Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Kesepian.KitaAvatar border
TS
Kesepian.Kita
Guardian Angel
Bandung.

Namaku, Andrea.

Hari ini aku wisuda, beberapa temanku sudah ada yang mendapatkan pekerjaan, beberapa lainnya sedang dalam proses seleksi, sedangkan aku masih belum tahu akan mendaftar apa nantinya. Rasanya bukan hanya aku saja, banyak orang lainnya juga di gedung ini, padahal sarjana terapan.

Bangku perkuliahan hanya mengajarkan penghidupan, bukan kehidupannya itu yang diajarkan, entahlah aku tidak tahu bagaimana selanjutnya ini?

Selesai acara wisuda, kita semua berfoto bersama, mengabadikan kenangan.

Setelahnya kita semua kembali melanjutkan hidup masing-masing, terlebih bagi perantau sepertiku, kota ini hanya tempat singgah sementara. Bagian dari perjalanan hidupku. Pulangnya itu aku menggunakan kereta, tidak seperti perjalanan di siang hari yang bisa melihat pemandangan di luar sana, perjalanan malam hari hanya ada kesunyian.

Kereta belum berjalan saja, sudah banyak orang yang tertidur.

Tepat disampingku, kulihat ada seorang ibu yang sedang kesusahan menaikkan barang bawaannya ke bagasi, kubantu menaikkan, setelahnya aku kembali duduk dan merenung entah memikirkan apa.

Perlahan kereta berjalan, disepanjang perjalanan hanya ada kegelapan diluar sana.

Tidak ada yang bisa dilihat dari jendela, kecuali lampu jalanan dan kendaraan, itupun jarang, lebih banyaknya kegelapan. Cahaya lampu di kereta bisa terlihat di kaca jendela. Padahal saat siang hari, disana bisa terlihat banyak pemandangan.

Waktu demi waktu aku mulai mengantuk.
Perjalanan ini masih panjang, sekitar 8 jam perjalanan.

Mataku terpejam. Sampai saat terbangun, perlahan langit mulai berubah warna, berwarna keemasan, tidak lama setelah itu matahari mulai terbit, seperti itulah pemandangan saat di kereta, terdapat embun juga di kaca. Tujuanku itu stasiun terakhir, jadi aku tidak perlu khawatir. Beberapa orang mulai turun disetiap stasiunnya.

Kereta perlahan berhenti, setelahnya kembali berjalan lagi.

Begitu terus sampai dengan tujuan akhir.

***

Purworejo.

Perayaan wisuda yang berlebihan itu tidak bagus.

Sudah tidak terhitung banyaknya lamaran pekerjaan yang aku kirim, keseharianku menunggu panggilan tes dan interview perusahaan, melelahkan, apalagi saat melihat teman-temanku di media sosial yang sudah diterima pekerjaan.

Persetan media sosial. Mereka hanya menampilkan cerita kebahagiaan saja.

Membuatku semakin terlihat terpuruk saja. Pikiranku mulai terbang kesana kemari, kehidupan itu tidak bisa kita prediksi, terlintas juga dipikiranku tidak ada gunanya aku dulu menyandang cumlaude, mengikuti organisasi kampus, mempunyai sertifikat keahlian, menulis artikel ilmiah. Kenyataannya aku belum mendapatkan pekerjaan sampai sekarang ini, kalau tahu begini akhirnya dulu harusnya aku tidak perlu terlalu mengikuti banyak hal.

Melelahkan juga. Sudah berbulan-bulan lamanya aku menganggur dan aku sudah tidak tahu harus bagaimana lagi, merasa gagal dalam hidupku. Saat itu tiba-tiba kulihat ada email masuk. Kubuka email itu.

Disana tertulis aku diterima, perusahaan ternama.

Kuhela nafasku. Terdiam.

***



Yogyakarta.

Sehari sebelum hari pertamaku bekerja.

Pukul 17.27. Didalam kamarku sudah ada kasur, lemari dan meja belajar, jadi aku hanya membawa pakaian-pakaianku saja, kuletakkan laptopku di meja, memindahkan semua pakaian ke lemari, setelahnya kurebahkan tubuhku dikasur.

Sejak tadi kulihat langit-langit kamarku, entahlah apa yang kupikirkan.

