwarna coklat yang berisi makanan kecil, air minum botol, kompas, lampu minyak, korek api, perban, obat-obatan serta pisau lipat. Aku juga membawa parang ayahku serta kalung jimat pemberian ibuku.
Aku pun mulai keluar rumah. Di depan rumahku, aku pun berhenti sejenak dari langkahku. Kubayangkan semoga cerita yang kudengar kemarin itu memang betul.
Tujuanku adalah hutan Angkel, disana aku akan mencari gua dimana didalamnya terdapat danau kecil yang airnya bisa membuatku untuk hidup abadi.
Dimulailah perjalananku.
Setelah berjalan beberapa saat, aku pun akhirnya sampai di ujung masuk hutan Angkel. Aku pun terdiam sejenak, mempersiapkan mentalku untuk memasuki hutan Angkel yang lebat itu.
Aku pun masuk ke dalam hutan itu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di dalam hutan lebat itu aku mencari gua yang kucari, aku pun masuk semakin jauh ke dalam hutan tersebut, berbagai rumput-rumput serta daun-daun yang menghalangi kutebas dengan parang ayahku.
Apa yang sedang kulakukan ini sebenarnya tindakan yang sangat berani, dikarenakan hutan Angkel ini memang terkenal angker, sudah sekian lama kutelusuri hutan ini, tidak satupun binatang yang kutemui, bahkan satu semut pun. Suara burung-burung serta serangga pun tidak terdengar. Hutan ini sangat sunyi. Hutan ini memang mempunyai hawa yang terasa lain, sulit untuk kudeskripsikan seperti apa. Untungnya kompas masih berfungsi di hutan ini, jadi aku tidak tersesat. Sepertinya penghuni hutan ini cukup baik untuk tidak membuatku tersesat.
Setelah berhenti sejenak dan beristirahat, aku pun mulai melanjutkan perjalanan masuk lebih jauh ke dalam hutan lebat itu.
Aku pun menemukan apa yang kucari.
Sebuah gua yang berada di suatu dinding batuan, pintu masuk gua itu banyak ditumbuhi tanaman-tanaman rambat.
Kugunakan parang ayahku untuk menyingkirkan tanaman-tanaman rambat itu.
Aku memasuki gua tersebut, kurasa hawa yang sangat asing, lebih asing dibandingkan di dalam hutan tadi, aku pun semakin optimis bahwa danau yang menyimpan air untuk hidup abadi itu memang ada.
Gua itu dalamnya cukup luas. Langit-langit gua itu cukup tinggi, dengan sedikit cahaya matahari yang masuk dari celah-celah batuan di langit-langit gua, sehingga gua itu tidak terlalu gelap. Udara di dalam gua itu terasa sedikit sejuk.
Setelah berjalan beberapa saat menyusuri gua tersebut, akhirnya kutemukan.
Danau kecil dengan air yang terlihat berwarna sedikit kebiru-biruan.
Aku berkata, “Semoga cerita itu memang betul.”
Kuminum air dari danau itu dengan menggunakan tanganku. Sesaat setelah meminum air itu, kepalaku terasa pusing. Badanku terasa panas yang amat sangat, aku kemudian berteriak dengan keras.
Aku pun tak sadarkan diri.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saatku tersadar, kulihat masih ada sinar matahari yang menyinari dari langit-langit gua itu, apa aku pingsan cuma sebentar? Atau sudah cukup lama?
Aku tidak tahu.
Kemudian, aku penasaran dengan efek dari air itu, dengan sedikit rasa bimbang, aku mencoba menusuk dadaku dengan parang ayahku.
Darah pun bermuncratan.
Sakit? Itu sudah pasti. Mati? aku MASIH HIDUP.
Luka bekas tusukan parang itu segera menutup lagi. Ini ajaib. Ini menakjubkan. Ini kenyataan.
AKU SUDAH ABADI SEKARANG.
Aku pun tertawa kecil, pertanda aku sudah sangat puas dengan hasil yang kudapat.