Malam ini terasa sepi, kosanku ini berbentuk rumah dengan banyak kamar, baik dilantai 1 dan 2, setiap lantainya terdapat ruang untuk bisa berkumpul, terlebih pada lantai 1 yang cukup luas, dapur juga ada disana. Halaman kosanku juga cukup luas.

Banyak kamar yang lampunya tidak dihidupkan, penghuninya belum pulang, hanya kamarku dan kamar disebelahku yang lampunya menyala saat itu.

Mulai terasa mengantuk dan aku berjalan kembali ke kamarku, kututup pintu kamarku.

Dan saat itu juga, terdengar pintu terbuka di kamar sebelahku.

Pintuku tertutup. Pintunya terbuka.

Kurebahkan tubuhku dikasur dan tidak lama setelahnya terlelap. Keesokan harinya aku terbangun, ini hari pertamaku bekerja, kukunci pintu kamarku dan berjalan menuju kantorku yang jaraknya cukup dekat. Mulai hari ini dan sampai 3 bulan lamanya aku duduk disamping perempuan yang tadi didepan kantor sempat berpapasan denganku, Tanaya, rekan kerjaku yang akan membimbingku kedepannya.

Tanaya itu perempuan tercantik di divisiku, marketing, kulihat dimejanya ada cokelat yang diberi sticky note.

Raut wajahnya biasa saja.

Pastinya itu bukan hal yang baru untuknya, sudah tidak terhitung banyaknya laki-laki yang mendekatinya. Kutatap kembali layar komputerku dan melanjutkan pekerjaan yang tadi sempat tertunda, lenganku ditepuk pelan oleh Tanaya, tangannya menyodorkanku cokelat itu, kuterima saja.

"Lagi gak mau cokelat aku, buat kamu aja" ucap Tanaya

Kubuka bungkus cokelat itu, maafkan aku kepada siapapun itu, cokelat pemberianmu untuk Tanaya justru berakhir kumakan, enak juga rasanya.

Jujur sajalah siapa yang tidak terpikat oleh kecantikan perempuan seperti Tanaya, terkadang saat aku jenuh karena terus menatap layar komputer, kualihkan pandangan untuk melihat Tanaya. Kita saling menatap sejenak, setelahnya kembali lagi menatap komputer. Rasanya waktu berjalan begitu lambatnya. Berbeda saat jam istirahat, rasanya waktu berjalan begitu singkat.

Dikantin. Banyak orang terus membicarakan katanya ada seorang perempuan cantik, baru sepertiku, hanya berbeda divisi. Perempuan itu namanya Vanila. Heran saja kenapa semua orang membicarakannya, bahkan sampai bertaruh siapa yang paling cepat mendapatkan kontaknya, atau media sosialnya, penasaran juga aku dengan Vanila ini, katanya Vanila itu teman lamanya Tanaya.

"Orang cantik tuh sistem pertemanannya pakai seleksi kali ya, satu circle bisa cantik-cantik semua gitu"

Jam istirahat berakhir, kita semua kembali ke kantor, melanjutkan pekerjaan.

Kutekan cetak file yang sudah kuselesaikan, setelahnya aku berjalan menuju mesin fotocopy, berdiri menunggu dan hanya mendengar suara mesin memproses.

Sembari menunggu, dari kejauhan itu kulihat ada seorang perempuan cantik, berambut panjang dan bergelombang diujungnya, menghampiri Tanaya dan mengobrol singkat, setelahnya berjalan pergi. Banyak orang yang melihat kearahnya dengan tatapan penuh artian. Jadi itu yang namanya Vanila.

Memang cantik sekali orangnya.

***

Pukul 15.57.

Kurang 3 menit, sebentar lagi waktunya pulang.

Sudah kututup semua program dikomputerku, sudah kumatikan, kuambil tumblerku dan kuminum sedikit, satu persatu orang-orang mulai beranjak dari tempat duduknya, setelahnya berjalan meninggalkan ruangan.

Setelah absen pulang dengan sidik jari, didepan kantor aku berpapasan dengan Vanila dan sepanjang jalan arah kita sama, mulai sejak tadi keluar dari kantor sampai hampir menuju kosku. Vanila membuka gerbang kos. Saat digerbang itu aku dan Vanila saling menatap. Kita berdua terkejut.

Terlebih kamarnya bersebelahan denganku.
Vanila langsung masuk ke kamarnya, begitupun juga denganku.

Mandi setelah seharian bekerja itu menyegarkan. Bosan saja rasanya berada dikamar terus, kuputuskan membuat kopi susu setelahnya duduk sendirian diteras kos dengan malam yang dingin dan sunyi ini. Tidak lama setelahnya Vanila keluar kamarnya. Vanila berjalan menuju dapur.

Tidak begitu jelas apa yang sedang dilakukannya, hanya terdengar suaranya menghidupkan kompor. Cukup lama Vanila berada didapur.

Vanila berjalan kearah sembari membawa gelas.

"Aku boleh duduk?" ucap Vanila

"Boleh, masih banyak ruang kosong juga, masa gak aku bolehin" ucapku

"Kamu yang disebelah Tanaya ya? Tadi aku lihat kamu sekilas gitu, terus kamu jalan pergi gitu" ucap Vanila, tersenyum ramah

"Tanaya tuh temenku. Kamu marketing juga ya? ucap Vanila

"Kalau kamu bagian apa?" ucapku

"Finance" ucap Vanila

Seiring waktu kita mengobrol tentang banyak hal.

Vanila berasal dari Tangerang, kuliah dan sekarang bekerjanya di Yogyakarta. Vanila ini apa adanya. Apapun yang dipikirkan dan dirasakannya bisa langsung diucapkan olehnya, rasanya siapapun yang menatap matanya dalam waktu yang lama bisa langsung jatuh cinta dengannya.

Rasanya mudah sekali bagi dirinya untuk mendapatkan cinta seseorang.

Mulai keesokan harinya dan seterusnya, kita selalu berjalan bersama menuju kantor, serta saat pulang juga. Saat di kantor aku dan Vanila jarang bertemu, kecuali saat ada keperluan tertentu. Justru lebih banyak kuhabiskan waktuku bersama dengan Tanaya, bagaimana tidak? Tanaya berada tepat disebelahku, kita sering bercanda gurau sampai orang-orang kantor menjodohkanku dengannya.

Kadang lucu saja dengan orang-orang kantor, hal-hal kecil yang kita lakukan bisa dijadikan bahan, apapun itu. Tapi, kita menanggapinya dengan biasa saja, kadang malah justru dilebih-lebihkan agar semua orang senang.

Perkara aku ingin mengisi tumblerku dan Tanaya memintaku untuk mengisi tumblernya saja dibilang perhatian sekali kata orang-orang kantor.

Kita terkadang hanya bisa tertawa menanggapinya.

Ada-ada saja memang.



Diubah oleh Kesepian.Kita 05-05-2024 12:12
situmeang96
oktavp
umbhelijo35
umbhelijo35 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
2.6K
72
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Kesepian.KitaAvatar border
TS
Kesepian.Kita
#15
Hari ini libur.

Terdengar deru mesin mobil berhenti, pacarnya Vanila datang dan wajahnya tidak berubah, masih terlihat tidak ramah. Kepribadiannya.

Pacarnya itu berjalan masuk kedalam kamar Vanila, walaupun aku tidak melihatnya secara langsung, saat itu kudengar suara pintu terbuka dan tertutup setelahnya, beberapa waktu setelah itu mereka memperdebatkan sesuatu. Aku berjalan keluar dari kamarku, malas saja mendengarnya. Saat aku keluar, kulihat pacarnya mencengkram kuat tangan Vanila sampai terlihat dari wajahnya itu menahan sakit dan kudekati mereka, setelahnya pacarnya itu melepas cengkramannya.

"Nil, kamu gakpapa?" ucapku

Pacarnya itu berjalan kearahku dan menatapku tajam saat itu, "Siapa kamu nanya gitu?" ucap pacarnya itu

Sebenarnya pertanyaanku itu tidak perlu dijawab olehnya, jelas saja sudah kutahu kalau Vanila itu sedang tidak baik-baik saja. Vanila tidak menatapku, pacarnya itu menghalangi pandanganku.

"Nil, kamu beneran gakpapa?" ucapku, sekali lagi

Vanila menggelengkan kepalanya pelan. Saat aku berjalan kearah Vanila, sebelum pacarnya itu memukulku, kuhindari pukulannya dan memukulnya terlebih dahulu, setelahnya kudorong pacarnya itu dengan sekuat tenagaku. Kugenggam tangan Vanila dan berdiri tepat didepannya, pacarnya itu berjalan pergi kearah mobilnya, didalam mobil pacarnya itu sempat melihatku dengan penuh kekesalan.

Kugandeng tangan Vanila dan membawanya ke kamarku, kubuatkan segelas susu cokelat hangat di dapur, kudekatkan gelas ketangannya. Vanila menerimanya dan terus memegangi gelas itu dengan kedua tangannya. Dari sejak awal juga aku tidak habis pikir, bisa-bisanya Vanila menerima seorang laki-laki yang kasar seperti itu, maksudku sisi mana yang dilihatnya.

Tidak ada obrolan apapun selama itu, kubiarkan saja Vanila dan tidak berapa lama kulihat Vanila tertidur dikasurku. Tidak peduli apapun yang sudah terjadi, Vanila masih tetap cantik saja. Susu tadi sudah diminumnya setengah.

Langit terlihat berwarna jingga, kusandarkan tubuhku didekat pintu kamarku dan bersamaan dengan itu kulihat Vanila terbangun, "Balkon yuk, Ndre" ucap Vanila

Vanila beranjak dari kasurku dan berjalan melewatiku, sedangkan aku tidak bergeming sedikitpun, Vanila terus menatapku dengan kesal. Tersenyum tipis aku dibuatnya saat itu. Kuikuti permintaannya itu, setelahnya kulihat senyuman simpulnya walaupun hanya sepersekian detik, Vanila berjalan didepanku dan selama berjalan menuju balkon, Vanila sesekali melihat kearahku yang berjalan tepat dibelakangnya.

Di balkon. Pemandangan langit terlihat begitu jelas, langit terbentang luas. Tatapan matanya itu kosong, kusentuh pelan pipinya itu dengan jari telunjukku.

"Mikir apa sih? Ngelamun terus" ucapku

"Ndre tadi tuh aku minta putus, terus dia gak terima dan malah gitu. Mulai sekarang aku udah bener-bener gak mau lagi hubungan sama dia" ucap Vanila

"Sampai sekarang juga aku masih gak ngerti, kenapa aku bisa sama dia?" ucap Vanila

Kamarku dan kamarnya itu bersebelahan, kutahu itu.

Kualihkan perhatiannya itu, lagipula itu bukan pembahasan yang menarik dan malah terus membuatnya terluka semakin terus dibahas, "Langitnya bagus banget ya kalau pas sore kayak gini" ucapku

Vanila sempat terdiam. Saat itu Vanila menatapku lekat, setelahnya mengikuti arah mataku, melihat pemandangan langit, "Kamu gak mau aku bahas itu ya" ucap Vanila, tersenyum simpul

"Warnanya emang bagus sih, tapi habis itu jadi gelap warnanya pas malem" ucap Vanila

"Dibelahan bumi lainnya tapi langit terang, gantian, biar kita gak serakah, masa pengennya pas langit terang aja" ucapku

"Lagian langit terang tuh cuman caranya buat ngangetin sepinya malem" ucapku

"Jadi sebenernya langit itu aslinya kesepian" ucap Vanila

"Bisa aja mungkin" ucapku

"Tanyain aja" ucapku

***

Suasana pagi hari di kantor.

Saat banyak orang belum berdatangan. Hanya ada Tanaya, kuletakkan tasku di mejaku dan beberapa waktu setelahnya Vanila datang ke ruanganku, Vanila mengobrol dengan Tanaya. Seperti biasanya kuhidupkan komputerku. Membuka file kerja sebelumnya, memeriksanya dan melanjutkannya.

Bukannya segera kembali ke ruangannya, Vanila malah duduk di kursi Fadlan, setelah itu Vanila menopang dagunya dan terus menatapku, Tanaya juga sama menatap kearahku dengan lekat.

"Apa sih?" ucapku, salah tingkah

"Kenapa masih disini? Gak balik ke ruanganmu? ucapku

Tidak lama setelahnya Vanila beranjak dari kursinya dan berjalan pergi, kualihkan pandanganku kearah Tanaya, "Pagi kayak gini baiknya mulai kerja sih" ucapku

"Emang iya? Masa sih?" ucap Tanaya

Tanaya kembali bekerja.

Menatap layar komputer dalam waktu yang lama itu membosankan juga, kualihkan pandanganku melihat sekeliling, sudah biasa aku dan Fadlan sering bertatapan, kutahu orang sepertinya pasti lebih bosan daripada aku. Kita tertawa. Kualihkan kembali pandanganku, kulihat Tanaya yang sesekali terlihat menatap layar komputer, sesekali juga menatap layar handphonenya.

Kukirimkan stiker di whatsappnya itu, tidak menunggu lama Tanaya tertawa kecil dan langsung memalingkan wajahnya. Tanaya menatapku.

Rambut didekat telinganya itu kulihat berantakan, kurapikan dan kuselipkan dibalik telinganya, setelahnya Tanaya kembali menatap layar komputernya sampai dengan jam istirahat tidak pernah melihat kearahku. Tapi, sempat kulihat rona merah di wajahnya tersebut.

Saat kita berjalan bersama, awalnya Tanaya berada jauh dariku dan Vanila yang berada ditengah menukar posisinya, jadi aku dan Tanaya akhirnya berjalan berdampingan.

Masih saja Tanaya memalingkan wajahnya saat kutatap matanya itu.

"Tanaya salting terus kalau deket Andrea" ucap Vanila

"Dari tadi lho" ucap Vanila

Mendengar itu aku dan Tanaya saling menatap.

Benar saja, Tanaya langsung mengalihkan pandangannya sembari menyembunyikan senyuman tipis dan saat itu aku juga hanya bisa terdiam, aku tidak tahu harus bagaimana menyikapinya situasi ini. Selain, tertawa kecil karena Vanila yang terus membuatku terjebak dengan suasana canggung ini, karenanya aku dan Tanaya akan semakin terus dijodoh-jodohkan oleh banyak orang di kantor.

Tidak di kantor, tidak di kos. Vanila seringkali membuatnya sebagai bercandaan ringan baginya, padahal aku sudah tidak bereaksi apapun, tapi sikapnya itu yang membuatku serba salah. Situasi apapun, tiba-tiba menanyakan perasaanku terhadap Tanaya, bagaimana aku tidak kesal dengannya, sampai akhirnya aku hanya bisa menyerah dan tersenyum simpul. Vanila memang benar-benar.

"Nil, kamu gak capek apa?" ucapku

"Capek juga sih ini aku lagi berusaha terus buat mempengaruhimu" ucap Vanila

Lenganku ditepuk pelan olehnya, "Tanaya tuh cantik lho beneran. Kalian cocok banget. Satunya ganteng, satunya cantik" ucap Vanila

Saat itu juga aku hanya bisa terus tersenyum menanggapinya.

Vanila juga begitu.

Kutahu saat di kantor, Tanaya memang selalu perhatian terhadapku, membantuku lebih dahulu saat aku kesulitan padahal ada banyak orang yang juga sama sepertiku, memberikanku bekalnya dan banyak hal lainnya. Terkadang aku bosan juga dengan makanan yang ada di kantin, jadi aku memilih tetap berada di ruanganku dan memakan roti tawar dengan berbagai rasa bersama Tanaya. Kita duduk bersebelahan.

Tangannya kupegang dengan erat, Tanaya menatapku dengan penuh pertanyaan.

"Boleh gak kalau aku pengen hubungan kita tuh lebih dalem lagi?" ucapku

Saat itu, Tanaya melihat sekeliling sejenak dan memang saat itu tidak ada orang lagi selain kita berdua, Tanaya mencium pipiku, setelahnya dengan cepat memalingkan wajahnya. Sempat kulihat wajahnya yang merah merona.

Diperjalanan pulang setelah seharian bekerja, kurasakan ada yang berbeda dari Vanila yang aku tidak mengerti itu apa dan sesampainya di kos, saat aku berada di kamarku tiba-tiba Vanila memelukku dengan penuh kebahagiaan. Sedangkan aku tidak merasakan apapun seperti dirinya. Vanila terus tersenyum manis didepanku.