Aku pun segera keluar gua, berjalan melewati hutan dengan memakai kompas untuk menunjukkan arah kembali ke desa ku yang berada di arah tenggara kompas ini.
Beberapa berjalan melewati hutan tersebut, akhirnya aku keluar dari hutan tersebut dan segera menuju desaku.
Saat aku memasuki desaku, para penduduk desa yang melihatku kemudian berteriak-teriak, “Hoooiiii, anak Pak Koto udah ketemuuuu!!!”
Warga-warga kampung kemudian mengerubungiku, bertanya-tanya bagaimana kabarku, darimana saja aku, sepertinya aku membuat mereka cemas. Ternyata aku sudah pingsan cukup lama, 2 hari aku menghilang dari hadapan mereka.
Yah, jika pernah, mungkin kalian merasa bosan karena hidup ini kurang menantang, kurang banyak hal-hal menarik dan sebagainya.
Tapi bagaimana jika hidup ini membosankan karena kalian terlalu lama hidup di dunia ini?
Yah, itulah yang kurasakan.
Namaku adalah Resti, aku adalah seorang anak perempuan tunggal dari sebuah keluarga yang menengah, kaya tidak, miskin pun tidak. Usiaku 20 tahun. Aku tinggal bersama ayah dan ibuku yang sudah cukup tua. Keluarga kami tinggal di sebuah desa yang cukup makmur, kami punya sebuah usaha toko roti kecil, cukup untuk menafkahi kami sekeluarga.
Suatu hari, saat aku sedang berada di pasar untuk membeli bahan-bahan untuk membuat roti, aku mendengar percakapan dua orang pemuda yang sedang duduk-duduk di bangku panjang di dekatku yang sedang berada di kios bahan-bahan makanan, yang satu berkepala gundul sedangkan seorang lagi berbadan agak gemuk, mereka membicarakan sesuatu.
“We, loe tau ndak e, konon katanya e, dalem hutan Angkel tu, jikalau kita masuk jauh kedalam hutan tu e, bakalan nemu sebuah gua e. Nah, di dalemnya tu e, ada danau kecil, katanya kalo aernya diminum , bisa bikin hidup abadi, bisa bikin awet muda, bisa juga bikin kuat e.” Ujar pemuda berkepala gundul.
“Cius euy?” tanya pemuda berbadan agak gemuk.
“Lah, mana tau e. Konon e, konon.”
“Hahaha, kalo beneran ada kayak gitu, sakti banget dah.” Ujar pemuda berbadan agak gemuk.
Aku yang menguping pembicaraan mereka, tertarik juga mendengarnya. Jikalau aku bisa hidup abadi, awet muda dan kuat, aku bisa melakukan banyak hal yang kumau, bisa tetap awet muda, tidak pernah menua.
Aku ingin memastikan tentang hal itu. Aku akan menyelidikinya besok.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari ini hari Minggu. Toko roti keluarga kami tutup. Ayah dan Ibuku pergi ke suatu pesta resepsi pernikahan di desa sebelah. Pagi ini aku sendirian di rumah. Aku mulai mempersiapkan diriku, aku membawa tas sandang berwarna coklat yang berisi makanan kecil, air minum botol, kompas, lampu minyak, korek api, perban, obat-obatan serta pisau lipat. Aku juga membawa parang ayahku serta kalung jimat pemberian ibuku.
Aku pun mulai keluar rumah. Di depan rumahku, aku pun berhenti sejenak dari langkahku. Kubayangkan semoga cerita yang kudengar kemarin itu memang betul.
Tujuanku adalah hutan Angkel, disana aku akan mencari gua dimana didalamnya terdapat danau kecil yang airnya bisa membuatku untuk hidup abadi.
Dimulailah perjalananku.
Setelah berjalan beberapa saat, aku pun akhirnya sampai di ujung masuk hutan Angkel. Aku pun terdiam sejenak, mempersiapkan mentalku untuk memasuki hutan Angkel yang lebat itu.