"Ndre jaga sama pertahanin Tanaya apapun yang terjadi" ucap Vanila

"Orang pertama yang bakal datengin kamu kalau Tanaya kenapa-kenapa itu aku, hampir setengah hidupku udah aku jalanin bareng Tanaya" ucap Vanila

"Kalau kamu nyakitin Tanaya sama aja nyakitin sebagian diriku" ucap Vanila

Setelah mengancamku begitu, Vanila pergi meninggalkanku.

Berjalan kembali menuju kamarnya.

***

Setelah putus dengan pacarnya itu.

Kebiasaan dunia malamnya mulai berkurang, sudah jarang sekali juga aku melihat Vanila merokok dan jarang juga aku melihat teman-temannya yang pernah kulihat di kamarnya itu. Vanila memang pernah bilang kepadaku kalau mulai merasa asing berada disana. Pukul 03.13, aku datang menjemputnya, semua orang disana terlihat sibuk dengan dunianya masing-masing dan saat itu kutemukan Vanila yang duduk menyendiri, tidak kulihat teman-temannya itu.

Ditengah perjalanan pulang, Vanila memasukkan tangannya kedalam jaketku, Vanila tadi menelponku dengan suara paraunya, memintaku untuk menjemputnya.

Kebetulan juga tadi aku terbangun, awalnya juga tidak menyadari ada panggilan masuk, karena handphoneku tidak bersuara, saat melihat panggilan masuk kedua kali darinya. Kupakai jaketku dan bergegas meminjam motor siapapun yang ada di kos. Gilang memberikanku kunci motornya dengan wajah mengantuknya, setelahnya dengan cepat menutup pintu kamarnya dan kembali tidur.

Dingin sekali ditengah jalan ini, kucari minimarket yang masih buka dan kupesan sepaket oden, kuahnya hangat.

"Maaf aku ngerepotin, gak tau aku pengen pulang aja" ucap Vanila

"Gak ada temenku yang mau nganterin" ucap Vanila

Kita makan bersama satu paket oden itu, kusuapkan kepadanya, saat itu kuperhatikan pakaiannya terlalu tipis untuk dinginnya sepertiga malam ini.

Bukannya aku tidak pernah datang ketempat seperti itu, dulu aku beberapa kali datang bersama dengan temanku, sampai sekarang aku masih tidak mengerti kenapa orang-orang bisa menghabiskan waktunya dengan penuh ketidaksadaran ditempat seperti itu. Memang terlihat seakan menyenangkan, tapi tidak begitu.

Banyak kulihat di sekelilingku, tidak ada orang yang peduli saat ada orang yang terlalu banyak minum dan berperilaku diluar batas, tidak ada seorangpun yang membantu saat seorang perempuan terjatuh. Hanya aku yang membantunya. Semua orang hanya terlihat ingin terus menyibukkan dengan kesenangannya, bahkan itu sudah terlalu banyak, mereka seakan ingin terus menambahnya.

Seakan mereka ingin menghilangkan kesedihan dan penderitaan sepenuhnya dalam dirinya tersebut.

Itu kenapa aku seringkali menolak saat diajak, kecuali disaat-saat tertentu saat aku benar-benar menginginkannya dan itupun juga sesekali.

Setelah menghabiskan semangkuk oden itu, kulepas jaketku dan langsung kupegang tangan Vanila untuk memakaikannya jaketku. Setelahnya kulihat kedua tangannya dimasukkan kedalam saku jaketku. Kita lanjutkan kembali perjalanan pulang.

Sesampainya kita di kos, kubuka pintu kamarku dan langsung kurebahkan tubuhku dikasurku, ingin kulanjutkan kembali tidurku. Mataku mulai terpejam. Dengan setengah kesadaranku. Rasanya kurasakan ada seseorang yang menyentuh wajahku dengan telapak tangannya.

Tidak berapa lama juga seseorang itu tidur tepat disampingku. Rasanya juga aku sedang ditatap olehnya. Seseorang itu menghadap kearahku.

Terlelap aku dalam tidurku.
kulipriok
situmeang96
oktavp
oktavp dan 5 lainnya memberi reputasi
6