Aku pun masuk ke dalam hutan itu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di dalam hutan lebat itu aku mencari gua yang kucari, aku pun masuk semakin jauh ke dalam hutan tersebut, berbagai rumput-rumput serta daun-daun yang menghalangi kutebas dengan parang ayahku.
Apa yang sedang kulakukan ini sebenarnya tindakan yang sangat berani, dikarenakan hutan Angkel ini memang terkenal angker, sudah sekian lama kutelusuri hutan ini, tidak satupun binatang yang kutemui, bahkan satu semut pun. Suara burung-burung serta serangga pun tidak terdengar. Hutan ini sangat sunyi. Hutan ini memang mempunyai hawa yang terasa lain, sulit untuk kudeskripsikan seperti apa. Untungnya kompas masih berfungsi di hutan ini, jadi aku tidak tersesat. Sepertinya penghuni hutan ini cukup baik untuk tidak membuatku tersesat.
Setelah berhenti sejenak dan beristirahat, aku pun mulai melanjutkan perjalanan masuk lebih jauh ke dalam hutan lebat itu.
Aku pun menemukan apa yang kucari.
Sebuah gua yang berada di suatu dinding batuan, pintu masuk gua itu banyak ditumbuhi tanaman-tanaman rambat.
Kugunakan parang ayahku untuk menyingkirkan tanaman-tanaman rambat itu.
Aku memasuki gua tersebut, kurasa hawa yang sangat asing, lebih asing dibandingkan di dalam hutan tadi, aku pun semakin optimis bahwa danau yang menyimpan air untuk hidup abadi itu memang ada.
Gua itu dalamnya cukup luas. Langit-langit gua itu cukup tinggi, dengan sedikit cahaya matahari yang masuk dari celah-celah batuan di langit-langit gua, sehingga gua itu tidak terlalu gelap. Udara di dalam gua itu terasa sedikit sejuk.
Setelah berjalan beberapa saat menyusuri gua tersebut, akhirnya kutemukan.
Danau kecil dengan air yang terlihat berwarna sedikit kebiru-biruan.
Aku berkata, “Semoga cerita itu memang betul.”
Kuminum air dari danau itu dengan menggunakan tanganku. Sesaat setelah meminum air itu, kepalaku terasa pusing. Badanku terasa panas yang amat sangat, aku kemudian berteriak dengan keras.
Aku pun tak sadarkan diri.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saatku tersadar, kulihat masih ada sinar matahari yang menyinari dari langit-langit gua itu, apa aku pingsan cuma sebentar? Atau sudah cukup lama?
Aku tidak tahu.
Kemudian, aku penasaran dengan efek dari air itu, dengan sedikit rasa bimbang, aku mencoba menusuk dadaku dengan parang ayahku.
Darah pun bermuncratan.
Sakit? Itu sudah pasti. Mati? aku MASIH HIDUP.
Luka bekas tusukan parang itu segera menutup lagi. Ini ajaib. Ini menakjubkan. Ini kenyataan.
AKU SUDAH ABADI SEKARANG.
Aku pun tertawa kecil, pertanda aku sudah sangat puas dengan hasil yang kudapat.
Aku pun segera keluar gua, berjalan melewati hutan dengan memakai kompas untuk menunjukkan arah kembali ke desa ku yang berada di arah tenggara kompas ini.
Beberapa berjalan melewati hutan tersebut, akhirnya aku keluar dari hutan tersebut dan segera menuju desaku.
Saat aku memasuki desaku, para penduduk desa yang melihatku kemudian berteriak-teriak, “Hoooiiii, anak Pak Koto udah ketemuuuu!!!”
Warga-warga kampung kemudian mengerubungiku, bertanya-tanya bagaimana kabarku, darimana saja aku, sepertinya aku membuat mereka cemas. Ternyata aku sudah pingsan cukup lama, 2 hari aku menghilang dari hadapan mereka.
0
2.2K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan